Anda di halaman 1dari 33

BAB 1

PENDAHULUAN
Diare adalah buang air besar atau defekasi dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), dengan kandungan air dalam tinja 200 gr atau 200
ml/24 jam (Simadibrata & Daldiyono, 2009). Penyakit diare masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena
morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi (Depkes RI, 2011).
Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen
Kesehatan dari tahun 2000 sampai dengan 2010 terlihat kecenderungan insiden
diare yang meningkat. Pada tahun 2000 prevalensi penyakit diare mencapai 301
per 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 per 1000 penduduk, tahun 2006
naik menjadi 423 per 1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411 per 1000
penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan
CFR yang masih tinggi (Depkes RI, 2011).
Host, agent, dan environment sangat erat kaitannya mendasari timbulnya
suatu masalah kesehatan, seperti halnya dengan penyakit diare (Hiswani, 2003).
Higiene dan sanitasi yang buruk mempermudah penularan diare baik melalui
makanan, air minum yang tercemar kuman penyebab diare maupun air sungai.
Faktor sosial budaya yang berupa pendidikan, pekerjaan dan kepercayaan
masyarakat membentuk perilaku positif maupun negatif terhadap berkembangnya
diare (Harianto, 2004).

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Diare
Diare adalah buang air besar atau defekasi dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), dengan kandungan air dalam tinja 200 gr atau 200
ml/24 jam (Simadibrata & Daldiyono, 2009). Diare merupakan penyakit yang
ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3
kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah
dan/atau lendir (Depkes RI, 2011).
2.2 Epidemiologi Diare
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih
tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen
Kesehatan dari tahun 2000 sampai dengan 2010 terlihat kecenderungan insiden
diare yang meningkat. Pada tahun 2000 prevalensi penyakit diare mencapai 301
per 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 per 1000 penduduk, tahun 2006
naik menjadi 423 per 1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411 per 1000
penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan
CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan
jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi
KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100
orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan
dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.) (Depkes
RI, 2011).

Prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di


Provinsi NAD (18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta (4,2%). Beberapa provinsi
mempunyai prevalensi diare klinis >9% (NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan
Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua)
(Depkes RI, 2011)
Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Persahabatan Jakarta terdapat
123 pasien diare akut. E. Coli merupakan penyebab diare akut terbanyak, yaitu
sebesar 38,29%, diikuti oleh Vibrio cholera (18, 29%), dan Aeromonas sp. (14,
29%) (Simadibrata dan Daldiyono, 2009).
2.3 Faktor Resiko Diare
Host, agent, dan environment sangat erat kaitannya mendasari timbulnya
suatu masalah kesehatan, seperti halnya dengan penyakit diare (Hiswani, 2003).
Higiene dan sanitasi yang buruk mempermudah penularan diare baik melalui
makanan, air minum yang tercemar kuman penyebab diare maupun air sungai.
Faktor sosial budaya yang berupa pendidikan, pekerjaan dan kepercayaan
masyarakat membentuk perilaku positif maupun negatif terhadap berkembangnya
diare. Perilaku masyarakat yang negatif misalnya membuang tinja di kebun,
sawah atau sungai, minum air yang tidak dimasak dan melakukan pengobatan
sendiri dengan cara yang tidak tepat (Harianto, 2004).
Kepadatan penduduk dan sosial ekonomi yang rendah serta lingkungan
yang kurang mendukung sering menimbulkan wabah diare. Dehidrasi yang terjadi
pada penderita diare karena usus bekerja tidak sempurna sehingga sebagian besar
air dan zat-zat yang terlarut didalamnya dibuang bersama tinja sampai akhirnya
tubuh kekurangan cairan. (Harianto, 2004)
2.4 Etiologi Diare
3

Tabel 2.1 Etiologi Diare


a. Infeksi
1). Enteral
a. Bakteri: Shigella sp, E.coli patogen, Salmonella sp, Vibrio cholera,
Yersinia enterocolytica, Campylobacter jejuni, V.parahaemoliticus,
Staphylococcus aureus, Streptococcus, Klebsiella, Pseudomonas,
Aeromonas, Proteus, dll.
b. Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus,
Cytomegalovirus (CMV), Echovirus, HIV.
c. Protozoa: Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Cryptosporidium
parvum, Balantidium coli.
d. Cacing: A. Lumbricoides, Cacing tambang, Trichuris trichiura,
S.stercolaris, Cestodiasis, dll.
e. Fungus: Kandida / Moniliasis
2). Parenteral:
a. Travellers diarrhea: E.coli, Giardia lamblia, Shigella, Entamoeba
histolytica dll.
b. Makanan :
1. Intoksikasi makanan : makanan beracun atau mengandung logam
berat, makanan mengandung bakteri / toksin seperti Clostridium
perfringens, B.cereus, S.aureus, Streptococcus anhaemolyticus dll.
2. Alergi : susu sapi, makanan tertentu.
3. Malabsorpsi / maldigesti : Karbohidrat (monosakarida dan
disakarida), lemak, protein, vitamin dan mineral.
b.Imunodefisiensi : hipogamaglobulinemia, panhipogamaglobulinemia, penyakit
granulomatose
kronik,
defisiensi
IgA,
imunodefisiensi
IgA
heavycombination.
c. Terapi obat : antibiotik, kemoterapi, antasida.
d. Tindakan tertentu seperti gastrektomi, gastroenterostomi, dosis tinggi terapi
radiasi.
e. Lain lain : Sindrom Zolinger Ellison, neuropati autonomik (neuropati
diabetik), gangguan psikis.
(Simadibrata dan Daldiyono, 2009)
2.5 Klasifikasi Diare
1. Berdasarkan lama waktu
a. Diare Akut
Diare akut yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan
menurut World Gastroenterologi Organisation global guiedelines 2005, diare
akut didefenisikan sebagai pasase tinja yang cair/lembek dengan jumlah lebih
banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari (Simadibrata dan
Daldiyono, 2009).
4

b. Diare Kronik
Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Pakar di dunia
telah mengajukan beberapa kriteria mengenai batasan kronik pada kasus diare
tersebut, ada yang 15 hari, 3 minggu, 1 bulan dan 3 bulan, tetapi di Indonesia
dipilih waktu lebih 15 hari agar dokter tidak lengah, dapat lebih cepat
menginvestigasi penyebab diare dengan lebih tepat (Simadibrata dan
Daldiyono, 2009).
c. Diare Persisten
Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang menyatakan
diare yang berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan dari diare akut
(peralihan antara diare akut dan kronik, dimana lama diare kronik yang dianut
yaitu yang berlangsung lebih dari 30 hari) (Simadibrata dan Daldiyono, 2009).

2. Berdasarkan mekanisme patofisiologi


a. Diare Osmotik
Diare osmotik dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut :
1. Keadaan intoleransi makanan
2. Waktu pengosongan lambung yang berlebihan
3. Sindrom malabsorbsi atau kelainan proses absorbsi intestinal
4. Defisiensi enzim
Karakteristik diare osmotik antara lain, ileum dan kolon masih mampu
menyerap natrium karena natrium diserap secara aktif. Kadar natrium dalam
darah cenderung tinggi, pH tinja menjadi bersifat asam akibat fermentasi
karbohidrat oleh bakteri, dan diare akan berhenti bila pasien puasa. (Daldiyono,
1997).
b. Diare sekretorik

Diare sekretorik dibagi menjadi dua, yaitu diare sekretorik pasif dan diare
sekretorik aktif. Diare sekretorik pasif disebabkan oleh tekanan hidrostatik
dalam jaringan, hal ini terjadi pada ekspansi air dari jaringan ke lumen usus.
Hal ini terjadi pada peninggian tekanan vena mesenterial, obstruksi sistem
limfosik, intestinal iskemia, bahkan pada proses peradangan. Diare sekretorik
aktif terjadi bila terdapat hambatan absorbsi dari lumen ke plasma atau
percepatan cairan air dari plasma atau percepatan cairan air dari plasma ke
lumen. Karakteristik diare sekretorik, antara lain :
1. Diare jumlahnya sangat banyak, sehingga selalu menimbulkan gejala klinik
yang sangat jelas dengan dehidrasi sampai syok, asidosis dan lain-lain.
2. Kadar elektrolit pada tinja hampir sama dengan osmolaritas.
3. pH tinja normal.
4. Kehilangan natrium relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan
kehilangan kalium.
5. Diare tetap berjalan sampai cairan tubuh habis (tidak dapat berhenti sendiri
dengan puasa), ini bedanya dengan diare osmotik (Daldiyono, 1997).
3. Diare berdasarkan penyebab
a. Diare infeksiosa
Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab terbesar (tersering) dari pada diare.
Dipandang dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi 2 golongan yaitu:
non-invasif (yang tidak merusak mukosa) dan invasif (yang merusak mukosa)
(Daldiyono, 1997).
b. Diare akibat neoplasma
Banyak proses neoplasma yang ada pada mukosa maupun neoplasma diluar
gastrointestinal yang menyebabkan diare. Beberapa jenis neoplasma tersebut
antara lain adalah gastrinoma yang tumornya biasanya ada pada pankreas,
menimbulkan sindrom Zollinger-Ellison dan hipergastrinoma pada penyakit

Menitriere. Kedua penyakit tersebut menyebabkan sekresi HCl dan air secara
sangat berlebihan sehingga menimbulkan diare (Daldiyono, 1997).
2.6 Patofisiologi Diare
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi sebagai berikut :
1. Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik
2. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik
3. Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak
4. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit
5. Motilitas dan waktu transit usus abnormal
6. Gangguan permeabilitas usus
7. Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik
8. Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi
Diare osmotik disebabkan karena meningkatnya tekanan osmotik
intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat obat atau zat kimia yang
hiperosmotik, malabsorpsi, dan defek dalam absospsi mukosa usus, misalnya pada
malabsorpsi glukosa/galaktosa. Diare sekretorik disebabkan meningkatnya sekresi
air dan elektrolit dari usus dan menurunnya absorpsi, secara klinis ditemukan
volume tinja yang banyak sekali dan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa
makan dan minum. Diare oleh karena malabsorbsi asam empedu dan malabsorpsi
lemak didapatkan pada gangguan pembentukan micelle empedu dan penyakit
penyakit saluran bilier dan hati.

Diare karena defek sistem pertukaran

anion/transport elektrolit aktif di enterosit disebabkan adanya hambatan


mekanisme transport aktif Na+ K+ ATP ase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air

yang abnormal. Diare juga dapat disebabkan karena hipermotilitas dan iregularitas
motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus,
penyebab gangguan motilitas,

antara lain diabetes mellitus, pasca vagotomi,

hipertiroid. Diare oleh karena gangguan permeabilitas usus disebabkan


permeabilitas usus yang abnormal akibat adanya kelainan morfologi membran
epitel spesifik pada usus halus. Diare oleh karena inflamasi dinding usus
disebabkan karena adanya kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi,
sehingga terjadi produksi mukus yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit
ke dalam lumen serta gangguan absorpsi air-elektrolit. Inflamasi mukosa usus
halus dapat disebabkan infeksi (disenteri Shigella) dan noninfeksi (kolitis ulseratif
dan penyakit Crohn) (Simadibrata dan Daldiyono, 2009).
2.7 Patogenesis Diare
Diare akut terutama akibatkan oleh karena infeksi, yaitu faktor kausal
(agent) dan faktor pejamu (host). Faktor pejamu adalah kemampuan tubuh untuk
mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut.
Faktor kausal adalah daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan
produksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat
kuman. Patogenesis diare akut karena infeksi bakteri atau parasit terdiri atas :
a. Diare karena bakteri noninvasif (Enterotoksigenik)
Bakteri noninvasif menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh
bakteri tersebut, yang juga disebut diare toksigenik. Sebagai prototip diare
toksigenik adalah pada kolera. Vibrio cholerae memproduksi enterotoksin
berupa suatu protein dengan berat molekul 84.000 gr.mol. Protein tersebut
mempunyai bagian (gugus) yang aktif yang dapat menempel pada epitel usus
8

