Anda di halaman 1dari 26

PENGEMBANGAN MODUL FISIKA KONTEKSTUAL

UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA


PESERTA DIDIK KELAS X SEMESTER 2
DI SMK NEGERI 3 SINGARAJA
Sang Putu Sri Jaya
Program Studi Teknologi Pembelajaran Program Pascasarjana
Universitas Pendidikan Ganesha
ABSTRAK
Penelitian
pengembangan
ini
bertujun menghasilkan produk berupa
modul fisika kontekstual untuk peserta
didik kelas X semester 2 di SMK Negeri 3
Singaraja yang teruji kelayakan dan
keunggulannya untuk meningkatkan hasil
belajar dalam pembelajaran fisika.
Metode penelitian yang digunakan
adalah metode penelitian pengembangan
(research and development), dengan
desain pengembangan yang dipilih adalah
menggunakan model pengembangan De
geng. Langkah-langkah pengembangan
nya adalah sebagai berikut. 1) analisis
tujuan dan karakteristik bidang studi; 2)
analisis sumber belajar; 3) analisis
karakteristik pebelajar; 4) menetapkan
tujuan belajar dan isi pembelajaran; 5)
menetapkan strategi pengorganisasian isi
pembelajaran; 6) menetapkan strategi
penyampaian isi pembelajaran; 7) mene
tapkan strategi pengelolaan pembelajaran;
dan 8) pengembangan prosedur pengu
kuran hasil pembelajaran. Validasi draft
mencakup 1) uji ahli isi dan media
pembelajaran; 2) uji ahli desain pembela
jaran; 3) uji siswa perorangan; 4) uji siswa
kelompok kecil; dan 4) uji lapangan.
Hasil review dari ahli isi dan ahli
media menyatakan bahwa modul fisika
kontekstual yang dikembangkan sudah
sesuai. Hasil tanggapan ahli desain untuk
uji ahli desain pembelajaran memper
lihatkan bahwa ahli desain memberikan
tanggapan sangat baik dengan persentase
90%. Hasil tanggapan peserta didik untuk
uji siswa perorangan memperlihatkan
bahwa peserta didik memberikan tangga
pan sangat baik sebanyak 33,3%, baik
sebanyak 66,7 %, dan sebanyak 0% untuk

kategori cukup, kurang dan sangat kurang.


Hasil persentase keseluruhan peserta didik
untuk uji siswa perorangan sebesar 91%
terletak pada kualifikasi sangat baik. Hasil
tanggapan peserta didik untuk uji kelom
pok kecil memperlihatkan bahwa peserta
didik memberikan tanggapan sangat baik
sebanyak 22,2%, baik sebanyak 66,7%,
cukup sebanyak 11,1% dan sebanyak 0%
untuk kategori kurang dan sangat kurang.
Hasil persentase keseluruhan peserta didik
untuk uji kelompok kecil sebesar 85%
terletak pada kualifikasi baik. Hasil tangga
pan pendidik untuk uji lapangan memper
lihatkan bahwa pendidik memberikan
tanggapan baik dengan persentase 83%.
Hasil tanggapan peserta didik untuk uji
lapangan memperlihatkan bahwa peserta
didik memberikan tanggapan sangat baik
sebanyak 55%, baik sebanyak 45%, dan
sebanyak 0% untuk kategori cukup, ku
rang dan sangat kurang. Hasil persentase
keseluruhan peserta didik untuk uji
lapangan sebesar 90% terletak pada
kualifikasi sangat baik. Hasil perhitungan
dengan menggunakan uji-t memberikan
hasil sig sebesar 0,001 yang lebih kecil
dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H0
ditolak dan H1 diterima. Dapat dikatakan
bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata
pretest dan posttest peserta didik. Nilai
rata-rata pretest (Mean=75,17, Standard
Deviation=9,03) lebih tinggi dibandingkan
nilai rata-rata posttest (Mean = 30,21,
Standard Deviation = 7,75).
Kata kunci: pengembangan, model
pengembangan Degeng, modul fisika
kontekstual, hasil belajar fisika

CONTEXTUAL PHYSICS MODULE DEVELOPMENT


TO IMPROVE STUDENTSACHIEVEMENT IN STUDYING PHYSICS
FOR CLASS X IN SEMESTER 2 OF SMK NEGERI 3 SINGARAJA
Sang Putu Sri Jaya
Educational Technology Post-graduate Program
Ganesha University of Education.
ABSTRACT
This development research aimed
to produce a contextual physics module
for class X in semester 2 students of
SMKN 3 Singaraja in which the
feasibility and advantages had been
tested to improve learning achievements
in learning Physics.
The research method used was the
research and development method. The
chosen of the design development was
Degeng model. The Development steps
were as follows.1) analysis goals and
characteristics of the study area, 2)
analysis of learning resources, 3)
analysis of the characteristics of
learners; 4) establish learning objectives
and content of learning; 5) determine the
organization of learning content
strategy; 6) establish a strategy delivery
of learning content; 7) determine the
learning management strategies, and 8)
the development of learning outcomes
measurement procedures. Validation
draft covered : 1) the content expert test
and learning media, 2) the instructional
design experts test, 3) individual student
test, 4) a small group of students test,
and 4) field test.
The results of the expert review of
content and media stated that contextual
physics module had been developed
accordingly. The results of design
experts responses toward the expert
learning design test showed that the
learning design experts gave very well
positive responses in the percentage of
90%. The results of learner responses to
individual students' test showed that
students responses very well
was

33.3%, good was 66.7% and 0% was


for the category of enough, less and
poor. The overall percentage of students
to test individual students by 91% is
located in a very good qualification. The
results of the responses of students to
small groups of test showed that
students respond very well 22.2%,
66.7% good, just 11.1% and 0% for the
category of less and less. The result of
the overall percentage of students to test
small groups of 85% is located in a good
qualification. The results of the response
of educators to the field test showed that
educators respond well to the percentage
of 83%. The results of the responses of
students to the field test showed that
students respond very well 55%, both
45% and 0% for the category of pretty,
less and less. The result of the overall
percentage of students for field testing
by 90% is located in a very good
qualification. The results of calculations
using the t-test sig yield of 0.001 is
smaller than 0.05. This shows that H0 is
rejected and H1 accepted. It can be said
that there were differences in the
average value of study of students
before and after learning. The average
value after learning (mean = 75.17,
standard deviation = 9:03) was higher
than before the study (mean = 30.21,
standard deviation = 7.75).
Key words: development, degeng model,
contextual physics module, physics
learning achievement

bangnya potensi peserta didik agar

1. Pendahuluan
Dalam era globalisasi, sangat

menjadi manusia yang beriman dan

dibutuhkan sumber daya manusia

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

yang ber kualitas tinggi. Sumber

Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

daya manusia yang berkualitas tinggi

cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi

menjadi tumpuan utama agar suatu

warga negara yang demokratis serta

bangsa dapat berkompetisi dengan

bertanggung jawab.

bangsa lain. Terwujudnya sumber

Pada hakikatnya pendidikan

daya manusia yang berkualitas tinggi

adalah suatu usaha penyiapan subjek

tidak terlepas dari jalur pendidikan.

didik untuk menghadapi lingkungan

Melalui

hidup

jalur

pendidikan,

ilmu

yang

selalu

pengetahuan dan teknologi semakin

perubahan

berkembang dengan pesat.

Pendidikan juga merupakan kiat

Menurut

yang

mengalami

semakin

pesat.

Undang-Undang

dalam menerapkan prinsip-prinsip

Republik Indonesia Nomor 20 tahun

ilmu pengetahuan dan teknologi bagi

2003 tentang Sistem Pendidikan

pembentukan

Nasional, pendidikan adalah usaha

Pendidikan harus mampu menghasil

sadar dan terencana untuk mewujud

kan lulusan yang mampu berpikir

kan suasana belajar dan proses pem

global (think globally), dan mampu

belajaran agar peserta didik secara

bertindak local (act locally), serta

aktif mengembangkan potensi diri

dilandasi oleh ahlak yang mulia

nya untuk memiliki kekuatan spiri

(Bhawayasa, 2011).

tual keagamaan, pengendalian diri,


kepribadian,

kecerdasan,

manusia

seutuhnya.

