Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Definisi Konjungtivitis
Konjungtivitis adalah radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang

menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dibedakan ke dalam bentuk
akut dan kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri seperti konjungtivitis
gonokok, konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh virus, klamidia, alergi toksik, dan
molluscum contagiosum.4
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai mata merah (pink eye), yaitu adanya
inflamasi pada konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang
menutupi bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak
mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah
dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis
konjungtivitis dapat hilang sendiri, tetapi ada juga yang memerlukan pengobatan.4
Konjungtivitis merupakan penyakit mata yang paling umum di dunia.
Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai
konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental. Penyebab penyakit ini
umumnya eksogen, tetapi bisa endogen.3

Universitas Sumatera Utara

2.2.

Anatomi Mata3

2.1.1. Kelopak Mata


Kelopak

atau

pelpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta

mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea.
Kelopak mata merupakan alat penutup mata yang berguna untuk melindungi bola
mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak mata
mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedangkan di bagian belakang
ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan penutupan
kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga terjadi keratitis et
lagoftalmos.
2.2.2. Sistem Lakrimal
Sistem lakrimal atau sistem sekresi air mata terletak di daerah temporal bola
mata. Film air mata sangat berguna untuk kesehatan mata, air mata akan masuk ke
dalam sakus lakrimal melalui pungtum lakrimal. Bila pungtum lakrimal tidak
menyinggung bola mata, maka air mata akan keluar melalui margo pelpebra yang
disebut epifora. Epifora juga akan terjadi akibat pengeluaran air mata yang berlebihan
dari kelenjar lakrimal.
2.2.3. Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebraris) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan
kulit pada tepi pelpebra (suatu sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di
limbus.

Universitas Sumatera Utara

Konjungtiva pelpebraris melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat
ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada
forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi
konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di
fronices dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola
mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Duktus-duktus
kelenjar lakrimal bermuara ke forniks temporal superior. Konjungtiva bulbaris
melekat longgar pada kapsul tenon dan sklera di bawahnya, kecuali di limbus (tempat
kapsul tenon dan konjungtiva menyatu sepanjang 3 mm).

Gambar 2.1. Anatomi Konjungtiva

Universitas Sumatera Utara

2.2.4. Bola Mata


Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di
bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat
bentuk dengan dua kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapis
jaringan, yaitu sklera, uvea dan retina.
2.2.5. Kornea
Kornea adalah selaput bening mata yang tembus cahaya. Tebal kornea ratarata orang dewasa adalah 0,65 mm di bagian perifer, dan 0,54 mm di bagian tengah.
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan merupakan tempat masuknya
cahaya ke dalam bola mata menuju ke retina. Sumber nutrisi kornea adalah
pembuluh-pembuluh darah di limbus, cairan mata dan air mata. Kornea terdiri dari
lima lapisan, yaitu epitel, membran bowman, stroma, membran descement dan
endotel.
2.2.6. Sklera
Sklera adalah selaput mata yang berwarna putih dan berfungsi sebagai
pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera mempunyai kekakuan tertentu dan
tebal 1 mm. Permukaan luar sklera diselubungi oleh lapisan tipis dari jaringan yang
elastis dan halus, yaitu episklera, yang banyak mengandung pembuluh darah
sedangkan pada permukaan sklera bagian dalam terdapat lapisan pigmen berwarna
coklat, yaitu lamina fuska, yang membatasi sklera dengan koroit.

Universitas Sumatera Utara

2.2.7. Uvea
Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata, yang terdiri dari 3 bagian,
yaitu:
a. Iris mempunyai permukaan yang relatif datar dengan celah yang berbentuk bulat di
tengahnya, yang disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan untuk mengatur
banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola mata secara otomatis dengan
mengecilkan dan melebarkan pupil. Pupil dapat mengecil akibat suasana cahaya
yang terang dan melebar akibat suasana cahaya yang redup atau gelap.
b. Badan siliar terdiri dari dua bagian yaitu korona siliar yang berkerut-kerut dengan
tebal 2 mm dan pars plana yang lebih halus dan rata dengan tebal 4 mm.
c. Koroid berisi pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah yang sangat besar, yang
berfungsi untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang terletak
dibawahnya.
2.2.8. Lensa
Terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti
cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi (terfokusnya
objek dekat pada retina) dengan tebal 4 mmdan diameter 9 mm.
2.2.9. Badan Kaca
Badan

kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak

antara lensa dan retina. Badan kaca terdiri dari 99% air dan 1% terdiri dari 2
komponen yaitu kolagen dan asam hialuron. Fungsi badan kaca adalah
mempertahankan bola mata tetap bulat dan meneruskan sinar dari lensa ke retina.

