Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada tahun 1829 Pierre Louis (Prancis) mengeluarkan istilah typhoid yang
berarti seperti tifus. Baik kata typhoid maupun tyfus berasal dari kata Yunani
tyfos. Terminology ini dipakai pada penderita yang menderita demam disertai
kesadaran yang terganggu. Baru pada tahun 1837 William Word Gerhard dari
Philadelpia dapat membedakan typhoid dan tyfus. Pada tahun 1880 Eberth
menemukan Bacillus Typhosus pada sediaan histologi yang berasal dari kelenjer
limfe mesentarial dan limfa. Pada tahun 1884 Gaffky berhasil membiakkan
Salmonella Typhi dan memastikan bahwa penularannya melalui air dan bukan
udara.
Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan
karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang
sangat

luas.

Data

World

Health

Organization

(WHO)

tahun

2003

memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia


dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Di negara berkembang,
kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95%
merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25
kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini
tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan
358/100.000

penduduk/tahun

dan

di

daerah

perkotaan

760/100.000

penduduk/tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur
penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91%
kasus.
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan
oleh Salmonella Typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara
berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini
juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena

penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk,


kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene
industri pengolahan makanan yang masih rendah. Oleh sebab itu, pada bab
berikutnya kami akan membahas lebih lanjut tentang demam tifoid ini.

B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Secara umum, penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang
demam tifoid.
2. Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
- Menjelaskan pengertian demam tifoid.
- Menjelaskan etiologi demam tifoid.
- Menjelaskan patogenesis demam tifoid.
- Menjelaskan manifestasi klinis demam tifoid.
- Menjelaskan kejadian relaps demam tifoid.
- Menjelaskan komplikasi demam tifoid.
- Menjelaskan penatalaksanaan demam tifoid.
- Menjelaskan pencegahan demam tifoid.
- Menjelaskan tentang vaksin demam tifoid.
C. METODE PENULISAN
Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan studi kepustakaan
dengan berbagai literatur dan referensi dari internet.

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
Salmonella Typhi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang

sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman

salmonella (Bruner and Sudart, 1994).


Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman

Salmonella Typhi (Arief Maeyer, 1999).


Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
Salmonella Thypi dan Salmonella Para Thypi A, B, C. Sinonim dari penyakit

ini adalah Typhoid dan Paratyphoid Abdominalis (Syaifullah Noer, 1996).


Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga
paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis

(Soeparman, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala
sistemik yang disebabkan oleh Salmonella Typhosa, Salmonella Type A, B, C.
Penularan terjadi secara fecal-oral melalui makanan dan minuman yang

terkontaminasi (Mansoer Orief M, 1999).


Tifus Abdominalis (demam tifoid, Enteric Fever) adalah penyakit infeksi akut
yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang
lebih dari 1 minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan

kesadaran (FKUI,1985).
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut yang
disebabkan oleh Salmonella Typhi. Penyakit ini ditandai dengan penyakit
berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur
endotelial dan endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam
sel fagosit mononuklear dari hati, limpa, kelenjar limfe usus, dan Peyers
patch (agregasi dari jaringan limfoid yang biasanya ditemukan di bagian
terendah dari usus kecil ileum pada manusia, dengan demikian, mereka
membedakan ileum dari duodenum dan jejunum) (IDAI, 2008).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut,

Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
Salmonella Typhi A, B, dan C yang dapat menular melalui fecal-oral, makanan
dan minuman yang terkontaminasi.
B. ETIOLOGI

Etiologi typhoid adalah Salmonella Typhi. Salmonella Paratyphi A, B dan


C. Salmonella adalah genus yang termasuk famili enterobakteriasiase dan berisi
3 spesies : S.Typhi, S choleraesuis, S. Entereditis. 2 spesies pertama masingmasing memiliki 1 serotip. Tetapi, S. Entereditis mempunyai lebih dari 1800
serotip yang berbeda.
Salmonella adalah motil, tidak membentuk spora, tidak berkapsul, batang
gram negatif. Organisme Salmonella tumbuh secara aerobik dan mampu tumbuh
secara anaerobik fakultatif. Mereka resisten terhadap agen fisik tetapi dapat
dibunuh dengan pemanasan sampai 130F (54,4 C) selama 1 jam atau 140F
(60C) selama 15 menit. Mereka tetap dapat hidup pada suhu lingkungan dan
suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidupselama
beminggu-minggu dalam sampah, makanan kering, dan bahan tinja.
Salmonella Thyposa, basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu :
1. Antigen O (somatic, terdiri dari zat kompleks lipopolisakarida,
dinding sel stabil panas)
2. Antigen H (flagela, labil panas dan dapat muncul pada fase 1 atau 2)
3. Antigen Vi.
Dalam serum penderita terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam
antigen tersebut. Ada dua sumber penularan Salmonella Typhi yaitu pasien
dengan demam typhoid dan pasien dengan karier. Karier adalah orang yang
sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi Salmonella Typhi
dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
C. PATOGENESIS
Penularan Salmonella Typhi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
Salmonella Thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap di makanan yang akan di konsumsi
oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan
kebersihan dirinya seperti tidak mencuci tangan dan makanan tercemar kuman
Salmonella Typhi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian
4

kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam
lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai
jaringan limfoid. Di dalam jaringan limfoid ini kuman berkembang biak, lalu
masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan
menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan
kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan
oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan
bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid.
Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses
inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena Salmonella Thypi
dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit
pada jaringan yang meradang.
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti
organisme, yaitu :
1. Penempelan dan invasi sel-sel M Payers patch.
2. Bakteri bertahan hidup, bermultiplikasi di makrofag Peyers patch,
nodus limfatikus mesenterikus, dan organ-organ ekstra interstinal sistem
retikuloendotelial.
3. Bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah.
4. Produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar Camp didalam kripta
usus dan menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen
intestinal.
D. MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinis demam tifoid

pada anak biasanya lebih ringan jika

dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari. Yang
tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama
sampai 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin
ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,
pusing, dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa
ditemukan, yaitu:
1. Demam

Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat


febris remiten dan suhu tidak berapa tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh
berangsur-angsur meningkat setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan
meningkat pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus
berada dalam keadaan demam. Dalam minggu ketiga suhu tubuh berangsurangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2. Gangguan pada saluran pencernaan
Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap. Bibir kering dan pecahpecah. Lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan tepinya
kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen mungki ditemukan keadaan
perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai nyeri pada
perabaan. Biasanya didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin juga normal
bahkan dapat terjadi diare.
3. Gangguan kesadaran
Umumnya kesadaran penderita menurun walaupun tidak berapa dalam,
yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi sopor, koma atau gelisah.
Disamping gejala yang biasa ditemukan tersebut, mungkin pula ditemukan
gejala lain. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola, yaitu
bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit. Biasanya
ditemukan dalam minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan
bradikardi pada anak besar dan mungkin pula ditemukan epistaksis.
E. RELAPS
Yaitu keadaan berulangnya gejala tifus abdominalis, akan tetapi
berlangsung lebih ringan dan lebih singkat. Terjadi dalam minggu kedua setelah
suhu badan normal kembali. Terjadinya sukar diterangkan, seperti halnya
keadaan kekebalan alam, yaitu tidak pernah menjadi sakit walaupun mendapat
infeksi cukup berat.
Menurut teori, relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ
yang tidak dapat dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti. Mungkin
pula terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi invasi basil bersamaan
dengan pembentukan jaringan-jaringan fibroblas.

F. KOMPLIKASI
Dapat terjadi pada:
1. Usus Halus
Umumnya jarang terjadi, akan tetapi sering fatal, yaitu:
Perdarahan usus.
Bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan
bensidin. Bila perdarahan banyak terjadi melena dan bila beratdapat disertai
perasaan nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
Perforasi usus.
Timbul biasanya pada minggu ke-3 atau setelah itu dan terjadi pada bagian
distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila
terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat
udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara
diantara hati dan diafragma pada rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan
tegak.
Peritonitis.
Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomen akut yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen
tegang (defense musculair) dan nyeri pada tekanan.
2. Komplikasi di luar usus.
Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia) yaitu
meningitis, kolesistitis, enselopati, dll. Terjadi karena infeksi sekunder, yaitu
bronkopneumonia. Dehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan
makanan yang kurang dan perspirasi akibat suhu tubuh yang tinggi. Komplikasi
extra intestinal antara lain :
Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),

miokarditis, trombosis, tromboplebitis.


Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma

uremia hemolitik.
Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
Komplikasi ginjal : glomerulonephritis, pyelonephritis dan

perinephritis.
Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan
arthritis.

Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,


polineuritis perifer, sindroma Guillain Bare dan sindroma katatonia.

G. PENATALAKSANAAN
Penderita yang dirawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis harus
dianggap dan diperlakukan langsung sebagai penderita tifus abdominalis dan
diberikan pengobatan sebagai berikut:
1. Isolasi penderita dan disinfeksi pakaian dan ekskreta.
2. Perawatan yang baik untuk menghindarkan komplikasi, mengingat sakit
yang lama, lemah dan anoreksia, dll.
3. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali, yaitu
istirahat mutlak, berbaring terus ditempat tidur. Seminggu kemudian boleh
duduk dan selanjutnya boleh berdiri dan berjalan.
4. Diet. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein.
Bahan makanan tidak boleh banyak mengandung serat, tidak merangsang
dan tidak menimbulkan banyak gas. Susu 2 gelas sehari perlu diberikan.
Jenis makanan untuk penderita dengan kesadaran menurun ialah makanan
cair yang diberikan melalui pipa lambung. Bila anak sadar dan nfsu makan
baik, maka dapat diberikan makanan lunak.
5. Obat pilihan adalah klorampenikol , kecuali bila penderita tidak cocok
dapat dberikan obat lain misalnya ampisilin, kotrimoksazol, amoxillin,
tiampenikol. Dianjurkan pemberian klorampenikol dengan dosis yang
tinggi, yaitu 100 mg/kg BB/hari, diberikan 4 hari sekali peroral atau IM
atau IV bila diperlukan. Pemberian klorampenikol dosis tinggi tersebut
memberikan manfaat yaitu waktu perawatan dipersingkat dan relaps tidak
terjadi. Akan tetapi mungkin pembentukan zat anti kurang, oleh karena
basil terlalu cepat dimusnahkan. penderita yang dipulangkan perlu
diberikan suntikan vaksin Tipa.
6. Bila terdapat komplikasi harus diberikan terapi yang sesuai. Misalnya
pemberian cairan intravena untuk penderita dengan dehidrasi dsn asidosis.
Bila terdapat bronkopneumonia harus ditambahkan penisilin dll.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan


laboratorium, yang terdiri dari :
Pemeriksaan leukosit
Didalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat
leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang
terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh
karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam
typhoid.
Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila
biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid.
Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium.
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam tinggi
yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh
biakan darah dapat positif kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau.
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga
biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan
mungkin negatif.

Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap Salmonella Typhi terdapat dalam
serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang
disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh Salmonella Thypi, klien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari

tubuh kuman).
Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari

flagel kuman).
Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
simpai kuman)
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan

titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.
Faktor faktor yang mempengaruhi uji widal :
Faktor yang berhubungan dengan klien :
Keadaan umum : gizi buruk dapat menghambat pembentukan
antibodi.
Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru
dijumpai dalam darah setelah klien sakit 1 minggu dan mencapai
puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
Penyakit penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat
menyertai demam typhoid yang tidak dapat menimbulkan antibodi
seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.
Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat
anti mikroba dapat menghambat pembentukan antibodi.
Obat-obatan imunosupresif atau kortikosteroid : obat-obat tersebut
dapat menghambat terjadinya pembentukan antibodi karena supresi
sistem retikuloendotelial.
Vaksinasi dengan kotipa atau tipa : seseorang yang divaksinasi
dengan kotipa atau tipa, titer aglutinin O dan H dapat meningkat.

10

Aglutinin O biasanya menghilang setelah 6 bulan sampai 1 tahun,


sedangkan titer aglutinin H menurun perlahan-lahan selama 1 atau 2
tahun. Oleh sebab itu titer aglutinin H pada orang yang pernah
divaksinasi kurang mempunyai nilai diagnostik.
Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya :
keadaan ini dapat mendukung hasil uji widal yang positif, walaupun
dengan hasil titer yang rendah.
Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer
aglutinin terhadap salmonella thypi karena penyakit infeksi dengan
demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular
salmonella di masa lalu.
Faktor-faktor Teknis
Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung
antigen O dan H yang sama, sehingga reaksi aglutinasi pada satu
spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang lain.
Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi
hasil uji widal.
Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada
penelitian yang berpendapat bahwa daya aglutinasi suspensi antigen
dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain
lain.
I. PENCEGAHAN
Secara umum untuk memperkecil kemungkinan S. Typhi, maka setiap
individu harus memperhatikan harus memperhatikan kualitas makanan dan
minuman yang merekan konsumsi. Salmonella Typhi di dalam air akan mati
pada suhu 57C untuk beberapa menit. Untuk makanan, pemanasan sampai suhu
57C beberapa menit dan secara merata juga dapat mematikan kuman S. Typhi.
Cuci tangan setelah dari toilet dan khususnya sebelum makan atau
mempersiapkan

makanan, hindari

minum susu mentah (yang

belum

dipasteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air sampai mendidih dan
hindari makanan pedas. Imunisasi aktif dapat menekan angka kejadian demam
Tifoid.
J. VAKSIN DEMAM TIFOID
11

1. Vaksin demam tifoid oral


Vaksin demam tifoid oral dibuat dari kuman Salmonell Typhi galur non
pathogen yang telah dilemahkan. Kuman dalam vaksin akan mengalami
siklus pembelahan dalam usus dan akan dieleminasi dalam waktu 3 hari
setelah pemakaiannya. Tidak seperti vaksin parenteal, respon imun pada
vaksin ini termasuk sekretorik IgA. Secara umum efektifitas vaksin oral
sama dengan vaksin parenteral yang diinaktifasi dengan pemanasan
namun vaksin oral mempunyai reaksi samping lebih rendah. Vaksin tifoid

oral dikenal dengan nama Ty-21a.


Penyimpanan pada suhu 2-8 derajat celcius.
Kemasan dalam bentuk kapsul untuk anak umur 6 tahun atau lebih.
Cara pemeberian 1 kapsul vaksin dimakan tiap hari ke 1, 3, dan 5, 1 jam
sebelum makan dnegan minuman yang tidak lebih dari 37 derajat celcius.

Kapsul ke-4 pada hari ke 7 terutama bagi turis.


Kapsul harus ditelan utuh dna tidak boleh dibuka karena kuman dapat mati

oleh asam lambung.


Vaksin tidak boleh diberikan bersamaan dengan antibiotic, sulfonamide

atau anti malaria yang aktif terhadap salmonella.


Karena vaksin ini juga menimbulkan respon yang kuat dari interferon
mukosa, pemberian vaksin polio oral sebaiknya ditunda 2 minggu setelah

pemberian terakhir dari vaksin tifus ini.


Imunisasi ulangan diberikan tiap 5 tahun. Namun pada individu yang terus
terekspos dengan infeksi salmonella sebaiknya diberikan 3-4 kapsul tiap

beberapa tahun.
Daya proteksi vaksin inihanya 50-80% maka yang sudah di vaksinasipun

di anjurkan untuk melakukan seleksi pada makanan dan minuman.


Diberikan pada umur lebih dari 6 tahun, dikemas dalam kapsul diberikan 3

dosis dengan interval selang sehari (hari 1, 3 dan 5).


Imunisasi ulangan dilakukan setiap 3-5 tahun. Vaksin oral pada umumnya
diperlukan untuk turis yang akan berkunjung kedaerah endemis tifoid.

2. Vaksin Polisakarida Parenteral


Susunan vaksin polisakarida setiap 0,5 ml mengandung kuman salmonella
typhi, polisakarida 0,02 mg, fenol dan larutan buffer yang mengandung

12

natrium klorida, disodium fosphat, monosodium fosphat dan pelarut untuk

suntikan.
Penyimpanan dapat suhu 20-8 derajat celcius jangan dibekukan.
Kadaluarsa dalam 3 tahun.
Pemberian secara suntikan IM atau SC pada daerah deltoid atau paha.
Imunisasi ulangan tiap 3 tahun.
Reaksi samping local berupa demam, nyeri kepala, pusing, nyeri sendi,
nyeri otot, nausea, nyeri perut jarang dijumpai. Sangat jarang bisa terjadi

reaksi alergi berupa pruritus, ruam kulit dan urtikaria.


Indikasi kontra: alergi terhadap bahan-bahan dalam vaksin. Juga pada saat

demam penyakit akut maupun penyakit kronik progresif.


Daya proteksi 60-80% maka yang sudah divaksinasi pun di anjurkan untuk

melakukan seleksi pada makanan dan minuman.


Diberikan pada umur lebih dari 2 tahun. Ulangan dilakukan tiap 3 tahun.
Kemasan dalam prefilled syringe 0,5 ml, pemberian secara IM.

K. PROGNOSIS
Umumnya prognosis tifus abdominalis pada anak baik asal penderita cepat
berobat. Mortalitas pada penderita yang dirawat ialah 60 %. Prognosis menjadi
kurang baik atau buruk bila terdapat gejala klinis yang berat seperti :
1. Panas tinggi (hiperpireksia) atau febris kontinua.
2. Kesadaran menurun sekali yaitu stupor, koma, atau delirium.
3. Terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi, asidosis, peritonitis,
bronkopneumonia, dan lain-lain.
4. Keadaan gizi penderita buruk (malnutrisi energi protein).

13

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
Salmonella Typhi A, B, dan C yang dapat menular melalui fecal-oral, makanan
dan minuman yang terkontaminasi. Etiologi typhoid adalah Salmonella Typhi.
Salmonella Paratyphi A, B dan C. Penularan Salmonella Typhi dapat ditularkan
melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers
(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Gejala
klinis : demam, gangguan pencernaan, penurunan kesadaran (pada keadaan
berat).
Komplikasi demam tifoid dapat terjadi pada usus halus, ataupun diluar
usus halus. Penatalaksanaan demam tifoid adalah : Isolasi penderita dan
disinfeksi pakaian dan ekskreta, perawatan yang baik untuk menghindarkan
komplikasi, mengingat sakit yang lama, lemah dan anoreksia, dll, istirahat
selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali, diet, obat pilihan
adalah klorampenikol , kecuali bila penderita tidak cocok dapat dberikan obat

14

lain misalnya ampisilin, kotrimoksazol, amoxillin, tiampenikol, bila terdapat


komplikasi harus diberikan terapi yang sesuai.
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan pada demam tifoid antara lain :
pemeriksaan leukosit, pemeriksaan fungsi hepar, biakan darah, dan uji widal.
Pencegahan dapat dilakukan dengan selalu menjaga personal hygiene, mencuci
tangan saat menghidangkan makanan, akan makan, dan sesudah makan, sesudah
dari toilet, untuk mencegah masuknya kuman Salmonella Typhi melalui
makanan ke tubuh. Selain itu, sekarang juga tersedia vaksin untuk tifoid, vaksin
aktif maupun pasif.
B. SARAN

15

Anda mungkin juga menyukai