PENDAHULUAN
Diare adalah buang air besar atau defekasi dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), dengan kandungan air dalam tinja 200 gr atau 200
ml/24 jam (Simadibrata & Daldiyono, 2009). Penyakit diare masih merupakan
masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di Indonesia, karena
morbiditas dan mortalitasnya yang masih tinggi (Depkes RI, 2011).
Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen
Kesehatan dari tahun 2000 sampai dengan 2010 terlihat kecenderungan insiden
diare yang meningkat. Pada tahun 2000 prevalensi penyakit diare mencapai 301
per 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 per 1000 penduduk, tahun 2006
naik menjadi 423 per 1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411 per 1000
penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan
CFR yang masih tinggi (Depkes RI, 2011).
Host, agent, dan environment sangat erat kaitannya mendasari timbulnya
suatu masalah kesehatan, seperti halnya dengan penyakit diare (Hiswani, 2003).
Higiene dan sanitasi yang buruk mempermudah penularan diare baik melalui
makanan, air minum yang tercemar kuman penyebab diare maupun air sungai.
Faktor sosial budaya yang berupa pendidikan, pekerjaan dan kepercayaan
masyarakat membentuk perilaku positif maupun negatif terhadap berkembangnya
diare (Harianto, 2004).
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Diare
Diare adalah buang air besar atau defekasi dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair (setengah padat), dengan kandungan air dalam tinja 200 gr atau 200
ml/24 jam (Simadibrata & Daldiyono, 2009). Diare merupakan penyakit yang
ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3
kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah
dan/atau lendir (Depkes RI, 2011).
2.2 Epidemiologi Diare
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang seperti di Indonesia, karena morbiditas dan mortalitasnya yang masih
tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen
Kesehatan dari tahun 2000 sampai dengan 2010 terlihat kecenderungan insiden
diare yang meningkat. Pada tahun 2000 prevalensi penyakit diare mencapai 301
per 1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi 374 per 1000 penduduk, tahun 2006
naik menjadi 423 per 1000 penduduk dan tahun 2010 menjadi 411 per 1000
penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan
CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan
jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi
KLB di 24 Kecamatan dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100
orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun 2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan
dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73 orang (CFR 1,74 %.) (Depkes
RI, 2011).
b. Diare Kronik
Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Pakar di dunia
telah mengajukan beberapa kriteria mengenai batasan kronik pada kasus diare
tersebut, ada yang 15 hari, 3 minggu, 1 bulan dan 3 bulan, tetapi di Indonesia
dipilih waktu lebih 15 hari agar dokter tidak lengah, dapat lebih cepat
menginvestigasi penyebab diare dengan lebih tepat (Simadibrata dan
Daldiyono, 2009).
c. Diare Persisten
Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang menyatakan
diare yang berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan dari diare akut
(peralihan antara diare akut dan kronik, dimana lama diare kronik yang dianut
yaitu yang berlangsung lebih dari 30 hari) (Simadibrata dan Daldiyono, 2009).
Diare sekretorik dibagi menjadi dua, yaitu diare sekretorik pasif dan diare
sekretorik aktif. Diare sekretorik pasif disebabkan oleh tekanan hidrostatik
dalam jaringan, hal ini terjadi pada ekspansi air dari jaringan ke lumen usus.
Hal ini terjadi pada peninggian tekanan vena mesenterial, obstruksi sistem
limfosik, intestinal iskemia, bahkan pada proses peradangan. Diare sekretorik
aktif terjadi bila terdapat hambatan absorbsi dari lumen ke plasma atau
percepatan cairan air dari plasma atau percepatan cairan air dari plasma ke
lumen. Karakteristik diare sekretorik, antara lain :
1. Diare jumlahnya sangat banyak, sehingga selalu menimbulkan gejala klinik
yang sangat jelas dengan dehidrasi sampai syok, asidosis dan lain-lain.
2. Kadar elektrolit pada tinja hampir sama dengan osmolaritas.
3. pH tinja normal.
4. Kehilangan natrium relatif lebih banyak bila dibandingkan dengan
kehilangan kalium.
5. Diare tetap berjalan sampai cairan tubuh habis (tidak dapat berhenti sendiri
dengan puasa), ini bedanya dengan diare osmotik (Daldiyono, 1997).
3. Diare berdasarkan penyebab
a. Diare infeksiosa
Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab terbesar (tersering) dari pada diare.
Dipandang dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi 2 golongan yaitu:
non-invasif (yang tidak merusak mukosa) dan invasif (yang merusak mukosa)
(Daldiyono, 1997).
b. Diare akibat neoplasma
Banyak proses neoplasma yang ada pada mukosa maupun neoplasma diluar
gastrointestinal yang menyebabkan diare. Beberapa jenis neoplasma tersebut
antara lain adalah gastrinoma yang tumornya biasanya ada pada pankreas,
menimbulkan sindrom Zollinger-Ellison dan hipergastrinoma pada penyakit
Menitriere. Kedua penyakit tersebut menyebabkan sekresi HCl dan air secara
sangat berlebihan sehingga menimbulkan diare (Daldiyono, 1997).
2.6 Patofisiologi Diare
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi sebagai berikut :
1. Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik
2. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik
3. Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak
4. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit
5. Motilitas dan waktu transit usus abnormal
6. Gangguan permeabilitas usus
7. Inflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik
8. Infeksi dinding usus, disebut diare infeksi
Diare osmotik disebabkan karena meningkatnya tekanan osmotik
intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat obat atau zat kimia yang
hiperosmotik, malabsorpsi, dan defek dalam absospsi mukosa usus, misalnya pada
malabsorpsi glukosa/galaktosa. Diare sekretorik disebabkan meningkatnya sekresi
air dan elektrolit dari usus dan menurunnya absorpsi, secara klinis ditemukan
volume tinja yang banyak sekali dan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa
makan dan minum. Diare oleh karena malabsorbsi asam empedu dan malabsorpsi
lemak didapatkan pada gangguan pembentukan micelle empedu dan penyakit
penyakit saluran bilier dan hati.
yang abnormal. Diare juga dapat disebabkan karena hipermotilitas dan iregularitas
motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus,
penyebab gangguan motilitas,
Dehidrasi dapat terjadi dapat terjadi jika diare berat dan asupan oral
terbatas karena nausea dan vomitus, terutama pada anak dan lansia. Dehidrasi
menurut keadaan klinisnya terbagi atas :
a. Dehidrasi ringan (hilangnya cairan 2 5% dari berat badan )
Turgor kurang, suara serak (vox cholerica), pasien belum jatuh dalam presyok
b. Dehidrasi sedang (hilangnya cairan 5 8% dari berat badan)
Turgor buruk, vox cholerica, pasien jatuh dalam presyok atau syok, nadi cepat,
napas cepat dan dalam.
c. Dehidrasi berat (hilangnya cairan 8 10% dari berat badan)
Tanda dehidrasi sedang ditambah kesadaran menurun (apatis sampai dengan
koma), sianosis, otot-otot kaku (Simadibrata dan Daldiyono, 2009).
2.9 Diagnosis Diare
a. Anamnesis
Anamnesis yang perlu diketahui adalah sebagai berikut :
1. Umur
Umur penderita perlu diketahui untuk semua keadaan. Pada masalah diare
pasien geriatrik biasanya akibat tumor, diverticulitis, dll. Pada pasien muda
biasanya infeksi, sindrom kolon iritatif (iritabel), investasi parasit, dan
intoleransi laktase.
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin tidak banyak bersangkutan dengan diare
3. Frekuensi Diare
Frekuensi diare sangat penting untuk diketahui. Frekuensi diare harus
dipertanyakan setiap hari dari awal penyakit sampai pasien datang kedokter.
Misalnya hari pertama beberapa kali, hari kedua dan seterusnya. Perlu
diketahui apakah frekuensi diare tersebut yang misalnya 4-5 kali sehari
terbagi rata dalam sehari atau hanya pagi hari saja misalnya. Frekuensi diare
10
oleh infeksi bakteri biasanya dari hari kehari makin sering, berbeda dengan
diare akibat minum laksan misalnya, atau akibat salah makan
4. Lamanya diare
Diare akut biasanya berlangsung cepat sedang kronik misalnya pada colitis
ulserosa, sindrom kolon iritabel, intoleransi laktase, malabsorbsi biasanya
berlangsung lama
5. Perjalanan penyakit
Diare akut biasanya cepat sembuh sedangkan beberapa penyakit misalnya
sindrom iritabel, hipertiroid, kolitis ulserasi mengalami perode remisi dan
eksaserbasi
6. Informasi tentang tinja
Informasi tentang tinja justru yang terpenting. Dengan mengetahui secara
tepat seluk beluk tinja yang dikeluarkan dapat memimpin pikiran untuk
menuju diagnosis. Idealnya dokter melihat dan membau tinja penderita, tapi
ini sering sukar, bahkan pasien sendiri banyak yang segan melihat tinjanya
sendiri. Sebelum menganalisis tinja yang patologis, baik diterangkan
karakteristik tinja normal. Tinja ideal biasanya berwarna coklat hijau,
kekuningan, panjang 15-39 cm pada dewasa dan bulat lonjong dengan
diameter 2-4 cm. tinja berikut keluar sekaligus secara berurutan tanpa
mengejam, dengan berat sekitar 75-200 gr. Kandungan tinja adalah bakteri,
sisa makanan, air 70 %, sel-sel yang lepas, serat dan sisa makanan lainnya.
Bau tinja normal spesifik, akibat sterkobilin, indol dan skatol serta gas lain
yang banyak sekali (Daldiyono, 1997).
b. Pemeriksaan fisik
Kelainan kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna
dalam menentukan beratnya diare daripada menentukan penyebab diare. Status
volume dinilai dengan memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah
11
dan nadi, temperatur tubuh dan toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama
merupakan hal yang penting. Kualitas bunyi usus dan ada atau tidaknya
distensi abdomen dan nyeri tekan merupakan petunjuk penting bagi penentuan
etiologi (Simadibrata dan Daldiyono, 2009).
c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan darah tepi lengkap (hemoglobin, hematokrit, leukosit, dan
hitung jenis leukosit).
Pasien diare karena virus, biasanya memiliki jumlah dan hitung jenis
leukosit yang normal atau limfositosis. Pasien dengan infeksi bakteri,
terutama pada infeksi bakteri yang invasive ke mukosa,, mengalami
leukositosis.
2. Kadar elektrolit serum
3. Kadar ureum dan kreatinin
Ureum dan kreatinin diperiksa untuk mendeteksi adanya kekurangan
volume cairan dan mineral tubuh.
4. Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja dilakukan untuk melihat adanya leukosit dalam tinja yang
menunjukkan adanya infeksi bakteri, telur cacing dalam tinja, ataupun
parasit dewasa.
5. Pemeriksaan Enzym-linked
Immunosorbent
Assay
(ELISA)
untuk
2.10
Penatalaksanaan Diare
Penatalaksanaan diare bertujuan untuk mengurangi morbiditas dan
13
= 10% x BB (kg)
Skor
1
1
2
1
1
2
1
2
2
1
1
1
2
1
2
14
15
2. Antimotilitas , obat-obatan ini yaitu opiat atau seperti opiat dan inhibitor
motilitas usus lain dapat mengurangi frekuensi diare pada orang dewasa.
Derivat opioid, misalnya Loperamide dinilai paling efektif dan paling
sering digunakan karena tidak adiktif dan memiliki efek samping paling
kecil. Loperamide dapat digunakan dengan dosis awal 4 mg peroral,
diikuti 2 mg setiap sehabis buang air besar, dengan dosis maksimal 16
mg perhari.
3. Bismut subsalisilat dapat mengurangi jumlah diare dan keluhan diare
travellers pada orang dewasa. Ketika diberikan setiap empat jam,
dilaporkan terjadi penurunan diare pada anak-anak dengan diare akut
sekitar 30% (Sumadibrata dan Daldiyono, 2009).
b. Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang di indikasikan pada diare akut
infeksi karena kebanyakan pasien menderita sakit yang ringan, self limited
disease karena virus atau bakteri noninvasif. Pemberian antibiotik secara
empiris diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi,
travelers diarrhea dan pasien immunocompromised. Pemberian antibiotik
secara empiris dapat dilakukan, tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan
berdasarkan kultur dan resistensi kuman (Zein, 2004).
Obat pilihan yaitu Kuinolon, misalnya Ciprofloksasin 500 mg 2 kali perhari
selama 5-7 hari, diberikan pada pasien yang dicugai terinfeksi
Campylobacter,Shigella, Salmonella, Yersinea,dan Aeromonas sp.Sebagai
alternatif dapat diberikan Cotrimoxazole (trimetoprim/sulfametoksazol),
16
17
18
19
20
pakai sabun diterapkan setelah buang air besar, setelah menangani tinja
anak, sebelum makan dan sebelum menyiapkan makanan.
e. Keamanan makanan
Makanan dapat terkontaminasi oleh penyebab diare pada semua tahapan
produksi dan persiapan, termasuk selama masa pertumbuhan bahan
makanan (dengan menggunakan pupuk hewani), di tempat-tempat umum
seperti pasar, selama persiapan di rumah atau di restoran, dan setelah terus
disiapkan tanpa didinginkan. Masing-masing praktek-praktek keselamatan
makanan juga harus ditekankan. Pendidikan kesehatan untuk masyarakat
umum harus menekankan pesan-pesan kunci berikut mengenai persiapan
dan konsumsi makanan:
1. Jangan makan makanan mentah, kecuali buah-buahan dan sayuran yang
dikupas, dicuci bersih, dan dimakan langsung.
2. Cuci tangan dengan bersih dengan sabun setelah buang air besar dan
sebelum menyiapkan makanan atau makan.
3. Makanlah makanan saat itu masih panas, atau panaskan secara
menyeluruh sebelum makan.
4. Cuci dan keringkan semua peralatan memasak setelah digunakan.
5. Jauhkan makanan yang dimasak dan peralatan bersih secara terpisah dari
makanan mentah dan alat-alat yang berpotensi terkontaminasi.
6. Lindungi makanan dari lalat terbang.
f. Penggunaan jamban dan pembuangan kotoran yang aman
21
menguburkan
kotoran
segera.
Kotoran
anak-anak
cenderung
22
kekebalan
nonspesifik
terhadap
kelompok
organisme
berkurang.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah terjadinya komplikasi dengan
menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat. Pengobatan
yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan agar penderita jangan sampai menderita
kecacatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini, penderita diare
diusahakan pengembalian fungsi fisik dan psikologis semaksimal mungkin.
Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya
efek samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan
terus mengonsumsi makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan (Zein,
2004).
23
BAB 3
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PASIEN
a. Nama
: Ny. S
b. Umur
: 57 tahun
c. Jenis Kelamin
: Perempuan
d. Agama
: Islam
e. Suku
: Aceh
f. Pendidikan
: SD
g. Pekerjaan
:h. Status Perkawinan
: Menikah
i. Alamat
:
Desa Meunasah Panton Kec.
j.
3.2
a.
b.
c.
: 30 Juli 2015
: Buang air besar cair
: Lemas dan nyeri perut
: Pasien datang dengan keluhan buang air
besar cair sejak 2 hari yang lalu (sebelum dirawat di puskesmas). BAB cair
24
>5 kali dalam sehari. Konsistensi tinja cair, ampas sedikit, banyaknya tinja
dalam sekali BAB gelas aqua, tinja berwarna coklat kekuningan, dan
tidak disertai lendir dan darah. Nyeri perut dirasakan pasien terutama saat
akan BAB. Sebelumnya pasien berobat ke mantri terdekat, namun keluhan
tidak berkurang.
d. Riwayat penyakit dahulu
e. Riwayat pemakaian obat
f.
3.3
a.
b.
c.
d.
e.
3.4
::
Pasien
sebelumnya
Regio Kepala/Leher
a. Bentuk kepala normal
b. Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
sianosis (-), pembesaran kelenjar getah bening (-)
c. Pernapasasan cuping hidung (-)
Regio Thorax
Paru-paru
a.Inspeksi
dinding
dada
simetris,
retraksi
dada
intercostalis
(-),
simetris,
raba
fremitus simetris.
c.Perkusi
: Sonor pada seluruh lapang paru
d. Auskultasi :
Suara napas simetris, rhonki (-/-),
wheezing (-/-).
Jantung
a.Inspeksi
b. Palpasi
:
:
25
c.Perkusi
: midclavicula
line
ICS
gallop (-)
Regio Abdomen
a.Inspeksi
: Distensi (-)
b. Auskultasi : Peristaltik kesan meningkat
c.Palpasi
: Soepel, defans muskular (-), organomegali
(-), nyeri tekan abdomen (+)
d. Perkusi : Distribusi timpani di keempat kuadran,
shifting dulness (-)
Regio Ekstremitas
a.Inspeksi
b. Palpasi
:
:
RENCANA
PEMERIKSAAN
DIAGNOSIS
1.
2.
Pemeriksaan feses
3.
3.6 DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
Diare akut
3.7 PENATALAKSANAAN PUSKESMAS
1. Infus RL 20 gtt/i
2. Paracetamol 3x1
3. Cotrimoxazole tablet 3x500 mg/hari
4. Diaform tablet 3x1 tablet
3.8 USULAN PENATALAKSANAAN
1. Infus RL 20 gtt/i
2. Oralit
26
PENUNJANG
UNTUK
LINGKUNGAN
BIOLOGIS
DARI
PENYAKIT
Mikroorganisme yang mendukung terjadinya penyakit diare
antara lain:
a. Bakteri :Shigella sp, E.coli patogen, Salmonella sp, Vibrio cholera,
Yersinia
enterocolytica,
Staphylococcus
b.
aureus,
Campylobacter
Streptococcus,
jejuni,
V.parahaemoliticus,
Klebsiella,
Pseudomonas,
d. Cacing:
A.
Lumbricoides,
Cacing
tambang,
LINGKUNGAN
Trichuris
trichiura,
SOSIAL
DARI
PENYAKIT
a. Sosial Ekonomi
Kondisi ekonomi pada keluarga ini tergolong menengah ke bawah yang
menyebabkan pasien sulit memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari, sulit
memenuhi sarana air bersih yang memadai dan terkendala dalam
pengobatan ke puskesmas.
b. Pendidikan dan Pengetahuan
Rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan yang
kurang mengenai prilaku hidup bersih dan sehat dalam
rumah tangga menyebabkan pasien mengalami penyakit
diare.
c. Akses pelayanan kesehatan
Jarak antar rumah dan puskesmas sangat jauh sehingga
terlambat mendapatkan pengobatan yang akurat dan
keterbatasan biaya (transport) ke puskesmas juga menjadi
masalah.
3.13 PENENTUAN MASALAH KESEHATAN
Penentuan masalah kesehatan penyakit Diare ialah:
a. Diare merupakan penyakit yang dapat menular dari makanan yang
terkontaminasi dengan mikroorganisme penyebab diare, dan rentan
terkena pada anak-anak dan lansia, penyakit ini juga dapat dipengaruhi
oleh imunitas yang rendah. Lingkungan rumah yang tidak sehat
sehingga bakteri dapat berkembang biak.
28
dan
sanitasi
yang
kurang
baik
penyakit
juga
dapat
diare
dan
29
usia lanjutnya
Dokumentasi
(a)
(b)
32
(c )
(d)
Keterangan :
a) Kamar mandi dan
saluran pembuangan
air yang terbuka
b) Wc yang lebih tinggi
dari tempat
penampungan air
c) Sumur
d) Dapur yang terbuka
dan berdekatan
dengan kandang
ayam.
e) Kandang ayam dan
burung serta tempat
(e)
33