Anda di halaman 1dari 27

TINJAUAN PUSTAKA

TRAUMA THORAX / DADA


A. PENGERTIAN
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002).
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker,
2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan
alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak
disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat menyebabkan tamponade jantung, perdarahan,
pneumothoraks, hematothoraks, hematompneumothoraks (FKUI, 1995).
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau
tumpul. (Hudak, 1999).
Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-paru dan jantung. Paru-paru
sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada dada,
kedua organ tersebut bisa mengalami gangguan atau bahkan kerusakan (www.iwansain.wordpress.com).
B. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI
1) Tamponade jantung : disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke mediastinum/daerah jantung.
2) Hematotoraks : disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan
3) Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka rongga dada) ; iatrogenik (pleural tap,
biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan tekanan positif) (FKUI, 1995).
C. PATOFISIOLOGI
Tusukan/tembakan ; pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, ,spontan -> Trauma dada ->
1. Tamponade jantung -> Perdarahan dalam perikardium -> Nyeri akut -> Pengaliran darah kembali ke atrium -> Lambat
tertolong dapat menyebabkan kematian.
2. Hematotoraks -> Perdarahan/syok -> Ketidakefektifan pola napas
3. Pneumothoraks ->Udara masuk kedalam rongga pleural ->Udara tidak dapat keluar -> Tekanan pleura meningkat.
1,2, & 3 dapat menyebabkan Ketidakefektifan pola napas.

D. MANIFESTASI KLINIS
1) Tamponade jantung :
Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
Gelisah.
Pucat, keringat dingin.
Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
Pekak jantung melebar.
Bunyi jantung melemah.
Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
ECG terdapat low voltage seluruh lead.
Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).
2) Hematotoraks :
Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.
Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).
3) Pneumothoraks :
Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
Gagal pernapasan dengan sianosis.
Kolaps sirkulasi.
Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang terdengar jauh atau tidak terdengar
sama sekali.
pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).
Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat seperti aorta yang ruptur. Luka tikaman dapat
penetrasi melewati diafragma dan menimbulkan luka intra-abdominal (Mowschenson, 1990).

E. KOMPLIKASI

1) Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.


2) Pleura, paru-paru, bronkhi : hemo/hemopneumothoraks-emfisema pembedahan.
3) Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur klep jantung.
4) Pembuluh darah besar : hematothoraks.
5) Esofagus : mediastinitis.
6) Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal (Mowschenson, 1990).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Radiologi : foto thorax (AP).
2) Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3) Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4) Hemoglobin : mungkin menurun.
5) Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6) Pa O2 normal / menurun.
7) Saturasi O2 menurun (biasanya).
8) Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,
G. PENATALAKSANAAN
1) Darurat
Anamnesa yang lengkap dan cepat. Anamnesa termasuk pengantar yang mungkin melihat kejadian. yang
ditanyakan :
Waktu kejadian
Tempat kejadian
Jenis senjata
Arah masuk keluar perlukaan
Bagaimana keadaan penderita selama dalam transportasi.
Pemeriksaan harus lengkap dan cepat, baju penderita harus dibuka, kalau perlu seluruhnya.
Inspeksi :
- Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin tidur. Tentukan luka masuk dan keluar.
- Gerakkan dan posisi pada akhir inspirasi.
- Akhir dari ekspirasi.
Palpasi :
- Diraba ada/tidak krepitasi
- Nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral.
- Fremitus kanan dan kiri dan dibandingkan.
Perkusi :
- Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor.
- Aadanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor seperti garis lurus atau garis miring.
Auskultasi :
- Bising napas kanan dan kiri dan dibandingkan.
- Bising napas melemah atau tidak.
- Bising napas yang hilang atau tidak.
- Batas antara bising napas melemah atau menghilang dengan yang normal.
- Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada.
Pemeriksaan tekanan darah.
Kalau perlu segera pasang infus, kalau perlu s yang besar.
Pemeriksan kesadaran.
Pemeriksaan Sirkulasi perifer.
Kalau keadaan gawat pungsi.
Kalau perlu intubasi napas bantuan.
Kalau keadaan gawat darurat, kalau perlu massage jantung.
Kalau perlu torakotomi massage jantung internal.
Kalau keadaan stabil dapat dimintakan pemeriksaan radiologik (Foto thorax AP, kalau keadaan memungkinkan).
2) Therapy
Chest tube / drainase udara (pneumothorax).
WSD (hematotoraks).
Pungsi.
Torakotomi.
Pemberian oksigen.

MANAJEMEN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi :
Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah, tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ;
DVJ.
Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat
oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit
interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.
Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus menurun ; perkusi dada
hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas,
bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.
Keamanan
Geajala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk kkeganasan.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy paru.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi
udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder
akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat
eksternal.
6. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.
C. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah
sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan (Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma thorax (Wilkinson, 2006) meliputi :
1) Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
o Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
o Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
o Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien
untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat
menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.

Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan
dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 2 jam :
1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru
optimum/drainase cairan.
2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural.
3) Observasi gelembung udara botol penempung.
R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung
biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat
menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.
4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah
saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.
R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.
5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
1) Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemberian analgetika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/ Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
2) Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder
akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
Menunjukkan batuk yang efektif.
Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
Klien nyaman.
Intervensi :
Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
1) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
2) Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
3) Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
4) Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan
masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.

Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan
parunya.
3) Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri.
Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.
1) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas
nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan
mengurangi nyerinya.
2) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya
dipasang bantal kecil.
R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji
efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi
dan melakukan intervensi yang tepat.
4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R/ antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.
5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat
eksternal.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.

Kriteria hasil :
penampilan yang seimbang..
melakukan pergerakkan dan perpindahan.
mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
6) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
D. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan
dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine. 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma thorax/dada adalah :
1) Pola pernapasan efektive.
2) Jalan napas lancar/normal
3) Nyeri berkurang/hilang.
4) Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
5) pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
6) infeksi tidak terjadi / terkontrol.
DAFTAR PUSTAKA

Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.


Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta
Hudak, C.M. 1999. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.

Mowschenson, Peter M. 1990. Segi Praktis Ilmu Bedah Untuk pemula. Edisi 2. Binarupa Aksara : Jakarta.
Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
www.iwansain.wordpress.com

MAKALAH KESEHATAN TENTANG TRAUMA THORAX


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma thorax sering ditemukan sekitar 25% dari penderita multi-trauma ada component trauma toraks.90% dari
penderita dengan trauma thorax ini dapat diatasi dengan tindakan yang sederhana oleh dokter di Rumah Sakit (atau
paramedic di lapangan), sehingga hanya 10% yang memerlukan operasi.
1.2 Rumusan Masalah
Beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam pembahasan makalah ini adalah:
1. Anatomi
2. Fisiologi
3. Pemeriksaan fisik paru
4. Airway
5. Trauma Thorax
1.3 Tujuan
Tujuan Instruksionil Umum
Setelah selesai membaca bab ini peserta diharapkan mengetahui serta dapat mendemontrasikan penatalaksanaan
penderita trauma thorax.

Tujan Instruksionil Khusus


1. Dapat melakukan pemeriksaan fisik thorax pada penderita trauma thorax.
2. Dapat mengenali keadaan yang harus dikenali pada penderita trauma thorax
3. Dapat mengenali keadaan-keadaan yang harus dikenali pada secondary survey penderita trauma thorax.
4. Dapat melakukan resusitasi dan penatalaksanaan penderita trauma thorax
BAB II
TRAUMA THORAKS
2.1 Anatomi
a. Dinding Dada
Dinding dada merupakan bungkus untuk organ di dalamnya, yang terbesar adalah jantung dan paru-paru. Tulangtulang iga (kesta 1-12) bersama dengan otot interkostal, serta diafragma pada bagian caudal membentuk rongga
thorax
b. Pleura
Pleura parietals melapisi satu sisi dari thorax (kiri dan kanan). Sedangkan pleura viseralis melapisi seluruh paru
(kanan dan kiri). Antara pleura parietals dengan viseralis ada tekanan negative (menghisap), sehingga pleura
parietals da viseralis erring bersinggungan. Ruangan antara kedua pleura disebut rongga pleura. Bila ada hubungan
antara udara luar (tekanan 1 atm). Dengan rongga pleura, misalnya karena luka tusuk, maka tekanan positif akan
memasuki rongga pleura, sehingga terjadi open pneumo-thorax. Tentu saja paru (bersama pleura viseralis) akan
kuncup (collaps).
Bila karena suatu sebab, permukaan pleura viseralis robek, dan ada hubungan antara bronchus dengan rongga pleura,
sedangkan pleura viseralis tetap utuh, maka udara akan masuk rongga pleura sehingga juga dapat terjadi
pnuemotorax. Apabila ada sesuatu mekanisme ventiel sehingga udara dari bronchus masuk rongga pleura, tetapi
tidak dapat masuk kembali, maka akan terjadi peunomothorax yang semakin berat yang pada akhirnya akan
mendorong paru sebelahnya. Keadaan ini dikenal sebagai tension pneumothorax.
Apabila terdapat perdarahan dalam rongga pleura, maka keadaan ini dikenal sebagai hemothorax.
c. Paru-Paru
Terdapat dua masing-masing di kiri dan kanan. Dari pangkal paru (jilus) keluar bronkus utama kiri dan kanan yang
bersatu membentuk trakea.
d. Mediasinum
Antara kedua paru (dan pleura viseralis) terdapat antara lain jantung dan pembuluh darah besar. Apabila ada tension
pneumothorax maka mediastinum terdorong ke sisi yang sehat, sehingga ada gangguan arus balik darah melalui cava.
Keadaan ini akan menimbulkan syok, karena jantung tidak maksimal mencurahkan darah.
Jantung berdenyut dalam suatu kantong, yang dikenal sebagai pericardium, Apabila ada luka tusuk jantung, maka

darah mungkin akan keluar dari jantung dan mengisi rongga pericardium, sedemikian rupa sehingga denyut jantung
akan terhambat. Akan timbul syok, yang bukan syok hemoragik, melainkan syok kardiogenik.
2.2 Fisiologi
1. Pernapasan
Pernapasan terdiri dari inspirasi (menarik napas) dan kespirasi (mengeluarkan napas)
Pernafasan normal umumnya berkisar antara 12-20 kali/menit. Pernafasan yang lebih dari 24 kali/menit dikenal
sebagai tachypnoe (taghi-pe-nu).
Apabila pernafasan buatan dibuat lebih dari 24 kali/menit, maka dikenal sebagai hiperventilasi.
Tachypnoe dapat sebagai akibat keadaan fisiologi (ketakutan, kecapaian, dsb) tetapi juga dapat merupakan indikator
bahwa ada yang tidak beres dengan masalah breathing.
2. Hipoksia dan hiperkapnia
Pada dasarnya proses pernafasan bertujuan untuk memasukan oksigen ke dalam tubuh, yang Kemudian akan
berdifusi dalam darah.
Gangguan pernafasan akan mengakibatkan gangguan oksigenasi (kadar O2 rendah ) yang dikenal sebagai hipoksia.
Apabila gangguan pernafasan disertai dengan penimbunan CO2 dalam darah, maka akan timbul hiperkapnia.
Pada umumnya hipoksia akan bermanifestasi sebagai dyspnoe (dis-pe-nu) sedangkan hiperkapnia yang berat akan
bermanifestasi sebagai sianosis.
Hipoksia ringan umumnya sudah akan memberikan gejala tachypnoe dan dyspnoe. Keadaan ini juga dikenal memakai
pulse oxymeter yang mengukur saturasi O2 dalam darah. Saturasi O2 di atas 95% berarti normal.
Hiperkapnia ringan tidak mungkin dikenal secara klinis.
2.3 Pemeriksaan Fisik Paru
a. Infeksi
Pemeriksaan paru dilakukan dengan melihat peranjakan ke-2 sisi anda simetris atau tidak.
b. Palpasi
Palpasi dilakukan dengan ke-2 tangan memegang ke-2 sisi dada. Dinilai peranjakan kedua sisi ada (simetris atau
tidak) dan bila ada suara penderita, apakah teraba simetris atau tidak oleh ke-2 tangan pemeriksa
c. Perkusi
Dengan mengetukan jari tengah terhadap jari tengah yang lain yang diletakan mendatar di atas dada.
Pada daerah paru berbunyi sonor, pada daerah jantung berbunyi redup (dull), sedangkan di atas lambung (dan usus)
berbunyi timpani.
Pada keadaan pneumothorax akan berbunyi hipersonor, berbeda dengan Bagian paru yang lain.
Pada keadaan hemothorax, akan berbunyi redup (dull).
d. Auskultasi
Auskultasi dilakukan pada 4 tempat yakni bawah ke-2 klavikula, pada garis mid-klavikularis, dan pada kedua aksila.
Bunyi nafas harus sama kiri-kanan
2.4 Airway
Pengelolaan airway merupakan hal utama yang harus diperhatikan lebih dahulu

2.5 Trauma Thorax


1. Ada 2 keadaan yang harus dikenal pada survey primer:
a. Open pneumo-thorax
Dapat timbul karena trauma tajam, sedemikian rupa, sehingga ada hubungan udara luar dengan rongga pleura,
sehingga paru menjadi kuncup. Seringkali hal ini terlihat sebagai luka pada dinding dada yang mengisap pada setiap
inspirasi (sucking chest wound)
Apabila lubang ini lebih besar daripada 1/3 diameter trachea, maka pada inspirasi, udara lebih mudah melewati lubang
pada dinding dada dibandingkan melewati mulut, sehingga terjadi sesak yang hebat. Dengan demikian maka pada
oper pneumothorax, usaha pertama adalah menutup lubang pada dinding dada ini, sehingga open pneumothorax
menjadi close pneumothorax (tertutup). Harus segera ditambahkan bahwa Apabila selain lubang pada dinding dada,
juga ada lubang pada paru, maka usaha menutup lubang ini dapat mengakibatkan terjadinya tension pneumothorax.
Dengan demikian maka yang harus dilakukan adalah:
- Menutup dengan kasa 3 sisi. Kasa ditutup dengan plester pada 3 sisinya, sedangkan pada sisi yang atas dibiarkan
terbuka (kasa harus dilapisi zalf/sofratulle pada sisi dalamnya supaya kedap udara)
- Menutup dengan kasa kedap udara. Apabila dilakukan cara ini maka harus sering dilakukan evaluasi paru. Apabila
ternyata timbul tanda tension pneumothorax, maka kasa harus dibuka pada luka yang sangat besar, maka dapat
dipakai palastik infuse yang digunting sesuai ukuran.
b. Tension Pneumothorax
Apabila ada mekanisme ventil karena lubang pada paru, maka udara akan semakin banyak pada satu sisi rongga
pleura, akibatnya adalah
- Paru sebelahnya akan tertekan, dengan akibat sesak yang berat
- Mediastinum akan terdorong, dengan akibat timbul syok
Apabila keadaan berat, maka paramedic harus mengambil tindakan dengan melakukan tindakan dengan melakukan
needle thoracosynthesis, yakni menusukan dengan jarum besar pada ruang interkostal 2, pada garis mid-klavikuler.

c. Hematothorax
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada. Tidak banyak yang dapat dilakukan pra-RS pada
keadaan ini. Satu-satunya cara adalah membawa penderita secepat mungkin ke RS dengan harapan masih dapat
terselamatkan dengan tindakan cepat di UGD.
d. Flail Chest
Tulang iga patah pada 2 tempat, pada lebih dari 2 iga, sehingga ada satu segmen dinding dada yang tidak ikut pada
pernafasan. Pada ekspirasi, segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi justru akan masuk ke dalam, ini dikenal
sebagai pernafasan paradoksal.
Kelainan ini akan mengganggu ventilasi, namun yang lebih diwaspadai adalah adanya kontusio paru yang terjadi.
Sesak berat yang mungkin terjadi harus dibantu dengan oksigenasi dan mungkin diperlukan ventilasi tambahan.
Di RS penderita akan dipasang pada respirator, Apabila analisis gas darah menunjukan pO2 yang rendah atau pCO2
yang tinggi.
e. Tamorade Jantung
Terjadi paling sering karena luka tajam jantung, walaupun trauma tumpul juga dapat menyebabkannya
Karena darah terkumpul dalam rongga perkardium, maka kontraksi jantung terganggu sehingga timbul syok yang
berat (syok kardiogenik). Biasanya ada pelebaran pembuluh darah vena leher, disertai bunyi jantung yang jauh dan
nadi yang kecil.
Pada infuus guyur tidak ada atau hanya sedikit respon
Seharusnya pada penderita ini dilakukan perikardio-sintesis (penusukan rongga pericardium) dengan jarum besar
untuk mengeluarkan darah tersebut.

