Anda di halaman 1dari 47

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN

Jl. Medan Merdeka Timur, Jakarta Pusat

PERAN DAN FUNGSI MASTERPLAN


OLEH :
OFYAR Z. TAMIN
GURU BESAR TRANSPORTASI ITB BANDUNG

DALAM PEMBANGUNAN PRASARANA TRANSPORTASI GUNA


MEWUJUDKAN KEMANFAATAN PELAYANAN
TRANSPORTASI

PENDAHULUAN

INDONESIA NEGARA KEPULAUAN

KONEKTIVITAS NASIONAL :
- TIDAK BISA
MENGGUNAKAN SINGLE
MODE
- HARUS MENGGUNAKAN
ANGKUTAN MULTIMODA

KONEKTIVITAS NASIONAL :
DIBUTUHKAN SISTEM TRANSPORTASI MULTIMODA YANG TERINTEGRASI

PERMASALAHAN & TANTANGAN

Kerangka Konektivitas Nasional


(intra pulau, antar pulau dan international)
Perekonomian yang berhasil...

DUKUNGAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI:


Surabaya

Tumbuh maksimal melalui


keterpaduan bukan
keseragaman (inclusive
development)

Menghubungkan pusat-pusat
pertumbuhan

Memperluas
pertumbuhan dengan
menghubungkan wilayah
melalui inter-modal
supply chain systems

Menghubungkan daerah
tertinggal dengan pusat
pertumbuhan

Jakarta

Makassar

Maluku
Sulawesi

Makassar

Menghubungkan daerah terpencil


dengan infrastruktur & pelayanan
dasar dalam mendapatkan manfaat
pembangunan

Mencapai pertumbuhan
inklusif

Papua

Kendari

Makassar

Industri Perkapalan yang kuat

Jaringan Jalan yang terintegrasi

Keterpaduan antarmoda dan intermoda

Biaya transportasi yang terjangkau

Sistem pelayanan distribusi nasional yang efisien

Aksesibilitas pelayanan transportasi

Ambon

Manado

Integrasi ekonomi adalah cara terbaik untuk mendapatkan manfaat langsung dari konsentrasi produksi dan
manfaat jangka panjangkonvergensi standar hidup

Kota
Kota

Town
Town

Asia

Pulau

Town
Town
Kota
Kota

Town

Gerbang
Internasional
Indonesia

Town
Kota
Kota

Pulau

Town
Town

Europe

Kota
Kota
Town
Town

Town

Kota

Town

Antar Pusat Ekonomi

America

Pulau

Dalam
PusatEkonomi
(urban)

Intra-island

Konektivitas LOKAL

Inter-island

2
Konektivitas NATIONAL

International

3
Konektivitas GLOBAL

KONEKTIVITAS NASIONAL LEMAH, MENIMBULKAN EKONOMI


BIAYA TINGGI, DAYA SAING LEMAH :
PENANGGULANGAN KEMISKINAN RELATIF LAMBAT

Tingginya disparitas
Harga dan Pelayanan

Disparitas Harga Bahan Pokok (e.g.Harga minyak goreng di NTT 3 kali dari
Jawa, Harga semen di Papua 15-20 kali dari Jawa
Frekuensi pelayanan perhubungan dan kualitasnya tidak merata, kawasan
KTI realtif tertinggal

Akselerasi
penanggulangan
kemiskinan

60% dari penduduk miskin di Indonesia berada di daerah pedesaan di Jawa


dan tidak mempunyai akses ke pusat pertumbuhan

Peningkatan
Daya Saing

Biaya pengapalan kontainer dari Padang ke Jakarta US$ 600, sedangkan


dari Jakarta ke Singapura (lebih jauh) sekitar US$ 185
Lebih murah mengapalkan jeruk ke Jakarta dari China dibanding Pontianak
Kemacetan semakin meningkat di berbagai kota besar di Pulau Jawa dan di
luar jawa
Waktu tempuh transportasi antar kota dalam satu pulau semakin panjang,
misalnya Jakarta Surabaya berkisar antara 14-20 jam
Kualitas konstruksi dan penegakan peraturan pemanfaatannya lemah,
sehingga biaya pemeliharaan sarana dan prasarana infrastruktur terus
meningkat

DAYA SAING INDONESIA DIPENGARUHI OLEH KONDISI


INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI

BIDANG

PERMASALAHAN

Jalan dan KA

Minimnya pemeliharaan
Tidak adanya ruas/jalur baru
Lambatnya pertumbuhan kapasitas
jalan strategis (arteri dan jalan tol)

Transportasi
Laut

Transportasi
Udara

Minimnya large trading ports


Lemahnya armada pelayaran
nasional
Lambatnya pertumbuhan
perintisan
Perluasan kapasitas
bandara, terutama
hub luar Jawa
Pengintensifan
partisipasi
swasta

Daya Saing

Kualitas
Transportasi
Udara
Infrastruktur
Secara
Keseluruhan

Kualitas
Jalan KA

55

52

80

Kualitas
Pelabuhan

103
Kualitas
Jalan

83

82

Peringkat
Daya Saing
Indonesia Rendah

Peringkat dari 139 Negara

TANTANGAN :
SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

TANTANGAN PEMBANGUNAN TRANSPORTASI NASIONAL :

Menyesuaikan (adjusting) Planning dan Programming. Mengacu


TRI-SAKTI & NAWACITA, SERTA TUJUAN PEMBANGUNAN
JANGKA PANJANG NASIONAL

Memperhatikan orientasi pembangunan yang semakin luas dan


berkembang, khususnya pembangunan prasarana angkutan laut
untuk memperkuat domestik inter-island connectivity serta inland
connectivity dalam transportasi nasional akan membutuhkan
kehandalan jalan koridor antara Jalan Trans dengan outlets (24
ports utama), 15 Bandara dan 39 (ASDP Utama) Jalan
kepelabuhan lebih mengutamakan kapasitas daya dukung yang
tinggi daripada lebar perkerasannya.

Memastikan terjadi keseimbangan antar-moda dalam mendukung


pembangunan sentra produksi wilayah (25 kawasan industri + 25
kawasan tujuan wisata)
9

RENCANA INDUK

PERAN DAN FUNGSI :

RENCANA INDUK TRANSPORTASI

PERAN :
Pembangunan & pengembangan infrastruktur transportasi
agar terencana, terintegrasi, tepat guna, efisien dan efektif
membutuhkan kerangka dasar rencana pembangunan/
pengembangan yang diwujudkan dalam suatu Rencana
Induk.
FUNGSI :
Rencana induk transportasi nasional merupakan arah dan
kebijakan transportasi (dan/atau suatu prasarana
transportasi) pada tataran nasional, yang penyusunannya
diperintahkan dalam undang-undang transportasi

RENCANA INDUK TRANSPORTASI NASIONAL DALAM


UNDANG-UNDANG TRANSPORTASI
UU No. 22/2009 tentang LLAJ:
Pasal 14 (2): Pengembangan Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada
Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai
kebutuhan
Pasal 37: Penentuan lokasi Terminal dilakukan dengan
memperhatikan rencana kebutuhan Terminal yang merupakan
bagian dari Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan
Pasal 40 ayat (1) c: Pembangunan terminal harus dilengkapi
dengan RENCANA INDUK TERMINAL

RENCANA INDUK TRANSPORTASI NASIONAL DALAM


UNDANG-UNDANG TRANSPORTASI
UU No. 23/2007 tentang Perkeretaapian:
Pasal 6 (1): Tatanan perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:
a. perkeretaapian nasional;
b. perkeretaapian provinsi; dan
c. perkeretaapian kabupaten/kota.
Pasal 7 (1): Untuk mewujudkan tatanan perkeretaapian
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1), ditetapkan
RENCANA INDUK PERKERETAAPIAN.

RENCANA INDUK TRANSPORTASI NASIONAL DALAM


UNDANG-UNDANG TRANSPORTASI
UU No. 17/2008 tentang Pelayaran:
Pasal 67 (3) rencana induk pelabuhan nasional adalah bagian dari tatanan
kepelabuhanan nasional
Pasal 71: Rencana Induk Pelabuhan Nasional sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 67 ayat (3) huruf b merupakan pedoman dalam penetapan
lokasi, pembangunan, pengoperasian, pengembangan pelabuhan, dan
penyusunan Rencana Induk Pelabuhan.
Pasal 73 (1) SETIAP PELABUHAN WAJIB MEMILIKI RENCANA INDUK
PELABUHAN

RENCANA INDUK TRANSPORTASI NASIONAL DALAM


UNDANG-UNDANG TRANSPORTASI
UU No. 1/2009 tentang Penerbangan:
Pasal 193 (3): Tatanan kebandarudaraan nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memuat:
b. rencana induk nasional bandar udara
Pasal 199 (1): RENCANA INDUK NASIONAL BANDAR UDARA
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 193 ayat (3) huruf b merupakan
pedoman dalam penetapan lokasi, penyusunan rencana induk,
pembangunan, pengoperasian, dan pengembangan bandar udara

PENYUSUNAN RENCANA INDUK

SINERGITAS DALAM PENYUSUNAN


RENCANA INDUK
RTRW
N/P/K

TATANAN
TRANSPORTASI

POTENSI

MASTER
PLAN /
RENCANA
INDUK

TATARAN
TRANSPORTASI

(DEMAND)

KETERPADUAN

POLA SALING KETERGANTUNGAN (INTERDEPENDENCY)


PELAYANAN ANGKUTAN

18

TINJAUAN RENCANA INDUK


TRANSPORTASI SAAT INI

RENCANA INDUK TRANSPORTASI DARAT


Rencana Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
dalam proses penyusunan
Rencana Induk Terminal
belum ada terminal yang
mempunyai rencana induk
Rencana Induk Pelabuhan Sungai dan Danau
belum ada pelabuhan sungai dan danau yang
mempunyai rencana induk
Rencana Induk Pelabuhan Penyeberangan
dari
156 pelabuhan penyeberangan hanya Pelabuhan
Merak-Bakauheni yang sudah memiliki dokumen
Rencana Induk (Tahun 2012)

RENCANA UMUM JARINGAN JALAN NASIONAL

KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 369 / KPTS / M / 2005 TENTANG


RENCANA UMUM JARINGAN JALAN NASIONAL
KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 567/KPTS/M/2010 TENTANG
RENCANA UMUM JARINGAN JALAN NASIONAL
Menetapkan rencana umum jaringan jalan nasional, yang terdiri dari jaringan jalan
nasional bukan jalan tol dan jaringan jalan nasional jalan tol dan jaringan jalan
strategis nasional serta jaringan jalan strategis nasional rencana.
Jaringan Jalan Strategis Nasional Rencana adalah jalan yang belum terhubung, dalam
proses pembangunan, berstatus jalan provinsi, jalan kabupaten, dan jalan kota, yang
mendukung berfungsinya sistem jaringan jalan nasional

23

ARAH PENGEMBANGAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT - 2030

24

RENCANA INDUK PERKERETAAPIAN NASIONAL

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NO. PM 43 TAHUN 2011


TENTANG RENCANA INDUK PERKERETAAPIAN NASIONAL
Memuat :
1. arah kebijakan dan peranan perkeretaapian nasional
2. dalam keseluruhan moda transportasi;
3. prakiraan perpindahan orang dan/atau barang menurut
4. asal tujuan perjalanan;
5. rencana kebutuhan prasarana perkeretaapian nasional;
6. rencana kebutuhan sarana perkeretaapian nasional; dan
7. rencana kebutuhan sumber daya manusia.

25

ARAH PENGEMBANGAN PRASARANA PERKERETAAPIAN - 2030

27

RENCANA INDUK TRANSPORTASI PERKERETAAPIAN


Rencana Induk Perkeretaapian Nasional sudah selesai
disusun (PM 43 Tahun 2011)
Rencana Induk Perkeretaapian Provinsi dan Kabupaten/
Kota masih berupa kajian/studi

CETAK BIRU TRANSPORTASI PENGEMBANGAN


PENYEBERANGAN NASIONAL
KM 6 TAHUN 2010, TENTANG CETAK BIRU PENGEMBANGAN
TRANSPORTASI PENYEBERANGAN TAHUN 2010 2030
Cetak Biru Pengembangan Transportasi Penyeberangan 2010-2030
sebagaimana merupakan salah satu acuan dan merupakan pedoman
yang harns diikuti dalam proses perencanaan dan pengembangan
transportasi penyeberangan baik bagi unit kerja dilingkungan
Kementerian Perhubungan maupun Mitra Kerja yang terkaitdengan
Pengembangan Transportasi Penyeberangan.

29

30

ARAH PENGEMBANGAN PRASARANA PENYEBERANGAN - 2030

31

RENCANA INDUK KEPELABUHANAN NASIONAL

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KP 414


TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN RENCANA INDUK
PELABUHAN NASIONAL
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KP 725
TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN
MENTERI NOMOR KP 414 TAHUN 2013 PENETAPAN TENTANG
RENCANA INDUK PELABUHAN NASIONAL
Memuat Ketentuan :
1. Berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun dan
dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
2. Penetapan Rencana Induk Pelabuhan Nasional merupakan
pedoman dalam penetapan lokasi, pembangunan,
pengoperasian,
pengembangan
pelabuhan,
dan
penyusunan Rencana Induk Pelabuhan
32

33

ARAH PENGEMBANGAN PRASARANA TRANSPORTASI LAUT - 2030

RENCANA INDUK TRANSPORTASI LAUT

Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN) telah


selesai disusun (KP 414 Tahun 2013 yang diubah menjadi
KP 725 Tahun 2014)
Rencana Induk Pelabuhan dari total 1238 Pelabuhan
Umum Laut, terdapat 33 pelabuhan laut yang telah
memiliki Rencana Induk Pelabuhan

RENCANA INDUK KEBANDARUDARAAN NASIONAL


PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM. 69 TAHUN 2013
TENTANG TATANAN KEBANDARUDARAAN NASIONAL

36

ARAH PENGEMBANGAN BANDAR UDARA NASIONAL - 2030

37

38

RENCANA INDUK TRANSPORTASI UDARA


Rencana Induk Nasional Bandar Udara (RINBU) dalam proses
penyusunan
Berdasarkan PM 69/2013 tentang Tatanan Kebandar-udaraan Nasional
terdapat 237 bandar udara eksisting
Terdapat 68 bandar udara memiliki Rencana Induk Bandar Udara (dalam
bentuk keputusan menteri)
Terdapat 13 bandar udara memiliki Rencana Induk Bandar Udara (dalam
bentuk Peraturan daerah)

TANTANGAN & TINDAK LANJUT :


PERLUNYA KETERPADUAN MASTERPLAN /
RENCANA INDUK TRANSPORTASI

KONSEP KETERPADUAN/INTEGRASI
RENCANA INDUK TRANSPORTASI
UNDANG-UNDANG TRANSPORTASI

UNDANG-UNDANG KERUANGAN

UU NO.33/2004 TENTANG JALAN


UU NO.22/2009 TENTANG LALU LINTAS
DAN ANGKUTAN JALAN
UU NO.23/2008 PERKERETAAPIAN
UU NO.17/2009 TENTANG PELAYARAN
UU NO.1/2009 TENTANG PENERBANGAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH


NASIONAL
RENCANA TATA RUANG PULAU
RENCANA TATA RUANG PROVINSI
RENCANA TATA RUANG KABUPATEN /
KOTA

TATARAN TRANSPORTASI
1. TATARAN
TRANSPORTASI
NASIONAL
(TATRANAS)
2. TATARAN
TRANSPORTASI
WILAYAH (TATRAWIL)

MODA TRANSPORTASI

TERPADU/
TERINTEGRASI

3. TATARAN
TRANSPORTASI
LOKAL (TATRALOK)

BLUE PRINT /
RENCANA INDUK
TRANSPORTASI:
1.

JALAN;

2.

PERKERETAAPI
AN;

3.

PELAYARAN;

4.

PENERBANGAN.

KELEMBAGAAN
41

PROSES INTEGRASI RENCANA INDUK

INTEGRASI JARINGAN, yaitu terintegrasinya sistem jaringan prasarana dan


jaringan pelayanan baik intra moda maupun antar moda.
INTEGRASI FUNGSI, yaitu terintegrasinya rencana pengembangan fungsi dari
sistem transportasi yang dibangun sehingga memberikan nilai kemanfaatan
yang besar dalam pelayanan transportasi multi moda, juga terintegrasinya
rencana pembangunan dan pengembangan oleh pemerintah daerah dan
pusat, juga antara pemerintah dan masyarakat (swasta)
INTEGRASI WAKTU PELAKSANAAN (WAKTU PENGOPERASIAN), yaitu
terintegrasinya rencana waktu pelaksanaan dari setiap moda baik dari proses
perencanaan, pembangunan hingga tahap pengoperasiannya.
INTEGRASI PEMBIAYAAN, yaitu terintegrasinya rencana pembiayaan
khususnya dalam skema pembiayaan pembangunan sedemikian sehingga
terwujud sinergi yang saling mendukung antar moda.
INTEGRASI KELEMBAGAAN, yaitu tersinerginya koordinasi antar lembaga
dalam suatu kerangka perencanaan, pelaksanaan dan pengoperasian dari
berbagai moda yang saling terintegrasi.
42

INTEGRASI JARINGAN

43

INTEGRASI FUNGSI

44

INTEGRASI WAKTU PELAKSANAAN

TIME FRAME PELAKSANAAN (OPERASI)

PRA FS

STUDI
KELAYAKAN

BED / DED

AMDAL

TAHAP
KONSTRUKSI

TAHAP
OPERASI

MONITORING
DAN
EVALUASI

45

INTEGRASI PEMBIAYAAN

46

INTEGRASI KELEMBAGAAN:
JABODETABEK

47

INTEGRASI
JARINGAN
(PRASARANA
DAN PELAYANAN)
INTEGRASI
PELAKSANAAN
(OPERASI)

SINERGI

INTEGRASI
FUNGSI

INTEGRASI
KELEMBAGAAN
INTEGRASI
PEMBIAYAAN

INTEGRASI RENCANA
INDUK

48

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai