TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Definisi Konjungtivitis
Konjungtivitis adalah radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang
menutupi belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis dibedakan ke dalam bentuk
akut dan kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri seperti konjungtivitis
gonokok, konjungtivitis juga dapat disebabkan oleh virus, klamidia, alergi toksik, dan
molluscum contagiosum.4
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai mata merah (pink eye), yaitu adanya
inflamasi pada konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang
menutupi bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak
mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna sangat merah
dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata rusak. Beberapa jenis
konjungtivitis dapat hilang sendiri, tetapi ada juga yang memerlukan pengobatan.4
Konjungtivitis merupakan penyakit mata yang paling umum di dunia.
Penyakit ini bervariasi mulai dari hiperemia ringan dengan mata berair sampai
konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental. Penyebab penyakit ini
umumnya eksogen, tetapi bisa endogen.3
2.2.
Anatomi Mata3
atau
mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea.
Kelopak mata merupakan alat penutup mata yang berguna untuk melindungi bola
mata terhadap trauma, trauma sinar dan pengeringan bola mata. Kelopak mata
mempunyai lapis kulit yang tipis pada bagian depan sedangkan di bagian belakang
ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan penutupan
kelopak akan mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga terjadi keratitis et
lagoftalmos.
2.2.2. Sistem Lakrimal
Sistem lakrimal atau sistem sekresi air mata terletak di daerah temporal bola
mata. Film air mata sangat berguna untuk kesehatan mata, air mata akan masuk ke
dalam sakus lakrimal melalui pungtum lakrimal. Bila pungtum lakrimal tidak
menyinggung bola mata, maka air mata akan keluar melalui margo pelpebra yang
disebut epifora. Epifora juga akan terjadi akibat pengeluaran air mata yang berlebihan
dari kelenjar lakrimal.
2.2.3. Konjungtiva
Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebraris) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan
kulit pada tepi pelpebra (suatu sambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di
limbus.
Konjungtiva pelpebraris melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat
ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada
forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi
konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di
fronices dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola
mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Duktus-duktus
kelenjar lakrimal bermuara ke forniks temporal superior. Konjungtiva bulbaris
melekat longgar pada kapsul tenon dan sklera di bawahnya, kecuali di limbus (tempat
kapsul tenon dan konjungtiva menyatu sepanjang 3 mm).
2.2.7. Uvea
Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata, yang terdiri dari 3 bagian,
yaitu:
a. Iris mempunyai permukaan yang relatif datar dengan celah yang berbentuk bulat di
tengahnya, yang disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan untuk mengatur
banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola mata secara otomatis dengan
mengecilkan dan melebarkan pupil. Pupil dapat mengecil akibat suasana cahaya
yang terang dan melebar akibat suasana cahaya yang redup atau gelap.
b. Badan siliar terdiri dari dua bagian yaitu korona siliar yang berkerut-kerut dengan
tebal 2 mm dan pars plana yang lebih halus dan rata dengan tebal 4 mm.
c. Koroid berisi pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah yang sangat besar, yang
berfungsi untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang terletak
dibawahnya.
2.2.8. Lensa
Terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti
cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi (terfokusnya
objek dekat pada retina) dengan tebal 4 mmdan diameter 9 mm.
2.2.9. Badan Kaca
Badan
antara lensa dan retina. Badan kaca terdiri dari 99% air dan 1% terdiri dari 2
komponen yaitu kolagen dan asam hialuron. Fungsi badan kaca adalah
mempertahankan bola mata tetap bulat dan meneruskan sinar dari lensa ke retina.
2.2.10. Retina
Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsang dari cahaya. Retina dialiri darah dari 2 sumber, yaitu lapisan
koriokapiler yang mengaliri darah pada 2/3 bagian luar retina, sedangkan 2/3 bagian
dalam retina dialiri darah dari cabang-cabang arteri retina sentral. Sel-sel pada lapisan
retina yang paling luar berhubungan langsung dengan cahaya. Sel-sel tersebut dalah
sel-sel kerucut (cone) dan batang (rod). Sel kerucut (cone) berfungsi untuk
penglihatan terang, warna dan penglihatan sentral. Sedangkan sel batang (rod)
berfungsi untuk penglihatan dalam keadaan redup atau gelap.
2.3.
Klasifikasi Konjungtivitis
Konjungtivitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Meningokok,
Staphylococcus
aureus,
Streptococcus
pneumoniae,
berbentuk
sekret
serus,
mukus
atau
mukopurulen,
tergantung
maserasi lateral maupun medial. Radang konjungtiva demikian juga disebut sebagai
konjungtivitis angular. Beberapa jenis konjungtivitis dapat disertai kelainan pada
kornea, biasanya berupa keratitis pungtata superfisial. Konjungtivitis kataralis
epidemika dapat bersifat akut atau kronik, tergantung penyebabnya.
2.3.3. Konjungtivitis Virus3
Konjungtivitis virus atau viral adalah suatu penyakit umum yang dapat
disebabkan oleh berbagai jenis virus. Keadaan ini berkisar antara penyakit berat yang
dapat menimbulkan cacat, sampai infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat
berlangsung lebih lama dari pada konjungtivitis bakteri. Konjungtivitis ini terutama
disebabkan oleh adenovirus dan herpes simplex virus adalah virus yang paling
membahayakan. Selain itu penyakit ini juga disebabkan oleh virus varicella zoster,
piconavirus (enterovirus 70, coxsackie A24), poxvirus, dan immunodeficiency virus.15
a. Keratokonjungtivitis Epidemika
Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan adenovirus 8, 19, 29, dan 37
(subgrup D adenovirus manusia). Awalnya sering pada satu mata saja, dan biasanya
mata pertama lebih parah. Keratokonjungtivitis epidemika pada orang dewasa
terbatas di bagian luar mata, tetapi pada anak-anak mungkin terdapat gejala-gejala
sistemik infeksi virus, seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare.
b. Konjungtivitis Hemoragika Akut
Konjungtivitis ini disebabkan oleh enterovirus tipe 70 dan coxsackievirus
A24.3 Konjungtivitis hemoragika akut merupakan konjungtivitis disertai timbulnya
perdarahan konjungtiva.4 Perdarahan konjungtiva umumnya difus, tetapi awalnya
dapat berupa bintik-bintik, mulai dari konjungtiva bulbaris superior dan menyebar ke
bawah.
2.3.4. Trachoma
Trachoma disebabkan oleh Chlamydia trachomatis, pada mulanya suatu
konjungtivitis folikular kronik pada masa kanak-kanak yang berkembang hingga
terbentuknya parut konjungtiva. Pada kasus berat, pembalikan bulu mata ke dalam
terjadi pada masa dewasa muda sebagai akibat parut konjungtiva yang berat. Abrasi
terus menerus oleh bulu mata yang membalik dan defek film air mata menyebabkan
parut kornea, umumnya setelah usia 30 tahun.
2.3.5. Konjungtivitis Alergi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paling sering, dan
disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistim
imun.16 Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva
adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1.17
a. Konjungtivitis Vernal
Konjungtivitis vernal adalah konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas tipe
1 yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Pada mata ditemukan papil besar
dengan permukaan rata pada konjungtiva tarsal, dengan rasa gatal berat, sekret gelatin
yang berisi eosinofil atau granula eosinofil. Pada kornea terdapat keratitis,
neovaskularisasi, dan tukak indolen. Pada tipe limbal terlihat benjolan di daerah
limbus, dengan bercak Horner Trantas yang berwarna keputihan yang terdapat di
dalam benjolan. Konjungtivitis vernalis dikenal juga sebagai konjungtivitis
alkali, asap dan angin, dapat menimbulkan gejala-gejala berupa nyeri, pelebaran
pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Selain itu penyakit ini dapat juga
disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka panjang seperti dipivefrin, miotik,
neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan pengawet yang toksik atau menimbulkan
iritasi.3
2.3.8. Konjungtivitis Bleeding (Perdarahan subkonjungtiva)4
Perdarahan subkonjunctiva adalah perdarahan akibat rupturnya pembuluh
darah dibawah lapisan konjungtiva. Hematom Subkonjungtiva dapat terjadi pada
keadaan dimana pembuluh darah rapuh (umur, hipertensi, arteriosklerosis,
konjungtivitis hemoragic, anemia, pemakaian antikoagulan dan batuk rejan).
Perdarahan subkonjungtiva dapat juga terjadi akibat trauma langsung maupun tidak
langsung, yang kadangkadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi.
Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi karena trauma mayor, minor, atau
sebab yang tidak dapat dideteksi yang terjadi pada mata bagian depan. Secara klinis,
perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar, berwarna merah,
di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga menyebabkan kemotik
kantung darah yang berat dan menonjol di atas tepi kelopak mata. Hal ini akan
berlangsung lebih dari 2 sampai 3 minggu.
Konjungtiva mengandung banyak pembuluh darah kecil dan rapuh yang
mudah pecah atau rusak. Ketika hal ini terjadi, darah bocor ke dalam ruang antara
konjungtiva dan sklera. Perdarahan subkonjungtiva merupakan akibat dari rupturnya
pembuluh darah konjungtivalis atau episklera. Namun kadang tidak dapat ditemukan
penyebabnya (perdarahan subkonjungtiva idiopatik). Manuver Valsava sebelumnya
2.4.
Patogenesis4
Konjungtiva berhubungan dengan dunia luar kemungkinan konjungtiva
yang ditandai dengan konjungtiva dan sklera yang merah, edema, rasa nyeri, dan
adanya sekret mukopurulen.
Akibat jangka panjang dari konjungtivitis yang dapat bersifat kronis yaitu
mikroorganisme, bahan alergen, dan iritatif menginfeksi kelenjar air mata sehingga
fungsi sekresi juga terganggu menyebabkan hipersekresi. Pada konjungtivitis
ditemukan lakrimasi, apabila pengeluaran cairan berlebihan akan mengakibatkan
tekanan intra okuler yang lama kelamaan menyebabkan saluran air mata tersumbat.
Aliran air mata yang terganggu akan menyebabkan iskemia saraf optik dan terjadi
ulkus kornea yang dapat menyebabkan kebutaan.
2.5.
Gejala Klinis3
Gejala klinis konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu sensasi tergores
atau terbakar, sensasi penuh di sekeliling mata, gatal, dan fotofobia. Sensasi benda
asing,
terbakar
hipertrofi papila yang biasanya menyertai hiperemia konjungtiva. Jika ada rasa sakit
berarti kornea juga terkena.
2.6.
Epidemiologi Konjungtivitis
Bank
Data
Kesehatan
Indonesia
(2004),
total
kasus
RSUP H. Adam Malik Medan diperoleh 285 penderita konjungtivitis yang terdiri dari
kelompok usia < 1 tahun (4,2%), kelompok usia 31-40 tahun (22,1%).14
b. Infeksi Saluran Nafas
Konjungtivitis flikten masih banyak terdapat dan paling sering dihubungkan
dengan penyakit tuberkulosis paru. Penderita lebih banyak anak-anak, pada orang
dewasa juga dapat dijumpai tetapi lebih jarang. Meskipun sering dihubungkan dengan
penyakit tuberkulosis paru, tetapi tidak jarang penyakit paru-paru tersebut tidak
dijumpai pada penderita konjungtivitis flikten.23
Organisme penyebab konjungtivitis dapat berupa bakteri, jamur, virus, dan
klamidia.
Patogen
umum
yang
dapat
menyebabkan
konjungtivitis
adalah
pada suatu lingkungan terdapat penderita konjungtivitis yang memiliki kontak erat
dengan orang-orang disekitarnya. Tetapi hal ini berkaitan dengan keadaan atau
kebersihan lingkungan tersebut yang menjadi faktor risiko penyebaran yang lebih
cepat.
c. Alergi
Konjungtivitis alergi biasanya ada riwayat alergi (hay fever, asma, atau eksim)
pada pasien atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopik
sejak bayi. Parut pada lipatan fleksura, lipat siku, pergelangan tangan dan lutut sering
ditemukan. Seperti dermatitisnya, konjungtivitis alergi berlangsung berlarut-larut dan
sering mengalami eksaserbasi dan remisi.3
2.7.
Komplikasi Konjungtivitis 3
Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis stafilokok, kecuali
pada pasien sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut konjungtiva dapat
mengikuti konjungtivitis pseudomembranosa dan membranosa, dan pada kasus
tertentu diikuti oleh ulserasi kornea dan perforasi. Ulkus kornea dapat terjadi pada
infeksi N gonorrhoeae, N kochii, N meningitidis, H aegyptius, S aureus, dan M
catarrhalis. Jika produk toksik N gonorrhoeae berdifusi melalui kornea masuk ke
bilik mata depan, dapat timbul iritis toksik.
Parut di konjungtiva adalah komplikasi yang sering terjadi pada trachoma dan
dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus kelenjar
lakrimal. Hal ini mengurangi komponen akueosa dalam film air mata prakornea
secara drastis, dan komponen mukosanya mungkin berkurang karena hilangnya
sebagian sel goblet. Luka parut itu juga mengubah bentuk palpebra superior berupa
membaliknya bulu mata ke dalam (trikiasis) atau seluruh tepian pelpebra (entropion)
sehingga bulu mata terus-menerus menggesek kornea, infeksi bakterial kornea, dan
parut kornea.
2.8.
Pencegahan Konjungtivitis
penyakit, riwayat penyakit yang sama sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obatobatan, penggunaan obat-obat kemoterapi, riwayat pekerjaan yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi dan alergi terhadap obat-obatan, dan
riwayat penggunaan lensa kontak.6
a.2. Konjungtivitis virus
Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung etiologinya, karena
itu
diagnosisnya
pada
gejala-gejala
yang
membedakan
tipe-tipe
menurut