Anda di halaman 1dari 8

Arti Pembentukan Akhlak

Berbicara masalah pembentukan akhlak sama dengan berbicara tentang tujuan


pendidikan, karena banyak sekali dijumpai pendapat para ahli yang menyatakan
bahwa tujuan pendidikan adalah pembentukan akhlak. Muhammad Athiyah AlAbrasyi misalnya mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah
jiwa dan tujuan pendidikan islam. Demikan pula ahmad D. Marimba berpendapat
bahwa tujuan utama pendidikan islam adalah identik dengan tujuan hidup setiap
Muslim, yaitu untuk menjadi hamba Allah, yaitu hamba yang percaya dan
menyerahkan diri kepada-Nya dengan memeluk agama islam.[1]

Namun sebelum itu masih ada masalah yang perlu kita dudukkan dengan
seksama, yaitu apakah akhlak itu dapat dibentuk atau tidak? jika dapat dibentuk
apa alasannya dan bagaimana caranya? Dan jika tidak, apa pula alasannya dan
bagaimana selanjutnya?

Menurut sebagian ahli bahwa akhlak tidak perlu dibentuk, karena akhlak adalah
insting (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir. Bagi golongan ini bahwa
masalah akhlak adalah pembawaan dari manusia sendiri, yaitu kecendrungan
kepada kebaikan atau fithrah yang ada dalam diri manusia, dan dapat juga
berupa kata hati atau intuisi yang selalu cendrung kepada kebenaran. Dengan
pandangan seperti ini, maka akhlak akan tumbuh dengan sendirinya, walaupun
tanpa dibentuk atau diusahakan (ghair muktasabah). Kelompok ini lebih lanjut
menduga bahwa akhlak adalah gambaran batin sebagaimana terpantul dalam
perbuatan lahir. Perbuatan lahir ini tidak akan sanggup mengubah perbuatan
batin. Orang yang bakatnya pendek misalnya tidak dapat dengan sendirinya
meninggikan dirinya, demikian sebaliknya.

Selanjutnya ada pula pendapat yang mengatakan bahwa akhlak adalah hasil dari
pendidikan, latihan, pembinaandan perjuangan keras dan sungguh-sungguh.
Kelompok yang mendukung pendapat yang kedua ini umumnya datang dari
Ulama-ulama Islam yang cendrung pada akhlak. Ibnu Maskawaih, Ibn Sina, alGhazali dan lain0lain termasuk kepada kelompok yang mengatakan bahwa
akhlak adalah hasil usaha (muktasabah). Imam al-Ghazali misalnya mengatakan
sebagai berikut :

Seandainya akhlak itu tidak dapat menerima perubahan, maka batallah fungsi
wasiat, nasihat dan pendidikan dan tidak ada pula fungsinyahadits nabi yang
mengatakan perbaikilah akhlak kamu sekalian .

Pada kenyataan dilapangan, usaha-usaha pembinaan akhalak melalui berbagai


lembaga pendidikan dan melalui berbagai macam metode terus dikembangkan.
Ini menunjukkan bahwa akhlak memang perlu dibina, dan pembinaan ini
ternyata membawa hasil berupa terbentuknya pribadi-pribadi muslim yang
berakhlak mulia, taat kepada Allah dan Rasul-Nya, hormat kepada ibu-bapak,
saying kepada sesame makhluk Tuhan dan seterusnya. Keadaan sebaliknya juga
menunjukkan bahwa anak-anak yang tidak dibina akhlaknya, atau dibiarkan
tanpa bimbingan, arahan, dan pendidikan, ternyata menjdi anak-anak yang
nakal, mengganggu masyarakat, melakukan berbagai perbuatan tercela dan
seterusnya. Ini menunjukkan bahwa akhlak memang perlu dibina.[2]

Keadaan pembinaan ini semakin terasa diperlukan terutama pada saat dimana
semakin banyak tantangan dan godaan sebagai dampak dari kemajuan dibidang
iptek. Peristiwa yang baik atau yang buruk dengan mudah dapat dilihat melalui
pesawat televise, internet dan lain-lain. Demikian pula produk obat-obat
terlarang, minuman keras, dan pola hidup materialistic dan hedonistic semakin
menggejala. Semua ini jelas membutuhkan pembinaan akhlak.

Dengan demikian pembentukan akhlak dapat diartikan sebagai usaha sungguhsungguh dalam rangka membentuk anak, dengan menggunakan sarana
pendidikan dan pembinaan yang terprogram dengan baik dan dilaksanakan
dengan sungguh-sungguh. Potensi rohaniah yang ada dalam diri manusia dibina
secara optimal dengan cara dan pendekatan yang tepat.

B.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak Menurut 3 Aliran

Untuk menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak pada


khususnya dan pendidikan pada umumnya, ada tiga aliran yang sudah amat
popular. Pertama aliran Nativisme. Kedua, aliran Empirisme, dan ketiga aliran
konvergensi.[3]

1.
Menurut aliran Nativisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap
pembentukan diri seseorang adalah factor pembawaan dari dalam yang

bentuknya dapat berupa kecendrungan, bakat, akal, dan lain-lain. Jika seseorang
sudah memiliki pembawaan atau kecendrungan kepada yang baik, maka dengan
sendirinya orang tersebut menjadi baik. Aliran ini tampaknya begitu yakin
terhadap potensi batin yang ada dalam diri manusia, da hal ini kelihatannyaerat
kaitannya dengan pendapat aliran intuisisme dalam hal penentuan baik dan
buruk sebagaimana telah diuraikan diatas. Aliran ini tampak kurang menghargai
atau kurang memperhitungkan peranan pembinaan dan pendidikan.

2.
Menurut aliran Empirisme bahwa factor yang paling berpengaruh terhadap
pembentukan diri seseorang adalah factor dari luar, yaitu lingkungan social,
termasuk pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Jika pendidikan dan
pembinaan yang diberikan kepada anak itu baik, maka baiklah anak itu.
Demikian jika sebaliknya. Aliran ini tampak lebih begitu percaya kepada peranan
yang dilakukan oleh dunia pendidikan dan pengajaran. Dalam pada itu aliran
konvergensi berpendapat pembentukan akhlak dipengaruhi oleh faktor internal,
yaitu pembawaan sianak, dan faktor dari luar yaitu pendidikan dan pembinaan
yang dibuat secara khusus, atau melalui interaksi dalam lingkungan social.

3.
Menurut aliran konvergensi berpendapat pembentukan akhlak dipengaruhi
oleh faktor internal, yaitu pembawaan sianak, dan faktor dari luar yaitu
pendidikan dan pembinaan yang dibuat secara khusus, atau melalui interaksi
dalam lingkungan social. Pendapat ini terdapat kesesuaian dengan ajaran islam.
Hal ini dapat dipahami dari ayat berikut yang artinya:

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan
hati, agar kamu bersyukur.( Q.S. al-Nahl : 78)

Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa manusia memiliki potensi untuk dididik,
yaitu penglihatan, pendengaran dan hati sanubari. Potensi tersebut harus
disyukuri dengan cara mengisinya dengan ajaran dan pendidikan. Hal ini sesuai
dengan yang dilakukan luqmanul Hakim kepada anaknya sebagai terlihat pada
ayat berikut yang artinya :

Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi


pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,
Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar. Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang
ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun bersyukurlah kepadaku

dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.(QS.


Luqman : 13-14)

Ayat tersebut selain menggambarkan tentang pelaksanaan pendidikan yang


dilakukan Luqmanul Hakim, juga berisi materi pelajaran, dan yang utama
diantaranya adalah pendidikan tauhid atau keimanan, karena keimananlah yang
menjadi salah satu dasar yang kokoh bagi pembentukan akhlak.

Dengan demikian faktor yang mempengaruhi pembinaan akhlak pada anak ada
dua, yaitu faktor dari dalam yaitu potensi fisik, intelektual dan hati (rohaniah)
yang dibawa sianak sejak lahir, dan factor dari luar yang dalm ini adalh kedua
orang tua dirumah, guru di sekolah, dan tokoh-tokoh serta pemimpin
dimasyarakat. Melelui kerja sama yang baik antara tiga lembaga pendidikan
tersebut, maka aspek kognitif ( pengetahuan), efektif (penghayatan),
psikomotorik (pengamalan) ajaran yang diajarkan akan terbentuk pada diri anak.
Inilah yang selanjutnya dikenal dengan istilah manusia seutuhnya.

C.

Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlaq Secara Umum

Dari pemaparan di atas dapat ditarik garis besar tentang faktor faktor yang
mempengaruhi pembentukan akhlaq secara umum, yaitu:

1.

Manusia

Manusia selaku makhluk yang istimewa dengan kelainan-kelainannya


dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya, memiliki kelebihan-kelebihan
dan juga kekurangan-kekurangan tertentu. Bukan hanya berbada dengan
makhluq lainnya, tetapi juga antara manusia itu sendiri mempunyai perbedaan,
baik fisik maupun mental, yang membedakan manusia dengan makhluk lain
terutama terletak pada akal budinya, dapat tertawa, mempunyai bahasa, dan
kebudayaan, memiliki kekuasaan untuk menundukkan binatang, bertanggung
jawab dan berilmu pengetahuan.[4]

2. Insting (Naluri)

Setiap kelakuan manusia lahir dari suatu kehendak yang digerakkan oleh naluri
(instink). Naluri merupakan tabiat yang dibawa manusia sejak lahir, jadi
merupakan suatu pembawaan asli. Dalam bahasa Arab disebut garizah atau
fithrah dan dalam bahasa inggris disebut instinct.

Dalam hubungan ini, ahli-ahli psikologi menerangkan pelbagai naluri (instink)


yang ada pada manusia yang menjadi pendorong tingkah lakunya, diantaranya :

a. Naluri makan (nutritive instinct) : bahwa begitu manusia lahir telah


membawa suatu hasrat makan tanpa didorong oleh orang lain. Buktinya begitu
bayi lahir, begitu mencari tetek ibunya pada waktu itu juga dapat mengisap air
susu tanpa diajari lagi.

b. Naluri berjodoh (seksual instinct) : laki-laki menginginkan wanita dan wanita


ingin berjodoh dengan laki-laki. Dalam Al-Quran diterangkan yang artinya:

Manusia itu diberi hasrat atau keinginan, misalnya kepada wanita, anak-anak
dan kekayaan yang melimpah-limpah. (Q.S. Ali-Imran : 14)

c. Naluri Keibu bapakan (paternal instinct) tabiat kecintaan orang tua kepada
anaknya dan sebaliknya kecintaan anak kepada orang tuanya. Jika seorang ibu
tahan menderita dalam mengasuh bayinya, kelakuannya itu didorong oleh naluri
tersebut.

d. Naluri Berjuang (combative instinct). Tabiat manusia untuk mempertahnkan


diri dari gangguan dan tantangan. Jika seseorang diserang musuhnya, maka dia
akan membela diri.

e. Naluri Ber-Tuhan : Tabiat manusia mencari dan merindukan penciptanya yang


mengatur dan memberikan rahmat kepadanya. Naluri ini disalurkan dalam hidup
beragama.

3.

Adat/Kebiasaan

Adat/Kebiasaan adalah setiap tindakan dan perbuatan seseorang yang dilakukan


secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan.
Abu Bakar Zikir berpendapat: perbutan manusia, apabila dikerjakan secara
berulang-ulang sehingga mudah melakukannya, itu dinamakan adat kebiasaan.
Sebagai contoh :

a. Merokok adalah suatu kelakuan yang pada waktu pertama dilakukan tidaklah
merupakan suatu kesenangan, malahan kadang-kadang menimbulkan pusing.
Karena perbuatan tersebut diulang dan terus diulang akhirnya menjadilah
kebiasaan yang menyenangkan.

b. Bangun tengah malam mengerjakan shalat tahajjud, berat bagi orang yang
tidak biasa. Tetapi jika hal it uterus diulangi akhirnya akan menjadi mudah dan
terus menjadi kebiasaan yang menyenangkan.

4. Wirotsah (keturunan)

Berpindahnya sifat-sifat tertentu dari pokok (orang tua) kepada cabang (anak
keturunan). Sifat-sifat asasi anak merupakan pantulan sifat-sifat asasi orang
tuanya. Kadang-kadang anak itu mewarisi sebagian besar dari salah satu sifat
orang tuanya. Manusia mendapatkan warisan fisik dan mental, mulai dari sifatsifat umum sampai kepada sifat-sifat khusus yang dapat dikemukakan sebagai
berikut :

a. Manusia yang berasal dari satu keturunan dimana-mana membawa dari


pokok-pokoknya beberapa sifat dan pembawaan yang bersamaan, misalnya
bentuk badan, perasaan, akal, dan pemikiran.

b. Dari sifat-sifat manusia yang umum menurunkan sifat-sifat khas


kemanusiaan kepada keturunannya, maka kita dapati pula adanya rumpun,
bangsa dan suku sebagai cabang dan ranting dari asal manusia tadi.

5. Lingkungan

Salah satu faktor yang turut menentukan kelakuan seseorang atau suatu
masyarakat adalah lingkungan (milieu). Milieu adalah suatu yang melingkungi

suatau yang hidup, misalnya tumbuh-tumbuhan, keadaan tanah, udara dan


lingkungan pergaulan manusia.

Dalam hubungan ini lingkungan dibagi kepada dua bagian:[5]

a.

Lingkungan alam yang bersifat kebendaan

b.

Lingkungan pergaulan yang bersifat rohaniah

1)

Lingkungan Alam

Alam yang melingkupi manusia merupakan faktor yang mempengaruhi dan


menentukan tingkah laku seseorang. Lingkungan alam mematahkan atau
mematangkan pertumbuhn bakat yang dibawa oleh seseorang. Jika kondisi
alamnya jelek, maka hal itu merupakan perintang dalam mematangkan bakat
seseorang, sehingga hanya mampu berbuat menurut kondisi yang ada.
Sebaliknya jika kondisi alam itu baik, maka kemungkinan seseorang akan dapat
berbuat lebih mudah dalam menyalurkan persediaan yang dibawanya lahir dan
turut menentukan.

Orang yang tinggal digunung-gunung dan dihutan-hutan, akan hidup sebagai


pemburu atau petani yang berpindah-pindah, sedang tingkat kehidupan ekonomi
dan kebudayaannya terbelakan, dibandingkan dengan mereka yang hidup
dikota-kota.

2)

Lingkungan pergaulan

Manusia hidup selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Itulah sebabnya


manusia harus bergaul. Oleh karena itu, dalam pergaulan akan saling
mempengaruhi dalam fikiran, sifat, dan tingkah laku. Contohnya Akhlak orang
tua dirumah dapat pula mempengaruhi akhlak anaknya, begitu juga akhlak anak
sekolah dapat terbina dan terbentuk menurut pendidikan yang diberikan oleh
guru-guru disekolah.

BAB III
PENUTUP

A.

Kesimpulan

Dari pemaparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa:

1.
Akhlaq adalah sebuah perangai manusia yang bisa dirubah atau dibentuk
untuk manjadi sebuah perangai yang baik, namun butuh waktu dan pembiasaan
diri dalam proses tersebut. Untuk itu perlu adanya beberapa hal yang menjadi
faktor faktor penunjang yang dapat membantu perubahan akhlaq atau perilaku
seseorang.

2.
Beberapa faktor yang mempengaruhi Pembentukan Akhlak Menurut 3
Aliran yakni aliran filsafat natifisme, empirisme, dan konvergensi memiliki
pandangan berbeda beda sperti terurai di atas. Namun penulis berpendapat
bahwa adanya korelasi yang sama pada aliran konvergensi, yakni pada dasarnya
perubahan akhlaq atau perilaku seseorang tidak hanya adanya faktor yang ada
pada dirinya sendiri atau internal melainkan juga adanya faktor dari luar yakni
eksternal.

3.
Ada 5 faktor yang menjadi pengaruh perubahan perilaku seseorang yakni
manusia itu sendiri, instinc, adat, keturunan, dan lingkungan. Dari hal tersebut
maka apabila seseorang ingin merubah suatu akhlaq pada dirinya maka hal yang
terpenting baginya adalah memperhatikan dan membiasakan 5 perkara yang
menjadi faktor penyebab perubahan akhlaq tersebut.

Anda mungkin juga menyukai