Universitas Sumatera Utara

2.2.10. Retina
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsang dari cahaya. Retina dialiri darah dari 2 sumber, yaitu lapisan
koriokapiler yang mengaliri darah pada 2/3 bagian luar retina, sedangkan 2/3 bagian
dalam retina dialiri darah dari cabang-cabang arteri retina sentral. Sel-sel pada lapisan
retina yang paling luar berhubungan langsung dengan cahaya. Sel-sel tersebut dalah
sel-sel kerucut (cone) dan batang (rod). Sel kerucut (cone) berfungsi untuk
penglihatan terang, warna dan penglihatan sentral. Sedangkan sel batang (rod)
berfungsi untuk penglihatan dalam keadaan redup atau gelap.

2.3.

Klasifikasi Konjungtivitis
Konjungtivitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

2.3.1. Konjungtivitis Bakteri


Suatu jenis konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri yaitu infeksi bakteri
Gonokok,

Meningokok,

Staphylococcus

aureus,

Streptococcus

pneumoniae,

Hemophilis influenzae, dan Escherichia coli.4 Terdapat dua bentuk konjungtivitis


bakteri yaitu akut (termasuk hiperakut dan subakut) dan kronik. Konjungtivitis
bakteri akut biasanya jinak dan dapat sembuh sendiri, berlangsung kurang dari 14
hari. Sebaliknya, konjungtivitis hiperakut (purulen) yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae atau Neisseria meningitidis yang dapat menimbulkan komplikasi mata
berat bila tidak diobati sejak dini. Konjungtivitis kronik biasanya sekunder terhadap
penyakit pelpebra atau obstruksi ductus nasolacrimalis.3

Universitas Sumatera Utara

Konjungtivitis bakteri hiperakut disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae,


Neisseria kochii, dan Neisseria meningitidis, ditandai oleh eksudat purulen yang
banyak. Konjungtivitis gonore merupakan radang konjungtiva akut dan hebat yang
disertai dengan sekret purulen. Gonokok merupakan kuman yang sangat patogen,
virulen dan sangat bersifat invasif sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat
berat. Penyakit kelamin yang disebabkan oleh gonore merupakan penyakit yang
tersebar luas di seluruh dunia secara endemik. Pada neonatus, infeksi konjungtiva
terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang pada bayi, penyakit ini
ditularkan oleh ibu yang sedang menderita penyakit tersebut.3
2.3.2. Konjungtivitis Kataralis Epidemika
Konjungtivitis kataralis epidemika biasa disebut juga konjungtivitis
mukopurulenta yaitu adanya inflamasi pada konjungtiva atau peradangan pada
konjungtiva. Selaput bening yang menutupi bagian berwarna putih pada mata dan
permukaan bagian dalam kelopak mata. Konjungtivitis kataralis epidemika dapat
ditandai dengan mata berwarna sangat merah dan menyebar begitu cepat dan
biasanya menyebabkan mata sering berair, gatal dan banyak kotoran mata. Penyebab
paling umum adalah Streptococcus pneumoniae pada iklim sedang dan Haemophilus
aegyptius pada iklim tropis.3
Gambaran klinis adalah injeksi konjungtiva dan hipereni konjungtiva tarsal,
tanpa folikel, tanpa cobble-stone dan tanpa flikten. Pada konjungtivitis kataralis
epidemika

berbentuk

sekret

serus,

mukus

atau

mukopurulen,

tergantung

penyebabnya. Konjungtivitis kataralis epidemika dapat menyertai blefaritis atau


obstruksi duktus nasolakrimal. Gejala-gejala umum konjungtivitis ini dapat disertai

Universitas Sumatera Utara

maserasi lateral maupun medial. Radang konjungtiva demikian juga disebut sebagai
konjungtivitis angular. Beberapa jenis konjungtivitis dapat disertai kelainan pada
kornea, biasanya berupa keratitis pungtata superfisial. Konjungtivitis kataralis
epidemika dapat bersifat akut atau kronik, tergantung penyebabnya.
2.3.3. Konjungtivitis Virus3
Konjungtivitis virus atau viral adalah suatu penyakit umum yang dapat
disebabkan oleh berbagai jenis virus. Keadaan ini berkisar antara penyakit berat yang
dapat menimbulkan cacat, sampai infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat
berlangsung lebih lama dari pada konjungtivitis bakteri. Konjungtivitis ini terutama
disebabkan oleh adenovirus dan herpes simplex virus adalah virus yang paling
membahayakan. Selain itu penyakit ini juga disebabkan oleh virus varicella zoster,
piconavirus (enterovirus 70, coxsackie A24), poxvirus, dan immunodeficiency virus.15
a. Keratokonjungtivitis Epidemika
Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan adenovirus 8, 19, 29, dan 37
(subgrup D adenovirus manusia). Awalnya sering pada satu mata saja, dan biasanya
mata pertama lebih parah. Keratokonjungtivitis epidemika pada orang dewasa
terbatas di bagian luar mata, tetapi pada anak-anak mungkin terdapat gejala-gejala
sistemik infeksi virus, seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.
b. Konjungtivitis Hemoragika Akut
Konjungtivitis ini disebabkan oleh enterovirus tipe 70 dan coxsackievirus
A24.3 Konjungtivitis hemoragika akut merupakan konjungtivitis disertai timbulnya
perdarahan konjungtiva.4 Perdarahan konjungtiva umumnya difus, tetapi awalnya

Universitas Sumatera Utara

dapat berupa bintik-bintik, mulai dari konjungtiva bulbaris superior dan menyebar ke
bawah.

2.3.4. Trachoma
Trachoma disebabkan oleh Chlamydia trachomatis, pada mulanya suatu
konjungtivitis folikular kronik pada masa kanak-kanak yang berkembang hingga
terbentuknya parut konjungtiva. Pada kasus berat, pembalikan bulu mata ke dalam
terjadi pada masa dewasa muda sebagai akibat parut konjungtiva yang berat. Abrasi
terus menerus oleh bulu mata yang membalik dan defek film air mata menyebabkan
parut kornea, umumnya setelah usia 30 tahun.
2.3.5. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paling sering, dan
disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistim
imun.16 Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva
adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1.17
a. Konjungtivitis Vernal
Konjungtivitis vernal adalah konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas tipe
1 yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Pada mata ditemukan papil besar
dengan permukaan rata pada konjungtiva tarsal, dengan rasa gatal berat, sekret gelatin
yang berisi eosinofil atau granula eosinofil. Pada kornea terdapat keratitis,
neovaskularisasi, dan tukak indolen. Pada tipe limbal terlihat benjolan di daerah
limbus, dengan bercak Horner Trantas yang berwarna keputihan yang terdapat di
dalam benjolan. Konjungtivitis vernalis dikenal juga sebagai konjungtivitis

Universitas Sumatera Utara

musiman atau konjungtivits musim kemarau, yang merupakan penyakit bilateral


yang disebabkan oleh alergi, biasanya berlangsung dalam tahun-tahun prapubertas
dan berlangsung 5-10 tahun. 4
b. Konjungtivitis Flikten
Konjungtivitis flikten merupakan nodular yang disebabkan alergi terhadap
bakteri atau antigen tertentu. Konjungtivitis flikten disebabkan oleh karena alergi
akibat reaksi hipersensitivitas tipe IV terhadap tuberkuloprotein, stafilokok,
limfogranuloma venerea, leismaniasis, infeksi parasit, dan infeksi di tempat lain
dalam tubuh.4
c. Konjungtivitis Atopik
Konjungtivitis atopik merupakan reaksi alergi selaput lendir mata atau
konjungtiva terhadap polen, disertai dengan demam. Memberikan tanda dengan
mata berair, bengkak, belek berisi eosinofil.4
2.3.6. Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan
merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak
putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistim imun
terganggu. Selain Candida Sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh Sporothrix
schenkii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun jarang.3
2.3.7. Konjungtivitis Kimia atau Iritatif
Konjungtivitis kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh pemajanan
substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansi-substansi iritan yang
masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis, seperti asam,