Upaya yang dilakukan peme

akhlak

rintah untuk menghasilkan sumber

mulia, serta keterampilan yang di

daya manusia yang berkualitas dan

perlukan dirinya, masyarakat, bangsa

professional adalah meningkatkan

dan negara. Pendidikan nasional ber

kualitas pendidikan, yaitu dengan

fungsi mengembangkan kemampuan

melakukan penyempurnaan sistemik

dan

serta

terhadap seluruh komponen pendidik

peradaban bangsa yang bermartabat

an seperti peningkatan kualitas dan

dalam rangka mencerdaskan kehidup

pemerataan

an bangsa, bertujuan untuk berkem

sumber belajar, kurikulum, sarana

membentuk

watak

penyebaran

pendidik,

dan prasarana yang memadai, serta di

tahun sekali yang tergabung dalam

dukung oleh berbagai

the

pemerintah

dengan

kebijakan

mendesentrali

Organization

Cooperation

for

and

Economic

Development

sasikan pendidikan ke daerah kota

(OECD) yang berkedudukan di Paris

dan kabupaten yang sejalan dengan

(Perancis), di mana studi yang

konsep otonomi daerah dan meng

dilakukan adalah memonitor hasil

anggarkan biaya pendidikan minimal

capaian belajar peserta didik di tiap

20% dari APBN/APBD (Raharjo,

negara

2011).

literasi membaca (reading literacy),

Dengan

adanya

berbagai

peserta

yang

usaha pemerintah ini, seyogyanya

literasi

mutu pendidikan nasional menjadi

literacy), dan literasi sains (scientific

lebih baik.

literacy),

menunjukkan

peringkat

capaian

Kenyataan di lapangan me

matematika

mencakup
(mathematic

sains

bahwa
untuk

nunjukkan kualitas mutu pendidikan

Indonesia berada pada peringkat 60

di Indonesia saat ini sangat mempri

dari 65 negara yang mengikuti studi

hatinkan. Seperti diberitakan Kom

PISA 2009, dengan rincian sebagai

pas (3/3/2011) halaman 12 pada

berikut: literasi membaca berada

kolom Pendidikan dan Kebudaya

pada pringkat 57, literasi matematika

an,

dalam

berada pada peringkat 61, dan literasi

Education for ALL (EFA) Global

sains berada pada peringkat 60

Monitoring

(www.pisa.oecd.org).

berdasarkan
Report

data
2011

yang

dikeluarkan UNESCO dan diluncur

Sejalan dengan hasil studi

kan di New York pada Senin, 1

PISA tersebut, di SMK N 3 Singaraja

Maret 2011, indeks pembangunan

hasil belajar sains khususnya mata

pendidikan Indonesia berada pada

pelajaran

urutan 69 dari 127 negara yang

menggembirakan. Dalam semester

disurvei.

ganjil tahun pelajaran 2011/2012,

(the

fisika

masih

belum

Berdasarkan hasil studi PISA

hasil belajar fisika yang dicapai

Program

siswa kelas X rata-rata sebesar 76

for

International

Student Assesment), sebuah studi

dari

yang dikembangkan oleh beberapa

ketuntasan belajar rata-rata 90%

negara maju di dunia setiap tiga

(SMK Negeri 3 Singaraja, 2011).

standar

KKM

75,

dengan

Berdasarkan hasil wawancara lisan

dominasi teori-teori yang berbentuk

dengan guru bidang studi fisika di

verbal (Andreas dalam Bhawayasa,

SMK Negeri 3 Singaraja, untuk

2011).

mendapatkan nilai hasil belajar fisika

menyarankan dalam belajar sains

di atas standar KKM sangatlah sulit

agar

dicapai. Untuk mencapai nilai KKM,

kesempatan kepada peserta didik

banyak siswa yang harus menempuh

secara aktif memperoleh pengetahu

remidi sampai berulang kali. Bahkan

an, keterampilan berpikir, apresiasi

ada beberapa siswa walaupun sudah

dan pengertian tentang materi subjek

berulang kali

(subjek matter) (Raharjo, 2011).

menempuh remidi

masih juga belum bisa mencapai


nilai standar KKM.

Carin

&

diarahkan

Sund

pada

(1975)

pemberian

Berdasarkan hasil wawancara


lisan dengan guru bidang studi fisika

Temuan tersebut mengindi

di SMK Negeri 3 Singaraja dan

kasikan bahwa upaya-upaya yang

siswa yang telah mempelajari mata

dilakukan

meningkatkan

pelajaran fisika di kelas X, pembe

kualitas pendidikan belum mencapai

lajaran fisika di SMK N 3 Singaraja

hasil maksimal. Masih rendahnya

sampai saat ini masih menggunakan

hasil belajar peserta didik tersebut

buku-buku atau bahan ajar cetak

merupakan

konvensional. Pendidik hanya meng

kualitas

untuk

indikator

mutu

rendahnya

pendidikan.

Oleh

gunakan sebuah buku sebagai satu-

karena itu, perlu dianalisis secara

satunya bahan ajar. Bahan ajar cetak

cermat

tersebut

faktor-faktor

penyebab

hanya

berisi

ringkasan

rendahnya hasil belajar peserta didik

materi, contoh soal dan latihan-

tersebut.

latihan soal dalam pembelajaran

Rendahnya hasil belajar peser

fisika. Strategi pengorganisasian dan

ta didik di bidang sains termasuk fisi

penyampaian isi di dalam bahan ajar

ka ditenggarai berhubungan dengan

tersebut tidak terstruktur dengan baik

proses pembelajaran yang belum

dan

memberikan peluang bagi peserta

menarik. Materi yang disajikan di

didik

mengembangkan

dalam bahan ajar cetak tersebut

kemampuan bernalar secara kritis,

banyak yang bersifat abstrak dan

pola pengajaran yang cenderung di

rumit sehingga siswa enggan untuk

untuk

kemasannya

sangat

tidak

membacanya apalagi mempelajari

penggunaan gambar, foto, bagan,

nya. Khusus untuk bahan ajar yang

skema dan yang lainnya. Demikian

berupa bahan cetak seperti modul

pula

belum banyak digunakan. Hal ini

dijelaskan

diduga sebagai salah satu penyebab

sederhana, sesuai dengan tingkat

rendahnya hasil belajar fisika peserta

berfikir

peserta

didik kelas X di SMK Negeri 3

menjadi

lebih

Singaraja.

Modul dapat membantu sekolah

Modul
sendiri

yang

oleh

dikembangkan

pendidik

materi

dalam

yang

rumit,

dapat

dengan

cara

yang

didik,
mudah

mewujudkan

sehingga
dipahami.

pembelajaran

dapat

yang berkualitas. Penerapan modul

disesuaikan dengan karakteristik pe

dapat menyediakan kegiatan pembela

serta didik. Selain lingkungan sosial,

jaran lebih terencana dengan baik,

budaya, dan geografis, karakteristik

mandiri, tuntas dan dengan hasil

peserta didik juga mencakup tahapan

(output) yang jelas. Modul dapat

perkembangan peserta didik, kemam

memfasilitasi peserta didik lebih

puan awal yang telah dikuasai,

tertarik dalam belajar, peserta didik

minat, latar belakang keluarga, dan

otomatis

lain-lain.

modul

prerequisites, dan dapat meningkat

dapat menjawab atau memecahkan

kan hasil belajar (Depdiknas, 2008a).

Pengembangan

masalah ataupun kesulitan dalam

belajar

Menurut

bertolak

Santyasa

(2009),

belajar (Depdiknas, 2008a). Terdapat

keuntungan

sejumlah materi pembelajaran yang

pembelajaran

seringkali peserta didik sulit untuk

modul adalah sebagai berikut: 1)

memahaminya ataupun pendidik sulit

meningkatkan motivasi peserta didik,

untuk

Kesulitan

karena setiap kali mengerjakan tugas

tersebut dapat saja terjadi karena

pelajaran yang dibatasi dengan jelas

materi tersebut abstrak, rumit, dan

dan sesuai dengan kemampuan; 2)

asing. Apabila materi pembelajaran

setelah dilakukan evaluasi, pendidik

yang bersifat abstrak, maka modul

dan peserta didik mengetahui benar,

mampu membantu peserta didik

pada modul yang mana peserta didik

menggambarkan

yang

telah berhasil dan pada bagian modul

abstrak tersebut, misalnya dengan

yang mana mereka belum berhasil;

menjelaskannya.

sesuatu

yang

dari

diperoleh

dengan

dari

penerapan

3) peserta didik mencapai hasil

rumus, contoh soal, dan latihan soal.

sesuai dengan kemampuannya; 4)

Permasalahan-permasalahan

bahan pelajaran terbagi lebih merata

disajikan

di

dalam

tersebut

juga

satu

pendidikan
karena

semester;
lebih

bahan

dan

berdaya

pelajaran

5)

lain

yang

bahan

bersifat

ajar

akademis

guna,

semata. Permasalahan yang disajikan

disusun

mengandung objek dan kejadian

menurut jenjang akademik.


Faktor

dalam

yang

yang diidealkan yang tidak memiliki


diduga

kaitan dengan realitas peserta didik.

sebagai penyebab rendahnya hasil

Variabel-variabel

belajar sains khususnya mata pelajar

diketahui terspesifikasikan dengan

an fisika di SMK Negeri 3 Singaraja

jelas pada akhir kalimat soal dan

adalah pembelajaran fisika yang

variabel

dijalankan oleh pendidik selama ini

secara konsisten dilaporkan dalam

masih

satuan

memisahkan

pengetahuan

yang

yang

perlu

tidak

dipecahkan

yang konsisten.

Hal

ini

formal fisika peserta didik dengan

tampak mendorong strategi pemilih

pengalaman sehari-hari peserta didik,

an formula yang diingat yang berisi

sehingga peserta didik berasumsi

semua variabel yang tidak diketahui

bahwa

dan diketahui.

pelajaran

fisika

tidak

mempunyai hubungan dengan ke

Berbagai penulis (Schank &

hidupan mereka. Dari hasil review

Cleary, Resnick, dan Johnson dalam

peneliti terhadap bahan ajar kelas X

Westera,

semester

digunakan

bahwa sistem sekolah yang telah

kegiatan

muncul selama berabad-abad terakhir

pendidik

genap

yang

dalam

2011)

mengungkapkan

pembelajaran fisika di kelas di

menghasilkan

dapatkan bahwa, materi ajar yang

belajar, karena tidak adanya konteks

tersaji di dalam bahan ajar tersebut

dunia nyata. Mereka berpendapat

tidak pernah dikaitkan dengan objek-

bahwa sekolah cenderung menjadi

objek atau kejadian-kejadian aktual

fokus

di dunia nyata yang akrab dengan

sendiri,

peserta didik. Materi ajar yang

pemisahan mendasar antara pem

disajikan hanya berupa definisi dari

belajaran dan dunia luar. Sebagai

suatu konsep, sekumpulan rumus-

akibatnya, sebagian besar anak-anak

dalam
yang

efek

dunia

buruk

internal

pada

itu

mempromosikan

sekolah

tidak

dapat

membuat

si

peserta

didik

dan

kesulitan-

hubungan antara apa yang mereka

kesulitan dalam pembelajar an sains

pelajari dan bagaimana pengetahuan

(Duit & Treagust, 2003; Osborne &

akan digunakan. Kebanyakan pada

Freyberg, 1985; Skamp, 2008 dalam

kelas-kelas

Garbett, 2011). Pendidik-pendidik

fisika,

tujuan

utama

pembelajaran fisika adalah untuk

sains

mengajar peserta didik bagaimana

menghilangkan

memecahkan

di

didik dan memerangi sikap apatis

akhir bab (Kim & Pak, 2001).

mereka dengan mengandalkan pada

Pemecahan masalah pada dasarnya

unsur-unsur sains yang memancing

bergantung pada konteks di mana

kegembiraan

masalah

dan

(Vanderlinden, 2007). Pembelajaran

dihadirkan serta kemampuan peserta

di sekolah-sekolah secara meningkat

correct

menempatkan pembelajaran dengan

context dan juga merujuk ke pola

kebanyakan active learning modali

kognitif terkait lainnya di mana

ties. Modalities baru ini sering

mungkin diaktifkan pada konteks

membutuhkan pembelajaran lebih

lain

Kese

kontekstual (contextual), konstruktif

ditenggarai

(constructive), belajar mandiri (self-

sebagai penyebab rendahnya hasil

directed), dan melibatkan peserta

belajar fisika peserta didik kelas X di

didik pada tugas-tugas higher order

SMK Negeri 3 Singaraja.

thinking meliputi analysis, synthesis,

didik

masalah-masalah

diperkenalkan

untuk

mengenali

(Finkelsteins,

luruhan

hal

2001).

tersebut

Sains adalah bidang yang

biasanya

berupaya

untuk

ke takutan peserta

dan

kekaguman

dan evaluation. Kebanyakan active

memancing beragam tanggapan dari

student-centered

peserta didik, umumnya termasuk

dorong pendekatan yang lebih dalam

kegembiraan, kagum, apatis dan

untuk belajar dan dapat meningkat

ketakutan (excitement, awe, apathy,

kan hasil belajar (Macaulay, Damme

and fear) (Vanderlinden, 2007).

& Walker, 2009).

Sains

merupakan

subjek

learning

men

yang

Untuk menjadikan pembelajar

kompleks dan luas dan literatur

an fisika lebih diminati oleh peserta

penelitian pendidikan sains penuh

didik

menyajikan kajian-kajian miskonsep

dalam kelas tidak bisa dipisahkan

maka

pembelajaran

fisika

dari pengalaman dan lingkungan

Jadi salah satu hal yang dapat

sehari-hari peserta didik. Lave &

diharapkan

Wenger berargumen bahwa tidak ada

masalah rendahnya

pembelajaran

konteks

fisika peserta didik kelas X di SMK

(context-free learning). Pengetahuan

Negeri 3 Singaraja adalah dengan

bebas
situated

merupakan

memecahkan
hasil

belajar

terikat

menerapkan modul fisika konteks

konteks (context-bound) (Libman,

tual. Modul fisika kontekstual adalah

2010).

bahwa

modul fisika yang komponen ke

harus

giatan belajarnya dikaitkan dengan

terhubung ke situasi kehidupan nyata

objek-objek atau kejadian-kejadian

di

aktual di dunia nyata yang akrab

Ini

informasi

menyiratkan
yang

mana

dipelajari

siswa

menggunakannya.
integrasi

dan

untuk

cenderung

Kurikulum

diorganisasikan

ter

dengan kehidupan peserta didik.

sekitar

Pembelajaran kontekstual berkaitan

masalah-masalah dunia nyata (real

dengan

life problems) dan menempatkan isu-

kemampuan peserta didik dalam

isu yang sama pentingnya untuk anak

menggunakan

muda dan orang dewasa (Vars, 1993

prinsip-prinsip yang dipelajari untuk

dalam Mustafa, 2011). Kurikulum

memecahkan masalah-masalah dunia

terintegrasi

nyata yang terkait dengan kehidupan

fokus

pada

refleksi

adanya

tuntutan

konsep-konsep

Contextual

akan
dan

learning

relevansi kurikulum ke dunia nyata,

sehari-hari.

itu

greatly benefits students by placing

meningkatkan

keterampilan
dan

their learning in relevant real life

mendorong pendidik untuk mengajar

situations which is the way many of

lebih dalam waktu yang relatif

us learn best (Macaulay, Damme &

singkat. Allsopp, Kyger, dan Lovin

Walker, 2009).

berpikir

(2007)

tingkat

tinggi

menyatakan

bahwa

Wilkonson

menguraikan

pembelajaran

yang

menjadikan

manfaat pembelajaran dengan me

pengalaman

dan

lingkungan

masukkan konteks, yaitu: 1) motivasi


dan

engagement

sekeliling peserta didik dalam proses

peserta

didik

pembelajaran akan sangat membantu

sebagai

hasil

peserta didik untuk meningkatkan

belajaran

minat dan pemahaman peserta didik.

didapatkan dari fenomena-fenomena

dipahaminya

yang

relevan

pem
yang

dan contoh-contoh kehidupan nyata;

menekankan pada penerapan konsep-

dan 2) pengembangan berpikir kritis

konsep dan prinsip-prinsip fisika

dan

daripada rumus-rumus apa yang akan

keterampilan

pemecahan

masalah dengan pertanyaan dipusat

digunakan.

kan di sekitar konteks yang familiar

Dengan

akan pasti lebih efektif dalam pem

contoh-contoh

belajaran (Wan & Nguyen, 2006).

tersebut, the cold physics theories

Masalah kontekstual mengan

cara

membahas

kehidupan

nyata

dapat menjadi masuk akal (sensible)

dung objek dan kejadian aktual di

dan

dunia nyata yang akrab dengan

pengalaman

peserta didik. Dalam permasalahan

Functions, limitations, dan relations

kontekstual tampak adanya motivasi

dari teori fisika dijelaskan dan

atau alasan untuk mengetahui objek

dipraktekan

atau kejadian aktual di dunia nyata

karena itu belajar fisika menjadi

yang akrab dengan peserta didik.

lebih

Sebelum

canggih (sophisticated) dan heuristic

manipulasi

dilakukan,
memutuskan

peserta
1)

matematik
didik

harus

mengidentifikasi

relevan

(relevant)
hidup

sehari-hari.

berulang

bermakna

terhadap

kali,

oleh

(meaningful),

(Buncick, Betts & Horgan dalam


Chang, 2011).

variabel-variabel spesifik yang ber

Hasil penelitian Kvam (2000)

guna untuk menjawab pertanyaan; 2)

mengindikasikan bahwa menggunak

ragam konsep dan prinsip fisika yang

an

dapat diterapkan untuk menemukan

meliputi

variabel tersebut; 3) jenis informasi

materials daripada hanya dengan

yang diperlukan; dan 4) tempat dan

mathematical concepts dan artificial

cara informasi diperolah (Srijaya,

problems

2005). Jadi terdapat konsep-konsep

memori jangka panjang dengan lebih

dan prinsip-prinsip tertentu, yang

baik (Narli, 2011).

diperlukan,

dipertimbangkan,

metode

pembelajaran
understandable

dapat

yang
real

mengembangkan

dan

Menurut Zimmerman, pem

diputuskan dalam proses pemecahan

belajaran kontekstual dapat mengem

masalah dalam hal mengorganisasi

bangkan

kan perolehan informasi yang tepat.

bahwa: 1) peserta didik diasumsikan

Jadi pemecahan masalah kontekstual

memiliki kesadaran diri dari potensi

self-regulated

learning,

yang

mereka

miliki

dan

dapat

pada kontrol aktivitas kognitif sendiri

digunakan dengan baik dalam proses

dan menggunakan seluruh sumber

self-regulating

mencapai

daya yang dimiliki individu, tugas

output pembelajaran yang optimal;

dan konteks sosial dalam rangka

dan 2) peserta didik memiliki self-

mencapai tujuan (Zimmerman, 1995;

orientation terhadap siklus umpan

Zimmerman & Martinez-Pons, 1988

balik dan refleksi selama proses

dalam

belajar terjadi (Komalasari, 2009).

Zimmerman dan Martinez (dalam

Beberapa

Wibowo, 2011) menunjukkan bahwa

untuk

literatur

menunjukkan

Mih

bahwa minat dalam fisika sangat

keterampilan

terkait dengan physics self-concept

membentuk

(Hoffman,

mandiri

2002;

Hannover

&

&

Mih,

2010).

self-regulated
peserta

dalam

didik

dapat
yang

melaksanakan

Kassels, 2002; Hannover, 1991) dan

kegiatan belajar. Pebelajar secara

physics self-efficacy (Zhu, 2007)

aktif

(dalam Semela, 2010).

informasi

Belajar merupakan pengetahu

regulasi

mengkonstruksi
dengan
diri

berbagai

melaksanakan

serta

menciptakan

an pribadi dari berbagai sumber

lingkungan yang dapat mendukung

(learning is self knowledge from

kegiatan belajarnya. Keterampilan

various resources). Hal ini muncul

self-regulated berkontribusi terhadap

dari keinginan terhadap pengetahuan

kemampuan peserta

dari diri peserta didik sendiri. Peserta

mengelola pembelajaran dan pen

didik

rencana

capaian akademiknya. Kitsantas dan

(Kobsiripat,

Zimmerman (dalam Wibowo, 2011)

akan

mereka

menentukan
sendiri

Kidrakarn & Ruangsuwan 2011).

menyatakan

Self-regulated learning definitions

self-regulated dapat memfasilitasi

have involved learners who set goals,

peserta didik dapat mengerjakan

implement

learning

tugas-tugas

evaluate,

and

plans,

pembelajaran

yang

diberikan sehingga mampu mencapai

and

sasaran akademiknya. Self-regulated

domain knowledge (Loyens et al.,

learning dapat memandu peserta

2008

didik

dalam

use

keterampilan

of

metacognition,

make

self-

bahwa

didik untuk

motivation
Francom,

2010).

Metakognisi berarti mencerminkan

untuk

belajar,

dan

jika

lingkungan belajar diorganisasikan

secara kondusif ke dalam belajar

bangan modul fisika kontekstual? 5)

mandiri

pem

Bagaimanakah

dan

penelitian, yang dapat diukur dengan

bertahan lama (durable) (Kobsiripat,

melihat perbedaan antara skor-skor

Kidrakarn & Ruangsuwan 2011).

pretest dan posttest yang dicapai

Pintrich (1999), yakin bahwa self-

peserta didik dalam pembelajaran

regulated learning mengacu pada

dengan menggunakan modul fisika

strategi yang digunakan peserta didik

kontekstual?

akan

belajaran

menciptakan

efektif

(effective)

efektifitas

produk

untuk mengatur kondisi kognitif


mereka dan mengelola sumber daya
(manage

resources),

arti

Pengembangan modul fisika

operasi dan pengendalian lingkungan

kontekstual ini menggunakan model

the

pengembangan Degeng. Langkah-

environment) (Cheng, 2011). Ke

langkah desain pembelajaran yang

semuanya bermuara pada peningkat

dikemukakan oleh Degeng (dalam

an hasil belajar peserta didik.

Tegeh & Kirna, 2010)

(operating

and

dalam

2. Metode Pengembangan

controlling

adalah se

Berdasarkan latar belakang

bagai berikut. 1) analisis tujuan dan

masalah tersebut, penelitian ini me

karakteristik bidang studi; 2) analisis

musatkan perhatian untuk menjawab

sumber belajar; 3) analisis karak

5 (lima) pertanyaan penelitian. 1)

teristik pebelajar; 4) menetapkan

Bagaimanakah

ahli

tujuan belajar dan isi pembelajaran;

terhadap draft pengembangan modul

5) menetapkan strategi pengorgani

fisika kontekstual? 2) Bagaimanakah

sasian isi pembelajaran; 6) menetap

tanggapan peserta didik dalam uji

kan

perorangan terhadap draft pengem

pembelajaran; 7) menetapkan strategi

bangan modul fisika kontekstual? 3)

pengelolaan pembelajaran; dan 8)

Bagaimanakah

pengembangan prosedur pengukuran

tanggapan

tanggapan

peserta

strategi

penyampaian

didik dalam uji kelompok kecil

hasil pembelajaran.

terhadap draft pengembangan modul

Uji

coba

produk

isi

dalam

fisika kontekstual? 4) Bagaimanakah

penelitian pengembangan ini meli

tanggapan user (pendidik) dalam uji

puti 1) rancangan uji coba; 2) subyek

lapangan terhadap draft pengem

uji coba; 3) jenis data; 4) instrumen

10

pengumpulan data; dan 5) teknik

lapangan diambil sampel dari satu

analisis data. Uji coba dilakukan

kelas peserta didik kelas X SMK N 3

dalam beberapa tahap yakni a)

Singaraja ( 30 orang peserta didik)

review oleh ahli isi dan ahli media;

dan 1 orang pendidik. Instrumen

b) review ahli desain pembelajaran;

yang digunakan untuk mengump

c) uji perorangan; d) uji kelompok

ulkan

kecil; dan 6) uji lapangan. Uji coba

pengembangan ini adalah angket dan

produk di review oleh, 1) ahli isi, ahli

tes hasil belajar. Angket digunakan

media dan ahli desain; 2) Uji coba

untuk mengumpulkan hasil review

perorangan diambil sampel 3 orang

para ahli, peserta didik perorangan,

peserta didik. Terdiri dari satu orang

peserta

peserta didik yang memiliki prestasi

pendidik

belajar tinggi, satu orang peserta

lapangan. Sedangkan tes hasil belajar

didik yang memiliki prestasi belajar

digunakan untuk mengetahui hasil

sedang, dan satu orang peserta didik

belajar peserta didik sebelum dan

yang memiliki prestasi belajar rendah

sesudah menggunakan modul fisika

pada

kontekstual pada uji lapangan.

mata

pelajaran

fisika.

data

didik
dan

dalam

penelitian

kelompok
peserta

kecil,

didik

uji

Penentuan prestasi belajar didasarkan

Dalam penelitian ini meng

pada hasil prestasi belajar fisika

gunakan dua teknik analisis data,

peserta didik pada semester ganjil; 3)

yaitu 1) teknik analisis deskriptif

Uji coba kelompok kecil

kualitatif

diambil

dan

analisis

deskriptif

dari 9 orang peserta didik. Sembilan

kuantitatif. Teknik analisis deskriptif

orang peserta didik tersebut terdiri

kualitatif digunakan untuk mengolah

atas tiga orang peserta didik yang

data hasil uji coba dari ahli isi, ahli

memiliki prestasi belajar tinggi, tiga

desain, ahli media, peserta didik

orang peserta didik yang memiliki

perseorangan, peserta didik kelom

prestasi belajar sedang, dan tiga

pok kecil peserta didik uji lapangan

orang peserta didik yang memiliki

dan pendidik, sedangkan analisis

prestasi belajar rendah. Penentuan

deskriptif

prestasi belajar didasarkan pada hasil

untuk mengolah data yang diperoleh

prestasi belajar fisika peserta didik

dari angket dalam bentuk deskriptif

pada semester ganjil; 4) Uji coba

prosentase. Rumus yang digunakan

kuantitatif

digunakan

11

untuk menghitung persentase dari


masing-masing subjek adalah se

3. Hasil Penelitian

bagai berikut.

Setelah draft modul fisika

jawaban bobot pilihan 100%


n bobot tertinggi

kontekstual

selesai

dibuat

yang

kemudian disebut draft I, uji coba


tahap pertama dilakukan review oleh

Selanjutnya

meng

ahli isi dan ahli media dengan

hitung persentase keseluruhan subjek

menggunakan instrumen angket ahli

digunakan rumus sebagai berikut.

isi dan ahli media. Ahli isi dan ahli

Persentase

untuk

F
N

media yang dilibatkan dalam me

Data yang diolah pada uji


lapangan adalah data hasil pretest
dan

posttest.

kepada

Pretest

peserta

didik

diberikan
sebelum

pembelajaran dengan modul fisika


kontekstual diberikan dan posttest
diberikan

kepada

peserta

didik

setelah pembelajaran dengan modul


fisika kontekstual selesai diberikan.
Hipotesis penelitian diuji dengan ujit (paired samples t-test) dan dibantu
dengan
lunak

menggunakan
SPSS

16.0.

adalah sebagai

perangkat

Ketentuannya

berikut:

1) jika

probabilitasnya > 0,05 maka H0


diterima, dan 2) jika probabilitasnya
< 0,05 maka H0 ditolak. Untuk
memaknai keefektifan peningkatan
hasil belajar, maka skor rata-rata
posttest akan dococokkan dengan
konversi kualifikasi hasil belajar
SMK Negeri 3 Singaraja.

review modul fisika kontekstual ini


adalah seorang dosen yang juga
merupakan guru besar pendidikan
fisika di

Universitas

Pendidikan

Ganesha Singaraja. Hasil review dari


ahli isi dan media ini menyatakan
bahwa modul fisika kontekstual yang
dikembangkan sudah sesuai. Ahli isi
memberikan

saran

agar

contoh-

contoh permasalahan realistik diper


banyak. Berdasarkan hasil uji ahli isi
dan

ahli

media

tersebut

dapat

disimpulkan bahwa modul fisika


kontekstual yang dikembangkan su
dah layak untuk digunakan namun
tidak menutup kemungkinan untuk
diadakannya evaluasi kembali. Draft
I yang sudah dirivew oleh ahli isi dan
media kemudian direvisi sehingga
menjadi draft II.
Langkah selanjutnya draft II
yang sudah direvisi diberikan kepada

12

ahli desain untuk direview dengan

cantumkan browsing-browsing inter

menggunakan instrumen ahli desain.

net. Dari data angket ahli desain

Ahli desain yang dilibatkan dalam

yang diolah didapatkan persentase

merivew modul fisika kontekstual ini

sebesar

adalah

sangat

seorang

belajaran

teknolog

Program

Universitas

pem

Pascasarjana

baik

dengan
(Lampiran

kualifikasi
2).

Ber

dasarkan hasil uji ahli desain tersebut

Ganesha

dapat disimpulkan bahwa modul

Singaraja yang saat ini menjabat

fisika kontekstual yang dikembang

sebagai Sekretaris Program Studi

kan sudah layak untuk digunakan

Teknologi

Pasca

namun tidak menutup kemungkinan

Pendidikan

untuk diadakannya evaluasi kembali.

Ganesha Singaraja. Hasil review dari

Draft II yang sudah direview oleh

ahli

ahli

sarjana

Pendidikan

90%

Pembelajaran
Universitas

desain

ini

secara

umum

memberikan komentar bahwa modul

desain

kemudian

direvisi

sehingga menjadi draft III.

fisika kontekstual ini sudah baik.

Draft III kemudian diuji coba

Ahli desain memberikan beberapa

oleh siswa perseorangan. Uji coba

saran

terhadap

perseorangan dilakukan oleh tiga

penyempurnaan modul fisika konteks

orang peserta didik kelas XII TMM

tual ini, diantaranya 1) susunan

yang memiliki kemampuan tinggi,

indikator

2)

sedang dan rendah dalam mata

konstruksi kompetensi dasar dan

pelajaran fisika. Instrumen yang

indikator hasil belajar disempurna

digunakan adalah angket uji coba

kan lagi; 3) sajian konsep/prinsip

perorangan. Dari data angket siswa

dibuat beda dengan sajian teks

perseorangan yang diolah didapatkan

lainnya; 4) rangkuman agar dibuat

persentase keseluruhan subjek se

strukturnya agar lebih menarik; 5)

besar 91% dengan kualifikasi sangat

untuk membuat hal-hal yang khusus

baik (Lampiran 3). Berdasarkan hasil

atau penekanan konsep, contoh dan

uji coba siswa perseorangan tersebut

yang lainya agar jenis huruf, warna

dapat disimpulkan bahwa modul

atau spasinya dibedakan; 6) penjelas

fisika kontekstual yang dikembang

an umum modul perlu diperjelas lagi;

kan sudah layak untuk digunakan

dan 7) daftar pustaka agar men

namun tidak menutup kemungkinan

dan

komentar

perlu

dicermati;

13

untuk diadakannya evaluasi kembali.

(Pendidik) yang diolah didapatkan

Draft III yang sudah di uji coba

persentase

perorangan kemudian direvisi se

kualifikasi baik (Lampiran 5). Uji

hingga menjadi draft IV.

coba lapangan juga dilaksanakan

sebesar

83%

dengan

Draft IV kemudian diuji coba

pada satu kelas peserta didik kelas X

oleh kelompok kecil, dalam hal ini

TKR 1 yang jumlahnya 29 orang.

kelompok kecil adalah 9 orang

Instrumen yang digunakan adalah

peserta didik kelas XII TMM dengan

angket

menggunakan

kelompok

Berdasarkan data angket uji coba

kecil. Dari data angket kelompok

lapangan (Peserta didik) yang diolah

kecil

didapatkan persentase keseluruhan

angket

yang

persentase

diolah

didapatkan

keseluruhan

subjek

sebesar 85% dengan kualifikasi baik

subjek

dan

tes

sebesar

hasil

90%

belajar.

dengan

kualifikasi sangat baik.

(Lampiran 4). Berdasarkan hasil uji

Berdasarkan tes hasil belajar

dapat

didapatkan data skor-skor pretest dan

disimpulkan bahwa modul fisika

posttest kemudian dilakukan uji-t

kontekstual

dengan

coba

kelompok

kecil

yang

dikembangkan

taraf

signifikansi

5%

sudah layak untuk digunakan namun

(=0,05). Nilai rata-rata skor pretest

tidak menutup kemungkinan untuk

didapatkan sebesar 30,21, posttest

diadakannya evaluasi kembali. Draft

sebesar 75,17, dan nilai sig=0,001.

IV

coba

Dengan demikian nilai sig 0,001<

perseorangan dan kelompok kecil

0,05, sehingga H0 ditolak dan H1

kemudian direvisi kembali. Hasil

diterima. Dengan kata lain terdapat

revisi draft IV dicetak kembali

perbedaan nilai rata-rata hasil belajar

menjadi draft V.

peserta didik setelah menggunakan

yang

sudah

diuji

Draft V kemudian diuji coba


lapangan.

Draft

diuji

coba

modul fisika kontekstual dengan


peserta didik sebelum menggunakan

lapangan oleh 1 orang pendidik

modul

fisika

kontekstual.

Ber

fisika di SMK Negeri 3 Singaraja.

dasarkan hasil uji lapangan tersebut

Instrumen yang digunakan adalah

dapat disimpulkan bahwa modul

angket uji coba lapangan (Pendidik).

fisika kontekstual yang dikembang

Dari data angket uji coba lapangan

14

kan sudah teruji kelayakan dan

terhubung ke situasi kehidupan nyata

kefektifannya.

di mana siswa cenderung mengguna


kannya. Allsopp, Kyger, & Lovin

4. Pembahasan
Berdasarkan

data

angket

dalam uji siswa perorangan, kelom


pok kecil, dan uji lapangan yang
dipaparkan diatas dapat disimpulkan
bahwa modul fisika kontekstual yang
dikembangkan ini rata-rata mendapat
respon baik dari responden. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitiannya
Gravenjer & Doorman, Hadi, Setya,
Tuan, Wubles, dan Zulkardi dalam
Syamaun, Chairawati & Zakaria
(2010), yang menunjukkan bahwa
peserta didik akan belajar lebih aktif
dan berminat dengan penggunaan
pendekatan realistik dalam proses
belajar mengajar.
Untuk menjadikan pembelajar
an fisika lebih diminati oleh peserta
didik

maka

pembelajaran

fisika

dalam kelas tidak bisa dipisahkan


dari pengalaman dan lingkungan
sehari-hari peserta didik. Lave &
Wenger berargumen bahwa tidak ada
pembelajaran

bebas

konteks

(context-free learning), pengetahuan


merupakan

situated

dan

terikat

konteks (context-bound) (Libman,


2010).
informasi

Ini

menyiratkan
yang

dipelajari

bahwa
harus

(2007)

menyatakan

belajaran

yang

bahwa

menjadikan

pem
pe

ngalaman dan lingkungan sekeliling


peserta didik dalam proses pem
belajaran akan sangat membantu
peserta didik untuk meningkatkan
minat dan pemahaman peserta didik.
Luaran uji-t dengan meng
bantuan SPSS 16.0 for

gunakan
Windows

Evaluation

Version

menunjukkan bahwa rata-rata nilai


pretest adalah 30,21 dan rata-rata
nilai posttest adalah 75,17. Nilai
probabilitasnya sebesar 0,001 < 0,05,
maka H0 ditolak. Hal ini berarti
bahwa nilai rata-rata hasil belajar
sebelum dan sesudah menggunakan
modul fisika kontekstual tidak sama.
Dengan

ungkapan

lain

dapat

dikatakan bahwa terdapat perbedaan


nilai rata-rata hasil belajar peserta
didik setelah menggunakan modul
fisika kontekstual dengan peserta
didik sebelum menggunakan modul
fisika

kontekstual.

Dilihat

dari

konversi hasil belajar di SMK Negeri


3 Singaraja, nilai rata-rata posttest
peserta didik 75,17 berada pada
kualifikasi Baik, dan berada di atas

15

nilai KKM mata pelajaran fisika

menyarankan bahwa pembelajaran

sebesar 75. Melihat nilai rerata atau

harus

mean posttest yang lebih besar dari

disetel untuk situasi kehidupan nyata

nilai rerata atau mean pretest, dapat

(Westera, 2011). Finkelstein (2001),

dikatakan

fisika

mengemukakan bahwa pembelajaran

meningkatkan

bukan kegiatan sendiri, tetapi sebuah

kontekstual

bahwa

modul

dapat

hasil belajar fisika siswa.

dikontekstualisasikan

dan

kegiatan sosial yang dipengaruhi

Hasil ini sesuai dengan hasil

oleh konteks lokal, formasi tugas,

penelitiannya Darta, Hardi Wirata,

situasi dan budaya. Konteks ini

Setiawan, Supartapa, dan Tika dalam

secara analisis tidak terpisah, tetapi

Bawayasa (2011), yang menyatakan

menyatu dalam pembelajaran peserta

bahwa pembelajaran kontekstual dan

didik.

konvensional memberikan dampak

greatly benefits students dengan

yang

signifikan

menempatkan pembelajaran mereka

terhadap hasil belajar peserta didik,

pada situasi kehidupan nyata yang

di mana pembelajaran kontekstual

relevan di mana merupakan jalan

lebih

untuk

kebanyakan dari kita untuk belajar

pencapaian hasil belajar peserta didik

lebih baik (Bransford, Brown &

dan mampu meningkatkan kualitas

Cocking, 2000 ; dan Kolb, 1984

proses dan hasil belajar peserta didik.

dalam Macaulay, Damme, & Walker,

berbeda

efektif

secara

digunakan

Premis dasar dari contextual

Pembelajaran

kontekstual

2009).

learning adalah pembelajaran tidak

Wilkonson

menguraikan

dapat terjadi dalam a vacuum, tetapi

manfaat pembelajaran dengan me

dengan

masukkan konteks, yaitu: 1) motivasi

bagaimanapun

harus

dihubungkan dengan atribut dunia

peserta

didik

dan

engagement

nyata yang masuk akal bagi peserta

sebagai

hasil

dari

dipahaminya

didik.

tersebut

pembelajaran yang relevan didapat

memungkinkan peserta didik untuk

kan dari fenomena-fenomena dan

menghubungkan

pembelajaran

contoh-contoh kehidupan nyata; dan

simbolis seperti konsep dan prinsip-

2) pengembangan berpikir kritis dan

prinsip untuk referen dunia nyata

keterampilan

mereka (Westera, 2011). Dewey

dengan pertanyaan dipusatkan di

Konteks

praktis
isi

pemecahan

masalah

16

sekitar konteks yang familiar akan

pangkal tolak pembelajaran, mem

pasti

berikan berbagai keuntungan, seperti:

lebih

efektif

dalam

pem

belajaran (Wan & Nguyen, 2006).


Raharjo

dalam

peserta didik menjadi bersikap positif

penelitiannya menunjukkan bahwa

terhadap masalah, dan peserta didik

hasil belajar kimia pada peserta didik

akan tertantang untuk memecahkan

yang mengikuti model pembelajaran

masalah dengan berbagai cara.

kontekstual

(2011)

peserta didik menjadi termotivasi,

lebih

baik

daripada

peserta didik yang mengikuti model


pembelajaran konvensional. Sujanem
et al (2009) dalam penelitiannya
menunjukan

hasil

bahwa

modul

fisika kontekstual interaktif berbasis


web relatif berhasil menurunkan
jumlah peserta didik yang mengalami
miskonsepsi. Dalam penelitiannya,
Sujanem, Suwindra & Tika juga
mengungkapkan hasil bahwa modul
fisika kontekstual interaktif berbasis
web

dapat

meningkatkan

hasil

belajar fisika peserta didik. Sri Jaya


(2005)

melalui

menunjukkan

bahwa

penelitiannya
kinerja

pe

mecahan masalah fisika peserta didik


yang belajar dengan menggunakan
masalah realistik lebih baik daripada
kinerja pemecahan masalah fisika
peserta didik yang belajar dengan
menggunakan masalah akademik.
Hasil

penelitian

Suharta

(2001) menunjukkan bahwa peng


gunaan masalah realistik sebagai

5. Kesimpulan dan Saran


Berdasarkan rumusan masa
lah, hasil analisis data dan pem
bahasan pada penelitian ini, maka
dapat

diambil

simpulan

sebagai

berikut. 1) Ahli isi dan media


pembelajaran memberikan tanggapan
bahwa modul fisika kontekstual ini
sudah

sesuai

dan

layak

untuk

digunakan dalam pembelajaran. Ahli


desain

pembelajaran

tanggapan

bahwa

memberikan
modul

fisika

kontekstual ini sangat baik dan layak


untuk digunakan dalam pembelajar
an, 2) Peserta didik dalam uji
perorangan memberikan tanggapan
bahwa modul fisika kontekstual ini
sangat baik, 3) Peserta didik dalam
uji

kelompok

kecil

tanggapan

bahwa

kontekstual

ini

memberikan
modul

baik,

4)

fisika
User

(pendidik) dalam uji lapangan mem


berikan tanggapan bahwa modul
fisika kontekstual ini baik dan layak
untuk digunakan dalam pembelajar
17

an, dan 5) Berdasarkan uji-t dengan

bagai berikut. 1) Pada penelitian ini

menggunakan bantuan SPSS 16.0 for

produk yang dihasilkan hanya berupa

Windows Evaluation Version me

bahan ajar cetak yaitu modul fisika

nunjukkan

kontekstual, maka disarankan untuk

bahwa

rata-rata

nilai

pretest adalah 30,21 dan rata-rata

pengembangan

nilai posttest adalah 75,17. Nilai

ngemas produk ini dalam bentuk

probabilitasnya sebesar 0,001 < 0,05,

bahan ajar elektronik seperti CD

maka H0 ditolak. Hal ini berarti

interaktif fisika kontekstual atau

bahwa nilai rata-rata hasil belajar

modul fisika kontekstual berbasis

sebelum dan sesudah menggunakan

blog/web. 2) Berdasarkan data yang

modul fisika kontekstual tidak sama.

didapatkan,

Dengan

dapat

sampai pada tahap pre-eksperimen

dikatakan bahwa terdapat perbedaan

dengan hasil uji-t yang signifikan,

nilai rata-rata hasil belajar peserta

maka penelitian ini dapat dilanjutkan

didik setelah menggunakan modul

dengan tahap quasi eksperimen yang

fisika kontekstual dengan peserta

melibatkan kelompok kontrol. Kelom

didik sebelum menggunakan modul

pok eksperimen diberi perlakuan

fisika

dari

pembelajaran dengan menggunakan

konversi hasil belajar di SMK Negeri

modul fisika kontekstual sedangkan

3 Singaraja, nilai rata-rata posttest

kelompok kontrol diberi perlakuan

peserta didik 75,17 berada pada

pembelajaran dengan menggunakan

kualifikasi Baik, dan berada di atas

modul fisika konvensional. Karakter

nilai KKM mata pelajaran fisika

istik modul fisika kontekstual sangat

sebesar 75. Melihat nilai rerata atau

cocok dikombinasikan dengan model

mean posttest yang lebih besar dari

kooperatif Group Investigation (GI).

nilai rerata atau mean pretest, dapat

Variabel

dikatakan

fisika

pemecahan masalah fisika, pemaham

meningkatkan

an konsep siswa atau kemampuan

ungkapan

kontekstual.

kontekstual

bahwa
dapat

lain

Dilihat

modul

hasil belajar fisika siswa.

selanjutnya

penelitian

terikatnya

ini

bisa

me

hanya

kinerja

berpikir tingkat tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian,


pembahasan dan simpulan, maka
dapat diajukan beberapa saran se

18

DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, P. B. 2004. Pengembangan
model pembelajaran ko
operatif bermodul yang
berwawasan sains tenologi
dan masyarakat (STM) dan
pengaruh implementasinya
terhadap hasil belajar
biologi siswa SMA di
Singaraja. Disertasi (Tidak
dipublikasikan). Malang:
Program Pasca Sarjana
Universitas Negeri Ma
lang.
Anderson, L. W., & Krathwohl, D.
R. 2001. A Taxonomy for
learning, teaching, and
assessing. New York:
Longman.
Arikunto,

S. 2002. Dasar-dasar
evaluasi pendidikan. Ja
karta: Bumi Aksara.

Arikunto,

S. 2003. Dasar-dasar
Evaluasi. Jakarta: Bumi
Aksara.

Atiomo, W. 2009. A constructivist


strategy for medium/large
student groups-the contex
tual learning model. The
Open Medical Education
Journal. 2. 1-9.
Bawayasa, I P. G. 2011. Pengaruh
pembelajaran kontekstual
terhadap hasil belajar
fisika peserta didik kelas X
SMA ditinjau dari moti
vasi
berpretasi.
Tesis
(Tidak
dipublikasikan).
Singaraja: Program Pasca
Sarjana Universitas Pendi
dikan Ganesha.

Candiasa, I M. 2010. Pengujian


instrumen penelitian diser
tai aplikasi iteman dan
bigsteps. Singaraja: Univer
sitas Pendidikan Ganesha.
Chang, W. 2011. Limitation and
function: Four examples of
integrating
thermodyna
mics. Asia-Pasific Forum
on Science Learning and
Teaching. 12(1). 1-8.
Cheng, E. C. K. 2011. The role of
self regulated learning in
enhancing learning perfor
mance. The International
Journal of Research and
Review. 6(1). 1-16.
Cole, M. 1996. Cultural Psycology:
A
once
and
future
discipline. Cambridge: Har
vard University Press.
Crawford, M. 2001. Teaching in
context builds understand
ding. Contextual Teaching
Exchange. 1(1). 1-2.
Depdiknas. 2008a. Panduan pe
ngembangan bahan ajar.
Dirjen Dikdasmen Direk
torat Pembinaan SMA.
Depdiknas. 2008b. Teknik pe
nyusunan modul. Dirjen
Dikdasmen
Direktorat
Pembinaan SMK.
Depdiknas. 2008c. Penyusunan la
poran hasil belajar peserta
didik.
Dirjen
Dikdas
men Direktorat Pembinaan
SMA.

19

Depdiknas. 2008d. Panduan pe


ngembangan
indikator.
Dirjen Dikdasmen Direkto
rat Pembinaan SMA.
Depdiknas. 2008e. Panduan pe
ngembangan materi pem
belajaran. Dirjen Dikdas
men Direktorat Pembinaan
SMA.
Depdiknas. 2008f. Penulisan modul.
Dirjen Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tena
ga Kependidikan.
Etuk, E. N., Etuk, G. K., Eyo, E. U.
E., & Samuel, J. 2011.
Constructivist instructional
strategy pupils achieve
ment and attitude toward
primary science. Bulgarian
Journal of Science and
Education Policy. 5(1). 3046.
Fakir, R. M., & Kumari, R. 2007.
Effective use of textbooks:
A neglected aspect of
education in Pakistan.
Journal of Education for
International Deve
lopment, 3(1), 1-12.
Finkelsteins, N. D. 2001. Context in
the context of physics and
learning.
San
Diego:
Department of Physics and
Laboratory of Compa
rative Human Cognition
University of California.
Available
at:
http://lchc.ucsd.edu/nfinkels/perc.context.
Diakses pada tanggal 15
Oktober 2011.

Francom, G. M. 2010. Teach me how


to learn: Principle for
fostering students selfdirected learning skils.
International Journal of
Self-Directed Lear
ning. 7(1). 29-39.
Garbett, D. 2011. Constructivitism
deconstructed in science
teacher education. Australi
an Journal of Teacher
Education. 36(1). 36-49.
Horsley, M., Knight, B., & Huntly,
H. 2010. The role of
textbooks and other teach
ing and learning resources
in higher education in
Australia: Change and
continuity in supporting
learning.
IARTEM
1Journal. 3(2). 43-61.
Kobsiripat, W., Kidrakarn, P., &
Ruangsuwan, C. 2011. The
development
of
self
directed learning by using
SDL e-training system.
European
Journal
of
Social Science. 21(4). 556562.
Komalasari, K. 2009. The effect of
contextual learning in civic
education on students
civic competence. Journal
of Social Science. 5(4).
261-270.
Libman, Z. 2010. Integrating real-life
data analysis in teaching
descriptive statistics: A
constructivist
approach.
Journal
of
Statistics
Educations. 18(1). 1-23.

20

Macaulay, J. O., Damme, V., &


Walker, K. Z. 2009. The
use of contextual learning
to teach biochemistry to
dietetic students. Bio
chemistry and Molekular
Biology Education. 37(3).
137-143.
Mahayukti, G. A. 2003. Pengaruh
penerapan pendekatan re
alistik terhadap penalaran
dan komunikasi mate
matika peserta didik SLTP
1
Singaraja.
Jurnal
Pendidikan
dan
Pengajaran. 75-77.
Mariawan, I. M., & Suma, K. 2009.
Pengembangan perangkat
pembelajaran fisika SMP
berotientasi
contextual
open-ended problem solv
ing. Laporan Penelitian.
Lemlit Undiksha.
Mih, C., & Mih, V. 2010.
Component
of
self
regulated learning: Impli
cation for school perform
ance.
Acta
Didactica
Napocensia. 3(1). 39-48.
Mustafa, J. 2011. Proposing a model
for intergration of social
issues in school curri
culum. International Jour
nal of Academic Research.
3(1). 925-931.
Narli, S. 2011. Is constructivist
learning environment realy
effective on learning and
long-term knowledge reten
tion in mathematics? Exam
ple of the infinity concept.
Eduational Research and
Review. 6(1). 36-49.

Nugraheni, D. 2007. Meningkatkan


minat belajar sains (IPA)
dengan menggunakan pen
dekatan kontekstual (CTL)
pada
pokok
bahasan
cahaya peserta didik kelas
V semester II sekolah
dasar negeri kedungmudu
01
semarang
tahun
pelajaran
2006/2007.
Skripsi (tidak diterbitkan).
Semarang:
Universitas
Negeri Semarang.
Oka, G. P. A. 2011. Pengembangan
bahan ajar interaktif ber
basis component display
theory (CDT) pada mata
kuliah multimedia jurusan
teknologi pendidikan FIP
Undiksha. Tesis (Tidak
dipublikasikan). Singaraja:
Program Pasca Sarjana
Universitas
Pendidikan
Ganesha.
Raharjo, S. 2011. Pengaruh model
pembelajaran kontekstual
terhadap hasil belajar
kimia ditinjau dari moti
vasi berprestasi: Studi
eksperimen pada peserta
didik kelas XI IPA SMA
Negeri 1 Kuta. Tesis
(Tidak
dipublikasikan).
Singaraja: Program Pasca
Sarjana Universitas Pen
didikan Ganesha.
Rusmono, D. 2009. Sajian materi
penulisan
modul.
Bandung: Universitas Pen
didikan Indonesia.

21

Sadiman,

A. S., Raharjo, R.,


Haryono, A., & Rahar
djito. 2005. Media pen
didikan: Pengertian, pe
ngembangan
dan
pe
manfaatannya. Jakarta: PT
RajaGra
findo Persada.

Santrock, J. W. 2008. Psikologi


pendidikan, edisi kedua.
Jakarta: Kencana.
Santyasa, I W. 2003. Pendidikan,
pembelajaran,
dan
penilaian berbasis kom
petensi. Makalah. Disaji
kan
dalam
seminar
akademik HMJ pendidikan
fisika
IKIP
Negeri
Singaraja
tanggal
27
Februari 2003.
Santyasa, I W. 2004. Pengaruh
model dan seting pem
belajaran terhadap remidi
asi miskonsepsi, pemaham
an konsep dan hasil belajar
fisika pada peserta didik
SMU. Orasi ilmiah (tidak
dipublikasikan). Pengenal
an Jabatan Pendidik Besar
Tetap dalam Disiplin Ilmu
Pendidikan Fisika Universi
tas Pendidikan Ganesha
Singaraja
tanggal
28
Agustus 2006.
Santyasa, I W. 2006. Pengakomo
dasian perubahan para
digma peserta didik dalam
pembelajaran.
Makalah
disajikan dalam pelatihan
bagi para pendidik TK,
SD, SMP, SMA, dan SMK
tanggal 12-14 januari
2009, di kecamatan Nusa

Penida kabupaten Klung


kung.
Santyasa,

I W. 2009. Metode
penelitian pengembangan
dan teori pengembangan
modul. Makalah disajikan
dalam pelatihan bagi para
pendidik TK, SD, SMP,
SMA, dan SMK tanggal
12-14 januari 2009, di
kecamatan Nusa Penida
Kabupaten Klungkung.

Santyasa, I W. 2011. Pengembangan


tes: Analisis butir dan
konsistensi
internal-nya
(bahan ajar mata kuliah
metode penelitian dan
analisis data kuan-titatif).
Singaraja:
Program
Pascasarjana Undiksha.
Seels, B. B., & Richey, R. C. 1994.
Instructional technology:
The
definition
and
domains of the field.
Washington: Association
for
Educational
and
Technology.
Semela, T. 2010. Who is joining
physics and why? Factor
influencing the choice of
physics among Ethiopin
university students. Inter
national Journal of en
vironmental & Science
Education. 5(3). 319-340.
Setiawan, I. G. A. N. 2008. Penerap
an pengajaran kontekstual
berbasis masalah untuk
meningkatkahn hasil bela
jar biologi peserta didik
kelas X2 SMA Labo
ratorium Singaraja. Jurnal
Penelitian dan Pengem

22

bangan Pendidikan. 2(1).


45-59.
Srijaya, S. P. 2005. Pengaruh tipe
masalah dalam pembelajar
an pemecahan masalah
dengan setting kelas kelom
pok kompetitif terhadap
kinerja pemecahan masa
lah fisika peserta didik
SMA Negeri 2 Singaraja
tahun pelajaran 2004/2005.
Skripsi (tidak diterbitkan).
Singaraja: IKIP Negeri
Singaraja.
Sudjana.

1996. Metoda Statika.


Bandung: Tarsito.

Suharta, I. G. P. 2001. Pendidikan


matematika realistik Indo
nesia (PMRI): Pengem
bangan dan pengimple
mentasian prototype I dan
II pada peserta didik SD di
Singaraja. Makalah disaji
kan dalam konferensi
nasional matematika XI
dan kongres HMI di UM.
2225 Juli.
Sujanem, R., Suwindra, I. N. P., &
Tika, K. 2009. Pengem
bangan
modul
fisika
kontekstual interaktif ber
basis web untuk mening
katkan pemahaman konsep
dan hasil belajar fisika
peserta didik SMA di
singaraja. Laporan pe
nelitian. Lemlit Undiksha.
Syamaun,

M., Chairawati., &


Zakaria, F. 2010. Pen
dekatan matematika realis
tik: Cara efektif meningkat
kan pemahaman logika
matematika peserta didik.

Makalah diseminarkan di
SepNas FKIP Unsyiah,
Banda Aceh, 2425 Juni
2010.
Tegeh, IM., & Kirna,IM. 2010.
Pengembangan bahan ajar
metode penelitian pengem
bangan pendidikan dengan
ADDIE model. Laporan
Penelitian. Puslit Undik
sha.
Vanderlinden, D. W. 2007. Teaching
the content and context of
science: The effect of
using historical narratives
to tech the nature of
science
and
science
content in an under
graduate
introductory
geology course. Disertasi
(Tidak
dipublikasikan).
Iowa:
Iowa
State
University.
Vesali, M., & Noori, N. 2009. The
role of context in students
styles
of
answering
physics questions. Pro
ceedings of the 2nd
International Conference
of Teaching and Learning.
Malaysia: INTI University
Colege.
Wan, N., & Nguyen, V. T. 2006.
Investigating the integrati
on of everyday phenomena
and practical work in
physics
teaching
in
Vietnamese high schools.
International
Education
Journal. 7(1). 36-50.

23

Warpala, I W. S. 2011. Pedoman


dasar pengembangan ba
han ajar cetak dan pemilih
an media pembelajaran.
Makalah disampaikan da
lam Pelatihan pengembang
an bahan ajar bagi
pendidik-pendidik
SD,
SMP, SMA dan SMK se
Propinsi Bali, pada tanggal
9 13 Mei 2011.
Warsita, B. 2011. Teknologi pem
belajaran: Landasan dan
aplikasinya. Jakarta: Ri
neka Cipta.
Webmaster, M. 2003. On-line diction
ary. Avaliable at: http://
www.webmaster-.com/.
Diakses pada tanggal 12
November 2011.
Westera, W. 2011. On the changing
nature of learning context:

Anticipating the virtual


extensions of the world.
Educational Technology &
Society. 14(2). 201-212.
Wibowo, I G. A. W. 2011. Ke
terampilan self-regulated
peserta didik dalam pem
belajaran
fisika
dan
kaitannya dengan prestasi
belajar: Studi kasus di
kelas XI IA 5 SMA Negeri
1 Semarapura. Tesis (Ti
dak dipublikasikan). Singa
raja: Program Pasca Sar
jana Universitas Pendidi
kan Ganesha.
Wren,

J., & Wren, B. 2009.


Enhancing learning by
integrating theory and
practice.
International
Journal of Teaching and
Learning
in
Higher
Education. 21(2). 258-265.

24

Anda mungkin juga menyukai