Anda di halaman 1dari 8

1.

Etiologi persalinan prematur


Persalinan prematur merupakan kelainan proses yang multifaktorial.
Kombinasi keadaan obstetrik, sosiodemografik, dan faktor medic mempunyai
pengaruh terhadap terjadinya persalinan prematur. Kadang hanya risiko
tunggal dijumpai seperti distensi berlebih uterus, ketuban pecah dini atau
trauma. Banyak kasus persalinan premature sebagai akibat proses patogenik
yang merupakan mediator biokimia yang mempunyai dampak terjadinya
kontraksi Rahim dan perubahan serviks, yaitu:
a. Aktivasi aksis kelenjar hipotalamus-hipofisis-adrenal baik pada ibu
maupun pada janin (sama dengan penjelasan pada FR).
b. Inflamasi desidua-korioamnion atau sistemik akibat infeksi asenden dari
traktur genitourinarius atau infeksi sistemik (sama dengan penjelasan pada
FR).
c. Perdarahan pada desidua (sama dengan penjelasan plasenta previa dan
solusio plasenta pada FR).
d. Peregangan uterus patologik.
Distensi uterus yang berlebihan memainkan peranan kunci dalam memulai
persalinan preterm yang berhubungan dengan kehamilan multipel,
polihidramnion, dan makrosemia. Mekanisme dari distensi uterus yang
berlebihan hingga menyebabkan persalinan preterm masih belum jelas.
Namun diketahui, peregangan Rahim akan menginduksi ekspresi protein
gap junction, seperti connexin-43 (CX-43) dan CX-26, serta meginduksi
protein lainnya yang berhubungan dengan kontraksi, seperti reseptor
oksitosin. Pada penelitian in vitro, regangan myometrium juga
meningkatkan prostaglandin H synthase 2 (PGHS-2) dan prostaglandin E
(PGE). Regangan otot pada segmen menunjukkan peningkatan produksi
IL-8 dan kolagen, yang pada gilirannya akan memfasilitasi pematangan
serviks. Namun, penelitian eksperimental pada hewan mengenai uterin
overdistensi hingga saat ini belum ada, dan penelitian pada manusia
sepenuhnya hanya berdasarkan observasi.
e. Kelainan pada uterus atau serviks (sama dengan penjelasan pada FR).
2. Faktor risiko persalinan prematur
Kondisi selama hamil yang beriisiko terjadinya persalinan prematur
adalah:
a. Janin dan plasenta

Perdarahan trimester awal


Perdarahan antepartum (plasenta previa, solusio plasenta, vasa previa)
- Plasenta previa
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga
dan mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya
segmen bawah Rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan.
Sebagaimana diktehaui tapak plasenta terbentuk dari jaringan
maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi
bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri menjadi segmen
bawah Rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit
banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua
sebagai tapak plasenta. Demikian pula pada serviks mendatar dan
membuka ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat
laserari ini akan

terjadi perdarahan yang berasa dari sirkulasi

maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta. Jika terjadi


perdarahan yang banyak, perlu segera dilakukan terminasi
kehamilan dan terjadi persalinan preterm jika usia kehamilan
-

belum cukup bulan.


Solusio plasenta
Solusio plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses yang
bermula dari suatu keadaan yang mampu memisahkan vili-vili
korialis plasenta dari tempat implantasinya pada desidua basalis
sehingga terjadi perdarahan.
Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel
(apoptosis) yang disebabkan oleh iskemia dan hipoksia. Perdarahan
tersebut menyebabkan desidua basalis terlepas kecuali selapisan
tipis yang tetap melekat pada miometrium. Dengan demikian, pada
tingkat permulaan sekali proses terdiri atas pembentukan hematom
yang bisa menyebabkan pelepasan yang lebih luas, kompresi dan
kerusakan pada bagian plasenta sekelilingnya yang berdekatan.
Pada solusio plasenta umumnya kehamilan diakhiri dengan induksi
atau stimulasi partus pada kasus yang ringan atau janin telah mati,
atau langsung dengan bedah sesar pada kasus yang berat atau telah

terjadi gawat janin.


Ketuban pecah dini (KPD)

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Pada


kehamila aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada
kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada

kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.


Pertumbuhan janin terhambat
Pada kelainan sirkulasi uteroplasenta akibat dari perkembangan
palsenta yang abnormal, pasokan oksigen, masukan nutrisi, dan
pengeluaran hasil metabolik menjadi abnormal. Janin menjadi
kekurangan oksigen dan nutrisi pada trimester akhir sehingga timbul
PJT yang asimetrik yaitu lingkar perut yang jauh lebih kecil daripada
lingkar kepala.
Setelah ditetapkan tidak ada kelainan janin perlu dipertimbangkan bila
janin akan dilahirkan. Bagi situasi di Indonesia, saat yang tepat ialah
bergantung pada arus darah arteri umbilical dan usia gestasi. Arteri
umbilical yang tidak memiliki arus diastolic bahkan adanya arus
terbalik akan mempunyai prognosis buruk berupa kematian janin
dalam <1 minggu. Usia optimal untuk melahirkan bayi adalah 33-34

minggu dengan pertimbangan sudah dilakukan pematangan paru.


Cacat bawaan janin
Cacat bawaan janin sebagai contoh adalah cacat bawaan pada saluran
cerna misalnya palatoschizis sehingga absorbsi air ketuban oleh janin
berkurang sehingga terjadi polihidramnion yang berakhir dengan

overdistensi.
Kehamilan ganda/gemeli
Pada kehamilan ganda akan terjadi overdistensi.

Polihidramnion
Pada polihidramnion juga akan terjadi overdistensi.

b. Ibu
Penyakit berat pada ibu

Diabetes mellitus
Diabetes mellitus akan meyebabkan hidramnion-Dalam kondisi ini
terjadi peningkatan jumlah cairan ketuban dalam kantung ketuban
yang mengelilingi bayi. Hal ini dapat menyebabkan persalinan

prematur.
Preeklampsia/hipertensi
Pada hipertensi atau preeklampsia, penolong persalinan cenderung

untuk mengakhiri kehamilan.


Infeksi saluran kemih/genital/intrauterine
Pathogenesis infeksi menyebabkan persalinan preterm belum jelas.
Kemungkinan

diawali

dengan

aktivasi

fosfolipase

A2

yang

melepaskan bahan asam arakidonat dari selaput amnion janin,


sehingga

asam

arakidonat

bebas

meningkat

untuk

sintesis

prostaglandin. Endotoksin dalam airketuban akan merangsang sel


desidua untuk menghasilkan sitokin dan prostaglandin yang dapat
menginisiasi proses persalinan. Proses persalinan preterm yang
dikaitka dengan infeksi diperkirakan diawali dengan pengeluaran
produk sebagai hasil dari aktivasi monosit. Berbagai sitokin, termasuk
interleukin-1, tumor nekrosing faktor (TNF), dan interleukin-6 adalah
produk seretorik yang dikaitkan dengan persalinan preterm. Sementara
itu Platelet Activating Factor (PAF) yang ditemukan dalam air ketuban
terlibat secara sinergik pada aktivasi jalinan sitokin tadi. PAF diduga
dihasilkan dari paru dan ginjal janin. Dengan demikian, janin
memainkan peran yang sinergik dalam mengawali proses persalinan
preterm yang disebabkan oleh infeksi. Bakteri sendiri mungkin
menyebabkan kerusakan membrane lewat pengaruh langsung dari
protease.
Vaginosis bakterialis adalah sebuah kondisi ketika flora normal vagina
predominan laktobasilus yang menghasilkan hydrogen peroksida
digantika oleh bakteri anaerob, Gardnerella vaginalis, spesies
mobilunkus atau mikoplasma hominis. Keadaan ini telah lama
dikaitkan dengan ketuban pecah dini, persalinan preterm, dan infeksi

amnion, terutama bila pH vagina lebih dari 5,0.


Penyakit infeksi dengan demam
Stress psikologik

Stress didefinisikan sebagai tantangan baik psikologis ataupun fisik


yang mengancam ataupun mengancam hemostasis pasien akan
mengakibatkan aktivasi

prematur Hipothalamic-Pituitary-Adrenal

(HPA) janin atau ibu. Stress semakin diakui sebagai faktor resiko
penting terjadinya persalinan preterm. Neuroendrokin, kekebalan
tubuh, proses perlilaku (seperti depresi) telah dikaitkan dengan
kejadian persalinan preterm akibat stress. Proses aktivasi prematur
HPA dimediasi oleh corticothropine releasing hormone (CRH)
plasenta. Dalam sebuah hasil penelitian in vivo ditemukan hubungan
yang signifikan antara stress psikososial ibu dengan kadar CRH,
ACTH, dan kortisol plasma ibu. Menurut Hobel dkk, dibandingkan
dengan wanita yang melahirkan aterm, wanita yang preterm memiliki
kadar CRH yang meningkat signifikan dengan mempercepat
peningkatan kadar CRH selama kehamilan. Pada persalinan preterm
aksis HPA ibu dapat mendorong ekspresi CRH plasenta. CRH
plasenta

menstimulasi

janin

untuk

mensekresi

kortisol

dan

dehydroepiandrosterone synthase (DHEA-S) melalui aktivasi aksis


HPA janin dan menstimulasi plasenta untuk mensisntesis estriol dan
prostaglandin, sehingga mempercepat persalinan preterm.

Kelainan bentuk uterus/serviks


Kelainan anatomik uterus terjadi pada 15% perempuan dengan
kehilangan kehamilan berulang. Septum uterus adalah kelainan yang
paling sering dijumpai dan berkaitan dengan kegagalan reproduksi

seperti kehilangan kehamilan berulang dan persalinan prematur.


Riwayat persalinan preterm/abortus berulang
Inkompetensi serviks (panjang serviks kurang dari 1 cm)
Inkompeten serviks didefinisikan oleh American College

of

Obstetricians dan Gynecologists (ACOG) sebagai ketidakmampuan


serviks uterus untuk mempertahankan kehamilan pada trimester kedua,

dengan tidak adanya kontraksi rahim.


Pemakaian obat narkotik
Trauma
Perokok berat

Meskipun jalur yang tepat antara merokok selama kehamilan dan


kelahiran prematur tidak diketahui, para peneliti berteori bahwa salah
satu mekanisme bisa jadi karena aliran darah palsenta terganggu akibat
nikotin dan karbon monoksida, yang merupakan vasokonstriktor kuat
dari pembuluh plasenta.
Karbon monoksida dalam asap tembakau dapat mengganggu
oksigenasi janin dengan membentuk karboksihemoglobin, dan nikotin
dapat meningkatkan tekanan darah ibu dan detak jantung, juga
menghalangi aliran darah ke janin.
Kelainan imunologi/kelainan resus
3. Komplikasi persalinan premature
Pada ibu, setelah persalinan reterm, infeksi endometrium lebih sering terjadi
sehingga mengakibatkan sepsis dan lambatnya penyembuhan luka episiotomy.
Sedangkan bagi bayi, persalinan preterm menyebabkan 70% kematian prenatal
atau neonatal, serta menyebabkan morbiditas jangka pendek maupun jangka
panjang. Morbiditas jangka pendek diantaranya respiratory distress syndrome
(RDS), perdarahan intra/periventrikuler, necrotizing enterocolitis (NEC),
dysplasia bronkopulmoner, sepsis dan paten duktus arteriosus. Adapun
morbiditas jangka panjang yang meliputi retardasi mental, gangguan
perkembangan,

serebral palsi,

seizure

disorder, kebutaan, hilangnya

pendengaran, juga dapat terjadi disfungsi neurobehavioral dan prestasi sekolah


yang kurang baik.
4. Etiologi ketuban pecah dini
Ketuban pecah dalam persalinan disebabkan oleh kontraksi uterus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu
terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh,
bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.
Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraseluler matriks.
Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan
aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan
menyebabkan selaput ketuban pecah.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metalloproteinase (MMP) yang
dihambat oleh inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease.
Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1
mengarah pada degradasi proteolitik dari matriks ekstraseluler dan membran

janin. Aktivitas degradasi proteolitik ini meningkat menjelang persalinan.


Pada penyakit periodontitis dimana selaput terdapat peningkatan MMP.
Cenderung terjadi ketuban pecah dini.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada trimester ketiga
selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada
hubungannya dengan pembesaran uterus, kontraksi Rahim, dan gerakan janin.
Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia pada selaput ketuban.
Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban
pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh factor-faktor eksternal,
misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban pecah dini prematur
sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten serviks, solusio plasenta.
5. Faktor risiko ketuban pecah dini
Faktor risiko untuk terjadinya ketuban pecah dini adalah:
a. Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen
b. Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan
struktur abnormal karena antara lain merokok
6. Pada impending eklampsia terjadi keluhan sakit kepala, nyeri ulu hati, dan
pandangan kabur
a. Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma
dan pandangan kabur
b. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson)
7. Syarat pemberian MgSO4
a. Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium
glukonas 10% = 1 gr (10% dalam 10 cc) diberikan IV 3 menit.
b. Refleks patella (+) kuat
c. Frekuensi pernapasan >16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distress nafas
8. Kontraindikasi pemberian MgSO4
9. Teknik pemberian MgSO4
a. Loading dose: initial dose
4 gram MgSO4; intravena (40% dalam 10 cc) selama 15 menit.
b. Maintenance dose:
Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam; atau diberikan 4 atau
5 gram IM. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram IM tiap 4-6
jam.
10. Penatalaksanaan eklampsia pada saat kejang
Perawatan dasar eklampsia yang utama ialah terapi suportif untuk stabilisasi
fungsi vital, yang harus diingat Airway, Breathing, Circulation (ABC),
mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia,

mencegah trauma pada saat kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya


pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada waktu yang tepat dan
dengan cara yang tepat.
a. Obat antikejang
Obat antikejang yang menjadi pilihan utama adalah magnesium sulfat.
Bila dengan jenis obat ini kejang masih sukar diatasi, dapat dipakai obat
jenis lain, misalnya thiopental. Diazepam dapat dipakai sebagai alternative
pilihan, namun mengingat dosis yang diperlukan sangat tinggi, pemberian
diazepam hanya dilakukan oleh mereka yang telah berpengalaman.
Pemberian diuretikum hendaknya selalu disertai dengan memonitor
plasma elektrolit. Obat kardiotonika maupun obat-obat antihipertensi
hendaknya selalu disiapkan dan diberikan benar-benar untuk indikasi.
Pemberian magnesium sulfat pada dasarnya sama seperti pemberian
magnesium sulfat pada preeclampsia berat.
b. Perawatan pada waktu kejang
Pada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan
adalah mencegah penderita mengalami trauma akibat kejang-kejang tersebut.
Dirawat di kamar isolasi cukup terang, tidak di kamar gelap, agar bila terjadi
sianosis segera dapat diketahui. Penderita dibaringkan di tempat tidur yang
lebar, dengan rail tempat tidur harus dipasang dan dikunci dengan kuat.
selanjutnya masukkan sudap lidah ke dalam mulut penderita dan jangan
mencoba melepas sudap lidah yang sedang tergigit karena dapat mematahkan
gigi. Kepala direndahkan dan daerah orofaring diisap. Hendaknya dijaga agar
kepala dan ekstremitas penderita yang kejang tidak terlalu kuat menghentakhentak benda keras di sekitarnya. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup
kendor, guna menghindari fraktur. Bila penderita selesai kejang-kejang, segera
berikan oksigen.

Anda mungkin juga menyukai