Universitas Sumatera Utara

alkali, asap dan angin, dapat menimbulkan gejala-gejala berupa nyeri, pelebaran
pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Selain itu penyakit ini dapat juga
disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka panjang seperti dipivefrin, miotik,
neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan pengawet yang toksik atau menimbulkan
iritasi.3
2.3.8. Konjungtivitis Bleeding (Perdarahan subkonjungtiva)4
Perdarahan subkonjunctiva adalah perdarahan akibat rupturnya pembuluh
darah dibawah lapisan konjungtiva. Hematom Subkonjungtiva dapat terjadi pada
keadaan dimana pembuluh darah rapuh (umur, hipertensi, arteriosklerosis,
konjungtivitis hemoragic, anemia, pemakaian antikoagulan dan batuk rejan).
Perdarahan subkonjungtiva dapat juga terjadi akibat trauma langsung maupun tidak
langsung, yang kadangkadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi.
Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi karena trauma mayor, minor, atau
sebab yang tidak dapat dideteksi yang terjadi pada mata bagian depan. Secara klinis,
perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar, berwarna merah,
di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga menyebabkan kemotik
kantung darah yang berat dan menonjol di atas tepi kelopak mata. Hal ini akan
berlangsung lebih dari 2 sampai 3 minggu.
Konjungtiva mengandung banyak pembuluh darah kecil dan rapuh yang
mudah pecah atau rusak. Ketika hal ini terjadi, darah bocor ke dalam ruang antara
konjungtiva dan sklera. Perdarahan subkonjungtiva merupakan akibat dari rupturnya
pembuluh darah konjungtivalis atau episklera. Namun kadang tidak dapat ditemukan
penyebabnya (perdarahan subkonjungtiva idiopatik). Manuver Valsava sebelumnya

Universitas Sumatera Utara

(misalnya, batuk, tegang, muntah-muntah, mengejan) juga bisa menjadi penyebab


perdarahan subkonjungtiva. Penyebab lain meliputi hipertensi dan gangguan fungsi
koagulasi, misalnya karena obat antikoagulan atau penyakit leukemia.
Selain itu, infeksi umum yang berhubungan dengan demam, defisiensi
vitamin C (scurvy), trauma mata tumpul atau tajam, benda asing, pembedahan pada
mata, dan konjungtivitis juga dapat menjadi satu kemungkinan penyebabnya.
Berbagai macam obat-obatan seperti obat antiinflamasi nonsteroid, aspirin,
kontrasepsi, vitamin A dan D juga berhubungan dengan terjadinya perdarahan
subkonjungtiva.

2.4.

Patogenesis4
Konjungtiva berhubungan dengan dunia luar kemungkinan konjungtiva

terinfeksi dengan mikroorganisme sangat besar. Pertahanan konjungtiva terutama


oleh karena adanya film air mata. Pada permukaan konjungtiva yang berfungsi
melarutkan kotoran dan bahan-bahan yang toksik kemudian mengalir melaluui
saluran lakrinal ke meatus nasi inferior. Film air mata mengandung beta lysine,
lysozyne, IgA, IgG yang berfungsi menghambat pertumbuhan kuman. Apabila ada
kuman patogen yang dapat menembus pertahanan tersebut sehingga terjadi infeksi
konjungtiva yang disebut konjungtivitis.
Mikroorganisme (virus, bakteri, jamur), bahan alergen, iritasi menyebabkan
kelopak mata terinfeksi sehingga kelopak mata tidak dapat menutup dan membuka
sempurna, maka mata menjadi kering sehingga terjadi iritasi yang menyebabkan
konjungtivitis. Pelebaran pembuluh darah disebabkan karena adanya peradangan

Universitas Sumatera Utara

yang ditandai dengan konjungtiva dan sklera yang merah, edema, rasa nyeri, dan
adanya sekret mukopurulen.
Akibat jangka panjang dari konjungtivitis yang dapat bersifat kronis yaitu
mikroorganisme, bahan alergen, dan iritatif menginfeksi kelenjar air mata sehingga
fungsi sekresi juga terganggu menyebabkan hipersekresi. Pada konjungtivitis
ditemukan lakrimasi, apabila pengeluaran cairan berlebihan akan mengakibatkan
tekanan intra okuler yang lama kelamaan menyebabkan saluran air mata tersumbat.
Aliran air mata yang terganggu akan menyebabkan iskemia saraf optik dan terjadi
ulkus kornea yang dapat menyebabkan kebutaan.

2.5.

Gejala Klinis3
Gejala klinis konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu sensasi tergores

atau terbakar, sensasi penuh di sekeliling mata, gatal, dan fotofobia. Sensasi benda
asing,

sensasi tergores dan

terbakar

sering dihubungkan dengan edema dan

hipertrofi papila yang biasanya menyertai hiperemia konjungtiva. Jika ada rasa sakit
berarti kornea juga terkena.

Universitas Sumatera Utara

2.6.

Epidemiologi Konjungtivitis

2.6.1. Distribusi dan Frekuensi


a. Orang
Konjungtivitis klamidia berupa trachoma dapat mengenai segala umur tetapi
lebih banyak pada anak-anak dan dewasa. Ras yang banyak menderita trachoma
adalah Ras Yahudi, penduduk asli Australia (Australian Aborigin) dan Indian
Amerika.18 Sebuah studi yang dilakukan di 3024 sekolah dasar anak-anak di wilayah
Ankara Turki (1997) menemukan bahwa 4,6% anak memiliki alergi konjungtivitis.19
Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat (2009) diperoleh 23% kasus
konjungtivitis bakteri terjadi pada rentang usia 0-2 tahun, 28% terjadi pada rentang 39 tahun, 13% terjadi pada rentang 10-19 tahun dengan sisa 36% kasus terjadi pada
orang dewasa.5 Penelitian yang dilakukan Baig. R, dkk (2010) di Pakistan terhadap
anak sekolah berusia 5-19 tahun, yang berjumlah 818 anak diperoleh prevalensi
konjungtivitis alergi 19,2 %. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa jumlah
penderita konjungtivitis alergi lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan anak
perempuan.19
Berdasarkan

Bank

Data

Kesehatan

Indonesia

(2004),

total

kasus

konjungtivitis dan gangguan lain konjungtivitis yaitu 2.106 kasus.11 Berdasarkan


Kementerian Kesehatan RI (2009), total kasus konjungtivitis dan gangguan lain
konjungtiva yaitu 99.195 kasus.12 Penelitian yang dilakukan oleh Dhika Alloyna
tahun 2009 sampai 2010 di RSUP H. Adam Malik Medan diperoleh 285 penderita
konjungtivitis yang terdiri dari perempuan sebanyak 154 orang dan laki-laki sebanyak
131 orang.14

Universitas Sumatera Utara

b. Tempat dan Waktu


Mongolia (2005), survei berbasis populasi mengungkapkan hubungan yang
mencolok antara prevalensi konjungtivitis alergi dan tingkat/derajat urbanisasi.
Prevalensinya adalah 9,3% di pedesaan, 12,9% di pusat desa dan 18,4% di kota.19
Konjungtivitis alergi berupa konjungtivitis vernal cenderung musiman, dengan gejala
meningkat di musim semi dan menurun di musim gugur.20 Konjungtivitis flikten
lebih sering ditemukan pada anak-anak didaerah padat penduduk.4 Secara geografis,
trachoma adalah yang paling umum di daerah yang kering, panas, dan berdebu.
Kejadian trachoma tinggi di negara-negara miskin dan berkembang seperti India
bagian utara, Afrika Utara dan Afrika Barat.21
Penelitian yang dilakukan Rizki Arrizal pada Juni 2009 sampai April 2010 di
RS.PKU Muhammadiyah Yogyakarta diperoleh penderita konjungtivitis sebanyak
102 orang. Dari penelitian ini didapatkan jumlah penderita konjungtivitis pada musim
kemarau sebanyak 47 orang dan penderita konjungtivitis pada musim hujan sebanyak
55 orang.12
2.6.2. Determinan
a. Umur
Konjungtivitis biasanya menyerang bayi, anak-anak dan orang dewasa.4
Keratokonjungtivitis epidemika pada orang dewasa terbatas di bagian luar mata,
tetapi pada anak-anak mungkin terdapat gejala-gejala sistemik infeksi virus, seperti
demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.3 Infeksi bakteri merupakan
penyebab dari 50% kasus konjungtivitis pada anak-anak dan 5% pada orang
dewasa.22 Penelitian yang dilakukan oleh Dhika Alloyna tahun 2009 sampai 2010 di

Universitas Sumatera Utara

RSUP H. Adam Malik Medan diperoleh 285 penderita konjungtivitis yang terdiri dari
kelompok usia < 1 tahun (4,2%), kelompok usia 31-40 tahun (22,1%).14
b. Infeksi Saluran Nafas
Konjungtivitis flikten masih banyak terdapat dan paling sering dihubungkan
dengan penyakit tuberkulosis paru. Penderita lebih banyak anak-anak, pada orang
dewasa juga dapat dijumpai tetapi lebih jarang. Meskipun sering dihubungkan dengan
penyakit tuberkulosis paru, tetapi tidak jarang penyakit paru-paru tersebut tidak
dijumpai pada penderita konjungtivitis flikten.23
Organisme penyebab konjungtivitis dapat berupa bakteri, jamur, virus, dan
klamidia.

Patogen

umum

yang

dapat

menyebabkan

konjungtivitis

adalah

Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus,


Neisseria meningitidis, sebagian besar strain adenovirus manusia, virus herpes
simpleks tipe 1 dan tipe 2, dan dua picornavirus. Dua agen yang ditularkan secara
seksual dan dapat menimbulkan konjungtivitis adalah Chlamydia trachomatis dan
Neisseria gonorrhoeae.
Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan
faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu. Beberapa mekanisme melindungi
permukaan mata dari substansi luar. Pada film air mata, komponen akueosa
mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap debris, dan aktivitas pompa
pelpebra membilas air mata ke duktus air mata secara konstan. Air mata mengandung
substansi antimikroba, termasuk lisozim dan antibodi (IgG dan IgA).
Lingkungan berkaitan erat dengan kejadian konjungtivitis, yaitu lingkungan
dengan hygiene sanitasi yang buruk. Konjungtivitis dapat menyebar dengan cepat jika

Universitas Sumatera Utara

pada suatu lingkungan terdapat penderita konjungtivitis yang memiliki kontak erat
dengan orang-orang disekitarnya. Tetapi hal ini berkaitan dengan keadaan atau
kebersihan lingkungan tersebut yang menjadi faktor risiko penyebaran yang lebih
cepat.
c. Alergi
Konjungtivitis alergi biasanya ada riwayat alergi (hay fever, asma, atau eksim)
pada pasien atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopik
sejak bayi. Parut pada lipatan fleksura, lipat siku, pergelangan tangan dan lutut sering
ditemukan. Seperti dermatitisnya, konjungtivitis alergi berlangsung berlarut-larut dan
sering mengalami eksaserbasi dan remisi.3

2.7.

Komplikasi Konjungtivitis 3
Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis stafilokok, kecuali

pada pasien sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva dapat
mengikuti konjungtivitis pseudomembranosa dan membranosa, dan pada kasus
tertentu diikuti oleh ulserasi kornea dan perforasi. Ulkus kornea dapat terjadi pada
infeksi N gonorrhoeae, N kochii, N meningitidis, H aegyptius, S aureus, dan M
catarrhalis. Jika produk toksik N gonorrhoeae berdifusi melalui kornea masuk ke
bilik mata depan, dapat timbul iritis toksik.
Parut di konjungtiva adalah komplikasi yang sering terjadi pada trachoma dan
dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus kelenjar
lakrimal. Hal ini mengurangi komponen akueosa dalam film air mata prakornea
secara drastis, dan komponen mukosanya mungkin berkurang karena hilangnya

Universitas Sumatera Utara

sebagian sel goblet. Luka parut itu juga mengubah bentuk palpebra superior berupa
membaliknya bulu mata ke dalam (trikiasis) atau seluruh tepian pelpebra (entropion)
sehingga bulu mata terus-menerus menggesek kornea, infeksi bakterial kornea, dan
parut kornea.

2.8.

Pencegahan Konjungtivitis

2.8.1. Pencegahan Primer


Pencegahan tingkat pertama merupakan upaya untuk mempertahankan orang
yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak sakit.25
Pencegahan primer konjungtivitis dapat dilakukan dengan cara meningkatkan daya
tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi, meningkatkan hygiene
perorangan dan sanitasi lingkungan, rajin membersihkan mata, dan menggunakan
pelindung mata saat bekerja.26
2.8.2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk membantu orang yang telah
sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindarkan komplikasi,
dan mengurangi ketidakmampuan.25 Pencegahan ini dapat dilakukan dengan:
a. Diagnosis
a.1. Konjungtivitis bakteri
Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena penyakit ini
berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien yang lebih tua. Pada
pasien yang aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit menular seksual dan
riwayat penyakit pada pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya

Universitas Sumatera Utara

penyakit, riwayat penyakit yang sama sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obatobatan, penggunaan obat-obat kemoterapi, riwayat pekerjaan yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap obat-obatan, dan
riwayat penggunaan lensa kontak.6
a.2. Konjungtivitis virus
Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung etiologinya, karena
itu

diagnosisnya

pada

gejala-gejala

yang

membedakan

tipe-tipe

menurut

penyebabnya. Dibutuhkan informasi mengenai durasi dan gejala-gejala sistemik


maupun ocular, keparahan dan frekuensi gejala, faktor-faktor risiko dan keadaan
lingkungan sekitar untuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus.
a.3. Konjungtivitis alergi
Diperkirakan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta
observasi pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi. Gejala
yang paling penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal pada mata,
yang disertai mata berair, kemerahan dan fotofobia.27
b. Pengobatan3
Pengobatan spesifik tergantung dari identifikasi penyebabnya. Konjungtivitis
yang disebabkan bakteri dapat diobati dengan sulfonamide (sulfacetamide 15 %) atau
antibiotika (gentamycine 0,3 % dan chlorampenicol 0,5%). Pengobatan diberikan
sebelum pemeriksaan mikroorganisme dengan antibiotik tunggal seperti neosporin,
basitrasin, gentamisin, kloramfenicol, tobramicin, dan sulfa. Bila pengobatan tidak
memberikan hasil dengan antibiotik setelah 3-5 hari maka pengobatan dihentikan dan
ditunggu hasil pemeriksaan mikroorganisme.

Universitas Sumatera Utara

Konjungtivitis karena jamur sangat jarang terjadi sedangkan konjungtivitis


karena virus , pengobatannya hanya suportif karena dapat sembuh sendiri. Diberikan
kompres, astringen, lubrikasi, pada kasus yang berat dapat diberikan antibiotik
dengan steroid topikal. Pengobatan biasanya simtomatik dan antibiotik untuk
mencegah infeksi sekunder.
Konjungtivitis karena alergi pengobatannya terutama dengan menghindarkan
penyebab pencetus penyakit dan memberikan astringen, sodium kromolin, steroid
topikal dosis rendah yang kemudian dikompres dingin untuk menghilangkan
edemanya. Pada kasus yang berat dapat diberikan antihistamin dan steroid sistemik.
Pengobatan trachoma dengan tetrasiklin salep mata, 2-4 kali sehari, 3-4
minggu, sulfonamid diberikan bila ada penyulit.
2.8.3. Pencegahan Tersier26
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan penderita
konjungtivitis yaitu dengan menggunakan alat bantu penglihatan berupa kaca mata,
sehingga penderita konjuntivitis dapat melihat dengan jelas.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai