Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS MASALAH

Outer examination:
Abdomen was flat, simetrically, uterin fundal within normal limit, mass (+), sized
5x6 cm, cystic, mobile, superior border was 2 finger above sympisis, inferior border
was sympisis, right border was LMC, left border was LMC, pain (+) in left inguinal
region, free fluid sign (-)

Apa interpretasi dan bagaimana mekanisme abnormal pada pemeriksaan luar?


Hasil Pemeriksaan

Normal

Interpretasi dan

Abdomen datar
Abdomen simetris
Fundus uteri batas

Datar
Simetris
Fundus dalam batas

Mekanisme
Normal
Normal
Normal

normal
Massa ukuran 5x6

normal
Tidak teraba massa

Abnormal, terjadi

mobile, batas atas 2 jari

karena implantasi

atas simfisis, BB:

endometrium di

Simfisis, BKa: RMC,

ovarium dan

Bki: LMC

mengadakan proliferasi

Nyeri di Regio inguinal

Tidak teraba nyeri

kiri

sehingga timbul massa


Abnormal, terjadi
karena terdapat massa
pada regio inguinal
yang meregang adnexa
dan parametrium
sehingga menimbulkan

Free Fluid Sign (-)


Tabel 1. Interpretasi pemeriksaan luar

(-)

nyeri.
Normal

USG result :
-

Uterin was anteflexed, size and shape within normal


There was hypoechoic mass with internal echo in left ovary size 6x5.2 cm

derived from endometriosis cyst


Right ovary within normal limit

c/ left endometriosis cyst was suspected

Bagaimana gambaran USG normal dan abnormal pada kasus?

The

normal

ovary

in

pre-menopausal

women

contains

small

cysts.

The images show two normal ovaries with several anechoic, simple cysts consistent with Graafian
follicles.
Sumber http://www.radiologyassistant.nl/en/p4cdf9b5de7d3b/ovarian-cysts-common-lesions.html

Mildly hypoechoic ovarian lesion with through transmission. On ultrasound this can again either be a
hemorrhagic cyst or an endometrioma.
Sumber: http://www.radiologyassistant.nl/en/p4cdf9b5de7d3b/ovarian-cysts-common-lesions.html

Bagaimana cara penegakkan diagnosis dan pemeriksaan penunjang lain pada


kasus?
(terlampir di LI)

Bagaimana patofisiologi pada kasus?


Teori-teori pathogenesis endometriosis antara lain, sebagai berikut:
1. Teori retrograde menstruasi
Teori pertama yaitu teori retrograde menstruasi, juga dikenal sebagai teori
implantasi jaringan endometrium yang viable (hidup) dari Sampson. Teori ini
didasari atas 3 asumsi:
1. Terdapat darah haid berbalik melewati tuba falopii
2. Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut hidup dalam rongga
peritoneum
3. Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut dapat menempel ke
peritoneum dengan melakukan invasi, implantasi dan proliferasi.
Model retrograde menstruation merupakan teori yang paling luas diterima dalam

menjelaskan pertumbuhan endometriosis. Jaringan endometrium juga dideteksi


dalam tuba falopi yang diangkat saat histerektomi. Refluks jaringan endometrium
diperkirakan berimplantasi pada permukaan peritoneum dan ovarium. Hal ini
dapat terjadi pada 80% wanita yang menstruasi, namun tidak menjadikan
semuanya menderita endometriosis. Unuk menjelaskan ketidaksesuaian ini,
penganut teori ini berhipotesis bahwa endometriosis terjadi pada wanita yang
memiliki gangguan sistem imunitas seperti gangguan yang tidak dapat
mengidentifikasi dan menghancurkan sel endometrium yang berada pada kavum
peritoneum. Teori ini mendapat bantahan dengan alasan hal ini tidak mungkin
karena sistem imun tidak dikerahkan untuk menyerang sel endometrium, yang
merupakan self-antigen. Fakta lain adalah endometriosis dapat terjadi setelah
ligasi tuba yang kambuh setelah pembedahan atau de novo.

