Anda di halaman 1dari 56

REFERAT

SPONDYLITIS
TUBERCULOSIS
Bellyana. O 07120110082
Pembimbing: dr. Wibisono, SpOT
21/09/15

PENDAHULUAN
Spondylitis Tuberkulosis atau Potts Disease, merupakan suatu
infeksi pada tulang belakang beserta diskus intervertebralis
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.
Lebih dari 5.8 juta kasus TB baru (dalam segala bentuk,
pulmoner maupun extra-pulmoner) dilaporkan kepada World
Health Organisation (WHO) pada tahun 2009.
Di Amerika Serikat, tuberkulosis pada tulang dan sendi
diperhitungkan sebanyak 10% dari total kasus-kasus infeksi
bakteri M.tuberkulosis.
Tulang yang sering terinfeksi adalah tulang-tulang yang pada
umumnya menjadi tumpuan berat (Weight-bearing), antara lain
tulang belakang (pada 40% kasus), tulang pinggul (pada 13%
kasus), dan tulang patella (pada 10% kasus).

Regio vertebra yang sering terkena infeksi pada anakanak adalah regio thoracalis atas, sedangkan pada orang
dewasa, pada regio thoracalis bawah dan lumbalis atas
(thoraco-lumbalis).
Infeksi TB pada vertebra dapat menganggu fungsi dasar
dari vertebra yaitu sebagai suatu pilar dalam menopang
postur tubuh dan tempat berjalannya medulla spinalis.
Seringkali, foto x-ray thorax pada pasien dengan
Spondylitis TB menunjukkan adanya kelainan yang
cenderung membuktikan bahwa terdapat infeksi primer
TB paru.
Penanganan infeksi Spondylitis TB dapat mencangkup
terapi non-operatif atau terapi operatif.

DEFINISI
Spondylitis TB merupakan suatu infeksi yang
kronis dan progresif dan selalu bersifat
sekunder dari infeksi primer tuberkulosis pada
bagian tubuh yang lain.
Mendestruksi tulang vertebra pada bagian
anterior yang kemudian disertai dengan
osteoporosis regional.
Dengan meluasnya infeksi, regenerasi dari
tulang baru tidak dapat terjadi, avaskularisasi
dari tulang terbentuk tuberculous sequestrae
khususnya pada segmen vertebra yang terkena.

EPIDEMIOLOGI
Tuberkulosis merupakan salah satu penyebab kematian yang
sering ditemukan menurut penelitian Global TB Report 2010,
yang diteliti oleh WHO pada 2009.
Sebanyak 55% kasus tuberkulosis ditemukan di Asia, 30% di
Afrika, 7% di Mediterania timur, 4% di Eropa dan 3% di Amerika.
Dari 9.4 juta kasus pada 2009, sekitar 11-13% adalah HIV positif.
Penyakit tersebut sering ditemukan pada negara berkembang
oleh karena kemiskinan, nutrisi dan tempat tinggal yang buruk.
Kondisi akan diperburuk dengan M. tuberculosis yang bersifat
multidrug-resistant, HIV dan usia tua.
Usia rata-rata penderita Spondylitis TB adalah 30-40 tahun.
Faktor resiko yang ditemukan pada penyakit Spondylitis TB
adalah diabetes melitus (5-25%), gagal ginjal (2-31%) dan
penggunaan kortikosteroid jangka (3-13%).

ETIOLOGI
Spondylitis Tuberkulosis merupakan suatu infeksi
sekunder dari infeksi primer tuberculosis di tempat lain
oleh Mycobacterium Tuberculosis.
Infeksi primer paling sering berasal dari TB paru dan
dapat juga pada traktus urinaria yang menyebabkan
infeksi sekunder pada tulang vertebra segmen torakolumbalis.
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri bentuk
batang, bersifat acid-fastnon-motile (tahan terhadap
asam pada pewarnaan, sehingga disebut juga sebagai
Bakteri Tahan Asam (BTA)) dan tidak dapat diwarnai
dengan cara pewarnaan yang konvensional.

ANATOMI
Fungsi tulang belakang:
Sebagai pilat untuk menopang berat tubuh
Tempat dimana terletaknya medulla spinalis.
Menyangga kepala
Sebagai titik sambungan terhadap tulang iga, pelivs dan otot-otot
punggung.
Susunan vertebra manusia terdiri dari tulang vertebra dan discus
intervertebralis.
Fungsi dari discus intervertebralis:
Sebagai bantalan untuk memberikan sifat fleksibel terhadap
pergerakkan tubuh, baik ke arah anterior, posterior, lateral maupun
rotasi
Berfungsi agar tulang vertebra tidak bertabrakkan satu dengan yang
lainnya.

Terdapat 33 tulang vertebra yang dibagi


menjadi 5 segmen berdasarkan morfologi
dan lokasi, antara lain:
7 vertebra servikalis 12 vertebra
torakalis;
5 vertebra lumbalis
5 vertebra sakrum yang tergabung
menjadi 1 tulang sakrum;
4 vertebra coccygeal yang tergabung
menjadi 1 tulang coccyx yang terbentuk
seperti segitiga kecil.

Tulang vertebra pada segmen cervikalis, torakalis


maupun lumbalis memiliki strutur dasar yang sama satu
dengan yang lainnya.
Pada sisi anterior vertebrae body yang berfungsi untuk
menahan berat yang paling banyak.
Pada bagian posterior terdapat 3 prosesus 1 procesus
spinosus pada bagian medial, 2 prosesus transversus
pada bagian lateral
Bagian anterior dan posterior dari tulang vertebra
digabungkan oleh pedicle.
Pada vertebra torakalis, terdapat yang disebut dengan
facet dimana titik pertemuan vertebra torakalis dengan
tulang iga.

Foramen vertebralis terletak di tengah


antara bagian anterior dan posterior dari
tulang vertebra.
Berfungsi sebagai tempat letaknya
medulla spinalis yang dimulai dari dasar
basis cranii hingga vertebra lumbalis 1,
yang kemudian diakhiri pada bagian distal
dengan kumpulan ujung saraf spinalis
yang disebut dengan cauda equina

Kolum vertebralis memiliki 2 kurvatur


normal, antara lain :
Kurvatur Primer = melengkung ke arah
anterior Segmen Torakalis & Sakral
Kurvatur Sekunder = melengkung ke
arah posterior Segmen Servikalis &
Lumbalis
Weight-bearing Point: Segmen
servikalis dan lumbalis

Aorta asenden yang memperdarahi vertebra servikalis


dan desenden yang memperdarahi sisa vertebra
lainnya.
Aorta asenden bercabang menjadi Brachiocephalic
trunk, common carotid dan arteri subklavian.
Brachiocephalic trunk akan terbagi menjadi arteri
subklavian dan common carotid.
Aorta desenden berjalan bersamaan dengan kolum
vertebralis, dimana pada setiap vertebralis akan
terdapat percabangan dari Aorta desenden, seperti
Thoracic segmental arteries dan Lumbal segmental
arteries yang juga memperdarahi medula spinalis dan
tulang iga.

Vena yang memperdarahi tulang vertebra


servikalis adalah vena Jugularis interna dan
externa yang merupakan percabangan dari
Vena Cava Superior.
Sedangkan vena yang memperdarahi tulang
vertebra lainnya berasal dari Vena Cava Inferior.
Selain itu, vena azigos berkomunikasi dengan
plexus Batson yang befungsi sebagai jalur
alternatif ketika Vena Cava Superior teroklusi.
Batson plexus berjalan pada foramen
vertebralis.

PATOFISIOLOGI
Infeksi tuberkulosis pada tulang vertebra terjadi akibat
infeksi sekunder dari infeksi primer di bagian tubuh
lainnya.
Cara penyebaran utama adalah melalui aliran darah pada
arteri maupun vena penyebaran terjadi secara
hematogen.
Sumber infeksi primer paling sering pada organ paru dan
traktus urinaria.
Jika infeksi menyerang segmen torakalis atas sumber
infeksi primer cenderung infeksi TB paru,
Jika infeksi terjadi pada segmen torako-lumbal sumber
infeksi primer cenderung lebih berasal dari infeksi traktus
urinaria.

Pada awal infeksi, akan terjadi destruksi tulang vertebra bagian


anterior atau korpus = proses osteolysis lokal, disertai dengan
osteoporosis regional.
Kemudian infeksi menyebar dan terjadi avaskularisasi sehingga
pada saat yang bersamaan produksi tulang baru terhambat.
terbentuk Tuberculous sequestra pada segmen tulang vertebra
yang terinfeksi.
Secara perlahan jaringan tuberculous sequestra ini akan mulai
mempenetrasi dinding tipis dari bagian tulang vertebra abses
paravertebra.
Abses paravetebra akan menyebar ke arah muskulus psoas. Akan
tetapi, abses ini akan menunjukkan tanda-tanda inflamasi yang
minimal cold abcess.
Infeksi menjalar ke tulang vertebra lainnya secara anterior
maupun posterior melalui ligamen longitudinal.