2. Beberapa keadaan yang dapat dikenali pada survei sekunder


a. Fraktur Iga
Fraktur iga sering ditemukan, gejalanya adalah nyeri pada pernafasan, ketakutan akan nyeri pada gejala ini
menyebabkan pernafasan menjadi dangkal, serta takut batuk keadaan ini dapat menyebabkan komplikasi pada paru
sehingga kadang-kadang memerlukan blok pada n.interkostalis di Rumah Sakit.
Patah tulang iga sendiri tidak berbahaya, dan di pra-RS tidak memerlukan tindakan apa-apa, yang harus diwaspadai
adalah timbulnya pneumo/hemato-thorax
b. Kontusi paru
Pemadatan paru karena trauma, timbulnya agak lambat, sehingga pada fase pra-RS tidak menimbulkan masalah.
c. Keadaan lain seperti reptur aorta, rupture diafragma, perforasi esophagus dan sebagainya tidak mungkin dapat
dikenal pada fase pra-RS
BAB III
KESIMPULAN
Trauma thorax dapat timbul karena trauma tajam, sedemikian rupa sehingga ada hubungan udara luar dan dengan
rongga pleura, sehingga paru menjadi kuncup, Seringkali hal ini terlihat sebagai luka pada dinding dada yang
menghisap pada setiap inspirasi/sucking chost woundl
Trauma thorax sering ditemukan, sekitar 25% dari penderita multi-trauma ada komponen ada komponen trauma
thorax, 90% dari penderita dengan trauma thorax ini dapat diatasi dengan tindakan yang sederhana oleh dokter di
Rumah sakit/paramedic di lapangan, sehingga hanya 10% yang memerlukan operasi.

BAB II
PEMBAHASAN
I.

KONSEP DASAR MEDIS

A. DEFINISI
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada
dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi
mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan
system pernafasan.

B. ANATOMII FISIOLOGI

Kerangka rongga toraks, merincing pada bagain atas torak dan berbentuk kerucut, terdiri dari
sternum, 12 vertebra, 10 pasang iga yang terakhir di anterior dalam segmen tulang rawan, dan
2 pasang iga yang melayang. Kartilago dari enam iga pertama memisahkan artikulaso dari
sternum; katilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk kostal-kostal sebelum
menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas klavikula dan atas
organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk.

Muskulatur. Muskulus-muskulus pektoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama


dinding anterior toraks. Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan muskulus
gelang bahu lainnya membentuk palisan muskulus posterior dinding toraks. Tepi bawah
muskulus pektoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris anterior, lengkungan dan
muskulus latisimus dorsi dan teres mayor membentuk lipatan/plika aksilaris posterior.
2
Pleura. Pleura adalah membrane aktif serosa dengan jaringan pembuluh arah dan limfatik. Di
sana selalu ada pergerakan cairan, fagositosis debris,menambal kebocoran udara dan kapier.
pleura viseralis menutup paru dan sifatnya tidak sensitive. pleura berlanjut sampai ke hilus
dan mediastinum bersama pleura parietali, yang melapisi dinding dalam toraks dan
diafragma. Kebalikan dengan pleura viseralis, pleura parietalis mendapatkan persarafan dari
ujung saraf (nerveending); ketika terjadi penyakit atau cedera, mak timbul nyeri. Pleura
parietalis memiliki ujung saraf untuk nyeri; hanya bila penyaki-penyakit menyebar ke pleura
ini maka akan timbul. Pleura sedikit melebih tepi paru pada tiap arah dan sepenuhnya terisi
dengan ekspansi paru-paru normal; hanya ruang potensial yang masih ada.

Ruang interkostal. Pleura parietalis hampir semua merupakan lapisan dalam, diikuti oleh tiga
lapis muskulus-muskulus yang mengangkat iga selama respirasi tenang/normal. Vena, arteri
nervus dari tiap rongga interkostal berada di belakang tepi bawah iga. Karena jarum
torakosentetis atau klein yang digunakan untuk masuk ke pleura harus dipasang melewati
bagian atas iga yang lebih bawah dari sela iga yang dipilih.

Diafragma. Bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam dan
kartilagokosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal; bagian muskular
melengkung membentuk tendo sentral. Nervis frenikus mempersarafi motorik, interkostal
bahwa mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putung susu, turut berperan
sekitar 75% dari ventilasi paru-paru selama respirasi biasa/tenang.
3
C. ETIOLOGI
Trauma dada dapat disebabkan oleh :
a. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy ventilasi mekanik
yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.
b. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh vesikel flaksid
yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM. Tusukan paru dengan prosedur invasif.
c. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.
d. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
e. Fraktu tulang iga
f. Tindakan medis (operasi)
g. Pukulan daerah torak.
D. PATOFISIOLOGI
Cedera dada yang memerlukan tindakan darurat adalah abstruksi jalan napas,
hematoraks besar, tamponade jantung pneumotoraks desak. Dada gail ( flail chest, dada
instabil ) pneumotoraks tebuka dan kebocoran udara trakea bronkus semua kelainan ini
menyaebabkan gawat dada / toraks akut yang analog dengan gawat parut dalam arti diagonis
harus ditegakkan secepatnya mungkin
4
empat penanganan dilakukan segera untuk mempertahankan pernapasan,ventilasi paru paru
dan pendarahan. Sering tindakan yang diperlukan untuk menyelamatkan penderita bukan
merupakan tindakan operasi seperti membebaskan jalan napas, aspirasi rongga pleura,
aspirasi rongga perikard, dan menutup sementara luka dada. Tetapi kadang diperlukan
torakotomi darurat. Luka yang tembus didada harus segera ditutup dengan jahitan yang kedap
udara.

E. MANIFESTASI
Biasanya tanda dan gejala gejala yang muncul pada trauma tumpul dada meliputi
nyeri khususnya karena gerakan. Nyeri tekan dan lepas terjadi pada titik yang maksimal.
F. KOMPLIKASI
Trauma dada dapat menjadi kopleten, berupa gangguan serkulasi akibat pendarahan.
Gangguan kabolasi, sepsis akibat infeksi dan gagal organ.
1. Berdarah
Jumlah pendarahan dapat sedikit sampai banyak sehingga dapat menyebabkan kematian.
Luka gesek pada pembuluh darah besar di leher, tangan, dan paha dapat menyebabkan
kematian dalam satu sampai tiga menit. Sedangkan pendarahan dari aorta atau vanekava

dapat menyebabkan kematian dalam 30 detik. Pada pendrahan arteri, darah tampak keluar
mengalir dan berwarna kehitaman, sedangkan pendarahan keplir darah keluar menembus dan
berwarna merah segar.
Pendarahan masih mendapat
penanggunangannya.

5
yang

prioritas

sama

dengan

henti

napas

dalam

2. Gangguan koalosasi
Setelah pendarahan dan transfusi massif, pada pendarahan trauma dada sering dijumpai
gagguan koabolasi, keadaan ini dapat disebabkan oleh pemakanan darah yang disimpan
terlalu lama.
3. Sepsis
Sepsis merupakan penyebab kematian tersering pada pada pendarahan trauma injeksi paska
trauma sangat bergantung pada usia penderita, waktu antara trauma dan penanggulangannya,
maka besar kemungkinan infeksi.
4. Gagal Organ
Pasca trauma dapat terjadi kegagalan fungsi dari beberapa organ seperti otak,
paru,jantung,hati,dan ginjal.

5. Gagal nafas
Gagal nafas cedera pada rogga toraks, atau paru dapat menyebabkan gagal nafas. Pada
trauma majemuk, gagal nafas dapat pula terjadi bila trauma mengenai abdomen atas,
cadangan nafas dapat turun bila penderita telah menderita gagguan nafas. Sebelumnya terjadi
trauma gagal nafas dapat terlibat jika frekuensi nafas dalam satu menit 25 30 dengan isi
aturan nafas kurang dari 4 ml/kg dan gerak jantung yang rendah.
6
G. Penatalaksanaan Medis
1. Konservatif
a. Pemberian analgetik
b. Pemasangan plak/plester
c. Jika perlu antibiotika
d. Fisiotherapy
2. Operatif/invasif
a. Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).
b. Pemasangan alat bantu nafas.
c. Pemasangan drain.
d. Aspirasi (thoracosintesis).
e. Operasi (bedah thoraxis)
f. Tindakan untuk menstabilkan dada:
1) Miring pasien pada daerah yang terkena.
2) Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena
7

g. Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif, didasarkan pada kriteria
sebagai berikut:
1) Gejala contusio paru
2) Syok atau cedera kepala berat.
3) Fraktur delapan atau lebih tulang iga.
4) Umur diatas 65 tahun.
5) Riwayat penyakit paru-paru kronis.
h. Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension Pneumothorak mengancam.
i. Oksigen tambahan.

8
II. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a.

Pengkajian data fokus

Nyeri
Gejala : Nyeri dada unilateral meningkat karena pernapasan, batuk (tegangan), tajam dan nyeri
menusuk yang diperbarui oleh nafas dalam, kemungkinan menyebabkan kelelahan, bahu
aboalomea(effuse pleura)
Tanda : Berhati hati pada area yang sakit, peilaku distraksi dan mengerutkan wajah
Pernafasan :
Gejala : Batuk, kesulitan bernafas, lapar nafas,penyakit paru kronis, inflamasi/infeksi paru,
sarkoidosis, dan keganasan(obstruksi tumor)
Tanda : Takipnea,peningkatan kerja nafas, penggunaan otot aksesoris, pernafasan pada dada,
bunyi nafas menurun dan perkusi dada fliperesonan kulit pucat, sinosis, berkeringat, anlietas,
gelisah, bingung.
Aktivitas / istirahat
Gejala : Kelemahan, Keletihan
Tanda : Gelisah dan insomania
Keamanan
Gejala : Radiasi / kemoterapi untuk keganasan.
10
Tanda : Berkeringat, menggigil berulang, gemetaran.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tak efektif b/d, penurunan ekspansi paru
-

Tujuan

Pola nafas pasien teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan.


1.
2.
3.
4.
5.

Kriteria Hasil
Frekuensi nafas 18 24 x/i
Suara nafas normal
Klien mengatakan tidak merasa sesak
Tidak ada sinosis
TTV dalam batas normal

Intervensi dan Rasional :

1. I : Awasi kecepatan/ kedalam pernafasan. Ausklutasi bunyi nafas, selidiki adanya sianosis
R: pernafasan mengorok atau pengaruh anestesi menurunkan ventilasi. Potensial atelektasis
dapat mengakibatkan hipoksia.
2. I : Tinggikan kepala tempat tidur 30 derajat
R : mendorong pengembangan diafragma/ ekspansi paru optimal dan meminimalkan tekanan isi
abdomen pada rongga torak
11
3. I : Observasi TTV.
ngetahui perkembangan klien
4. I : Kaji penumpukan sekret.
ngetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya.
5. I : Kolaborasi dengan tim medis untuk pembersihan sekret.
jasama untuk menghilangkan penumpukan sekret .
2. Bersihkan jalan nafas b/d akomolasi secret
- Kriteria hasil :
1. Mempertahankan jalan nafas pasien mengeluarkan secret tanpa bantuan.
2. Menyatakan produksi sputum menurun
-

Intervensi dan Rasional

1. I : Kaji fungsi persarafan, contoh bunyi nafas, kecepatan irama dan kedalam.
R : Penurunan bunyi nafas dapat menurunkan atelektasis ronk, menunjukkan akumulasi
sekret/ ketidak mampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan
pengguanaan otot aksesoris pernafasan dan peningkatan kerja pernafasan.
12
2. I : Beriakn pasien posisi semi fowler.
R : Pasien Yang membantu memaksimalkan ekspari paru dan menurunkan upaya pernafasan.
3. I : Bantu pasien untuk batuk efektif dan latihan nafas dalam.
R : Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan secret kedalam
jalan nafas besar untuk dikeluarkan.
4. I : Pertahanan masukan cairan sedikitnya 2500ml/hari

R : Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan secret, membuatnya mudah


dikeluarkan.
5. I : penatalaksanaan pemberian agen mukolitik contoh asetil sistien
R : Agen mukolitik mensunkan kekentalan dan dan perlengketan secret untuk memudahkan
pembersihan.
3. Nyeri b/d adanya trauma jaringan
-

Tujuan : Nyeri terkontrol

- Kriteria hasil :
1. Klien mengatakan nyeri terkontrol
2. Klien tampak rileks
3. Klien dapat melakukan aktifitas tanpa rasa tidak nyaman
13
4. Klien dapat istirahat dengan baik
- Intervensi dan Rasional :
1. I : kaji karakteristik nyeri (skala,sifat,waktu,intensitas)
R : Membantu pasien dalam mengkaji keefektifan analgesic
2. I : Berikan tindakan yang nyaman (masase, perubahan posisi)
R : Mendapatkan relaksasi dan pengalihan perhatian
3. I : Anjurkan untuk istirahat dalam posisi yang dianggap nyaman oleh klien.
R : Posisi nyaman dapat menjadikan relaksasi
4. I : Penatalaksanaan pemberian analgesic
R : analgesic dapat menjadikan ambang batas nyeri sehingga dapat mengurangi persepsi nyeri
klien.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, Tindakan dapat digabungkan dengan : kurang
informasi , dan tiadak terpanjannya informasi.
-

Kriteria hasil :
- menunjukkan pemahaman dasar proses penyakit,intevensi, dan kebutuhan tidakan.
- Menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawatan yang aman
14
- Menggunakan sumber dengan tepat.
- Intevensi dan Rasional
1. I : Berikan petunjuk tertulis/orang terdekat klien untuk dibaca dan tersedia sebagai referensi
selanjutnya.
R : Menyampaikan informasi yang benar dan dapat digunakan sebagai referensi.

2. I : Berikan penjelasan pada tingkat penerimaan pasien.


R : Terdapat stressor yang berlebihan dan mungkin disertai dengan pengetahuan yang
terbatas.
3.I : Anjurkan menggunakan identifikasi waspada berupa papan/gelang
R : Memberikan perawatan tepat bila pasien menjadi tidak sadar/ menderita henti jantung
paru
4.I : Kembangkan arti komunikasi dirumah sakit.
R : Memungkinkan pasien untuk memanggil bantuan jika diperlukan

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada
dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi
mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul.
B. Saran
Penyusun berharap agar para pembaca dapat menggunakan makalah ini dengan baik dan
kiranya dapat menambah referensi lain yang dapat menambah lagi pengetahuan pembaca
selain dari isi makalah yang sangat sederhana ini.

16
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanner C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :
EGC,2001
Carpenito, Lynda Juall Moyet. 2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta.

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC.


WWW.ILMU-KEPERAWATAN.COM
TRAUMA THORAX / DADA
A. PENGERTIAN
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002).
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan
emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44
tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul
dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat menyebabkan
tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks, hematothoraks, hematompneumothoraks
(FKUI, 1995).
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau
ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).
Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paruparu dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa
darah. Jika terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa mengalami
gangguan atau bahkan kerusakan (www.iwansain.wordpress.com).
B. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI
1) Tamponade jantung : disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke mediastinum/daerah
jantung.
2) Hematotoraks : disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan
3) Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka rongga dada) ;
iatrogenik (pleural tap, biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan tekanan positif)
(FKUI, 1995).
C. PATOFISIOLOGI
Tusukan/tembakan ; pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, ,spontan -> Trauma dada ->1.
Tamponade jantung -> Perdarahan dalam perikardium -> Nyeri akut -> Pengaliran darah
kembali ke atrium -> Lambat tertolong dapat menyebabkan kematian.
2. Hematotoraks -> Perdarahan/syok -> Ketidakefektifan pola napas
3. Pneumothoraks ->Udara masuk kedalam rongga pleural ->Udara tidak dapat keluar ->
Tekanan pleura meningkat.
1,2, & 3 dapat menyebabkan Ketidakefektifan pola napas.

D. MANIFESTASI KLINIS
1) Tamponade jantung :
Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
Gelisah.

Pucat, keringat dingin.


Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
Pekak jantung melebar.
Bunyi jantung melemah.
Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
ECG terdapat low voltage seluruh lead.
Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).
2) Hematotoraks :
Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.
Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).
3) Pneumothoraks :
Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
Gagal pernapasan dengan sianosis.
Kolaps sirkulasi.
Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang terdengar jauh
atau tidak terdengar sama sekali.
pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).
Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat seperti aorta yang
ruptur. Luka tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan menimbulkan luka intraabdominal (Mowschenson, 1990).
E. KOMPLIKASI
1) Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.
2) Pleura, paru-paru, bronkhi : hemo/hemopneumothoraks-emfisema pembedahan.
3) Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur klep jantung.
4) Pembuluh darah besar : hematothoraks.
5) Esofagus : mediastinitis.
6) Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal (Mowschenson, 1990).
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1) Radiologi : foto thorax (AP).
2) Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3) Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4) Hemoglobin : mungkin menurun.
5) Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6) Pa O2 normal / menurun.
7) Saturasi O2 menurun (biasanya).
8) Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,
G. PENATALAKSANAAN
1) Darurat
Anamnesa yang lengkap dan cepat. Anamnesa termasuk pengantar yang mungkin melihat
kejadian. yang ditanyakan :
Waktu kejadian
Tempat kejadian
Jenis senjata
Arah masuk keluar perlukaan

Bagaimana keadaan penderita selama dalam transportasi.


Pemeriksaan harus lengkap dan cepat, baju penderita harus dibuka, kalau perlu seluruhnya.
Inspeksi :
- Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin tidur. Tentukan luka masuk dan keluar.
- Gerakkan dan posisi pada akhir inspirasi.
- Akhir dari ekspirasi.
Palpasi :
- Diraba ada/tidak krepitasi
- Nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral.
- Fremitus kanan dan kiri dan dibandingkan.
Perkusi :
- Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor.
- Aadanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor seperti garis lurus atau garis miring.
Auskultasi :
- Bising napas kanan dan kiri dan dibandingkan.
- Bising napas melemah atau tidak.
- Bising napas yang hilang atau tidak.
- Batas antara bising napas melemah atau menghilang dengan yang normal.
- Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada.
Pemeriksaan tekanan darah.
Kalau perlu segera pasang infus, kalau perlu s yang besar.
Pemeriksan kesadaran.
Pemeriksaan Sirkulasi perifer.
Kalau keadaan gawat pungsi.
Kalau perlu intubasi napas bantuan.
Kalau keadaan gawat darurat, kalau perlu massage jantung.
Kalau perlu torakotomi massage jantung internal.
Kalau keadaan stabil dapat dimintakan pemeriksaan radiologik (Foto thorax AP, kalau
keadaan memungkinkan).
2) Therapy
Chest tube / drainase udara (pneumothorax).
WSD (hematotoraks).
Pungsi.
Torakotomi.
Pemberian oksigen.
MANAJEMEN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi :
Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah, tanda Homman ;
TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.
Integritas ego

Tanda : ketakutan atau gelisah.


Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri,
menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu
dan abdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis,
inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks spontan
sebelumnya, PPOM.
Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus
menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis,
berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan
ventilasi mekanik tekanan positif.
Keamanan
Geajala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk kkeganasan.
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy paru.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal
karena akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan
untuk ambulasi dengan alat eksternal.
6. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder
terhadap trauma.
C. INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma thorax
(Wilkinson, 2006) meliputi :
1) Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal
karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
o Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.

o Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.


o Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi
yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang
tidak sakit.
Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tandatanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress
fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan
pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai
ketakutan/ansietas.
Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 2 jam :
1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan
ekspansi paru optimum/drainase cairan.
2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk
ke area pleural.
3) Observasi gelembung udara botol penempung.
R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja
yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area
pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal
atau slang buntu.
4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau
menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase
bela perlu.
R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan
negative yang diinginkan.
5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan
upaya intervensi.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
1) Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemberian analgetika.
Fisioterapi dada.

Konsul photo toraks.


R/ Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
2) Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
Menunjukkan batuk yang efektif.
Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
Klien nyaman.
Intervensi :
Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan
sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap
rencana teraupetik.
Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
1) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
2) Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
3) Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak
mungkin melalui mulut.
4) Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek
dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang
adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang
mengarah pada atelektasis.
Dor ong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi
klien atas pengembangan parunya.
3) Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.

Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri.


Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah
menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
1) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat
menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi,
sehingga akan mengurangi nyerinya.
2) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal
waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama
nyeri akan berlangsung.
R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik
untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2
hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah
kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan
yang tepat.
Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril,
gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya
infeksi.
Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.

R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal
lainnya.
Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka,
agar tidak terjadi infeksi.
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R/ antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko
terjadi infeksi.
5) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan
untuk ambulasi dengan alat eksternal.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
penampilan yang seimbang..
melakukan pergerakkan dan perpindahan.
mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi :
Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan
ataukah ketidakmauan.
Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
6) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder
terhadap trauma.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.

Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya
proses infeksi.
Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
D. EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam
pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau
intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine. 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma thorax/dada adalah :
1) Pola pernapasan efektive.
2) Jalan napas lancar/normal
3) Nyeri berkurang/hilang.
4) Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
5) pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
6) infeksi tidak terjadi / terkontrol
DAFTAR PUSTAKA
Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta
Hudak, C.M. 1999. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Mowschenson, Peter M. 1990. Segi Praktis Ilmu Bedah Untuk pemula. Edisi 2. Binarupa Aksara
: Jakarta.
Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3.
EGC : Jakarta.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
www.iwansain.wordpress.com

Pengobatan Pneumototraks
April 5th, 2011

Tujuan pengobatan pada pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura agar paru-paru
dapat mengembang kembali.
Ada berbagai macam intervensi pengobatan yang dapat kita lakukan pada kasus-kasus pneumotoraks, termasuk
di dalamnya yaitu observasi, aspirasi sederhana dengan kateter, pemasangan selang dada (chest tube), videoassisted thoracoscopy surgery (VATS) dan torakotomi. Adapun pemilihan tindakan yang akan diambil sangat
tergantung pada besarnya pneumotoraks, beratnya gejala yang diderita pasien, apakah ada kebocoran udara
yang persisten, serta jenis penumotoraks itu sendiri apakah primer atau sekunder.
Pada kasus pneumotoraks spontan primer yang kecil (melibatkan 15% hemitoraks) dengan gejala-gejala yang
ringan, pemberian suplemen oksigen aliran-tinggi saja dapat membantu mempercepat penyerapan udara oleh
pleura. Bahkan pada beberapa kasus yang sama, pasien cukup hanya diobservasi dalam beberapa hari
(minggu) dengan foto dada serial tanpa harus dirawat inap di rumah sakit. Namun demikian bila didapatkan
penyakit paru yang mendasarinya perlu dipasang water sealed drainage (WSD). (1,8)
Pada pneumotoraks spontan primer yang lebih besar (melibatkan >15-20% hemitoraks), dapat kita lakukan
aspirasi sederhana dengan pipa kecil, tetapi bila dalam 24-48 jam paru-paru tidak mengembang, perlu dipasang
pipa interkostal besar, dengan water sealed drainage (WSD) atau pengisapan secara perlahan-lahan memakai
katup flutter (continous suction). Bila udara masih menetap dalam rongga pleura selama 1 minggu, perlu
dilakukan tindakan torakotomi.
Pada kasus tension pneumothorax, dibutuhkan dekompresi segera dan penanggulangan awal dengan cepat
berupa insersi jarum berukuran besar pada sela iga dua garis midclavicular pada hemitoraks yang mengalami
kelainan. Tindakan ini akan mengubah tension pneumothorax menjadi pneumotoraks sederhana. Untuk
mencegah terjadinya pneumotoraks yang bertambah akibat tertusuk jarum, evaluasi ulang tetap diperlukan.
Terapi definitif selalu dibutuhkan dengan pemasangan selang dada (chest tube) pada sela iga kelima (garis
puting susu) diantara garis anterior dan midaxilaris.
Pada orang dengan resiko tinggi (misalnya penyelam dan pilot pesawat terbang), setelah mengalami serangan
pneumotoraks yang pertama, dianjurkan untuk menjalani pembedahan. Pada penderita yang pneumotoraksnya
tidak sembuh atau terjadi 2 kali pada sisi yang sama, dilakukan pembedahan untuk menghilangkan
penyebabnya. Pembedahan sangat berbahaya jika dilakukan pada penderita pneumotoraks spontan dengan
komplikasi atau penderita pneumotoraks berulang. Oleh karena itu seringkali dilakukan penutupan rongga pleura
dengan memasukkan doxycycline melalui selang yang digunakan untuk mengalirkan udara keluar

Patofisiologi Pneumotoraks
April 5th, 2011

Seperti kita ketahui bersama, udara cenderung bergerak dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan
rendah, yaitu menuruni gradient konsentrasi. Pada keadaan normal, tekanan intrapleura atau dikenal juga
sebagai tekanan intratoraks biasanya lebih kecil daripada tekanan atmosfer, rata-ratanya 756 mmHg saat
istirahat atau disebut sebagai tekanan -4 mmHg. Dalam keadaan normal pula, udara tidak masuk ke dalam
rongga pleura karena tidak terdapat hubungan antara rongga tersebut dengan atmosfer atau alveolus. Jadi, jika
terdapat hubungan antara atmosfer dengan rongga pleura, udara akan mengalir dari atmosfer ke rongga pleura
sampai tidak ada lagi perbedaan tekanan antara keduanya atau sampai hubungan tersebut tertutup. Tekanan
intrapleura dan intraalveolar sekarang seimbang dengan tekanan atmosfer, sehingga tekanan transmural tidak
ada lagi baik di dinding dada maupun dinding paru. Tanpa adanya gaya yang meregangkan paru, paru akan
kolaps dan menyebabkan keadaan yang disebut atelektasis. Demikian juga, pneumotoraks dan kolaps paru
dapat terjadi apabila ada udara masuk ke dalam rongga pleura melalui suatu lubang di paru, misalnya, oleh
proses penyakit

Anda mungkin juga menyukai