Anda di halaman 1dari 22

Pendahuluan

Obat yang mengandung antibiotik sering kali menjadi buah simalakama. Pada satu
sisi dipercaya dapat mempercepat proses penyembuhan. Di lain sisi, antibiotik diyakini akan
menimbulkan masalah kesehatan baru pada si kecil.
Obat antibiotika, umumnya banyak dipakai untuk menyembuhkan berbagai macam
penyakit. Obat-obatan seperti Penisilin, Chloramphenicol, Cephalosporin, Tetrasiklin (khusus
anak di atas 8 tahun) dan Quinolon (khusus anak besar), diberikan dokter bersama sejumlah
obat lain. Umumnya, dokter akan menyarankan untuk `meminumnya sampai habis, baik pada
resep maupun secara lisan.
Secara medis, antibiotik merupakan senyawa mikroorganisme seperti jamur atau
bakteri tertentu yang telah dijinakkan dan bila dimasukkan ke dalam tubuh dapat menjadi
penyembuh yang ampuh. Antibiotik berperang melawan bakteri-bakteri di dalam tubuh.
Namun perlu diingat, penggunaannya tidak boleh sembarangan. Bila dikonsumsi berlebihan
akan berisiko tinggi pada kesehatan.

Pembahasan
Kemampuan suatu terapi antimikrobial sangat bergantung kepada obat, pejamu, dan agen
penginfeksi. Namun dalam keadaan klinik hal ini sangat sulit untuk diprediksi mengingat
kompleksnya interaksi yang terjadi di antara ketiganya.Namun pemilihan obat yang sesuai
dengan dosis yang sepadan sangat berperan dalam menentukan keberhasilan terapi dan
menghindari timbulnya resistansi agen penginfeksi.
Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang mempunyai
efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya
dalam proses infeksi oleh bakteri.Literatur lain mendefinisikan antibiotik sebagai substansi
yang bahkan di dalam konsentrasi rendah dapat menghambat pertumbuhan dan reproduksi
bakteri dan fungi. Berdasarkan sifatnya (daya hancurnya) antibiotik dibagi menjadi dua:
1. Antibiotik yang bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik yang bersifat destruktif terhadap bakteri.
2. Antibiotik yang bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang bekerja menghambat
pertumbuhan atau multiplikasi bakteri.
Cara yang ditempuh oleh antibiotik dalam menekan bakteri dapat bermacam-macam,
namun dengan tujuan yang sama yaitu untuk menghambat perkembangan bakteri. Oleh

karena itu mekanisme kerja antibiotik dalam menghambat proses biokimia di dalam
organisme dapat dijadikan dasar untuk mengklasifikasikan antibiotik sebagai berikut:
1.

Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel bakteri. Ada antibiotik yang merusak
dinding sel mikroba dengan menghambat sintesis enzim atau inaktivasi enzim, sehingga
menyebabkan hilangnya viabilitas dan sering menyebabkan sel lisis. Antibiotik ini
menghambat sintesis dinding sel terutama dengan mengganggu sintesis peptidoglikan.
Dinding sel bakteri yang menentukan bentuk karakteristik dan berfungsi melindungi bagian
dalam sel terhadap perubahan tekanan osmotik dan kondisi lingkungan lainnya. Yang
termasuk ke dalam golongan ini adalah Beta-laktam, Penicillin, Polypeptida, Cephalosporin,
Ampicillin, Oxasilin.

a.

Beta-laktam menghambat pertumbuhan bakteri dengan cara berikatan pada enzim DDtranspeptidase yang memperantarai dinding peptidoglikan bakteri, sehingga dengan demikian
akan

melemahkan

dinding

sel

bakteri

Hal

ini

mengakibatkan

sitolisis

karena

ketidakseimbangan tekanan osmotis, serta pengaktifan hidrolase dan autolysins yang


mencerna dinding peptidoglikan yang sudah terbentuk sebelumnya. Namun Beta-laktam (dan
Penicillin) hanya efektif terhadap bakteri gram positif, sebab keberadaan membran terluar
(outer membran) yang terdapat pada bakteri gram negatif membuatnya tak mampu
menembus dinding peptidoglikan.
b.

Penicillin meliputi natural Penicillin, Penicillin G dan Penicillin V, merupakan antibiotik


bakterisidal yang menghambat sintesis dinding sel dan digunakan untuk penyakit-penyakit
seperti sifilis, listeria, atau alergi bakteri gram positif/Staphilococcus/Streptococcus. Namun
karena Penicillin merupakan jenis antibiotik pertama sehingga paling lama digunakan telah
membawa dampak resistansi bakteri terhadap antibiotik ini. Namun demikian Penicillin tetap
digunakan selain karena harganya yang murah juga produksinya yang mudah.

c.

Polypeptida meliputi Bacitracin, Polymixin B dan Vancomycin. Ketiganya bersifat


bakterisidal. Bacitracin dan Vancomycin sama-sama menghambat sintesis dinding sel.
Bacitracin digunakan untuk bakteri gram positif, sedangkan Vancomycin digunakan untuk
bakteri Staphilococcus dan Streptococcus. Adapun Polymixin B digunakan untuk bakteri
gram negatif.

d.

Cephalosporin (masih segolongan dengan Beta-laktam) memiliki mekanisme kerja yang


hampir sama yaitu dengan menghambat sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri. Normalnya
sintesis dinding sel ini diperantarai oleh PBP (Penicillin Binding Protein) yang akan berikatan
dengan D-alanin-D-alanin, terutama untuk membentuk jembatan peptidoglikan. Namun
keberadaan antibiotik akan membuat PBP berikatan dengannya sehingga sintesis dinding
peptidoglikan menjadi terhambat.

e.

Ampicillin memiliki mekanisme yang sama dalam penghancuran dinding peptidoglikan,


hanya saja Ampicillin mampu berpenetrasi kepada bakteri gram positif dan gram negatif. Hal
ini disebabkan keberadaan gugus amino pada Ampicillin, sehingga membuatnya mampu
menembus membran terluar (outer membran) pada bakteri gram negatif.

f.

Penicillin jenis lain, seperti Methicillin dan Oxacillin, merupakan antibiotik bakterisidal
yang digunakan untuk menghambat sintesis dinding sel bakteri. Penggunaan Methicillin dan
Oxacillin biasanya untuk bakteri gram positif yang telah membentuk kekebalan (resistansi)
terhadap antibiotik dari golongan Beta-laktam.

g.

Antibiotik jenis inhibitor sintesis dinding sel lain memiliki spektrum sasaran yang lebih
luas, yaitu Carbapenems, Imipenem, Meropenem. Ketiganya bersifat bakterisidal.

2.

Antibiotik yang menghambat transkripsi dan replikasi. Yang termasuk ke dalam


golongan ini adalah Quinolone, Rifampicin, Actinomycin D, Nalidixic acid, Lincosamides,
Metronidazole.

a.

Quinolone merupakan antibiotik bakterisidal yang menghambat pertumbuhan bakteri


dengan cara masuk melalui porins dan menyerang DNA girase dan topoisomerase sehingga
dengan demikian akan menghambat replikasi dan transkripsi DNA. Quinolone lazim
digunakan untuk infeksi traktus urinarius.

b.

Rifampicin (Rifampin) merupakan antibiotik bakterisidal yang bekerja dengan cara


berikatan dengan -subunit dari RNA polymerase sehingga menghambat transkripsi RNA dan
pada akhirnya sintesis protein. Rifampicin umumnya menyerang bakteri spesies
Mycobacterum.

c.

Nalidixic acid merupakan antibiotik bakterisidal yang memiliki mekanisme kerja yang
sama dengan Quinolone, namun Nalidixic acid banyak digunakan untuk penyakit demam
tipus.

d.

Lincosamides merupakan antibiotik yang berikatan pada subunit 50S dan banyak
digunakan untuk bakteri gram positif, anaeroba Pseudomemranous colitis. Contoh dari
golongan Lincosamides adalah Clindamycin.

e.

Metronidazole merupakan antibiotik bakterisidal diaktifkan oleh anaeroba dan berefek


menghambat sintesis DNA.

3.

Antibiotik yang menghambat sintesis protein. Yang termasuk ke dalam golongan ini
adalah

Macrolide,

Aminoglycoside,

Tetracycline,

Chloramphenicol,

Kanamycin,

Oxytetracycline.
a.

Macrolide, meliputi Erythromycin dan Azithromycin, menghambat pertumbuhan bakteri


dengan cara berikatan pada subunit 50S ribosom, sehingga dengan demikian akan
menghambat translokasi peptidil tRNA yang diperlukan untuk sintesis protein. Peristiwa ini
bersifat bakteriostatis, namun dalam konsentrasi tinggi hal ini dapat bersifat bakteriosidal.
Macrolide biasanya menumpuk pada leukosit dan akan dihantarkan ke tempat terjadinya
infeksi. Macrolide biasanya digunakan untuk Diphteria, Legionella mycoplasma, dan
Haemophilus.

b.

Aminoglycoside meliputi Streptomycin, Neomycin, dan Gentamycin, merupakan antibiotik


bakterisidal yang berikatan dengan subunit 30S/50S sehingga menghambat sintesis protein.
Namun antibiotik jenis ini hanya berpengaruh terhadap bakteri gram negatif.

c.

Tetracycline merupakan antibiotik bakteriostatis yang berikatan dengan subunit ribosomal


16S-30S dan mencegah pengikatan aminoasil-tRNA dari situs A pada ribosom, sehingga
dengan demikian akan menghambat translasi protein. Namun antibiotik jenis ini memiliki
efek samping yaitu menyebabkan gigi menjadi berwarna dan dampaknya terhadap ginjal dan
hati.

d.

Chloramphenicol merupakan antibiotik bakteriostatis yang menghambat sintesis protein


dan biasanya digunakan pada penyakit akibat kuman Salmonella.

4.

Antibiotik yang menghambat fungsi membran sel. Dibawah dinding sel bakteri adalah
lapisan membran sel lipoprotein yang dapat disamakan dengan membran sel pada manusia.
Membran ini mempunyai sifat permeabilitas selejtif dan berfungsi mengontrol keluar
masuknya subtaansi dari dan kedalam sel, serta memelihara tekanan osmotik internal dan
ekskresi waste products. Selain itu membran sel juga berkaitan dengan replikasi DNA dan
sintesis dinding sel. Oleh karena itu substansi yang mengganggu fungsinya akan sangat lethal
terhadap sel. Contohnya antara lain Ionimycin dan Valinomycin. Ionomycin bekerja dengan
meningkatkan kadar kalsium intrasel sehingga mengganggu kesetimbangan osmosis dan
menyebabkan kebocoran sel.

5.

Antibiotik yang menghambat bersifat antimetabolit. Yang termasuk ke dalam golongan


ini adalah Sulfa atau Sulfonamide, Trimetophrim, Azaserine.

a.

Pada bakteri, Sulfonamide bekerja dengan bertindak sebagai inhibitor kompetitif


terhadap enzim dihidropteroate sintetase (DHPS). Dengan dihambatnya enzim DHPS ini
menyebabkan tidak terbentuknya asam tetrahidrofolat bagi bakteri. Tetrahidrofolat
merupakan bentuk aktif asam folat[17], di mana fungsinya adalah untuk berbagai peran
biologis di antaranya dalam produksi dan pemeliharaan sel serta sintesis DNA dan protein.
Biasanya Sulfonamide digunakan untuk penyakit Neiserria meningitis.

b.

Trimetophrim juga menghambat pembentukan DNA dan protein melalui penghambatan


metabolisme, hanya mekanismenya berbeda dari Sulfonamide. Trimetophrim akan
menghambat enzim dihidrofolate reduktase yang seyogyanya dibutuhkan untuk mengubah
dihidrofolat (DHF) menjadi tetrahidrofolat (THF).

c.

Azaserine (O-diazo-asetyl-I-serine) merupakan antibiotik yang dikenal sebagai purinantagonis dan analog-glutamin. Azaserin mengganggu jalannya metabolisme bakteri dengan
cara berikatan dengan situs yang berhubungan sintesis glutamin, sehingga mengganggu
pembentukan glutamin yang merupakan salah satu asam amino dalam protein.

Antimikroba yang Menghambat Sintesis Protein Mikroba

Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah golongan aminoglikosid,


makrolid, linkomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol. Untuk kehidupannya, sel
mikroba perlu mensintesis berbagai protein. Sintesis protein berlangsung di
ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri, ribosom terdiri atas
atas dua subunit, yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai
ribosom 30S dan 50S. untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua komponen ini
akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 70S.
1.
Aminoglikosid
Aminoglikosid adalah suatu golongan antibiotic bakterisid yang asalnya didapat
dari berbagai species Streptomyces dan memiliki sifat-sifat kimiawi antimikroba,
farmakologis, dan toksik yang karakteristik.
Golongan ini meliputi Streptomycin, neomycin, kanamycin, amikacin,
gentamycin, tobramycin, sisomycin, netilmycin, dsb
a.
Sifat Kimiawi dan Fisik
Aminoglikosid mempunyai cincin Hexose yaitu streptidine (pada
streptomycin),atau 2-deoxystreptamine (pada aminoglikosid lain), dimana
berbagai gula amino dikaitkan oleh ikatan glikosid. Agen-agen ini larut air, stabil
dalam larutan dan lebih aktif pada pH alkali dibandingkan pH asam.
b.
Mekanisme Kerja
Aminoglikosida merupakan penghambat sintesis protein irreversible, namun
mekanisme pasti bakteriosidnya tidak jelas. Begitu memasuki sel, ia akan
mengikat protein subunit-30S yang spesifik (untuk streptomycin S12)
Aminoglikosid menghambat sintesis protein dengan 3 cara:
1. Agen-agen ini mengganggu kompleks awal pembentukan peptide
2. Agen-agen ini menginduksi salah baca mRNA, yang mengakibatkan
penggabungan asam amino yang salah ke dalam peptide, sehingga
menyebabkan suatu keadaan nonfungsi atau toksik protein
3. Agen-agen ini menyebabkan terjadinya pemecahan polisom menjadi
monosom non-fungsional.
c.

Mekanisme Resistensi

Telah ditentukan 3 mekanisme prinsip yaitu


1) Mikroorganisme memproduksi suatu enzim transferase atau enzim-enzim
yang menyebabkan inaktivitas aminoglikosid, melalui adenilasi, asetilasi, atau
fosforilasi
2) Menghalangi masuknya aminoglikosida ke dalam sel
3) Protein reseptor sub unit ribosom 30S kemungkinan hilang atau berubah
sebagai akibat dari mutasi.

d.
Farmakokinetika
Aminoglikosid diabsorbsi sangat buruk pada saluran gastrointestinal yang utuh.
Setelah suntikan intramuscular, aminoglikosid diabsorbsi dengan baik dan
mencapai konsentrasi puncak dalam darah antara 30-90 menit. Aminoglikosid
biasanya diberikan secara intravena 30-60 menit. Secara tradisional
aminoglikosid diberikan dalam 2 atau 3 dosis terbagi perhari bagi pasien-pasien
dengan fungsi ginjal normal
Aminoglikosid merupakan senyawa yang sangat polar dan tidak dapat
langsung memasuki sel. Sebagian besar aminoglikosid tidak dapat masuk ke
mata dan SSP. Aminoglikosid dibersihkan di ginjal, dan ekskresinya berbanding
langsung dengan klirens kreatinin. Waktu paruh normal dalam serum adalah 2-3
jam, namun meningkat dalam 24-48 jam pada pasien dengan kerusakan fungsi
ginjal yang signifikan. Aminoglikosid hanya mengalami klirens secara sebagian
dan tidak beraturan melalui hemodialisis (misalnya 40-60% untuk gentamicyn),
dan lebih efektif jika klirens melalui dialysis peritoneal
Penyesuaian dosis harus dilakukan untuk menghindari akumulasi obat dan
toksisitas pada pasien-pasien dengan insufisiensi fungsi ginjal. Bisa jadi dosis
obat dibiarkan konstan dan interval antar dosis dinaikkan, atau interval dibiarkan
konstan sementara dosisnya dikurangi. Berbagai monogram dan formula telah
dikembangkan untuk menghubungkan kadar serum kreatinin dalam dengan
penyesuaian pada regimen pengobatan.
Dosis harian Aminoglikosid dihitung dengan cara mengalikan dosi harian
maksimum dengan rasio perbandingan klirens kreatinin yang diperkirakan
terhadap klirens normal yaitu 120 mg/min, yang merupakan nilai tipikal untuk
pria dewasa normal dengan bobot 70 kg. Untuk wanita berusia 60 tahun dengan
bobot 60 kg dan serum kreatinin 3 mg/dL, dosis tepat untuk gentamicyn adalah
sekitar 50 mg/hari
Terdapat variasi individual yang patut dipertimbangkan dalam kadar
serum Aminoglikosid diantara pasien-pasien dengan nilai klirens kreatinin yang
diperkirakan sama. Oleh sebab itu, adalah wajib untuk mengukur kadar serum
obat untuk menghindari toksisitas berat khususnya apabila dosis tinggi diberikan
selama lebih dari beberapa hari atau jika fungsi ginjal berubah dengan cepat.
Untuk regimen tradisional dengan pemberian dosis dua atau tiga kali sehari,
konsentrasi serum puncak harus ditentukan dari sampel darah yang diambil
sekitar 30-60 menit setelah pemberian satu dosis dan konsentrasi trough dari
sampel yang diambil sebelum pemberian dosi berikutnya

e.

Efek-efek yang Tidak Diinginkan


Semua Aminoglikosid bersafat ototoksik dan nefrotoksik. Ototoksisitas dan
nefrotoksisitas cenderung ditemukan saat terapi dilanjutkan hingga lebih dari 5

hari, pada dosis yang lebih tinggi, pada orang-orang lanjut usia dan dalam
kondisi insufisiensi fungsi ginjal. Penggunaan bersama diuretic loop (misalnya
furosemid) atau agen antimikroba nefrotoksik lain (missal vanomicyn atau
amphotericyn) dapat meningkatkan nefrotoksisitas dan sedapat mungkin
dihindarkan.

f.

Penggunaan Klinis
Aminoglikosid paling sering digunakan melawan bakteri enteric gramnegatif, khusunya ketika isolatnya resisten obat dan ketika dicurigai sepsis.
hampir selalu digunakan dalam kombinasi dengan antibiotic beta-laktam dalam
upaya untuk memperluas cakupan meliputi patogen-patogen gram positif yang
potensial dan untuk mendapatkan keuntungan sinergisme kedua klas obat ini.
Pemilihan aminoglikosid dan dosisnya sebaiknya tergantung pada infeksi yang
sedang dihadapi dan kerentanan dari isolate tersebut.

2.
Makrolid
Macrolide merupakan suatu kelompok senyawa yang berhubungan erat, dengan
ciri suatu cincin lakton (biasanya terdiri dari 14 atau 16 atom) di mana terkait
gula-gula deoksi. Obat prototipnya adalah Eritromycin, yang terdiri dari dua
belahan gula yang terkait pada cincin lakton 14-atom, diambil dari Streptomyces
erytheus pada tahun 1952. Clartromycin dan artitromycin merupakan turunan
semisintesis eritromycin.
1)

Eritromicyn

Kimia
Struktur umum dari ertromycin ditunjukkan diatas cincin makrolida dan gula-gula
desosamin dan kladinose. Obat ini sulit larut dalam air (0,1%) namun dapat
langsung larut pada zat-zat pelarut organik. Larutan ini cukup satabil pada suhu
4oC, namun dapat kehilangan aktivitas dengan cepat pada suhu 20oC dan pada
suhu asam. Ertromycin biasanya tersedia dalam bentuk berbagai ester dan
garam.
Aktivitas Antimikroba
Eritromycin efektif terhadap organisme-oragnisme gram positif, terutama
pneumokokkus, sterptokokkus, dan corynebacteria, dalam konsentrasi plasma
sebesar 0,02 mg/mL. Selain itu mycoplasma, legionella, Chlamydia trachomatis,
C psittaci, C pneumonia, helicobacter, listeria, dan mycobacteria tertentu, juga
rentan terhadap ertromycin. Demikian pula organism-organisme gram negative,
seperti spesies neisseria, Bordetella pertussis, Batonella henselae, dan B
quintana (agen-agen penyebab pada penyakit catscratch dan angiomatosis
basiler), beberapa spesies rickettise, Tropenome pallidum, serta spesies
campylobacter. Sekalipun demikian, Haemophilus influenza agak kurang rentan.
Hambatan sintesis protein terjadi melalui ikatan ke RNA ribosom 50S. Sintesis

protein terhambat karena reaksi-reaksi translokasi aminoasil dan hambatan


pembentuk awal.
Resistensi
Resistensi terhadap ertromycin biasanya dikode oleh plasmid. Terdapat 3
mekanisme yang telah dikenal :
1) Penurunan permeabilitas membrane sel atau pengaliran keluar (efflux) yang
aktif
2) Produksi esterase (oleh enterobacteriaceae) yang menghidrolisi makrolida
3) Modifikasi situs ikatan ribosom (disebut juga preoteksi ribosom) oleh mutasi
kromosom atau oleh metilase pengganti atau penginduksi makrolida.

Farmakokinetika
Ertromycin basa dihancurkan oleh asam lambung dan harus diberikan dengan
salut enteric. Stearat dan ester cukup tahan pada keadaan asam dan diabsorbsi
lebih baik. Garam lauryl dan ester propionil ertromycin merupakan preprata oral
yang paling baik diabsorbsi. Dosis oral sebesar 2 g/hari menghasilkan
konsentrasi basa ertromycin serum dan konsentrasi ester sekitar 2 mg/mL. Akan
tetapi, yang aktif secara mikrobiologis adalah basanya, sementara
konsentrasinya cenderung sama tanpa memperhitungkan formulasi. Waktu
paruh serum adalah 1,5 jam dalam kondisi normal dan 5 jam pada pasien
dengan anuria. Penyesuaian untuk gagal ginjal tidak diperlukan. Ertromycin tidak
dapat dibersihkan melalui dialysis. Jumlah besar dari dosis yang diberikan
diekskresikan dalam empedu dan hilang dalam fases, hanya 5% yang
diekskresikan dalam urine. Obat yang telah diabsorbsi didistribusikan secara
luas, kecuali dalam otak dan cairan serebrospinal. Ertromycin diangkut oleh
leukosit polimorfonukleus dan makrofag. Oabt ini melintasi sawar plasenta dan
mencapai janin.

Penggunaan Klinis
Eritromycin merupakan obat pilihan dalam:
a. Infeksi-infeksi corynebacterial (diphtheria, corynebacterial sepsis, erythasma)
b. Infeksi kuman Chlamydia pada pernafasan, neonates, okuler, atau genital
c. Mengobati pneumonia dalam komunitas.
d. Sebagai penggenti untuk individu yang alergi terhadap Penisiln, dalam infeksi
yang disebabkan oleh stapilokokkus, streptokokkus, dan pneumokokkus.
e. Sebagai profilaksis terhadap endokarditis dalam prosedur-prosedur dental
pada individu penyakit jantung valvular, sekalipun Clindamycin yang ditoleransi
dengan baik telah banyak menggantikannya.
Efek Samping
a. Efek-efek gastrointestinal : Anoreksia, mual, muntah dan diare sesekali
menyertai pemberian oral. Intoleransi ini disebabkan oleh stimulitas langsung
pada motilitas usus.

b. Toksisitas hati : dapat menimbulkan hepatitis kolestasis akut (demam, ikterus,


kerusakan fungsi hati), kemungkinan sebagai reaksi hepersensitivitas.
c. Interaksi-interaksi obat : menghambat enzim-enzim sitokrom P450 dan
meningkatkan konsentarsi serum sejumlah obat, termasuk teofilin, antikoagulan
oral, siklosporin, dan metilprednisolon. Meningkatkan konsentrasi serum digoxin
oral dengan jalan meningkatkan bioavailabilitas.
2)
Claritromycin
Kimia
Claritromycin diturunkan dari eritromycin dengan penambahnsatu kelompok
methyl, serta memiliki satbilitas asam dan absorbi oral yang lebih baik
dibandingkan dengan eritromycin.
Aktivitas Antimikroba
Mekanisme kerja claritromycin sama dengan eritromycin, kecuali bahwa
claritromycin lebih aktif terhadap kompleks mycobacterium avium. Claritromycin
juga mempunyai aktivitas terhadap M leprae dan Toxoplasma gondii.
Streptokokkus dan stapilokokkus yang resisten terhadap eritromycin juga
resisten terhadap claritromycin.

Farmakokinetika
Dosis 500 mg menghasilkan konsentrasi serum sebesar 2-3 mg/mL. Waktu paruh
claritromycin (6 jam) yang lebih panjang dibandingkan dengan eritromycin
memungkinkan pemberian dosis 2 kali sehari. Claritromycin dimetabolisme
dalam hati. Metabolit utamanya adalah 14-hidroksiclaritromycin, yang juga
mempunyai aktivitas antibakteri. Sebagian dari obat aktif dan metabolit utama
ini dieliminsai dalam urine, dan pengurangan dosis dianjurkan bagi pasien-pasien
dengan klirens kreatinin dibawah 30 mL/menit.
Penggunaan Klinis
Keuntungan claritromycin dibandingkan eritromycin adalah lebih rendahnya
frekuensi intoleransi gastrointestinal dan lebih jarangnya frekuensi pemberian
dosis.
3)
Azitromycin
Kimia
Azitromycin merupakan senyawa dengan cincin makrolida lakton 15-atom yang
diturunkan dari eritromycin dengan penambahan suatu nitrogen yang dimetilasi
ke dalam cincin laktone eritromycin.
Aktivitas Antimikroba dan Penggunaan Klinis
Spektrum aktivitas dan penggunaan klinis identik dengan claritromycin.
Azitromycin aktif terhadap kompleks M avium dan T gondii. Azitromycin sedikit
kurang aktif dibandingkan eritromycin dan claritromycin terhadap satpilikokkus
dan sterptokokkus, namun sedikit lebih aktif terhadap H influenzae. Azitromycin
sangat aktif terhadap klamidia.

Farmakokinetika
Azitromycin berbeda dengan eritromycin dan claritromycin terutama dalam sifat
farmakokinetika. Satu dosi Azitromycin 500 mg dapat menghasilkan konsentrasi
serum yang lebih rendah, yaitu sekitar 0,4 g/mL. Akan tetapi Azitromycin dapat
melakukan penetrasi kesebagian besar jaringan dapat melebihi konsentrasi
serum sepuluh hingga seratus kali lipat. Obat dirilis perlahan dalam jaringanjaringan (waktu paruh jaringan adalah 2-4 hari) untuk menghasilkan waktu paruh
eliminasi mendekati 3 hari. Sifat-sifat yang unik ini memungkinkan pemberian
dosis sekali sehari dan pemendekan durasi pengobatan dalam banyak kasus.
Azitromycin diabsorbsi dengan cepat dan ditoleransi dengan baik secara oral.
Obat ini harus diberikan 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan.
Antasida aluminium dan magnesium tidak mengubah bioavaibilitas, namun
memperlama absorbsi dan dengan 15 atom (bukan 14 atom), maka Azitromycin
tidak menghentikan aktivitas enzim-enzim sitokrom P450, dan oleh karena itu
tidak mempunyai interaksi obat seperti yang ditimbulkan oleh eritromycin dan
claritmycin.

3.
Tetrasiklin
Antibiotika golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah klortetrasiklin
kemudian ditemukan oksitetrasiklin. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik
dari klortetrasiklin, tetapi juga dapat diperoleh dari species Streptomyces lain.
Demeklosiklin, doksisiklin dan minosiklin juga termasuk antibiotic golongan
tetrasiklin.

Mekanisme kerja
Golongan tetrasiklin menghambat sintesis protin bakteri pada ribosomnya. Paling
sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotik ke dalam ribosom bakteri
gram negatif; pertam yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua
ialah sistem transport aktif. Setelah masuk maka antibiotik berikatan dengan
ribosom 30S dan menghalangi masuknya tRNA-asam amino pada lokasi asam
amino.

Efek Antimikroba
Pada umumnya spektrum golongan tetrasiklin sama (sebab mekanismenya
sama), namun terdapt perbedaan kuantitatif dan aktivitas masing-masing drivat
terhadap kuman tertentu. Hanya mikroba yang cepat membelah yang
dipengaruhi obat ini.
Golongan tetrasiklin termasuk antibiotik yang terutama bersifat bakteriostatik
dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman.
Spektrum antimikroba
Tetrasiklin memperlihatkan spektrum antibakteri luas yang meliputi kuman grampositif dan negatif, aerobik dan anaerobik. Selain itu juga aktif terhadap spiroket,
mikoplasma, riketsia, klamidia, legionela dan protozoa tertentu.

Pada umunya tetrasiklin tidak digunakan untuk pengobatan infeksi oleh


streptokokus karena lebih efektif dengan penisilin G, eritromisin, sefalosporin;
kecuali doksisiklin yang digunakan untuk pengobatn sinusitis pada orang dewasa
yang disebabkan oleh Str. pneumoniae dan Str.pyogenes. banyak strai S.aureus
yang resisten terhadap tetrasiklin.
Tetrasiklin dapat digunakan sebagai pengganti penisilin dalam pengobatan
infeksi batang gram-positif seperti B.anthracis, Erysipel, Iothrix rhusiopathiae,
Clostridium tetani dan Listeria monocytogenes.
Kebanyakan strain N.gonorrhoeae sensitif terhadap tetrasiklin, tetapi
N.gonorrhoeae penghasil penisilinase (PPNG) biasanya resisten terhadap
tetrasiklin.
Efektivitasnya tinggi terhadap infeksi batang gram-negatif seperti Brucella,
Francisella tularensis, Pseudomonas mallei, Pseudomonas pseudomallei, Vibrio
cholorae, Campylobacter fetus, Haemophyllus ducreyi, dan Calymmatobacterium
granulomatis, Yersinia pestis, Pasteurella multocida, Spirillum minor, Leptotrichia
buccalis, Bordetella pertusis, Acinetobacter dan Fusobacterium. Strain tertentu
H.influenza mungkin sensitif tetapi E.coli, Klebsella, Enterobacter, Proteus indol
positif dan Pseudomonas umumnya resisten.
Tetrasiklin merupakan obat yang sangat efektif untuk infeksi Mycoplasma
pneumoniae, Ureaplasma urealyticum, Chlamydia trachomatis, Chlamydia
psittaci dan berbagai riketsia. Selain itu juga aktif terhadap Borrelia recurrentis,
Treponema pertenue, Actinomyces israelii. dalam kadar tinggi aktif menghambat
Entamoeba histolytica.
Resistensi
Beberapa spesies kuman terutama streptokokus beta hemolotikus, E.coli,
Pseudomonas aeruginosa, Str.pneumoniae, N.gonorrhoeae, Bacteroides, Shigella,
dan S.aureus makin meningkatkan resistensinya terhadap tetrasiklin. Reistensi
terhadap satu jenis tetrasiklin biasanya disertai resistensi terhadap semua
tetrasiklin lainnya, kecuali minosiklin pada resistensi S.aureus dan doksiiklin
pada resistensi B.fragilis.

Farmakokinetik

Absorpsi
Sekitar 30-80% tetrasiklin diserap dalam salura cerna. Doksisiklin dan minosiklin
iserap lebih dari 90%. Absorpsi sebagian besar berlangsung di lambung dan usus
halus. Adanya makanan dalam lambung menghambat penyerapan, kecuali
minosiklin dan doksisiklin. Absorpsi dihambat dalam derajat tertentu oleh pH
tinggi dan pembentukan kelat yaitu kompleks tetrasiklin dengan suatu zat lain
yang sukar diserap seperti aluminium hidroksid, garam kalsium dan magnesium
yang biasanya terdapat dalam antasida, dan juga ferum. Tetrasiklin diberikan
sebelum makan atau 2 jam sesudah makan.
Distribusi
Dalam plasma semua jenis tetrasiklin terikat oleh protein plasma dalam jumlah

yang bervariasi. Dalam cairan cerebrospinal (CSS) kadar golongan tetrasiklin


hanya 10-20% kadar dalam serum. Penetrasi ke CSS ini tidak tergantung dari
adanya meningitis. Penetrasi ke cairan tubuh lain dan jaringan tubuh cukup baik.
Obat golongan ini ditimbun di hati, limpa dan sumssum tulang serta di sentin
dan email gigi yang belum bererupsi. Golongan tetrasiklin menembus sawar uri
dan terdapat dalam ASI dalam kadar yang relatif tinggi. Dibandingkan dengan
tetrasiklin lainnya, doksisiklin dan minosiklin daya penetrasinya ke jaringan lebih
baik.
Ekskresi
Golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin dengan filtrasi glomerolus dan
melalui empedu. Pemberiaan per oral kira-kira 20-55% golongan tetrasiklin
diekskresi melalui urin. Golongan tetrasiklin yang diekskresi oleh hati ke dalam
empedu mencapai kadar 10 kali kadar dalam serum. Sebagian besar obat yang
diekskresi ke dalam lumen usus ini mengalami sirkulasi enterohepatik; maka
obat ini masih terdapat dalam darah untuk waktu lama setelah terapi dihentikan.
Bila terjadi obstruksi pada saluran empedu atau gangguan faal hati obat ini akan
mengalami kumulasi dalam darah. Obat yang tidak diserap diekskresi melalui
tinja.

Efek samping

Gangguan lambung. Penekanan epigastrik biasanya disebabkan iritasi ari


mukosa lambung dan sering kali terjadi pada penderita yang tidak patuh yang
diobati dengan obat ini.
Efek terhadap kalsifikasi jaringan. Deposit dalam tulang dan pada gigi timbul
selama kalsifikasi pada anak yang berkembang. Hal ini menyebabkan pewarnaan
dan hipoplasi pada gigibdan menganggu pertumbuhan sementara.
Hepatotoksisitas fatal. Efek samping ini telah diketahui timbul bila obat ini
diberikan pada perempuan hamil dengan dosis tinggi terutama bila penderita
tersebut juga pernah mengalami pielonefritis.

Fototoksisitas . Fototoksisitas, misalnya luka terbakar matahari yang berat terjadi


bila pasien menelan tetrasiklin terpajan oleh sinar matahari atau UV. Toksisitas
ini sering dijumpai dengan pemberian tetrasiklin, doksisiklin dan deklosiklin.
Gangguan keseimbangan. Efek samping ini misalnya pusing, mual, muntah
terjadi bila mendapat minosiklin yang menumpuk dalam endolimfe telinga dan
mempengaruhi fungsinya.
Pseudomotor serebri. Hipertensi intrakranial benigna ditandai dengan sakit
kepala dan pandangn kabur yang dapat terjadi pad orang dewasa. Meskipun
penghentian meminum obat membalikkan kondisi, namun tidak jelas apakah
dapat terjadi sekuela permanen.

Superinfeksi. Pertumbuhan berlebihan dari kandida (misalnya dalam vagina)


atau stafilokokus resisten (dalam usus) dapat terjadi.

Penggunaan klinik

Penyakit yang obat pilihannya golongan tetrasiklin adalah:


- Riketsiosis. Perbaikan yangdramatik tampk setelah penggunaan obat golongan
ini. Demam mereda dalam 1-3 hari dan ruam kulit hilang dalam 5 hari. Perbaikan
klinis tampak 24 jam setelah terapi.
- Infeksi klamidia. Limfogranuloma venereum: Golongan tetrasiklin merupakan
obat pilihan utama penyakit ini. Terapi 3-4 minggu dan 1-2 bulan untuk keadaan
kronik.
- Psitakosis: pemberiaan golongan tetrasiklin selama beberapa hari mengatasi
gejala klinis.
- Inclusion conjunctivitis: pengobatannya dengan salep mata atau tetes mata
yang mengandung golongan tetrasiklin selama 2-3 minggu.
- Trakoma: pengobatan dengan salep mata golongan tetrasiklin dikombinasikan
dengan doksisiklin oral selama 40 hari.
- Uretritis nonspesifik. Pengobatan dengan tetrasiklin oral 4 kali sehari 500 mg
selama 7 hari.
- Infeksi Mycoplasma pneumoniae. Dapat diatasi dengan obat golongan
tetrasiklin. Walaupun penyembuhan cepat dicapau, bakteri ini mungkin tetap ada
dalam sputum setelah obat dihentikan.

Infeksi basil
- Bruselosis: Pengobatan yang memuaskan didapat setelah 3 minggu dengan
golongan tetrasiklin. Untuk kasus berat dikombinasi dengan streptomisin.
-Tularemia: Terapi dengan tetrasiklin cukup baik meskipun streptomisin
adalah obat pilah utama penakit ini.
-Kolera: tetrasiklin adalah antibiotik paling efektif untuk kasus i ni. Dapat
mengurangi kebutuhan cairan infus sebanyak 50 %dari yang dibutuhkan.

- Sampar: stretomisin adalah pilihan utama untuk penyakit ini . namun bila
streptomisin tidak dapat digunakan maka dapat dipakai golongan tetrasiklin
- Infeksi kokus. Golongan tetrasiklin tida lagi diindikasikan untuk infeksi
staphylacoccus maupun streptococcus karena seing dijumpai resistensi. Adanya
resistensi strain Str.pneumoniaemembatasi penggunaannya untk penumonieae
akibat kuman ini.

Infeksi venerik.
Gonore: penisilin merupakan obat pilihan utama namun bagi paseien yang
alergi penisilin dapat diberikan tetrasiklin oral 4 kali sehari 500 mg atau
doksisiklin 2 kali sehari 100 mg selama 7 hari. Tetrasiklin mempunyai masking
effect terhadap infeksi sifilis sehingga menyulitkn diagnosis.
Sifilis: tetrasiklin merupakan obat pilihan ke dua setelah penisilin untuk sifilis
dengan dosis 4 kali sehari 500 mg per oral selama 15 hari. Juga efektif untuk
chancroid dan granuloma inguinal.
Akne vulgaris.
tetrasiklin dapat menghambat prouksi asam lemak dari sebum, dengan dosis 2
kali sehari 250 mg selama 2-3 minggu hingga beberapa bulan

Infeksi lain.
- Actinomycosis: Golongan tetrsiklin dapat digunakan jik penisilin G tidak dpat
diberikan pada pasien.
- Frambusia: respon penderita terhadapa golongan tetrasiklin berbeda-beda. Ada
yang hasilnya baik, dapula yang tidak memuaskan. Penisilin merupakan pilihan
utama untuk penyakit ini.
- Leptospirosis: walaupun tetrasiklin dan penisilin G sering digunakan untuk
penyakit ini, efektivitasnya tidak terbukti secara mantap.
- Infeksi saluran cerna: tetrasiklin merupakan ajuvan yang bermanfaat pada
amubiasis intestinal akut, dan infeksi Plasmodium falciparum. Selain itu efektif
untuk disentri oleh strain shigella yang peka.

Penggunaan topikal
Hanya dibatasi untuk infeksi mata saja. Salep mata golongan tetrasiklin
efektif untuk mengobati trakoma dan infeksi lain pada mata oleh gram-positif
dan gram negatif yang sensitif. Selain itu juga untuk profilaksis
oftalmianeonatorum pada neonatus.

Profilaksis pada penykit paru menahun


Banyak penelitian yang hasilnya kontroversial mengenai keamanan
tetrasiklin 500 mg sehari per oral pad pasien ini. Bahaya potensial pemberiaan

jangka lama ini ialah timbulnya superinfeksi bakteri atau jamur yang sulit
dikendalikan.

interaksi obat

Bila tetrasiklin diberikan dengan metoksifluoran maka dapat menyebabkan


nefrotoksisk. Bila dikombinasikan dengan penisilin maka aktivitas
antimikrobanya dihambat. Bila tetrasiklin digunakan bersamaan dengan produk
susu maka akan menurunkan absorpsinya karena membentuk khelat tetrasiklin
dengan ion kalsium yang tidak dapat diabsorpsi.
4. Kloramfenikol
Kloramfenikol diisolasi pertama kali dari Streptomyces venezuelae. Karena daya
anti mikrobanya yang kuat, maka penggunaannya meluas hingga tahun 1950,
dan diketahui obat ini dapt menimbulkan anemia aplastik yang fatal. Karena
toksisitasnya, penggunaan obat ini dibatasi hanya untuk mengobati infeksi yang
mengancam kehidupan dan tidak ada alternatif lain.
a. Mekanisme kerja
kloramfenikol bekerja dengan mengikat sub unit 50S ribosom bakteri dan
menghambat sintesis protein kuman. Yang dihambat ialah enzim peptidil
trasferase yang merupakan katalisator untuk pembentukan ikatan-ikatan peptida
pada proses sintesis protein kuman. Karena kemiripan ribosom mitokondria
mamalia dengan bakteri, sintesis protein pada organela ini dihambat dengan
kadar klorafenikol tinggi yang dapat menimbulkan toksisitas sumsum tulang.
Efek toksiknya pada sel mamalia terutama terlihat pada sistem hemopoetik dan
diduga berhubungan dengan mekanisme kerja obat ini.
b. Spektrum antibakteri
Spektrum antibakterinya meliputi D.pneumoniae, Streptomyces pyogenes,
Streptomycesviridans, Neiserria, Haemophilus, Bacillus sp, Listeria, Bartonella,
Brucella, P.multocida, C.diphtheriae, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia,
Treponema, dan kebanyakan kuman anaerob.
Beberapa strain D.pneumoniae, H.influenzae dan N.meningitidis brsifat resisten;
S.aureus umunya sensitif, sedang Enterobactericeae banyak yang telah resisten.
Obat ini juga efektif terhadap kebanyakan strain E.coli, K.pneumoniae dan
Pr.mirabilis . Kebanyakan strain Serratia, Providencia, dan Proteus rettgerii
resisten, juga kebanyakan strain Pseudomonas aeruginosa danstrain tertentu
Salmonella typhi.
c. Farmakokinetik
Setelah pemberiaan oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar punck
dalam darah tercapai dalam 2 jam. Untuk anak diberikan ester kloramfenikol
palmitat atau stearat yang tidak pahit. Bentuk ester ini akan terhidrolisis di usus
dan membebaskan kloramfenikol. Masa paruh eliminasi pada orang dewasa
kurang lebih 3 jam, pada bayi umur kurang 2 minggu sekitar 24 jam. Kira-kira
50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin. Obat ini diditribusikan
secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk otak, cairan cerebrospinal dan

mata. Dalam hati kloramfenikol mengalami konyugasi dengan asam glukoronat


oleh enzim glukuronil transferase. Dalam waktu 24 jam, 80-90% kloramfenikol
yang diberikan per oral telah diekskresi melalui urin, hany 5-10% dalam bentuk
aktif. Sisanya terdapat dalam bentuk glukuronat atau hidrolisat lain yang tidak
aktif. Bentuk aktif kloramfenikol diekskresi terutam melalui filtrat glomerulus
sedangkan metabolitnya dengan sekresi tubulus.
d. Efek samping
Reaksi hematologik. Terdapat dalam 2 bentuk. Pertama yaitu reaksi toksik
dengan manifestasi depresi sumsum tulang. Kelainan darah yng terlihat yaitu
anemia, retikulositopenia, peningkatan serum ion dan iron binding capacity serta
vakuolisasi seri eritrosit bentuk muda. Bentuk kedua prognosinya sangat buruk
karena anemia yang timbul bersifat irreversibel. Bentuk yang hebat
bermanifestasi sebagai anemia aplastik dengan pansitopenia.
Reaksi alergi
Kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan kulit, angioudem, urtikaria dan
anafilaksis. Kelainan menyerupai reaksi Herxheimer dapat terjadi pada
pengobatan demam tifoid walaupun jarang dijumpai.
Reaksi saluran cerna. Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare
dan enterokolitis.
Gray baby sindrom. Efek ini terjadi pada neonatus bila regimen dosis
kloramfenikol tidak disesuaikan secara akurat. Neonatus memiliki kapasitas
rendah dalam mengglukuronidasi antibiotika dan fungsi ginjalnya belum
sempurna sehingga kemampuannya untuk mengekskresi obat menurun, yang
menumpuk sampai tingkat yang mengganggu fungsi ribosom mitokondria. Hal
ini menyebabkan masuknya makanan terganggu, menekan pernafasan,
kardiovaskular kolaps, sianosis (karena itu disebut grey baby) dan kematian.
Reaksi neurologik. Terlihat dalam bentuk depresi, bingung, delirium, dan sakit
kepala. Neuritis perifer atau neuropati optik dapat juga timbul terutama setelah
pengobatan lama.
e. Penggunaan klinik
Demam tifoid. Walaupun akhir-akhir ini sering dilaporkan adanya resistensi
S.typhi terhadap kloramfenikol, tapi masih tetap sebagai pilhan utama untuk
penyakit ini. Untuk pengobatannya, kloramfenikol diberikan 4 kali sehari 500 mg
selama 2-3 minggu. Untuk anak 50-100 mg/kgBB sehari selama 10 hari. Dapat
pula digunakan tiamfenikol dengan dosis 50 mg/kgBB sehari pada minggu
pertama dan diteruskan 1-2 minggu lagi dengan dosis separuhya.
Meningitis purulenta. Kloramfenikol efektif untuk penyakit yang disebabkan
H.influenzae ini. Untuk terapi awal pada anak, kloramfenikol diberikan bersama
dengan suntikan penisilin G.
Riketsiosis. Tetrasiklin merupakan obat pilihan pertama untuk penyakit ini.
Namun apabil tetrasiklin tidak dapat diberikan, maka digunakan kloramfenikol

dengan dosis awal 50 mg/kgBB dilanjutkan dengan pemberian 1 g tiap 8 jam.


Untuk anak kloramfenikol palmitat 100 mg/kgBB sehari. Dilanjutkan sampai 8
jam bebas demam.
Infeksi lain. Klorafenikol memliki efktivitas yang sama dengan tetrasiklin dalam
pengobatan lymphogranuloma venerum, psittcosis, infeksi mycoplasma
pneumoniae dan
P.pestis. namun untuk kasus ini sebaiknya digunakan tetrasiklin yang
toksisitasnya relatif rendah. Kloramfenikol dapat digunakan untuk bruselosis
dengan dosis 0,75-1 gram tiap 6 jam bila tetrasiklin tidak dapat diberikan.
Kloramfenikol dapat pula digunakan untuk mengatasi infeksi kuman anaerobik
yang berasal dari lumen usus.
f. Interaksi obat
Kloramfenikol mampu menghambat fungsi penggabungan oksidase hepatik
sehingga dapat menghambat metabolisme obat seperti warfarin, fenitoin,
tolbutamid dan klopropamid, sehingga meningkatkan konsentrasi dan efeknya.
5.

Klindamisin

a. Mekanisme kerja
Mekanisme kerja klindamisin sama dengan eritromisin yaitu mengikat secara
ireversibel pada tempat sub unit 50S ribosom bakteri, sehingga menghambat
langkah translokasi sintesis protein.
b. Spektrum antibakteri
Spektrum antibakterinya menyeruapai linkomisisn hanya in vitro klindamisin
lebih aktif. Obat ini aktif terhadap S.aureus, D.pneumoniae, Str.pyogenes,
Str.anaerobic, Str.viridans dan Actinomyces israelli. Obat ini juga aktif terhadap
Bacteroides fragilis dan kuman anaerob lainnya.
c. Farmakokinetik
Klindamisin diserap hampir lengkap pada pemberiaan oral. Adanya makanan
dalam lambung tidak banyak mempengaruhi absorpsi obat ini. Klindamisin
palmitat yang digunakan sebagai preparat oral pediiatrik, tidak aktif secara in
vitro. Tetapi setelah mengalami hidrolisis akan dibebakan klindamisin yang aktif.
Klindamisin didistribusi dengan baik, ke berbagai cairan tubuh, jaringan dan
tulang, kecuali CSS walaupun sedang terjadi meningitis. Dapat menembus sawar
uri dengan baik. Kira-kira 90% klindamisin dalam serum terikat dengan albumin.
Hanya sekitar 10% klindamisin diekskresi dalam bentuk asal melalui urin.
Sejumlah kecil klindamisin ditemukan dalam feses. Sebagian besar obat
dimetabolisme menjadi N-demetilklindamisin dan klindamisin sulfoksid untuk
selanjutnya diekskresi melalui urin dan empedu.
d. Efek samping
Selain kulit kemerahan, efek samping yang paling serius yang dapat berakibat
fatal yaitu kolitis pseudomembranosa yang disebabkan pertumbuhan berlebihan
Clostridium difficile yang mengeloborasi toksin nekrotik. Reaksi lain yang jarang

terjadi ialah sindrom stevens-johnson, peningkatan SGPT dan SGOT sementara,


granulisitopenia, trombositopenia dan reaksi anfilaksis. Tromboflebitis dapat
terjadi karena pemberian iv.
e. Penggunaan klinik
Walaupun beberapa infeksi kokus gram positif dapat diobati dengan klindamisin,
pengobatan ini harus dipertimbangkan baik-baik karena mungkin menimbulkan
kolitis. Klindamisin terutam bermanfaat untuk infeksi kuman anaerobik, terutama
B.fragilis. untuk pengobatan abses paru, pemberiaan klindamisin 3 kali 600 mg
secara iv lebih efektif daripada penisilin 1 juta unit tiap 4 jam. Peranan obat ini
untuk pneumonia aspirasi, pneumonia pasca obstruksi atau abses paru belum
dipastikan, tetapi didapat kesan bahwa klindamisin merupakan alternatif yang
baik untuk penisilin.

Antagonis Folat
1)

Sulfonamida

Semua sulfonamida yang digunakan dalam klinik adalah analog struktural paminobenzoat (PABA) sintetik.
Sulfadiazin perak, suksinilsulfatiazol, sulfasetamid, sulfadiazin, sulfametoksazol,
sulfasalazin, sulfisoksazol.
a. Mekanisme kerja
Menjadi impermeabel terhadap asam folat, banyak bakteri harus tergantung
pada kemampuannya untuk mensintesis asam folat dari PABA, pteridin dan
glutamat.
Sebaliknya, manusia tidak dapat mensintesis asam folat dan folat didapat dari
vitamin dan makanannya.
Karena strukturnya mirip PABA, sulfonamida berkompetisi dengan substrat ini
untuk sintetase enzim dihidropteroat.
Hal ini menghilangkan kofaktor esensial sel terhadap purin, pirimidin dan
sintesis asam amino.
b. Spektrum Bakteri
Golongan sulfa termasuk kotrimoksasol (sulfametoksasol plus trimetoprim)
bersifat bakteriostatik.
Obat-obat ini aktif terhadap enterobakteria, klamidia, pneumocytis dan
nokardia.
c. Resistensi
Resistensi secara umum bersifat irreversibel dan mungkin disebabkan oleh tiga
kemungkinan.

1. Perubahan enzim : Dihidropteroat sintetasi bakteri dapat mengalami mutasi


atau ditransfer melalui plasmid yang menimbulkan penurunan afinitas sulfa.
2. Penueunan masukan : Permeabilitas terhadap sulfa mungkin menurun pada
beberapa starin yang resisten.
3. Meningkatnya sintesis PABA
d. Farmakokinetik
1. Pemberian: Kebanaykan obat sulfa diabsorpsi secara baik setelah pemberian
oral. Karena resiko sensitasi sulfa biasanya tidak diberikan secara topikal.
2. Distribusi: Gol. Sulfa didistribusikan ke seluruh cairan tubuh dan penetrasinya
baik ke dalam cairan serebrospinal. Obat ini juga dapat melewati sawar plasenta
dan masuk ke dalam ASI. Sulfa berikatan dengan albumin serum dalam sirkulasi.
3. Metabolisme: Sulfa diasetilasi pada N4, terutama di hati. Produknya tanpa
aktivitas antimikroba, tetapi masih bersifat potensial toksik pada PH netral atau
asam yang menyebabkan kristaluria dan karena itu, dapat menimbulkan
kerusakan ginjal.
4. Ekskresi: Eliminasi sulfa yaitu melalui filtrasi glomerulus.
e. Efek Samping
Kristaluria: Nefrotoksisitas berkembang karena adanya kristaluria. Hidrasi dan
alkalinasi urin yang adekuat mencegah masalah tersebut dengan menurunkan
konsentrasi obat dan menimbulkan ionisasinya.
sulfisoksazol dan sulfametoksazol >> larut pada pH urin dibandingkan sulfa yang
lama (mis:sulfadiazin) shg <<>85 3,1 400 Non-ginjal
Norfloxacin 3,5-5 80 1,5 400 Gijal
Ofloxacin 5-7 95 2,9 400 Ginjal
Sparfloxacin 18 92 50% ginjal, 50% feses
Trovafloxacin 11 88 2,2 200 Non-ginjal
2)
Rifampicin
Rifampisin adalah derivate semisintetik rifampisin B yaitu satu anggota
kelompok antibiotic makrosiklik yang disebut rifamisin. Kelompok zat ini
dihasilkan oleh Streptomyces mediterranei. Obat ini merupakan zwitter, larut
dalam pelarut organic dan air yang pH nya asam.
a. Aktivitas antibakteri
Rifampisin menghambat pertumbuhan berbagal kuman gram-positif dan gramnegatif. Terhadap kuman gram-positif kerjanya tidak sekuat penisilin G tetapi
sediklt lebih kuat daripada eritromisin, linkomisin, sefalotin. Terhadap kuman
gram-negatif kerjanya lebih lemah daripada tetrasiklin, kloramfenikol, kanamisin
dan kolistin. Antibiotik Ini sangat aktif terhadap N meningitis ; kadar hambat

minimalnya berkisar 0,1-0,8 g/ml. Obat ini dapat menghambat pertumbuhan


beberapa jenis virus.
In vivo, rifampisin meningkatkan aktivitas streptomisin dan isoniazid terhadap
M.tubercolosis, tetapi tidak bersifat aditif terhadap etambutol.
b. Farmakokinetik
Pemberian rifampisin per oral menghasilkan kadar puncak dalam plasma 2-4
jam; dosis tunggal sebesar 600 mg menghasilkan kadar sekitar 7 g/ml.
T : 1,5 5 jam
Ekskresi : empedu
Pemberian PAS bersama rifampisin akan menghambat absorpsi rifampisin
sehingga kadarnya dalam darah tidak cukup.
Rifampisin merupakan pemacu metabolisme obat yang cukup kuat, sehingga
berbagai obat hipoglikemik oral, kortikosteroid, dan kontrasepsi oral akan
berkurang efektivitasnya bila diberikan bersama rifampisin.
Mungkin dapat terjadi kehamilan pada pemberian bersama kontrasepsi oral.
Rifampisin mungkin menganggu metabolisme vitamin D sehingga dapat
menimbulkan kelainan tulang berupa osteomalasia.
Disulfiram dan probenesid dapat menghambat ekskresi rifampisin melalui
ginjal. Rifampisin tampaknya meningkatkan hepatotokslsltas INH terutama pada
asetilator lambat
c. Efek-efek yang tidak diinginkan
penyakit kuning (ikterus)
gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, sakit ulu hati, kejang perut dan
diare, begitu pula gejala gangguan SSP dan reaksi hipersensitasi.
d. Sediaan
Kapsul 150 mg dan 300 mg
Tablet 450 mg dan 600 mg
Suspensi yang mengandung 100 mg/5 ml rifampisin.
e. Dosis
Dewasa dengan berat badan kurang dari 50 kg ialah 450 mg/ hari dan untuk
berat badan lebih dari 50 kg ialah 1000 mg/hari. anak-anak 10-20 mg/kg BB per
hari dan dengan dosis maksimum 600 mg/ hari.

Anda mungkin juga menyukai