Destruksi tulang terjadi pada bagian anterior vertebra, maka


secara progresif terjadi kolaps dari vertebra pada regio anterior
sehingga membuat postur tidak normal, dimana wedging pada
vertebra sisi anterior dan membentuk angulasi dan gibbus
postur kyphosis.
Ketika terjadi kolaps pada tulang vertebra dan penjepitan diskus,
maka medulla spinalis yang berada di dalam foramen vertebralis
akan tertekan keluhan neurologis.
Diskus intervertebralis tidak dapat terinfeksi sebab tidak ada
aliran vaskular. Diskus intervertebralis secara perlahan akan
terdesak oleh jaringan granulasi tuberkulosis dan menjadi hancur.
Pada anak-anak, diskus intervertebralis masih dapat terinfeksi.
Ketika infeksi menyerang vertebra dan diskus intervertebralis
disebut sebagai spondylodiscitis.

MANEFESTASI KLINIS
Gejala yang sering dijumpai pada penderita spondylitis TB, antara lain:
Nyeri punggung bersifat kronik progresif, terlokalisir, diperburuk dengan
gerakan atau batuk, disertai kaku dan spasme pada otot punggung (night
cry)
Deformitas pada tulang punggung postur tubuh kyphosis yang tampak
seperti orang bungkuk atau tampak gibbus.
Gejala neurologis paraplegia, paraparesis, gejala LMN, cauda equina
syndrome
Gejala khas tuberkulosis non-spesifik malaise, anorexia, demam,
keringat malam, berat badan turun, lemas, nyeri di seluruh tubuh
Abses sangat khas karena tanda-tanda inflamasi akan tampak sangat
minimal.
Pada daerah cervical akan terbentuk abses retropharyngeal sehingga menimbulkan
gejala disfagia, sesak atau perubahan
suara.
Pada daerah torakal dan lumbalis akan tampak benjolan di regio paravertebral atau
jika abses pada daerah torakal terbentuk ke arah anterior, akan terbentuk abses di
daerah mediastinal.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium :
Laju endap darah meningkat (tidak
spesifik), dari 20 sampai lebih dari
100mm/jam.
Tuberculin skin test / Mantoux test /
Tuberculine Purified Protein
Derivative (PPD) positif.
Cairan serebrospinal

Pemeriksaan gambaran radiologis.


Foto polos thorax
Foto polos seluruh vertebra
Tanda-tanda radiologis baru dapat terlihat setelah 3-8
minggu onset penyakit.
Foto polos vertebra dilakukan secara antero-posterior dan
lateral.
Gambaran yang dapat ditemukan antara lain:

penyempitan ruang diskus intervertebralis,


kolaps corpus anterior,
erosi end-plate vertebra,
keterlibatan lebih dari 1 tulang vertebra,
pembentukkan cold abcess.

Foto Computed Tomography (CT Scan)


melihat adanya keterlibatan infeksi pada
tulang iga yang tidak tampak pada foto
polos vertebra.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
menunjukkan kelainan pada jaringan lunak
seperti medula spinalis,
destruksi/degenerasi pada tulang vertebra
dan diskus intervertebralis, pembentukkan
abscess dan kavitasi pada medula spinalis.

PENATALAKSANAAN
TERAPI NON-OPERATIF
Pemberian OAT merupakan prinsip utama dalam
penatalaksanaan seluruh kasus infeksi TB, termasuk
Spondylitis TB.
Menurut WHO, terapi anti tuberculosis harus diberikan
minimal selama 9 bulan, khususnya pada Spondylitis TB.
Pengobatan ini terbagi menjadi dua fase, antara lain:
Fase awal (2 bulan pertama)

Isoniazid
Rifampisin
Streptomisin
Pyrazinamide

Fase lanjut (4 bulan setelah)


Isoniazid
Rifampisin

Terapi OAT diberikan hingga foto rontgen menunjukkan


adanya resolusi pada tulang belakang.
Masalah yang sering timbul dari pemberian OAT adalah
mengenai ketaatan pasien dalam menjalani terapi. Jika terapi
dijalankan terlalu singkat dari waktu yang ditetapkan, maka
akan menyebabkan timbulnya relaps. Pasien yang tidak
patuh akan dapat mengalami resistensi obat.
Penderita Spondylitis TB dengan fase lanjut, dimana sudah
tampak gejala neurologis dan gejala kompresi vertebra
lainnya diwajibkan untuk istirahat tirah baring untuk
meminimalkan aktivitas penderitanya.
Secara klinis ditemukan berkurangnya rasa nyeri, hilangnya
spasme otot paravertebral, nafsu makan dan berat badan
meningkat.

