Anda di halaman 1dari 7

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1999

POTENSI NUTRISI RUMPUT GAJAH DARI SISTIM


PERTANAMAN LORONG DAN KAPASITAS DUKUNGNYA
UNTUK SAPI PERAH LAKTASI
DARWINSYAH LUmS, NuRHAYATI D. PURwANTARI,
Balai Penelitian Tentak,

dan TAIvff3AK MANURUN(.i

P.O. Box 221, Bogor 16002

ABSTRAK
Sebagian besar usaha peternakan sapi perah rakyat di Jawa Barat terletak di kawasan
pegunungan yang beriklim sesuai untuk sapi pengliasil susu. Dengan potensi genetik yang baik,
produksi sapi perah Holstein di daerah pegunungan di Bandung Sclatan dapat dikatakan kurang
baik. Dengan memenuhi kuantitas dan kualitas ransum, tenltama hijauan, diharapkan produksi
susu dapat meningkat sesuai dengan potensi genetik sapinya . Di kawasan yang sarna pula terdapat
perkebunan teh, terutalna di Kabupaten Cianjur dan Bandung . Adanya lallan-lallan bekas
perkebunan teh yang belum/tidak termanfaatkan merupakan peluang untuk pengembangan kebun
hijauan pakan bagi temak ruminansia, khususnya sapi perah . Sistim pertanaman lorong yang
terdiri dari kombinasi leguminosa polhon dan rumput unggul seperti nlmput Gajah sesuai
dikembangkan di lalian berkelerengan agak curam, karena selain akan berfungsi sebagai pencegah
erosi juga bermanfaat sebagai penyedia hijauan pakan. Sampel hijauan Rmput Gajah diambil dari
pertanaman lorong pada lalian berkelerengan 0 - 5%, 15 - 30% dan 40 - 50%, untuk dianalisis
kandungan nutriennya (bahan kering, protein, energi, dan serat), selanjutnya diuji tingkat
kecemaannya secara in vitro menurut metode Tilley clan Terry. Penghitungan produksi komponen
nutrien per hektar lalian dilakukan berdasarkan data produksi hijauan segar dari hasil penelitian
induknya . Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan nyata dalam kadar komponen
nutrien untuk berbagai tingkat kelerengan lahan, kecuali kadar energi kasar, di mana
konsentrasinya lebih tinggi (P<0,05) pada nlmput Gajah dari lalian berkelerengan 40 - 50% (3,85
Mcal/kg) dibandingkan dengan yang diperoleh dari lalian berkelerengan 15 - 30% (3,20 Mcal/kg)
dan yang berkelerengan 0 - 5% (3,38 Mcal/kg) . Sedangkan untuk nutrien tercerna, lianya bahan
kering yang menunjukkan perbedaan nyata, dengan kadar 54,0% untuk kategori kelerengan lalian
0 - 5%, lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan contoll yang berasal dari kelerengan 15 - 30%
dan 40 - 50%, yang kadarnya masing-masing 52,4% dan 52,7%. Kandungan protein tercerna
bervariasi 7,40 - 8,48%, energi tercerna 2,31 - 2,38 Mcal/kg, NDF tercerna 40,44 - 50,83%, clan
ADF tercerna 22,67 - 24,50%. Pada lalian berkelerangan 0 - 5% dapat dicapai produksi bahan
kering sebanyak 5178,58 kg/ha, dengan produksi protein tercerna 443,27 kg/lla clan energi
tercerna sebanyak 12337,75 Mcal/lla . Produksl nutrien menurun sejalan dengan bertambah
curamnya lallatl . Dari hasil penghitungan produksi nutrien, disesuaikan dengan kebutuhan nutrien
sapi perah laktasi clan dengan asumsi pemangkasan setiap 6 mlnggu, dari sehektar lalian dengan
rumput Gajah pada kelerengan 0 - 5% dapat mencukupi kebutuhan bagi 6 ekor sapi perah laktasi,
menurun menjadi 5 ekor sapi untuk lalian berkelerengan 15 - 30%, dan ilanya 4 ekor sapi untuk
lahan berkelerengan 40 - 50%.
Kata kunci : Rumput Gajah, sapi perah laktasi

Seminar Nasional Peternakan don Veteriner 1999


PENDAHULUAN
Di beberapa bagian dari kawasan perkebunan teh dan kina yang dikelola oleh Pusat
Penelitian Teh dan Kina (PPTK) yang terletlk di Gambung, Bandung Selatan, terdapat lahan
kosong yang sebelumnya telah puluhan tahun digunakan untuk kebun teh . Di lain pihak, di sekitar
kawasan perkebunan tersebut juga terdapat cukup banyak ternak, terutama sapi perah, yang
dipelihara/diusahakan oleh petani setempat . Sehubungan dengan hal tersebut, Program
Agrostologi pada Balai Penelitian Ternak telah mengadakan suatu kerjasama penelitian dengan
PPTK untuk memanfaatkan lallan bekas perkebunan tersebut untuk pengembangan tanaman
hijauan pakan berupa rumput dan leguminosa pohon dalam sistim pertanaman lorong (alley
cropping), yang dalam jangka panjang nanti diharapkan dapat menunjang usalia peternakan di
daerah sekitarnya dalam pengadaan hijauan.

Kawasan dataran tinggi Bandung Selatan telah lama dikenal sebagai daerah produksi susu
dari hasil usaha sapi perah rlkyat. Jenis ternak yang digunakan juga merupakan salah satu jenis
sapi yang secara genetis berkemampuan produksi tinggi, yaitu sapi Holstein (Friesian Holland/FH),
baik dari sapi dan/atau benih impor maupun hasil keturunannya. Terlebih lagi, hal ini didukung
oleh kondisi lingkungan yang memadai, yaitu dataran tinggi (elevasi 800 - 1500 m) dengan suhu
udara bervariasi dari 16 hingga 26 C, sehingga sesuai untuk sapi Friesian . Menurut laporan
SITEPU et al . (1095), sapi perah unggul yang terdapat di dataran tinggi Kabupaten Bandung
berasal dari Amerika Serikat, Australia dan Selandia Baru . Dengan kondisi demikian, bila
ditunjang dengan penyediaan ransum yang bermutu dan mencukupi, serta pengelolaan yang baik,
maka sapi-sapi tersebut akan mampu menghasilkan susu hingga 30 kg/h (ETGEN dan REAVES,
1978) .
Telah dilaporkan oleh SITEPU et al. (l995), bahwa rata-rata produksi susu sapi Frisian di
kawasan pengembangan usaha sapi perah di dataran tinggi Bandung Selatan, yang terendah
adalah dari sapi-sapi yang terdapat di daerah Ciwidey, yang berada di bawah koordinasi KUD
Pasir Jambu, dengan rata-rata produksi 13,67 1/h . Daerah ini adalah tempat terdekat dengan lokasi
penelitian yang sedang berlangsung ini . Penyebab rendahnya produktivitas sapi perah tersebut,
selain karena kurang baiknya seleksi potensi genetik, juga dikarenakan pengelolaan yang kurang
baik dan penyediaan pakan yang kurang memadai, terutama kecukupan hijauan yang berkualitas
baik . Rumput Gajah merupakan salah satu jenis hijauan yang paling banyak digunakan dalam
ransum sapi perah peternaakan rakyat di dataran tinggi Pulau Jawa, khususnya di Jawa Barat dan
Jawa Timur, namun di berbagai daerah peternakan jumlahnya tidak mencukupi seluruh kebutuhan
ternaknya (PLISLITBANGNAK, 1993) . Dari pertanaman lorong yang dikembangkan di lahan bekas
perkebunan tersebut di atas, diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan hijauan untuk sapi
perah di daerah sekitarnya . Produksi hijauan hasil sistim pertanaman lorong pada umumnya cukup
baik, karena barisan tanaman leguminosa pohon yang membentuk iorong di mana rerumputan
ditanam, selain berfungsi sebagai tanaman penghasil hijauan berkadar protein tinggi juga sebagai
penyubur lahan di sekitarnya (HAWKINs et al ., 1990) .

Dari data produksi hijauan yang dihasilkan, didukung dengan data komposisi nutrien dan
tingkat kecernaannya, akan dapat diperkirakan jumlah ternak yang dapat dipenuhi kebutuhan
pakannya oleh pertanaman lorong tersebut per satuan Was . Dengan demikian, dapat ditentukan
jumlah optimum jenis ternak tertentu yang layak untuk dipelihara di daerah tersebut .

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1999

MATERI DAN METODE


Bahan yang dievaluasi secara nutrisi adalah hijauan hasil panenan tanaman yang ditanam
dalam sistim pertanaman lorong (alley cropping), bertempat di lahan miring berkelerengan 5
hingga 50% yang merupakan lahan bekas perkebunan teh milik Pusat Penelitian Teh dan Kina
(PPTK) di Gambung, Kabupaten Bandung . Penelitian pertanaman lorong ini mentpakan induk
dari kegiatan penelitian yang dilaporkan ini, yang dalam jangka panjang bertujuan untuk
penghasil hijauan bagi sapi perah yang diternakkan di daerah sekitarnya, sekaligus untuk
mengurangi laju erosi tanah . Jenis hijauan yang ditanam terdiri dari rumput Gajah (Pennisetum
purpureum), rumput Benggala (Panicum maxiinwn) dan lamtoro talian kutu loncat (Leucaena
diversifolia) .
Pada penelitian ini dilakukan analisis nutrien dan tingkat kecernaan secara in vitro dari
hijauan hasil panenan setelah tanaman tersebut bertumbuh dengan baik. Proses pencernaan in vitro
dilakukan dengan mencampurkan sampel hijauan yang telah dikeringkan dan digiling dengan
cairan rumen datt larutan penyangga/bufer khusus, menurut metode Tilley dan Terry (Go: FRING
dan vAN SOEST, 1970). Campuran tersebut dimasukkan ke dalam labu Erlentneyer dan
ditempatkan di dalain bak penangas air bersulm 40C selama 48 jam, dengan rak tempat
kedudukan labu yang dapat bergoyang selama proses pencernaan berlangsung . Ke dalam setiap
labu berisi sampel juga dialiri gas COZ tintuk menciptakan suasana mikroaerofil hingga anaerob,
untuk membuat suasana seperti di dalam rumen. Unsur nutrien yang dianalisis mencakup bahan
kering, protein, energi, dan serat, yang terdiri dari total dinding sel atau neutral detergent fiber
(NDF) dan acid detergent fiber (ADF) . Dari data yang diperoleh juga diperkirakan seberapa besar
potensi hijauan yang tersedia per satuan luas untuk mendukung kebutultan sapi perah laktasi . Data
produksi hiajuan segar diperoleh dari hasil penelitian induknya, sehingga dari hasil penelitian ini
dapat diperkirakan produksi nutrien per satu<an Was lahan .
Alokasi perlakuan sampel hijauan untuk analisis statistik dilakukan ntenunnt perlakuan pada
penelitian induknya, yaitu rancangan petak terpisalt dengan perlakuan utanta (petak utama) 3
macam tingkat kelerengan lahan (0 - 5%; 15 - 30% ; 40 - 50%) dan 3 jenis tanaman (lamtoro,
rumput Gajah dan rumput Banggala) sebagai an<ak petak, dengan empat ulangan . Pengujian
statistik dilakukan dengan menggunakan analisis sidik ragam dan terhadap nilai rata-rata dari
setiap unsur nutrien untuk setiap perlakuan dilakukan uji jarak berganda Duncan .
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang diuraikan dalatn makalah ini barn menipakan evaluasi awal dari hasil
penelitian induknya, di ntana dalarn hal ini data tnengenai kontposisi nutrien dan tingkat
kecernaannya bani diperoleh dari hasil pemotongan pertama ntmput Gajah. Sementara itu, untuk
rumput Benggala dan lamtoro, hingga saat ini belum dapat dievaluasi karena kedua tanaman
tersebut masili terlalu muda, sehingga bila dipanen ltasilnya belum memadai untuk dievaluasi dari
segi nutrisi .
Hasil evaluasi ntenunjukkan tidak terdapat variasi yang nyata dalam kandungan protein dan
serat di dalam rumput Gajah yang ditanam nienannt beberapa kategori kelerengan laltan . Akan
tetapi, kadar bahan keringnya lebih tinggi pada runtput Gajah yang ditanam pada laltan
berkelerengan 0 - 5% dibandingkan dengan hal tersebut pada kedua tingkat kelerengan yang lebilt
miring. Perbedaan nyata juga terjadi pada kandungan energi, namun ltal ini terjadi sebaliknya, di
377

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1999

mana kandungan energi tertinggi terdapat pads rumput Gajah yang ditanam pada lahan yang
paling curam (Tabel 1).
Hingga saat ini masih sulit untuk mengungkapkan faktor penyebab dari perbedaan kadar
bahan kering dan energi tersebut karena data yang diperoleh berasal hanya dari hasil panenan
pertama . Bila dibandingkan dengan data rata-rata komposisi bahan pakan untuk Indonesia
(HARTADI et al., 1980), di mana kandungan bahan kering, protein kasar dan energi tercerna
rumput Gajah bertunit-turut sebesar 18%; 9,1% dan 2,25 Mcal/kg, maka dari hasil rata-rata
keseluruhan kadar bahan kering dari rumput Gajah pada penelitian ini tidak berbeda (18,1%),
namun kadar protein kasar (12,47%) dan energi tercernanya (2,34 Mcal/kg) sedikit lebih tinggi .
Hal ini dimungkinkan karena rumput Gajah yang dievaluasi ini umurnya masi agak inuda . Sejalan
dengan semakin bertambahnya umur tanaman, inaka kadar seratnya akan bertambah tinggi,
sedangkan kadar proteinnya menurun (HEATH et al., 1985).
Tabel 1.

Komposisi nutrien dalain bahan kering nimput Gajah hasil panenan pertama yang ditanain
pada beberapa tingkat kelerengan lahan

Komponen nutrien
Bahan kering (%)
Protein kasar (%)
Energi kasar (Mcal/kg)
Serat: NDF (%)
ADF (%)

Tingkat kelerengan lahan (%)


0-5
17,71
12,00
3,38a
64,22
38,13

15-30
17,81
13,56
3,20a
70,01
38,57

40-50
18,82
11,84
3,85b
70,48
36,35

Superskripdengan
Keterangan :
hurufbertainan dahm satu bi is menunjukkan perbe&tan nyata (P 0,05)
NDF =Neutral detergentfrber .
ADF =Aciddetergentfiber

Hasil penelitian menunjukkan adanya pengarutt kelerengan lahan terhadap tingkat kecernaan
bahan kering rumput Gajah, dalam hal ini lebih tinggi pada rumput Gajah yang ditanam pada
lahan berkelerengan 0 - 5% (P<0,05) dibandingkan dengan kedua tingkat kelerengan yang lebih
curam. Sedangkan untuk komponen nutrien lainnya tidak terdapat perbedaan tingkat kecernaan
menurut kelerengan lalian (Tabel 2). Kandungan protein tercerna yang didapat dari nilai rata-rata
keseluruhan perlakuan pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan data rata-rata nilai
protein tercerna rumput Gajah untuk Indonesia yang dilaporkan oleh HARTADI et al. (1980), yaitu
7,79% vs. 5,70%. Hal ini juga dikarenakan hijauan yang digtinakan sebagai inateri pada penelitian
ini berumur relatif muda. Hal yang sama juga terjadi pada kandungan energi tercerna, yang pada
penelitian ini diperoleh nilai rata-ratanya bervariasi sebesar 2,31 hingga 2,38 Mcal/kg .
Tingkat kecernaan total serat (dinding sel), yang dalam hal ini dinyatakan sebagai neutral
detergent fiber (NDF) cukup tinggi dan dari hasil analisis statistik tidak menunjukkan perbedaan
nyata untuk setiap perlakuan tingkat kelerengan lahan . Demikian pula halnya untuk total fraksi
serat tanpa hemiselulose, yang dinyatakan sebagai acid detergent fiber (ADF), dengan rata-rata
tingkat kecernaan berkisar antara 22,67% hingga 24,50%. Relatif tingginya kecernaan total serat
rumput Gajah pada penelitian ini adalah wajar, karena umur tanaman relatif muda. Kemampuan
mikroba rumen dalam mencerna serat akan menunin dengan bertambah tuanya umur tanaman,
dikarenakan meningkatnya proses lignifikasi serat (VAN SOEST, 1983) .
378

Seminar Nasional Peternakan dan Meteriner 1999

Tabel 2.

Kandungan nutrien tercema (in vitro) dari nunput Gajah yang ditanam pada beberapa fngkat
kelerengan lahan

Komponen nutrien

Tingkat kelerengan lahan (%)

40-50
0-5
15-30
52,66b
53,97a
52,39b
Bahan kering tercema (%)
7,40
Protein tercerna (%)
7,50
8,48
2,32
Energi tercerna (Mcal/kg)
2,38
2,31
:
45,41
50,83
Serat tercema NDF (%)
40,44
22,67
ADF (%)
23,19
24,50
Superskrip dengan hurufberlainan dalam satu baris nxnunjukkan perbedaan nyata (P- 0,05)
Keterangan :
NDF = Neutral detergentfiber
ADF =Acid detergentfiber

Tabel 3.

Prodttksi nutrien nunput Gajah yang ditanam pada beberapa tingkat kelerengan lahan

Komponen nutrien

Tingkat kelerengan lahan (%)

40-50
0-5
15-30
Bahan kering (kg/ha)
5178,58a
4174,84b
3013,88c
356,58c
Protein kasar (kg/ha)
621,55a
565,13b
Protein tercerna (kg/ha)
443,27a
353,34b
222,88c
11604,25c
Energi kasar (McaUha)
17477,75a
13374,75b
Energi tercema (Mcal/ha)
12337,75a
9647,25b
7000,25c
Superskrip dengan hurtifberlainan dalam satu baris menunjukkan perbedaan nyau (P- : 0,01)
Keteransan :
Perbedaan sangat nyata di antara perlakuan tingkat kelerengan lahan terjadi pada produksi
komponen-komponen nutrien per satuan Ittas lahan, dan hal ini tenitania dikarenakan sangat
berbedanya produksi hijauan segar ntmput Gajah untuk setiap kategori kelerengan lahan . Dari
hasil penelitian induknya, yang dilaporkan oleh PURWANTARI et al. (1999), rata-rata produksi
segar rumput Gajah dari dua kali panenan untuk lahan berkelerengan 0 - 5%, 15 - 30% dan 40 50%, masing-masing sebanyak 27,52 ; 23,57; dan 16,92 ton/ha . Tampak di sini ballwa produksi
menurun sejalan dengan semakin tingginya tingkat kelerengan lahan . Dengan nilai rata-rata
kandungan komponen nutrien yang relatif santa untuk setiap perlakuan kelerengan lahan, maka
produksi komponen nutrien per satuan luas lhan juga cendening menunin dengan semakin
curamnya lahan (Tabel 3). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tingkat
kelerengan lahan berpenganth sangat nyata terhadap produksi bahan kering (P<0,0001), produksi
protein kasar (P<0,0001), produksi protein tercerna (P<0,0097), produksi energi kasar (P<0,0001)
dan produksi energi tercerna (P<0,0001).
Bila nimput tersebut dipanen setiap 6 tninggu, maka untuk saw hektar lahan sebaiknya
dilakukan rotasi pemangkasan di mana dalam waktu satu tninggu hanya dipanen ntmput dari
luasan 1/6 hektar, agar selain tersedia produksi mingguan. Dengan demikian, maka untuk lahan
berkelerengan 0 - 5% dalani seruinggti akan tersedia sebanyak 4,59 ton hijauan segar . Dari junilah
itu, setiap hari akan tersedia hijauan segar sebanyak 655,7 kg, atau setara dengan 123 .3 kg bahan
kering, 14,80 kg protein kasar, 10,55 kg protein tercerna dan 293,76 Mcal energi tercerna. Dengan
379

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1999

cara yang sama, untuk lahan berkelerengan 15 - 30% dalarn sehari akan tersedia 561,19 kg hijauan
segar, atau setara dengan 99,40 kg bahan kering, 13,46 kg protein kasar, 8,41 kg protein tercerna
dan 229,70 Mcal energi tercerna. Setnentara itu, untuk lalian berkelerengan 40 - 50% dalam sehari
dapat tersedia 402,86 kg hijauan segar, atau setara dengan 71,76 kg bahan kering, 8,49 kg protein
kasar, 5,31 kg protein tercerna clan 166,67 Mcal energi tercerna .
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dihitung jumlah sapi perah laktasi yang
dapat ditunjang kebutuhan pakannya dengan menggunakan hijauan rumput Gajah. Bila dihitung
menurut jumlah kebutuhan nutrien hariannya (NRC, 1978), maka flktor pembatas yang paling
dominan adalah ketersediaan energi tercerna, berikutnya berturut-turut protein kasar dan bahan
kering. Sebagai contoh, seekor sapi perah yang memiliki berat badan 600 kg dengan produksi susu
harian sebanyak 14 - 21 kg, membutuhkan 14,4 kg bahan kering ransum, 2.106 g protein kasar
dan 42,48 Mcal energi tercerna per hari. Dengan denlikian, untuk sapi perah laktasi dengan
kondisi seperti tersebut di atas, maka dari rumput Gajah yang ditanam pada lahan berkelerengan 0
- 5% akan tersedia balian kering yang dapat mendukung kebutuhan sebanyak 8 ekor sapi per
hektar. Sementara itu, bila dihitung menurut kebutuhan protein kasar, mampu untuk mendukung
kebutuhan 7 ekor sapi per hektar, clan hanya 6 ekor per hektar bila dihitung berdasarkan
kebutuhan energi tercernanya . Untuk rumput Gajah yang ditanam pada lahan yang lebilt curam,
dengan produksi hijauan yang lebih rendah, tentunya daya dukungnya untuk nlemenuhi kebutuhan
sapi perah laktasi juga akan lebih rendah . Tergantung pada tingkat kelerengan lahannya, jumlah
sapi perah laktasi yang dapat didukung berkisar dari 4 hingga 6 ekor per hektar (Tabel 4).
Tabel4.

Jutnlah sapi perah laktasi (ekor) yattg dapat didukung kebutuhamiya oleh nunput Gajah
berdasaarkan produksi nutrien per hektar lahan pada beberapa tingkat kelerengan
Tingkat kelerengan lahan (%)

Komponen

Kebutuhan nutrien

nutrien

(per hari)

BK (kg)
PK (g)
ET (Meal)

14,40
2016,00
42,48

0-5
Produksi
Nutrien
123,30
14800,00
293,76

Jumlah
Sapi
8
7
6

15-30
Produksi
Jumlah
Nutrien
sapi

Produksi
Nutrien

99,40
13460,00
229,70

71,76
8490,00
166,67

6
6
5

40-50
Jtunlah
Sapi
5
4
4

'BK
Keterangan :
= Bahan kering; PK = Protein kasar ; ET = Energi tercema
'" Untuk sapi perah laktasi dengan berat badan 600 kg, produksi susu 14 - 21 kg/h (NRC, 1978)

Namun detnikian, dalam menyusun ransum untuk sapi perah laktasi tentunya lnasih hanis
dilengkapi dengan bahan pakan lain bentpa campuran konsentrat, sehingga akan dapat saling
mengisi kebutuhan ternak akan komponen nutrien lainnya, termasuk vitamin dan mineral .
KESIMPULAN
Kandungan nutrien rumput Gajah setara umum sama konsentrasinya untuk setiap kategori
tingkat kelerengan, kecuali untuk energi kasar, di mana kadarnya lebih tinggi pada ntmput
Gajah yang ditanam pada lahan berkelerengan 40 - 50% dibandingkan hal tersebut pada
tingkat kelerengan yang lebih rendah .

380

Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner 1999

"

"
"

Kadar nutrien tercerna dalam rumput Gajah tidak dipengaruhi secara nyata olell tingkat
kelerengan lahan, kecuali kecernaan bahan kering, dalam hal ini kecernaan tertinggi terdapat
pada rumput Gajah yang ditanam pada lahan berkelerengan 0 - 5%.
Produksi balian kering dan nutrien rumput Gajah sernakin rendall sejalan dengan semakin
curamnya tingkat kelerengan lahan .
Untuk satu hektar lahan, rumput Gajah yang ditanam pada lahan bekas perkebunan tell
mampu mendukung kebutuhan sapi perah laktasi sebanyak 6 ekor bila ditanam pada lahan
berkelerengan 0 - 5%, namun menurun menjadi 5 dan 4 ekor berturut-turut untuk lahan
berkelerengan 15 - 30% datl 40 - 50% .
UCAPAN TERIMA KASIH

Dengan terlaksananya penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasill kepada pinipman
dan staf Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) di Gambung, Kabupaten Bandung, yang telah
menyediakan lahan bekas perkebunan teh untuk digunakan sebagai kebun hijauan pakan dan staf
Agrostologi pada Balai Penelitian Ternak (Balitnak) yang menyediakan llijauan hasil pertanaman
lorong untuk dievaluasi secara nutrisi . Terima kasih juga kami berikan kepada staf analis pada
laboratorium nutrisi Balitnak yang telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk membantu dalam
analisis nutrien &1n pencemaan in vitro .
DAFTAR PUSTAKA
ETGEN, W. M . and P.M . REAVES . 1978. Dairy Cattle Feeding and Management . 6th Ed . Jolul Wiley & Sons.,
New York.
GOERING, H . K . and P .J . VAN SOEST. 1970 . Agricultural Handbook No. 379 . USDA, Washingyon, D .C .
HARTADI, H ., S . REKSOHADIPRODJO, S . LEBrX)SUKOJO, A .D . TILLMAN, L .C . KEARL, dan L.E . HARRIS . 1980 .
Tabel-Tabel dari Komposisi Bahan Makanan Ternak untuk Indonesia (Tables of Feed Composition
for Indonesia) . Internatonal Feedstutis Institute, Utah Agric . Exp . Sta., Utah State University, Logan
Utah .
HAwKINS, R ., H . SEIvMIRING, D. LuBis, and Si-JWARDJO . 1990 . The Potential of Alley Cropping in the Upland
of East and Central Java : A Review. UACP-FSR, AARD, Salatiga .
HEATH, M . E ., R .F . BARNEs, and D. S . METCALFE . 1985 . Forages : The Science of Grassland Agriculture . 4th
Ed . Iowa State University Press, Ames, Iowa.
NRC. 1978 . Nutrient Requirements of Dairy Cattle . 5th Revised Ed. National Research Council, National
Academy of Sciences, Washington, D .C .
PuRWANTARI, N . D., B .R . PRAWIRADIPIJTRA, S . YUHAENI, N .P. SURATMINI, E . SUTEDI, T . MANURUNG, A .
SEMALI, W . HIDAYAT, dan S . DARANA . 1999 . Pemanfaatan lahan bekas perkebunan di dataran tinggi
untuk pengembangan tanaman pakan ternak dalam menunjang usal)a peternakan . Laporan Hasil
Penelitian TA 1998/1999 . Balai Penelitian Ternak, Ciawi - Bogor (belum dipublikasi) .
PUSLITBANGNAK . 1993 . Penelitian Usahatani Sapi Perah di Pulau Jawa . Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, Bogor.
SITEPu, P ., A . LUBIS, dan K . DIWYANTO . 1995 . Scleksi induk sapi perall yang berkualitas baik untuk foudation
stock . Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian APBN TA 1994/1995 : Ternak Ruminansia Besar. Balai
Penelitian Ternak, Ciawi - Bogor. pp 148-154 .

38 1

Anda mungkin juga menyukai