15-30 menit sesudah diproduksi oleh Vibrio cholerae. Atas pengaruh


nikotinamid adenine dinukleotide pada dinding sel usus, terbentuklah
adenosine monofosfat siklik (AMF siklik) yang makin lama makin banyak
yang akibatnya terjadilah sekresi aktif anion klorida yang diikuti oleh air, ion
bikarbonat dan kation natrium dan kalium. Mekanisme absorbsi ion natrium
melalui mekanisme pompa kalium tidak terganggu karena itu keluarnya ion
klorida (diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat, klorida). Kompensasi
ini dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang di absorbsi secara
aktif oleh dinding sel usus. Glukosa tersebut diserap bersama air, sekaligus
diiringi oleh ion natrium, kalium dan klorida, ion bikarbonat.
b. Diare karena bakteri atau parasit invasive (Enterovasif)
Bakteri ini terdiri dari Salmonella, Shigella, dan Yersinia. Diare disebabkan
oleh kerusakan dinding usus berupa nekrosis dan ulserasi. Cairan diare dapat
bercampur lendir dan darah (Simadibrata dan Daldiyono, 2009).
2.8 Manifestasi Klinis Diare
Pasien diare akut datang dengan gambaran klinis yang bergantung dari
etiologinya. Keluhan diare akut infektif bersifat khas, yaitu nausea, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan feses yang sering, lebih banyak komposisi air,
malabsorptif, atau berdarah tergantung dari bakteri patogen yang spesifik.
Gambaran klinis diare juga dapat dibedakan menurut letak usus yang sakit. Diare
karena kelainan di usus halus biasanya volumenya banyak, konsistensinya cair,
dan sering berhubungan dengan malabsorbsi. Diare karena kelainan kolon
seringkali berhubungan dengan feses bervolume sedikit tetapi sering dan
bercampur darah.

Dehidrasi dapat terjadi dapat terjadi jika diare berat dan asupan oral
terbatas karena nausea dan vomitus, terutama pada anak dan lansia. Dehidrasi
menurut keadaan klinisnya terbagi atas :
a. Dehidrasi ringan (hilangnya cairan 2 5% dari berat badan )
Turgor kurang, suara serak (vox cholerica), pasien belum jatuh dalam presyok
b. Dehidrasi sedang (hilangnya cairan 5 8% dari berat badan)
Turgor buruk, vox cholerica, pasien jatuh dalam presyok atau syok, nadi cepat,
napas cepat dan dalam.
c. Dehidrasi berat (hilangnya cairan 8 10% dari berat badan)
Tanda dehidrasi sedang ditambah kesadaran menurun (apatis sampai dengan
koma), sianosis, otot-otot kaku (Simadibrata dan Daldiyono, 2009).
2.9 Diagnosis Diare
a. Anamnesis
Anamnesis yang perlu diketahui adalah sebagai berikut :
1. Umur
Umur penderita perlu diketahui untuk semua keadaan. Pada masalah diare
pasien geriatrik biasanya akibat tumor, diverticulitis, dll. Pada pasien muda
biasanya infeksi, sindrom kolon iritatif (iritabel), investasi parasit, dan
intoleransi laktase.
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin tidak banyak bersangkutan dengan diare
3. Frekuensi Diare
Frekuensi diare sangat penting untuk diketahui. Frekuensi diare harus
dipertanyakan setiap hari dari awal penyakit sampai pasien datang kedokter.
Misalnya hari pertama beberapa kali, hari kedua dan seterusnya. Perlu
diketahui apakah frekuensi diare tersebut yang misalnya 4-5 kali sehari
terbagi rata dalam sehari atau hanya pagi hari saja misalnya. Frekuensi diare

10

oleh infeksi bakteri biasanya dari hari kehari makin sering, berbeda dengan
diare akibat minum laksan misalnya, atau akibat salah makan
4. Lamanya diare
Diare akut biasanya berlangsung cepat sedang kronik misalnya pada colitis
ulserosa, sindrom kolon iritabel, intoleransi laktase, malabsorbsi biasanya
berlangsung lama
5. Perjalanan penyakit
Diare akut biasanya cepat sembuh sedangkan beberapa penyakit misalnya
sindrom iritabel, hipertiroid, kolitis ulserasi mengalami perode remisi dan
eksaserbasi
6. Informasi tentang tinja
Informasi tentang tinja justru yang terpenting. Dengan mengetahui secara
tepat seluk beluk tinja yang dikeluarkan dapat memimpin pikiran untuk
menuju diagnosis. Idealnya dokter melihat dan membau tinja penderita, tapi
ini sering sukar, bahkan pasien sendiri banyak yang segan melihat tinjanya
sendiri. Sebelum menganalisis tinja yang patologis, baik diterangkan
karakteristik tinja normal. Tinja ideal biasanya berwarna coklat hijau,
kekuningan, panjang 15-39 cm pada dewasa dan bulat lonjong dengan
diameter 2-4 cm. tinja berikut keluar sekaligus secara berurutan tanpa
mengejam, dengan berat sekitar 75-200 gr. Kandungan tinja adalah bakteri,
sisa makanan, air 70 %, sel-sel yang lepas, serat dan sisa makanan lainnya.
Bau tinja normal spesifik, akibat sterkobilin, indol dan skatol serta gas lain
yang banyak sekali (Daldiyono, 1997).
b. Pemeriksaan fisik
Kelainan kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna
dalam menentukan beratnya diare daripada menentukan penyebab diare. Status
volume dinilai dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah

11

dan nadi, temperatur tubuh dan toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama
merupakan hal yang penting. Kualitas bunyi usus dan ada atau tidaknya
distensi abdomen dan nyeri tekan merupakan petunjuk penting bagi penentuan
etiologi (Simadibrata dan Daldiyono, 2009).
c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, dan
hitung jenis leukosit).
Pasien diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis
leukosit yang normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri,
terutama pada infeksi bakteri yang invasive ke mukosa,, mengalami
leukositosis.
2. Kadar elektrolit serum
3. Kadar ureum dan kreatinin
Ureum dan kreatinin diperiksa untuk mendeteksi adanya kekurangan
volume cairan dan mineral tubuh.
4. Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja dilakukan untuk melihat adanya leukosit dalam tinja yang
menunjukkan adanya infeksi bakteri, telur cacing dalam tinja, ataupun
parasit dewasa.
5. Pemeriksaan Enzym-linked

Immunosorbent

Assay

(ELISA)

untuk

mendeteksi infeksi Giardiasis.


6. Rektoskopi atau sigmoidoskopi
Dilakukan pada pasien dengan diare berdarah atau diare akut persisten.
7. Foto Sinar-X (Rontgen)
Foto Sinar-X (Rontgen) tidak perlu dilakukan pada diare akut. Terhadap
kasus diare akut peranan roentgen sudah digantikan oleh endoskopi. Lain
halnya pada diare kronik dimana pemeriksaan Sinar-X (Rontgen)
memegang peranan yang sama dengan endoskopi (Simadibrata dan
Daldiyono, 2009).
12

2.10

Penatalaksanaan Diare
Penatalaksanaan diare bertujuan untuk mengurangi morbiditas dan

mencegah terjadinya komplikasi yang dapat berujung pada kematian.


1. Rehidrasi
Prinsip rehidrasi, yaitu bila pasien keadaan umumnya baik dan tidak dehidrasi,
asupan cairan yang adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari buah,
dan sup. Bila pasien kehilangan cairan banyak dan dehidrasi, maka beri cairan
intavena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonik yang mengandung elektrolit
dan gula. Terapi rehidrasi oral lebih murah, efektif, dan lebih praktis daripada
cairan intravena. Oralit dapat diberikan secara oral setiap habis buang air besar
dan cairan intravena yang dapat diberilan adalah Ringer Laktat. Cairan
diberikan 50-200 ml/kg BB/24 jam tergantung kebutuhan dan status hidrasi.
Macam-macam pemberian cairan :
a. BJ plasma dengan rumus :
Kebutuhan cairan = BJ plasma 1,025 x Berat Badan x 4 ml
0,001
Keterangan :
1. Dehidrasi berat = BJ plasma 1,032 1,040
2. Dehidrasi sedang = BJ plasma 1,028 1,032
3. Dehidrasi ringan = BJ plasma 1,025 1,028
b. Metode Pierce, berdasarkan keadaan klinis :
1. Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% x BB (kg)

13

2. Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% x BB (kg)


3. Dehidrasi berat, kebutuhan cairan

= 10% x BB (kg)

c. Metode Daldiyono, berdasarkan skor klinis :


Tabel 2.2 Skor Daldiyono
Klinis
Rasa haus/ muntah
TD sistolik 60-90 mmHg
TD sistolik < 60 mmHg
Frekuensi nadi >120 x/menit
Kesadaran apatis
Kesadaran somnolen, sopor/koma
Frekuensi nafas >30 x/menit
Facies cholerica
Vox cholerica
Turgor kulit menurun
Washer woman hand
Ekstremitas dingin
Sianosis tahun
Umur 50-60
Umur >60 tahun

Skor
1
1
2
1
1
2
1
2
2
1
1
1
2
1
2

Kebutuhan cairan = skor x 10% kg BB x 1 liter.


15
Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, hanya diberikan cairan peroral
(sebanyak mungkin sedikit demi sedikit) dan bila skor lebih dari sama
dengan 3 dan disertai syok maka beri cairan intravena. Cairan rehidrasi
dapat diberikan melalui oral, enteral melalui selang nasogastrik atau
intravena.
Dehidrasi sedang/berat sebaiknya pasien diberikan cairan melalui infus.
Dehidrasi ringan/sedang pasien masih dapat diberikan cairan peroral atau
melalu selang nasogastrik, kecuali bila ada kontraindikasi atau oral/saluran
cerna tidak dapat berfungsi dengan baik. Pemberian peroral diberikan

14

larutan hipotonik yang mengandung 29 gr glukosa, 3,5 gr NaCl, 2,5 gr


Natrium Bikarbonat, dan 1,5 gr KCl setiap liter.
Pemberian cairan pada dehidrasi terbagi atas :
a. Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial) : jumlah total kebutuhan cairan
menurut rumus BJ atau skor Daldiyono diberikan langsung dalam 2 jam
agar tecapai rehidrasi optimal secepat mungkin
b. Tahap kedua (1 jam berikutnya/jam ke-3), pemberian diberikan
berdasarkan kehilangan cairan sema 2 jam pemberian cairan rehidrasi
inisial sebelumnya. Apabila tidak ada shock atau skor Daldiyono <3
maka dapat diganti cairan peroral.
c. Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan
cairan melalui tinja dan Insessible Water Loss (IWL) (Sumadibrata dan
Daldiyono, 2009).
2. Diet
Pasien tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah berat. Pasien dianjurkan
minum sari buah, minuman tidak bergas dan makanan yang mudah dicerna
seperti pisang, nasi dan kuah sup (Sumadibrata dan Daldiyono, 2009).
3. Medikamentosa
a. Antidiare
1. Adsorben, obat ini bekerja dengan cara mengikat dan menonaktifkan
racun bakteri atau zat lain yangmenyebabkan diare, contohnya Diaform
dengan dosis 2 tablet setiap habis buang air besar atau Atapulgite dengan
dosis 2x600 mg setiap sesudah BAB, maksimal 12 tablet perhari

15

2. Antimotilitas , obat-obatan ini yaitu opiat atau seperti opiat dan inhibitor
motilitas usus lain dapat mengurangi frekuensi diare pada orang dewasa.
Derivat opioid, misalnya Loperamide dinilai paling efektif dan paling
sering digunakan karena tidak adiktif dan memiliki efek samping paling
kecil. Loperamide dapat digunakan dengan dosis awal 4 mg peroral,
diikuti 2 mg setiap sehabis buang air besar, dengan dosis maksimal 16
mg perhari.
3. Bismut subsalisilat dapat mengurangi jumlah diare dan keluhan diare
travellers pada orang dewasa. Ketika diberikan setiap empat jam,
dilaporkan terjadi penurunan diare pada anak-anak dengan diare akut
sekitar 30% (Sumadibrata dan Daldiyono, 2009).
b. Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang di indikasikan pada diare akut
infeksi karena kebanyakan pasien menderita sakit yang ringan, self limited
disease karena virus atau bakteri noninvasif. Pemberian antibiotik secara
empiris diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi,
travelers diarrhea dan pasien immunocompromised. Pemberian antibiotik
secara empiris dapat dilakukan, tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan
berdasarkan kultur dan resistensi kuman (Zein, 2004).
Obat pilihan yaitu Kuinolon, misalnya Ciprofloksasin 500 mg 2 kali perhari
selama 5-7 hari, diberikan pada pasien yang dicugai terinfeksi
Campylobacter,Shigella, Salmonella, Yersinea,dan Aeromonas sp.Sebagai
alternatif dapat diberikan Cotrimoxazole (trimetoprim/sulfametoksazol),

16

160/180 mg 2 kali perhari. Metronidazol dapat diberikan 250 mg 3 kali


sehari selama 7 hari diberikan bagi yang dicurigai Giardiasis (Simadibrata
dan Daldiyono, 2009).

17

Gambar 2.1 Algoritme Evaluasi Pasien Diare Akut


2.11 Komplikasi Diare
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,
terutama pada usia lanjut dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera kehilangan
cairan secara mendadak sehingga terjadi syok hipovolemik yang cepat.
Kehilangan elektrolit melalui feses potensial mengarah ke hipokalemia dan
asidosis metabolik. Pada kasus-kasus yang terlambat ditangani secara medis,
terjadi syok hipovolemik yang terjadi sudah tidak dapat diatasi lagi maka dapat
mengakibatkan terjadinya tubular nekrosis akut pada ginjal yang selanjutnya
terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila penanganan
pemberian cairan tidak adekuat sehingga tidak tercapai rehidrasi yang optimal
(Zein, 2004).
2.12 Prognosis Diare
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung,
dan terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius hasilnya
sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas yang minimal. Seperti kebanyakan
penyakit, morbiditas dan mortalitas ditujukan pada anak-anak dan pada lanjut usia
(Zein, 2004).
2.12 Pencegahan Diare
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer pada penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab,
lingkungan dan faktor pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai

18

upaya agar mikroorganisme penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih


dan sanitasi lingkungan, perbaikan biologis dilakukan untuk memodifikasi
lingkungan. Pencegahan primer dapat berupa :
a. ASI eksklusif
Bayi dengan pemberian ASI eksklusif sangat kecil kemungkinannya untuk
mendapatkan diare atau meninggal karena diare daripada bayi yang tidak
mendapatkan ASI eksklusif. Menyusui juga dapat melindungi terhadap
risiko alergi pada awal kehidupan, memberikan jarak dan perlindungan
terhadap infeksi selain diare (misalnya pneumonia).
b. Memperbaiki cara mempersiapkan makanan
Memberikan makanan yang baik, memilih makanan bergizi, dan
menggunakan praktek-praktek yang higienis ketika mempersiapkan
makanan.
c. Penyediaan dan penggunaan air bersih
Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir 70%
tubuh manusia mengandung air. Air dipakai untuk keperluan makan,
minum, mandi dan pemenuhan kebutuhan yang lain, maka untuk keperluan
tersebut WHO menetapkan kebutuhan per hari untuk hidup sehat 60 liter.
Air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit. Peran air dalam
terjadinya penyakit menular dapat berupa, air sebagai penyebar mikroba
patogen, sarang insekta penyebar penyakit, bila jumlah air bersih tidak
mencukupi, sehingga orang tidak dapat membersihkan dirinya dengan baik
dan air sebagai sarang hospes sementara penyakit . Risiko diare dapat

19

dikurangi dengan menggunakan air bersih yang tersedia dan melindunginya


dari kontaminasi. Usaha yang dapat dilakukan oleh keluarga untuk
menghindari kontaminasi air dari penyebab diare antara lain :
1. Kumpulkan air dari sumber terbersih yang tersedia.
2. Tidak mandi, mencuci, atau buang air besar di dekat sumbernya. WC
harus ditempatkan lebih jauh 10 meter dan menuruni bukit.
3. Jauhkan binatang jauh dari sumber air.
4. Mengumpulkan dan menyimpan air ke dalam wadah yang bersih, kosong
dan bilas wadah setiap hari, menjaga penyimpanan dengan wadah
tertutup dan tidak membiarkan anak-anak atau hewan untuk minum dari
tempat tersebut, mengambil air menggunakan gagang yang panjang
dengan tujuan agar tangan tidak menyentuh air.
5. Masak air yang digunakan untuk membuat makanan atau minuman
d. Cuci tangan
Diare merupakan penyakit yang penularannya berkaitan dengan penerapan
perilaku hidup sehat. Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare
ditularkan melalui jalur oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan
perantara air atau bahan yang tercemar tinja yang mengandung
mikroorganisme patogen melalui air minum. Pada penularan seperti ini,
tangan memegang peranan penting karena lewat tangan yang tidak bersih
makanan atau minuman tercemar kuman penyakit masuk ke tubuh manusia.
Pemutusan rantai penularan penyakit diare adalah dengan mencuci tangan

20

pakai sabun diterapkan setelah buang air besar, setelah menangani tinja
anak, sebelum makan dan sebelum menyiapkan makanan.
e. Keamanan makanan
Makanan dapat terkontaminasi oleh penyebab diare pada semua tahapan
produksi dan persiapan, termasuk selama masa pertumbuhan bahan
makanan (dengan menggunakan pupuk hewani), di tempat-tempat umum
seperti pasar, selama persiapan di rumah atau di restoran, dan setelah terus
disiapkan tanpa didinginkan. Masing-masing praktek-praktek keselamatan
makanan juga harus ditekankan. Pendidikan kesehatan untuk masyarakat
umum harus menekankan pesan-pesan kunci berikut mengenai persiapan
dan konsumsi makanan:
1. Jangan makan makanan mentah, kecuali buah-buahan dan sayuran yang
dikupas, dicuci bersih, dan dimakan langsung.
2. Cuci tangan dengan bersih dengan sabun setelah buang air besar dan
sebelum menyiapkan makanan atau makan.
3. Makanlah makanan saat itu masih panas, atau panaskan secara
menyeluruh sebelum makan.
4. Cuci dan keringkan semua peralatan memasak setelah digunakan.
5. Jauhkan makanan yang dimasak dan peralatan bersih secara terpisah dari
makanan mentah dan alat-alat yang berpotensi terkontaminasi.
6. Lindungi makanan dari lalat terbang.
f. Penggunaan jamban dan pembuangan kotoran yang aman

21

Sebuah lingkungan yang tidak sehat memberikan kontribusi terhadap


penyebaran penyebab diare karena patogen yang menyebabkan diare
diekskresikan ke dalam kotoran orang yang terinfeksi atau hewan,
pembuangan kotoran yang tepat dapat memotong penyebaran infeksi. Feses
dapat mencemari air tempat anak-anak bermain, ibu mencuci pakaian, dan
tempat sumber air untuk pemakaian keperluan rumah tangga. Setiap
keluarga harus mempunyai jamban yang bersih dan berfungsi dengan baik.
Jika tidak tersedia, keluarga harus buang air besar di tempat yang ditunjuk
dan

menguburkan

kotoran

segera.

Kotoran

anak-anak

cenderung

mengandung patogen diare, kotoran tersebut harus dikumpulkan segera


setelah buang air besar dan dibuang di jamban atau dikubur. Pembuangan
tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan.
Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh langsung terhadap
insiden penyakit tertentu yang penularannya melalui tinja antara lain
penyakit diare. Jamban harus dijaga kebersihannya secara teratur. Jika tak
ada jamban, maka anggota keluarga harus membuang air besar jauh dari
rumah, jalan dan daerah anak bermain dan paling kurang sepuluh meter dari
sumber air bersih. Suatu jamban memenuhi syarat kesehatan apabila
memenuhi syarat antara lain: tidak mengotori permukaan tanah, tidak
mengotori air permukaan, tidak dapat dijangkau oleh serangan, tidak
menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara.
g. Imunisasi campak

22

Imunisasi campak secara substansial dapat mengurangi insiden dan tingkat


keparahan penyakit diare. Setiap bayi harus diimunisasi terhadap campak
pada usia yang dianjurkan.
h. Status gizi
Didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang berhubungan dengan
penggunaan makanan oleh tubuh. Status gizi yang buruk pada anak dapat
meningkatkan episode diare yang dialami. Pada anak dengan malnutrisi,
kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali sehingga kemampuan untuk
mengadakan

kekebalan

nonspesifik

terhadap

kelompok

organisme

berkurang.

2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah terjadinya komplikasi dengan
menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat. Pengobatan
yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan agar penderita jangan sampai menderita
kecacatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini, penderita diare
diusahakan pengembalian fungsi fisik dan psikologis semaksimal mungkin.
Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya
efek samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan
terus mengonsumsi makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan (Zein,
2004).

23

BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PASIEN
a. Nama
: Ny. S
b. Umur
: 57 tahun
c. Jenis Kelamin
: Perempuan
d. Agama
: Islam
e. Suku
: Aceh
f. Pendidikan
: SD
g. Pekerjaan
:h. Status Perkawinan
: Menikah
i. Alamat
:
Desa Meunasah Panton Kec.
j.
3.2
a.
b.
c.

Tanah Jambo Aye


Tanggal Pemeriksaan
ANAMNESIS
Keluhan utama
Keluhan tambahan
Riwayat penyakit sekarang

: 30 Juli 2015
: Buang air besar cair
: Lemas dan nyeri perut
: Pasien datang dengan keluhan buang air

besar cair sejak 2 hari yang lalu (sebelum dirawat di puskesmas). BAB cair

24

>5 kali dalam sehari. Konsistensi tinja cair, ampas sedikit, banyaknya tinja
dalam sekali BAB gelas aqua, tinja berwarna coklat kekuningan, dan
tidak disertai lendir dan darah. Nyeri perut dirasakan pasien terutama saat
akan BAB. Sebelumnya pasien berobat ke mantri terdekat, namun keluhan
tidak berkurang.
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat pemakaian obat
f.
3.3
a.
b.
c.
d.
e.
3.4

::

Pasien

sebelumnya

mengkonsumsi obat yang diberikan oleh mantri.


Riwayat penyakit keluarga
:VITAL SIGN
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
: 110/60 mmHg
Frekuensi nadi
: 80x/i, regular
Frekuensi napas : 20x/i
PEMERIKSAAN FISIK

Regio Kepala/Leher
a. Bentuk kepala normal
b. Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
sianosis (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)
c. Pernapasasan cuping hidung (-)
Regio Thorax
Paru-paru
a.Inspeksi
dinding

Bentuk dada normal, pergerakan

dada

simetris,

retraksi

pelebaran intercostalis (-).


b. Palpasi
:
Pergerakan

dada

intercostalis

(-),

simetris,

raba

fremitus simetris.
c.Perkusi
: Sonor pada seluruh lapang paru
d. Auskultasi :
Suara napas simetris, rhonki (-/-),
wheezing (-/-).
Jantung
a.Inspeksi
b. Palpasi

:
:

Ictus cordis tidak tampak


Ictus cordis tidak teraba

25

c.Perkusi

: Batas jantung kanan

axilaris anterior line dekstra,


Batas jantung kiri
sinistra
d. Auskultasi :

: midclavicula

line

ICS

S1 S2 tunggal, regular, murmur (-),

gallop (-)
Regio Abdomen
a.Inspeksi
: Distensi (-)
b. Auskultasi : Peristaltik kesan meningkat
c.Palpasi
: Soepel, defans muskular (-), organomegali
(-), nyeri tekan abdomen (+)
d. Perkusi : Distribusi timpani di keempat kuadran,
shifting dulness (-)
Regio Ekstremitas
a.Inspeksi
b. Palpasi

:
:

Edema (-), deformitas (-).


Akral hangat, edema (-), nyeri tekan

(-), tonus dan kekuatan otot normal, refleks fisiologis


normal, refleks patologis (-)
3.5

RENCANA

PEMERIKSAAN

DIAGNOSIS
1.

Pemeriksaan darah tepi lengkap

2.

Pemeriksaan feses

3.

Pemeriksaan kadar elektrolit serum

3.6 DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
Diare akut
3.7 PENATALAKSANAAN PUSKESMAS
1. Infus RL 20 gtt/i
2. Paracetamol 3x1
3. Cotrimoxazole tablet 3x500 mg/hari
4. Diaform tablet 3x1 tablet
3.8 USULAN PENATALAKSANAAN
1. Infus RL 20 gtt/i
2. Oralit
26

PENUNJANG

UNTUK

3. Diaform tablet 3x1 tablet


3.9 PROGNOSA
Dubia Ad vitam
: ad bonam
Dubia Ad fungsionam
: ad bonam
Dubia Ad sanactionam
: ad bonam
3.10 FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN FISIK DARI PENYAKIT
1. Sarana air bersih yang belum memadai, pasien masih menggunakan air sumur
tanah tanpa disaring terlebih dahulu untuk keperluan mencuci, memasak, dan
kegiatan sehari-hari lainnya.
2. Sumur yang digunakan tidak memenuhi kriteria yang baik karena sumur
dibuat tanpa cincin dan tidak ada di semen di sekitar sumur.
3. Tempat pembuangan tinja/kakus dekat dengan kamar mandi dan septic tank
hanya berjarak 4 meter dari sumur tanah.
4. Tempat penampungan air di dalam WC lebih rendah daripada tempat
pembuangannya.
5. Tempat pembuangan sampah berada di dekat kamar mandi, sampah tersebut
jarang dibakar dan dibiarkan membusuk dengan sendirinya.
6. Tempat memsak di tempat terbuka dan berdekatan dengan kandang ayam.
7. Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) yang tidak memadai, menimbulkan
bau dan terbuka.
3.11 FAKTOR
RISIKO

LINGKUNGAN

BIOLOGIS

DARI

PENYAKIT
Mikroorganisme yang mendukung terjadinya penyakit diare
antara lain:
a. Bakteri :Shigella sp, E.coli patogen, Salmonella sp, Vibrio cholera,
Yersinia

enterocolytica,

Staphylococcus
b.

aureus,

Campylobacter
Streptococcus,

jejuni,

V.parahaemoliticus,

Klebsiella,

Pseudomonas,

Aeromonas, Proteus, dll.


Virus: Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Norwalk like virus,

Cytomegalovirus (CMV), Echovirus, HIV.


c. Protozoa: Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Cryptosporidium
parvum, Balantidium coli.
27

d. Cacing:

A.

Lumbricoides,

S.stercolaris, Cestodiasis, dll.


e. Fungus: Kandida / Moniliasis
3.12
FAKTOR RISIKO

Cacing

tambang,

LINGKUNGAN

Trichuris

trichiura,

SOSIAL

DARI

PENYAKIT
a. Sosial Ekonomi
Kondisi ekonomi pada keluarga ini tergolong menengah ke bawah yang
menyebabkan pasien sulit memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari, sulit
memenuhi sarana air bersih yang memadai dan terkendala dalam
pengobatan ke puskesmas.
b. Pendidikan dan Pengetahuan
Rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan yang
kurang mengenai prilaku hidup bersih dan sehat dalam
rumah tangga menyebabkan pasien mengalami penyakit
diare.
c. Akses pelayanan kesehatan
Jarak antar rumah dan puskesmas sangat jauh sehingga
terlambat mendapatkan pengobatan yang akurat dan
keterbatasan biaya (transport) ke puskesmas juga menjadi
masalah.
3.13 PENENTUAN MASALAH KESEHATAN
Penentuan masalah kesehatan penyakit Diare ialah:
a. Diare merupakan penyakit yang dapat menular dari makanan yang
terkontaminasi dengan mikroorganisme penyebab diare, dan rentan
terkena pada anak-anak dan lansia, penyakit ini juga dapat dipengaruhi
oleh imunitas yang rendah. Lingkungan rumah yang tidak sehat
sehingga bakteri dapat berkembang biak.

28

b. Keadaan gizi yang kurang baik juga dapat mempengaruhi


imunitas yang menyebabkan pasien rentan terserang
diare.
c. Hygiene

dan

sanitasi

yang

kurang

mempengaruhi terjadinya diare.


d. Rendahnya tingkat pengetahuan tentang

baik
penyakit

juga

dapat

diare

dan

penanganannya dapat penyebabkan keterlambatan penenganan.


e. Keadaan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat setempat secara
langsung dan tidak langsung juga dapat menyebabkan terjainya penyakit
diare.
3.14 UPAYA PROMOTIF PADA DIARE
Adalah upaya penyuluhan yang bertujuan untuk merubah kebiasaan yang
kurang baik dalam masyarakat agar berperilaku sehat dan ikut serta berperan aktif
dalam bidang kesehatan. Dalam kasus ini, upaya promotif yang dapat dilakukan
yaitu:
a. Memberikan informasi tentang penyakit diare dan juga cara penanganan yang
dapat dilakukan di rumah.
b. Meningkatkan pengetahuan pasien tentang perilaku hidup bersih dan sehat
untuk menjaga kebersihan diri.
c. Meningkatkan pengetahuan untuk menjaga kebersihan lingkungan dan
penggunaan jamban sehat.
d. Menganjurkan untuk menggunakan sumber air yang bersih, apabila
menggunakan sumur tanah airnya harus disaring terlebih dahulu dan dimasak
hingga mendidih sampai 5-10 menit sebelum diminum.

29

e. Memastikan keamanan makanan yang dikonsumsi keluarga. Memasak hingga


matang dan menggunakan air bersih, menggunakan peralatan memasak yang
bersih, serta jauhkan makanan dari lalat maupun alat/bahan-bahan yang
berpotensi untuk mengkontaminasi makanan yang akan dikonsumsi.
f. Cuci tangan dengan benar menggunakan sabun dan air yang mengalir.
g. Menganjurkan untuk membuat sumur, SPAL, dan pembuangan sampah yang
memenuhi syarat.
3.15 UPAYA PREVENTIF PADA DIARE
Upaya preventif pada diare adalah usaha-usaha untuk mencegah
timbulnya suatu penyakit dan mencegah terjangkitnya penyakit tersebut. Ada tiga
tingkat upaya pencegahan yang dapat dilakukan yaitu pencegahan primer,
sekunder dan tersier. Pencegahan primer merupakan tingkat pencegahan awal
untuk menghindari atau mengatasi faktor resiko. Pencegahan sekunder untuk
deteksi dini penyakit sebelum penyakit menimbulkan gejala yang khas.
Pencegahan tertier dengan melakukan tindakan klinis untuk mencegah kerusakan
lebih lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit tersebut diketahui.
Terdapat beberapa upaya preventif yang perlu diedukasikan kepada
pasien dan keluarganya mengenai Diare agar tidak menimbulkan komplikasi lain
yaitu:
1. Primer
a. Mengkonsumsi air yang telah disaring dan dimasak sampai
mendidih.
b. Menggunakan air bersih untuk memasak, mandi, dan
kegiatan sehari-hari lainnya.
30

c. Mencuci tangan yang benar pada lima waktu yaitu sebelum


makan, setelah BAB, sebelum memegang bayi, setelah
menceboki anak dan sebelum menyiapkan makanan,
dengan cara yang benar, menggunakan sabun dan pada
air yang mengalir.
d. Membuang tinja yang baik dan benar dengan cara BAB di
jamban yang memadai dan menyiram sampai tinja tidak
terlihat lagi.
e. Pengelolaan sampah dan sanitasi yang baik.
f. Mengkonsumsi makanan yang bersih dan bergizi.
2. Sekunder
a. Deteksi dini dan pengobatan penyakit diare secara cepat
dan tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.
3. Tersier
a. Pengembalian fungsi fisik dan psikologis.
b. Mengkonsumsi makanan bergizi, tinggi kalori dan protein
serta menjaga keseimbangan cairan untuk mencegah
kematian yang dapat terjadi akibat dehidrasi.
3.16 UPAYA KURATIF PADA DIARE
Upaya kuratif adalah upaya yang dilakukan untuk mendiagnosis sedini
mungkin dan mengobati secara tepat dan rasional terhadap individu yang
terserang penyakit. Upaya kuratif yang dilakukan pada penderita ini meliputi:
a.
b.
c.
d.
3.17
a.
b.

Rehidrasi, baik secara oral maupun parenteral.


Diet lunak tinggi kalori dan protein.
Pemberian zinc
Pemberian antibiotik bila diperlukan
UPAYA REHABILITATIF PADA DIARE
Istirahat yang cukup selama dirawat di rumah.
Menjaga kualitas dan kuantitas makanan sehari-hari di rumah, agar
kebutuhan gizi tetap terpenuhi dengan baik dan pasien memiliki daya
tahan tubuh yang baik pula sehingga tidak mudah terserang penyakit.
31

c. Menganjurkan mencuci tangan secara rutin sebelum makan dan


menggunakan sabun, memasak air sebelum di minum, mencuci buah dan
sayur sebelum makan.
d. Menyediakan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
e. Menyarankan untuk selalu menggunakan jamban keluarga yang memenuhi
kriteria, serta tidak membuang tinja sembarangan
3.18 UPAYA PSIKOSOSIAL PADA DIARE
Aspek psikososial adalah aspek yang berkaitan dengan emosi, sikap,
pengetahuan, perilaku, keterampilan, nilai-nilai sosial budaya, kepercayaan, dan
adat istiadat dilingkungan sekitar.
a. Pemberian dukungan/motivasi kepada pasien agar tidak khawatir dengan
keluhan yang dialami.
b. Mendorong pasien untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
c. Memberikan motivasi untuk terus mengkonsumsi makanan yang sehat di
3.19

usia lanjutnya
Dokumentasi

(a)

(b)

32

(c )

(d)

Keterangan :
a) Kamar mandi dan
saluran pembuangan
air yang terbuka
b) Wc yang lebih tinggi
dari tempat
penampungan air
c) Sumur
d) Dapur yang terbuka
dan berdekatan
dengan kandang
ayam.
e) Kandang ayam dan
burung serta tempat

(e)

33

Anda mungkin juga menyukai