Cara lain adalah dengan pemasangan gips agar tulang belakang


terlindungi dan terimobilisasi. Pemberian gips ditujukan untuk
mencegah pergerakan dan mengurangi kompresi dan deformitas
lebih lanjut.
Pada daerah servikal jaket Minerva;
Pada daerah torakal, torakolumbal dan lumbal atas diimobilisasi body
cast jacket;
Pada lumbal bawah, lumbosakral dan sakral body jacket atau korset
dari gips yang disertai dengan fiksasi salah satu sisi panggul.
*Lama immobilisasi berlangsung kurang lebih 6 bulan, dimulai sejak
penderita diperbolehkan berobat jalan.

Kontrol secara berkala dilakukan pemeriksaan klinis, radiologis


dan laboratoris. Bila tidak didapatkan kemajuan, maka perlu
dipertimbangkan hal-hal seperti adanya resistensi obat, jaringan
sekuester yang banyak, keadaan umum penderita yang jelek, gizi
kurang serta kontrol yang tidak teratur serta disiplin yang kurang.

TERAPI OPERATIF
Dilakukan hanya pada penderita dengan lesi
kompresif secara radiologis dan yang sudah
tampak kelainan-kelainan secara neurologis.
Setelah tindakan operasi pasien beristirahat
di tempat tidur selama 3-6 minggu.
Tindakan operatif juga dilakukan bila setelah
3-4 minggu pemberian terapi OAT dengan
terapi konservatif telah dilakukan tetapi
tidak memberikan respon yang baik.

Indikasi tatalaksana operatif:


Response to chemotherapy
Lack of clinical response after six weeks of chemotherapy
Recurrence of disease despite chemotherapy
Neurological deficit
Severe neurological deficit at presentation
Rapidly worsening deficits
New onset or deterioration of deficits during chemotherapy
Unimproved deficits after six to eight weeks of chemotherapy
Spinal instability
Panvertebral disease
Loss of >1 vertebral body in thoracic spine or >1.5 vertebral bodies in lumbar spine
Initial kyphosis of >30 in a child
Spine-at-risk signs in a child
Posterior neural arch lesion with pedicular destruction
Axial pain due to instability
Late deformity
Severe kyphosis with late onset neurological deficits

Tujuan dari terapi operatif, antara lain:


Debridement dan drainase dari cold abcess
Dekompresi dari medulla spinalis dan strukturnya
Mencegah instabilasi dari struktur tulang belakang
Memperbaiki dan mencegah deformitas pada struktur tulang belakang.

Teknik operatif untuk terapi Spondylitis TB ada dua: Anterior


Dekompresi dan Posterior Dekompresi. Pilihan teknik operasi
bergantung pada lokasi lesi pada tulang vertebra. Jika lesi terletak
pada bagian anterior maka tindakan operatif yang dipilih adalah
anterior dekompresi, begitu juga sebaliknya.

Anterior Dekompresi menjadi pilihan terapi operatif paling sering


sebab spondylitis TB umumnya menyerang bagian kolum anterior
vertebra. Oleh sebab itu, dengan melakukan anterior dekompresi akan
mempermudah tindakan debridement dan rekonstruksi.

Pada tindakan operatif, debridement dilakukan dengan:


membersihkan area nekrotik yang mengandung tulang mati
beserta jaringan granulasi agar lesi bersih dan jaringan nekrotik
tidak akan menyebar lebih luas
Setelah itu akan terdapat rongga yang kemudian akan diisi
dengan autogenous bone graft dari tulang iga atau tulang ilika.

Fusi vertebra posterior hanya dilakukan bila terdapat


destruksi dua atau lebih dari korpus bertebra, adanya
instabilitas karena destruksi tulang vertebra bagian
posterior, dan jika tindakan prosedur dekompresi anterior
tidak memungkinkan.
Pemberian OAT tetap menjadi terapi wajib bagi penderita
Spondylitis TB walaupun tindakan operatif telah dilakukan.

ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama
: Ms. N
Jenis Kelamin: Perempuan
Usia : 16 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Alamat
: Perum, Tangerang
Agama
: Islam
No. Rekam Medis : SHLK 0000490140

ANAMNESA
Anamnesis dilakukan dengan
autoanamnesis dan alloanamnesis
dengan ibu pasien di Ruang Fisioterapi
Siloam LV pada tanggal 29 Agustus 2015.
Tanggal masuk RS : 20 Juli 2015
Keluhan Utama
Lemas pada kedua tunggal sejak 1
bulan smrs.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang dengan keluhan kedua tungkai kaki
lemas sejak 1 bulan smrs. Awalnya pasien
merasa pegal pada punggung, yaitu sekitar bulan
Juni. Menurut pasien rasa pegal tersebut
dirasakan terus menerus tetapi intensitasnya
tidak sampai menganggu aktivitas. Pegal pada
punggung tersebut dirasakan pada bagian tengah
punggung dan terkadang dibagian samping
punggung. Menurut pasien tidak ada yang
memperingan atau memperburuk keadaannya
tersebut. Pasien kemudian berobat ke dokter
umum untuk keluhan pegal punggungnya
tersebut dan sudah diberi obat tetapi rasa pegal
tersebut tidak hilang.

Setelah 2 minggu setelah keluhan pegal pada


punggung tersebut, pasien tiba-tiba terjatuh ketika
sedang berjalan. Menurut pasien kedua tungkai
kakinya tiba-tiba terasa lemas sehingga pasien
tidak kuat untuk berdiri. Setelah terjatuh pasien
masih dapat bediri kembali tetapi sambil dibantu.
Kemudian menurut pasien ia berobat ke dokter
umum dan diberikan vitamin saraf. Rasa lemas
pada kedua tungkai masih terasa tetapi pasien
masih dapat berjalan perlahan-lahan dan
beraktivitas, hanya menurut pasien bagian lutut
hingga telapak kakinya mulai terasa sedikit baal.

Kemudian 1 minggu setelah kejadian itu, pasien jatuh


untuk kedua kalinya ketika sedang berjalan ke kamar
mandi. Menurut ibu pasien jatuh kedua kali ini lebih parah
keadaannya dibandingkan yang pertama. Pasien tidak
dapat bangun untuk berdiri. Menurut pasien rasa lemas
pada kedua tungkainya semakin terasa dan pasien mulai
merasa baal dari pinggang hingga ke tungkai bawah.
Menurut ibu pasien, 1 minggu sebelum pasien jatuh, ibu
pasien memperhatikan bahwa pundak pasien terlihat
miring ke kanan ketika pasien berjalan. Kemudian pasien
dibawa ke IGD sambil dipapah dan dirawat oleh dokter
spesialis saraf. Pasien lalu diminta untuk melakukan foto
MRI tulang belakang dan dikonsulkan ke dokter bedah
ortopedi.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Menurut pasien tidak ada riwayat batuk lama, demam, dan
penurunan berat badan. Sakit kepala, pusing, dan riwayat
trauma disangkal pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga:
Menurut pasien tidak ada anggota keluarga pasien yang
mengalami gejala yang serupa. Tidak ada penyakit turunan dari
keluarga yang signifikan
Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku sudah berobat untuk keluhannya ini selama 1
bulan terakhir ke dokter umum, tetapi keluhan yang dirasakan
menetap dan tidak membaik. Menurut riwayat perjalanan
pernyakit yang diceritakan, keadaan pasien menjadi bertambah
buruh. Menurut ibu pasien, dokter hanya memberikan vitamin
saraf dan obat anti nyeri. Pasien juga sudah berobat untuk TB
paru dan sudah minum OAT secara rutin.

Obat yang sudah dikonsumsi sebelum masuk


ke RS:
Streptomisin 1gr 1x1
INH 300mg 1x1
Rimactame 600mg 1x1
Ethambutol 500mg 2x1
Pyramizide 500mg 3x1
Pehadoxin Forte 1 tab 1x1
Methylcobalamin 500mg 3x1
Curcuma 500 mg 3x1
Cavit 500mg 1x1

PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALISATA
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4 M6 V5 (15)
Tekanan darah : 100/80 mmHg
Nadi : 88x/mnt
Suhu : 36.5C
Pernafasan: 19x/mnt
Tinggi Badan : 163 cm
Berat Badan : 103 kg
BMI : 38,8 (obese)