Figure 1: Origin of iron overload in the pelvic cavity of endometriosis patients


Erythrocytes are carried into the pelvic cavity by retrograde menstruation and
haemorrhaging foci of ectopic endometrium. A proportion of them are
phagocytosed by peritoneal macrophages. Macrophages store some iron in the
form of ferritin or haemosiderin, and release some that binds to transferrin. Lysis
of erythrocytes also releases haemoglobin into peritoneal fluid. Transferrin and
haemoglobin cause increased pelvic iron concentrations and may be assimilated
by ectopic endometrial cells, resulting in the formation of iron deposits (ferritin
or haemosiderin).
2. Teori metaplasia soelomik
Teori ini pertama kali diperkenalkan pada abad ke-20 oleh Meyer. Teori ini
menyatakan bahwa endometriosis berasal dari perubahan metaplasia spontan
dalam sel-sel mesotelial yang berasal dari epitel soelom (terletak dalam
peritoneum dan pleura). Perubahan metaplasia ini dirangsang sebelumnya oleh

beberapa faktor seperti infeksi, hormonal dan rangsangan induksi lainnya. Teori
ini dapat menerangkan endometriosis yang ditemukan pada laki-laki, sebelum
pubertas dan gadis remaja, pada wanita yang tidak pernah menstruasi, serta yang
terdapat di tempat yang tidak biasanya seperti di pelvik, rongga toraks, saluran
kencing dan saluran pencernaan, kanalis inguinalis, umbilikus, dimana faktor lain
juga berperan seperti transpor vaskular dan limfatik dari sel endometrium.
Metaplasia coelomic (teori Meyer) dan teori induksi. Teori Meyer
berdasarkan fakta bahwa sel dari peritoneum, permukaan ovarium dan
endometrium berasal dari prekursor embriologikal, yakni sel coelomic. Pada saat
pubertas, estrogen yang tinggi menginduksi sel peritoneum maupun permukaan
sel telur yang mengalami metaplasia menjadi sel endometrium. Metaplasia ini
juga diinduksi oleh substansi yang memproduksi sel endometrium yang terdapat
di kavum peritoneum akibat retrograde menstruation. Teori ini tidak didukung
bukti ilmiah yang kuat. Penelitian belum bisa menunjukkan sel-sel peritoneum
mampu berdiferensiasi menjadi sel sel yang mirip endometrium. Metaplasia
merupakan proses yang berhubungan dengan umur, yang meningkat seiringnya
bertambah usia. Endometriosis terjadi terutama pada usia reproduktif, dengan
insidensi tertinggi usia 28 tahun.
3. Teori transplantasi langsung
Transplantasi langsung jaringan endometrium pada saat tindakan yang kurang
hati-hati seperti saat seksio sesaria, operasi bedah lain, atau perbaikan episiotomi,
dapat mengakibatkan timbulnya jaringan endometriosis akibat bekas parut
operasi dan pada perineum bekas perbaikan episiotomi tersebut.
4. Teori genetik dan imun
Endometriosis 6-7 kali lebih sering ditemukan pada hubungan keluarga ibu dan
anak dibandingkan populasi umum, karena endometriosis mempunyai suatu dasar
genetik.

Matriks

metaloproteinase

(MMP)

merupakan

enzim

yang

menghancurkan matriks ekstraseluler dan membantu lepasnya endometrium


normal dan pertumbuhan endometrium baru yang dirangsang oleh estrogen.
Tampilan MMP meningkat pada awal siklus haid dan biasanya ditekan oleh
progesteron selama fase sekresi. Tampilan abnormal dari MMP dikaitkan dengan
penyakit-penyakit invasif dan destruktif. Pada wanita yang menderita
endometriosis, MMP yang disekresi oleh endometri-um luar biasa resisten
terhadap penekanan progesteron. Tampilan MMP yang menetap didalam sel-sel
endometrium yang terkelupas dapat mengakibatkan suatu potensi invasif terhadap

endometrium yang berbalik arah sehingga menyebabkan invasi dari permukaan


peritoneum dan selanjutnya terjadi proliferasi sel.
Pada penderita endometriosis terdapat gangguan respon imun yang
menyebabkan pembuangan debris pada darah haid yang membalik tidak efektif.
Makrofag merupakan bahan kunci untuk respon imun alami, bagian sistem imun
yang tidak antigen-spesifik dan tidak mencakup memori imunologik. Makrofag
mempertahankan tuan rumah melalui pengenalan, fagositosis, dan penghancuran
mikroorganisme yang jahat dan juga bertindak sebagai pemakan, membantu
untuk membersihkan sel apoptosis dan sel-sel debris. Makrofag mensekresi
berbagai macam sitokin, faktor pertumbuhan, enzim dan prostaglandin dan
membantu fungsi-fungsi faktor diatas disamping merangsang pertumbuhan dan
proliferasi tipe sel yang lain. Makrofag terdapat dalam cairan peritoneum normal
dan jumlah serta aktifitasnya meningkat pada wanita dengan endometriosis. Pada
penderita endometriosis, makrofag yang terdapat di peritoneum dan monosit yang
beredar teraktivasi sehingga penyakitnya berkembang melalui sekresi faktor
pertumbuhan dan sitokin yang merangsang proliferasi dari endometrium ektopik
dan menghambat fungsi pemakannya. Natural killer juga merupakan komponen
lain yang penting dalam proses terjadinya endometriosis, aktifitas sitotoksik
menurun dan lebih jelas terlihat pada wanita dengan stadium endometriosis yang
lanjut.
5. Faktor endokrin
Perkembangan dan pertumbuhan endometriosis tergantung kepada
estrogen (estrogen-dependent disorder). Penyimpangan sintesa dan metabolisme
estrogen telah diimplikasikan dalam patogenesa endometriosis. Aromatase, suatu
enzim yang merubah androgen, androstenedion dan testosteron menjadi estron
dan estradiol. Aromatase ini ditemukan dalam banyak sel manusia seperti sel
granulosa ovarium, sinsisiotrofoblas di plasenta, sel lemak dan fibroblas kulit.
Kista

endometriosis

dan

susukan

endometriosis

diluar

ovarium

menampilkan kadar aromatase yang tinggi sehingga dihasilkan estrogen yang


tinggi pula. Dengan kata lain, wanita dengan endometriosis mempunyai kelainan
genetik dan membantu perkembangan produksi estrogen endometrium lokal.
Disamping itu, estrogen juga dapat merangsang aktifitas siklooksigenase tipe-2
lokal (COX-2) yang membuat prostaglandin (PG)E 2, suatu perangsang poten
terhadap aromatase dalam sel stroma yang berasal dari endometriosis, sehingga
produksi estrogen berlangsung terus secara lokal.

Gambar Sintesis Estrogen Pada Endometriosis

Estron dan estradiol saling dirubah oleh kerja 17-hidroksisteroid


dehidrogenase (17HSD), yang terdiri dari 2 tipe: tipe-1 merubah estron menjadi
estradiol (bentuk estrogen yang lebih poten) dan tipe-2 merubah estradiol
menjadi estron. Dalam endometrium eutopik normal, progesteron merangsang
aktifitas tipe-2 dalam kelenjar epitelium, enzim tipe-2 ini sangat banyak
ditemukan

pada

kelenjar

endometrium

fase

sekresi.

Dalam

jaringan

endometriotik, tipe-1 ditemukan secara normal, tetapi tipe-2 secara bersamaan


tidak ditemukan. Progesteron tidak merangsang aktiftas tipe-2 dalam susukan
endometriotik karena tampilan reseptor progesteron juga abnormal. Reseptor
progesteron terdiri dari 2 tipe: PR-A dan PR-B, keduanya ini ditemukan pada
endometrium eutopik normal, sedangkan pada jaringan endometriotik hanya PRA saja yang ditemukan.
6. Metastasis vaskular dan limfatik (teori Halban)
Teori Halban mengatakan bahwa endometriosis yang terjadi pada organ
jauh akibat sel endometrium yang hidup menyebar melalui pembuluh darah dan
limfatik. Teori ini menjelaskan kejadian endometriosis yang jarang terjadi di
ekstrapelvis, seperti di otak dan paru -paru, tapi tidak menjelaskan lesi pelvik
yang biasa terjadi yang mengacu akibat lokasi berdasarkan posisi gravitasi.
7. Teori penyakit sel endometrium dengan mekanisme seluler.
Implantasi superficial kavum peritoneum dianut sebagai temuan fisiologis
yang dapat menghilang secara spontan. Deep infiltrating endometriosis dan kista
ovarium endometriosis (kista coklat) merupakan lesi patologik yang berasal dari
sel - sel yang mengalami mutasi somatik. Mutasi ini dipercaya merupakan hasil
dari faktor faktor lingkungan tertentu seperti polutan dan dioxin. Sel yang

abnormal ini kemudian berkembang menjadi tumor jinak yang terdiri dari
glandula endometrium dan stroma.
Terdapat perbedaan secara molekular yang jelas antara jaringan
endometriosis dengan endometrium, seperti overproduksi estrogen, prostaglandin
dan sitokin pada jaringan endometriosis. Bentuk yang sulit dipisahkan pada
kelainan ini juga terjadi pada endometrium wanita dengan endometriosis
dibanding endometrium wanita normal. Ekspresi gen membentuk endometrium
wanita dengan endometriosis sebanding dengan endometrium dari wanita yang
normal mengungkapkan kandidat gen yang berhubungan dengan kegagalan
implantasi, infertilitas dan resistensi progesteron.
Inflamasi, sebagai tanda dari jaringan endometriosis, dihubungkan dengan
overproduksi prostaglandin, metalloproteinase, sitokin dan kemokin. Peningkatan
kadar sitokin pada inflamasi akut seperti interleukin-1, interleukin 6, dan tumor
nekrosis faktor memungkinkan peningkatan adesi dari luapan fragmen jaringan
endometrial ke dalam permukaan peritoneum dan proteolitik membrane
metalloproteinase lebih jauh menyokong implantasi fragmen tersebut. Monocyte
chemoattractant protein 1, interleukin-8, dan RANTES (regulated upon activation
normal T-cell expressed and secreted) menarik granulosit, NK sel, dan makrofag
yang merupakan tipikal endometriosis. Pengulangan autoregulasi positif feedback
memastikan akumulasi sel - sel imun ini, sitokin dan kemokin dalam menegakkan
lesi.
Pada pasien dengan endometriosis, respon inflamasi dan imun,
angiogenesis dan apoptosis mengubah fungsi penyokong kehidupan sel dan
mengisi ulang jaringan endometriosis. Proses dasar patologi ini tergantung pada
estrogen dan progesteron. Bentuk berlebihan dari estrogen dan prostaglandin dan
perkembangan resistensi progesteron memiliki poin klinis yang penting untuk
penelitian karena target terapi dari aromatase ada dalam jalur biosintesis estrogen,
mengurangi nyeri pelvik atau secara laparoskopi terlihat jaringan endometriosis
atau kombinasi keduanya. Tiga target penting ini telah diketahui dengan marker
epigenetik spesifik (hypomethylation) yang menyebabkan overekspresi dari
reseptor terkecil dari SF1 (steroidogenif factor) dan estrogen reseptor .

LEARNING ISSUE
ENDOMETRIOSIS
Definisi
Endometriosis adalah terdapatnya kelenjar seperti endometrium dan stroma diluar
uterus dan merupakan kondisi ginekologikal jinak yang sering ditemukan, sulit
dimengerti, dan sangat elemahkan kondisi tubuh.
Hal ini dapat timbul pada tempat yang bervariasi di pelvis seperti ovarium, tuba
falopi, vagina, serviks, atau ligament uterosakral atau di septum rektovaginal. Bahkan
dapat juga muncul pada daerah yang jauh seperti luka laparotomi, pleura, paru,
diafragma, ginjal, dll. Menurut urutan yang tersering endometriosis ditemukan adalah di
ovarium.
Epidemiologi
Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini menunjukkan angka
kejadian yang meningkat. Angka kejadian antara 5 15% dapat ditemukan di antara
semua operasi pelvic. Yang menarik adalah bahwa endometriosis lebih sering ditemukan
pada wanita yang tidak menikah pada umur muda, dan tidak mempunyai banyak anak.
Di Amerika Serikat, endometriosis timbul pada 7 10% populasi, biasanya
berefek pada wanita usis produktif. Prevalensi endometriosis pada wanita infertile adalah
sebesar 20 50% dan 80% pada wanita dengan nyeri pelvis. Terdapat keterkaitan
keluarga, dimana resiko meningkat 10 kali lipat pada wanita dengan keluarga derajat
pertama yang mengidap penyakit ini.
Etiologi
Terdapat beberapa teori yang dianggap menjadi etiologi endometriosis, yaitu :
1. Metaplasia coelom. Dibawah stimulus yang tidak diketahui sel mesotelial
berubah secara metaplastik menjadi sel endometrium.
2. Transplantasi sel endometrium yang terlepas. Melalui rute limfatik, hematogenik,
atau iatrogenic dapat timbul endometriosis. Rute yang tersering adalah secara
transtubal.
3. Menstruasi retrograde (teori Sampson). Adanya aliran retrograde jaringan
endometrium dari tuba falopi menuju rongga peritoneal. Mungkin timbul akibat

dari sambungan uterotubal hipotonik pada wanita dengan endometriosis sehingga


terjadi peningkatan regurgitasi menstrual.
4. Defek Immunogenetik. Antibody humoral terhadap jaringan endometrium telah
ditemukan pada wanita dengan endometriosis.
Patofisiologi
Teori histogenesis dari endometriosis yang paling banyak penganutnya adalah
teori Sampson. Menururt teori ini, endometriosis terjadi karena darah haid mengalir
kembali melalui tuba ke dalam rongga pelvis. Sudah dibuktikan bahwa dalam darah haid
terdapat sel sel endometrium yang masih hidup. Sel sel ini kemudian dapat
mengadakan implantasi di pelvis.
Teori lain mengenai histogenesis endometriosis dilontarkan oleh Meyer. Pada
teori ini dikemukakan bahwa endometriosis terjadi karena rangsangan pada sel sel
epitel berasal dari coelom yang dapat mempertahankan hidupnya di daerah pelvis.
Rangsangan ini menyebabkan metaplasia dari sel sek epitel itu, sehingga terbentuk
jaringan endometrium. Endometrium dan peritoneum adalah derivate dari dinding epitel
coelom yang sama. Mesotel peritoneum telah dikatakan menyisakan kemampuan
embriogeniknya untuk berubah menjadi sel reproduksi. Perubahan ini dapat timbul
secara spontan atau karena difasilitasi oleh paparan iritasi kronik oleh cairan menstrual
yang retrograde.
Penelitian terbaru mengatakan adanya keterlibatan system imun pada
pathogenesis endometriosis. Wanita dengan endometriosis memperlihatkan peningkatan
respon imun humoral dan kativasi makrofag dan memperlihatkan hilangnya system imun
yang diperantarai sel dengan berkurangnya sel T dan respon sel natural killer.
Gejala dismenorea disebabkan peningkatan tekanan dalam rongga endometrial
yang bergantung pada kekuatan kontraksi dan tekana intrauterin. Dimana menstruasi
melibatkan cetusan dari prostaglandin yang menimbulkan vasospasme dan kontraksi
uterus untuk meningkatkan tekanan intrauterine dan mengeluarkan isi uterus. Gejala
dispareuni dan nyeri pelvis disebabkan oleh oleh implantasi yang cukup dalam yaitu
>5mm, dimana endometriosis tersebut dilapisi oleh material fibrotik kasar yang berisi
jaringan glandular endometriosis yang aktif cukup rapuh pada sentuhan.
Diagnosis
Anamnesis

Diagnosis dimulai dari anamneses, dimana keluhan atau gejala yang sering
ditemukan adalah :

Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada dan selama
haid (dismenorea)

Dispareuni, dapat meluas menjadi nyeri punggung

Nyeri saat defekasi, terutama saat haid

Nyeri Kronik dan terdapat eksaserbasi akut

Poli dan hipermenorea

Infertilitas

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan pelvis ditemukan nyeri tekan yang sangat mudah dideteksi saat
menstrusi. Ligament uterosakral dan kul-de-sac yang bernodul dapat ditemukan. Uterus
terfiksasi secara retroversi akibat dari perlengketan. Nodul kebiruan dapat ditemukan
pada vaginan akibat infiltrasi dari dinding posterior vaginal.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada endometriosis tidak member tanda yang khas,
hanya apabila ada darah pada tinja atau urin pada waktu haid menunjukkan tentang
adanya endometriosis pada rekstosigmoid atau kandung kemih.
Pemeriksaan Radiologi
Pembuatan foto roentgen dengan memasukkan barium dalam kolon dapat
memberikan gambaran dengan filling defect pada rektosigmoid dengan batas yang jelas
dan mukosa yang utuh. Transvaginal sonografi adalah metode yang berguna untuk
mengidentifikasi kista coklat klasik dari ovarium. Tampilan tipikal adalah kista yang
berisis echo homogeny internal drajat rendah yang konsisten dengan darah lama.
Gambaran sonografi dari endometrioma bervariasi dari kisa sederhana hingga kista
kompleks dengan echo internal hingga massa solid, tanpa vakular. MRI berguna untuk
melihat keterlibatan rectum dan menunjukkan secara akurat endometriosis rektovaginal
dan kul-de-sac.

Pemeriksaan Laparoskopi dan Biopsi


Laparoskopi dengan biopsy adalah satu satunya cara defenitif untuk
endometriosis. Merupakan prosedur invasive dengan sensitivitas 97% dan spesifisitas
77%. Temuannya adalah lesi biru-hitam dan classic powder burn. Gambaran
mikroskopik pada ovarium tampak kista biru kecil sampai besar berisi darah tua
menyerupai coklat. Kista ini dapat keluar dan menyebabkan perlekatan dan bahkan
penyakit abdomen akut. Pada permukaan rectum dan sigmoid sering dijumpai bejolan
kebiruan tersebut. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan ciri ciri khas
endometrium. Disekitarnya tampak sel radang dan jaringan ikat.

Kista coklat ovarium

Powder burn lesion

Endometriosis sedang-berat
Diagnosa Differensial
Diagnose banding endometriosis adalah pelvic inflammatory disease, apendisitis,
kista ovarii, torsi ovarii, kehamilan ektopik, infeksi saluran kemih, dan penyakit
divertikular.
Penatalaksanaan
Penanganan endometriosis terdiri dari terapi hormonal, pembedahan.
Terapi hormonal
Sebagai dasar pengobatan hormonal endometriosis ialah bahwa pertumbuhan dan
fungsi jaringan endometrios dikontrol oleh hormone steroid. Jaringan endometriosis
umumnya mengandung reseptor estrogen, progesterone, dan androgen. Progesterone
sistetik umumnya mempunyai efek androgenic yang menghambat pertumbuhan
endometriosis.
Prinsip pertama pengobatan hormonal adalah menciptakan lingkungan hormone
rendah estrogen dan asiklik. Keadaan yang asiklik mencegah terjadinya haid yang berarti
tidak terjadi pelepasan jaringan endometrium yang normal sehingga dapat dihindari
timbul sarang endometriosis yang baru karena transport retrograde serta mencegah
pelepasan dan perdarahan jaringan endometriosis yang menimbulkan rasa nyeri karena
rangsangan peritoneum.
a. Androgen
Preparat yang dipakai adalah metiltestosteron sublingual dengan dosis 5-10
mg/hari. Biasanya diberikan 10 mg/hari pada bulan pertama dilanjutkan dengan 5

mg/hari selama 2-3 bulan berikutnya. Keberatan pemakaian androgen adalah timbulnya
efek samping maskulinisasi, dan bila terjadi kehamilan dapat menyebabkan cacat
bawaan. Keuntungannya adalah untuk terapi nyeri, dispareuni, dan untk membantu
menegakkan diagnosis. Jika nyeri akibat endometriosis biasanya akan berkurang dengan
pengobatan androgen satu bulan.
b. Estrogen-progestogen
Kontrasepsi yang dipilih sebaiknya mengandung estrogen rendah dan
progestogen yang kuat atau yang mempunyai efek androgenic yang kuat. Terapi standard
yang dianjurkan adalah 0,03 mg etinil estradiol dan 0,3 mg norgestrel per hari. Bila
terjadi perdarahan, dosis ditingkatkan menjadi 0,05 mg estradiol dan 0,5 mg norgestrel
per hari atau maksimal 0,08 mg estradiol dan 0,8 mg norgestrel per hari. Pemberian
tersebut setipa hari selama 6-9 bulan, bahkan 2-3 tahun.
c. Progestogen
Dosis yang diberikan adalah medroksiprogesteron asetat 30-50 mg per hari atau
noretisteron asetat 30 mg per hari. Pemberian parenteral dapat menggunakan
medroksiprogesteron asetat 150 mg setiap 3 bulan sampai 150 mg setiap bulan. Lama
pengobatan yakni 6-9 bulan.
d. Danazol
Danazol adalah turunan isoksazol dari 17 alfa etiniltestosteron. Danazol
menimbulkan keadaan asiklik, androgen tinggi, dan estrogen rendah. Kadar androgen
meningkat disebabkan oleh sifatnya yang androgenic dan danazol mendesak testosterone
sehingga terlepas dan kadar testosterone bebas meningkat. Kadar estrogen rendah
disebabkan karena danazol menekan sekresi GnRH, LH, dan FSH dan menghambat
enzim steroidogenesis di folikel ovarium sehingga estrogen turun.
Dosisnya 400-800 mg per hari dengan lama pemberian minimal 6 bulan. Efek
sampingnya berupa akne, hirsutisme, kulit berminyak, perubahan suara, pertambahan
berat badan, dan edema. Kontraindikasi absolute yaitu kehamilan dan menyusui,
sedangkan kontraindikasi relative yaitu disfungsi hepar, hipertensi berat, gagal jantung
ongestif, atau gagal ginjal.

Pengobatan dengan pembedahan


Pembedahan konservatif dapat dilakukan dengan 2 pendekatan yaitu laparotomi
dan laparoskopi operatif.

Laparoskopi opertaif mempunyai beberapa keuntungan jika dibandingkan


laparotomi, yaitu lama tinggal di RS lebih singkat, kembali aktivitas kerja lebih cepat,
biaya lebih murah. Namun luas dan derajat perlekatan setelah laparoskopi operatif lebih
sedikit.
Pembedahan radikal dilakukan pada wanita dengan endometriosis yang umurnya
hamper 40 tahun atau lebih, dan yang menderita penyakit yang luas diserta dengan
banyak keluhan. Operasi yang paling radikal ialah histerektomi total, salpingoooforektomi bilateral, dan pengangkatan semua sarang sarang endometriosis yang
ditemukan. Akan tetapi pada wanita kurang dari 40 tahun dapat dipertimbangkan untuk
meninggalkan sebagian jaringan ovarium yang sehat. Hal ini mencegah jangan sampai
terlalu cepat timbul gejala premenopause dan menopause dan juga mengurangi
kecepatan timbulnya osteoporosis.
Prognosis
Endometriosis ditemukan dapat menghilang secara spontan pada 1/3 wanita yang
tidak ditatalaksana secara aktif. Manajemen medis (supresi ovulasi) efektif untuk
mengurangi nyeri pelvis tapi tidak efektif untuk pengobatan endometriosis yang
berkaitan dengan infertilitas. Namun, tetap ada potensi untuk konsepsi. Kombinasi
estrogen progestin meredakan nyeri hingga 80-85% dari pasien dengan endometriosis
yang berkaitan dengan nyeri pelvis. Setelah 6 bulan terapi danazol, sebesar 90% pasien
dengan endoimetriosis sedang mengalami penurunan nyeri pelvis. Total abdominal
hysterectomy and bilateral salpingo-oophorectomy dilaporkan efektif hingga 90% dalam
meredakan nyeri. Kehamilan masih mungkin bergantung pada keparahan penyakit.
Tanda dan gejala secara umum menurun dengan adanya onset menopause dan selama
kehamilan.
Komplikasi
Beberapa komplikasi dari endometriosis adalah sebagai berikut :

Infertilitas

Nyeri pelvis kronik

Adhesi

Ruptur kista

DAFTAR PUSTAKA
1. Kapoor,

Dharmesh.

Endometriosis.

2009.

Diunduh

dari

dari

http://emedicine.medscape.com/article/271899-print
2. Saol,

Turandot.

Endometriosis.

2010.

Diunduh

http://emedicine.medscape.com/article/795771-print
3. Wiknjosastro H. Endometriosis. Ilmu Kandungan edisi ke-2. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2007.
4. Rosevear, Sylvia K. Endometriosis and Chronic Pelvic Pain dalam Handbook of
Gynaecology Management. 2002. Oxford : Blackwell Science Ltd.
5. http://www.radiologyassistant.nl/en/p4cdf9b5de7d3b/ovarian-cysts-commonlesions.html

Anda mungkin juga menyukai