Kepala dan Leher : dalam batas normal


Mata
Konjungtiva anemis (-/-)
Pupil isokor 2mm/2mm
Refleks cahaya direk/indirek (+/+)
Thorax
Abdomen

: dalam batas normal


: dalam batas normal

Punggung
LOOK
Postur : kyphosis
Gibbus : Luka operasi : +
Luka : Abses : FEEL
Nyeri tekan : Temperatur : afebrile
MOVE
Range of Movement: Terbatas karena nyeri pada punggung yang
dirasakan

STATUS NEUROLOGIS

SENSORIK
Ekstrimitas superior dextra dan
sinistra : dalam batas normal
Ekstrimitas inferior dextra dan
sinistra : parahipestesi setinggi T7

REFLEX

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Cek Lab darah pada tanggal 04
Agustus 2015

Foto Rontgen Thorax AP/PA dilakukan pada tanggal 20 Juli


2015.

Kedua Sinus costophrenicus dan diafragma normal


COR: CTR <50%
Aorta : Baik
Kedua Hillus : Kasar
Pulmo : Tampak infiltrat pada kedua perihiller dan
paracardial kanan
Tulang-tulang dada baik

*Kesan : Infiltrat pada kedua perhiller dan paracardial kanan

Foto MRI Thoracolumbal dilakukan pada tanggal 20 Juli 2015.


Telah dilakukan pemeriksaan MRI Thoracolumbal potongan sagital T1 dan T2,
axial T1 dan T2, serta MR-myelografi tanpa kontras. Dilanjutkan pemberian
kontras Gadolinium Gadovist 1.0 mmol/mL sebanyak 5 mL potongan sagital
dan koronal T1FatSup. Hasil sebagai berikut:
Tampak destruksi corpus-lamina-pedikel bilateral Th4-Th7 dengan fraktur
kompresi corpus vertebra Th5, disertai infiltrat paravertebra yang menonjol ke
anterior setinggi Th4-Th6 dan posterior setinggi Th4-Th7 mengakibatkan
penekanan terhadap thoracal sac/medulla sepinalis dan struktur radix di
dalamnya, selanjutknya tampak myelopati pada medulla spinalis setinggi Th5.
Setelah pemberian kontras tampak penyangatan pada infiltrat tersebut.
Tampak pula lesi destruktif pada corpus Th11 dan lamina-pedikel bilateral
Th11-12, disertai abses pada pedikel kiri TH11.
Struktur tulang lainnya masih tampak baik.
Discus intervertebralis normal dengan intensitas yang normal.
Tidak tampak herniasi discus intervertebralis/
Conus medullaris setinggi L1.

*Kesan:
Destruksi corpus-lamina-pedikel bilateral Th4-7 dengan
fraktur kompresi corpus vertebra Th5, disertai infiltrat
paravertebra menyangkat kontras yang menonjol ke
anterior setinggi TH4-Th6 dan posterior setinggi Th4-Th7
mengakibatkan penekanan terhadap thoracal
sac/medulla spinalis dan struktur radis di dalamnya,
selanjutnya tampak myelopati pada medulla spinalis
setinggi Th5.
Lesi destruktif corpus Th1 dan lamina-pedikel bilateral
Th11-12, disertai abses pedikel kiri Th11. Sugestif
Spondylitis TB
Tidak tampak herniasi discus intervertebralis

DIAGNOSIS
Spondilitis Tuberkulosis Torakal post
Dekompresi + Stabilisasi Posterior

TATA LAKSANA
Operasi: Debridement - Dekompresi Posterior Stabilisasi
Ringkasan Laporan Operasi:
Ditemukan tulang T5-T7 rapuh dan terdapat
jaringan fibrotik.
Dilakukan debridement, T5 laminektomi
kemudian fusi dengan pedicle screw pada T3-T4
& T6-T8 + crosslink T5.
Spesimen dari gibus pada T5 diperoleh dan
dikirim ke patologi anatomi untuk diperiksa.

Foto Rontgen Vertebra Thoracalis


Dilakukan pada tanggal 04 Agustus 2015,
setelah dilakukan tindakan operatif.
Kondisi post Spondilitis TBC T5-T6 thoracal
Telah terpasang fiksasi interna pada
vertebra Th3-Th7 dengan kedudukan baik.
Tidak tampak spondilolisthesis.
Tidak tampak spur prominent
Sela discus intervertebralis tidak melebar.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai