PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tindakan ekstraksi katarak dengan menggunakan fekoemulsifikasi dan
implantasi lensa merupakan salah satu prosedur bedah yang sangat aman, namun
tetap dapat menimbulkan komplikasi seperti edema makula kistoid (CME).
Edema makula kistoid dikenal juga dengan istilah Irvine-Gass Syndrome, yang
pertama kali dilaporkan oleh A. Ray Irvine Jr, MD pada tahun 1953 dan kemudian
dijelaskan dengan fluorescein angiography oleh J. Donald M. Gass, MD pada
tahun 1969.1,2 Edema makula kistoid adalah pembengkakan atau penebalan pada
sentral retina (makula) yang biasanya berhubungan dengan penglihatan yang
kabur.3 Penyebab dari edema makula kistoid belum diketahui secara pasti, namun
edema makula kistoid sering terjadi pada penyakit inflamasi, penggunaan obatobat tertentu dan setelah operasi mata.4-6
Insiden terjadinya edema makula kistoid dengan penurunan penglihatan
setelah operasi katarak dengan menggunakan fekoemulsifikasi di Amerika Serikat
dilaporkan hanya 0,2-1,4%. Insiden ini meningkat pada teknik operasi katarak
yang telah lama yaitu dapat terjadi pada sekitar 20-60% pasien. 3 Perkiraan
prevalensi edema makula kistoid sekitar 8-12% pada pasien setelah menjalani
operasi katarak tanpa komplikasi. Diabetes merupakan salah satu faktor
predisposisi untuk terjadinya edema makula kistoid setelah operasi katarak. Dari
sebuah penelitian menunjukkan terjadinya edema makula kistoid sekitar 32%
pada pasien diabetes tanpa retinopati dan 81% pada pasien diabetes dengan
retinopati pada saat operasi katarak.5
Edema makula kistoid pada umumnya memiliki prognosis yang baik.
Resolusi spontan dengan perbaikan visual dapat terjadi dalam rentang waktu 3-12
bulan. Namun, pada edema makula persisten atau eksaserbasi dapat menyebabkan
kerusakan pada fotoreseptor foveolar yang menyebabkan gangguan penglihatan
secara permanen.4,6
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Edema makula kistoid adalah suatu kondisi dimana terjadi pembengkakan
atau penebalan dari pusat retina yaitu makula dan biasanya berhubungan dengan
penglihatan sentral yang kabur atau distorsi.3,7 Edema makula terjadi ketika
deposit cairan dan protein terkumpul didalam makula, menyebabkan penebalan
dan pembengkakan sehingga mengakibatkan distorsi penglihatan sentral. Makula
adalah bagian retina yang bertanggung jawab untuk ketajaman penglihatan sentral
karena kaya akan sel fotoreseptor kerucut. Akumulasi cairan makula mengubah
fungsi sel di retina serta memprovokasi respon inflamasi.4,6
Pseudofakia edema makula kistoid (PCME), juga dikenal sebagai sindrom
Irvine-Gass, pertama kali dilaporkan oleh A. Ray Irvine Jr, MD pada tahun 1953
dan kemudian dijelaskan dengan angiografi fluorescein oleh J. Donald M. Gass,
MD, di 1969. Meskipun fakoemulsifikasi merupakan kemajuan dalam ekstraksi
katarak, PCME tetap menjadi penyebab umum dari penurunan penglihatan setelah
operasi katarak.6,8,9 Pseudofakia edema makula kistoid terjadi ketika permeabilitas
kapiler retina parafoveal meningkat dan terjadi kebocoran serosa di lapisan
intraretinal.10
2.2 Faktor risiko
Faktor risiko utama yang terkait dengan pseudofakia edema makula adalah
jenis operasi katarak, komplikasi selama operasi, seperti kehilangan vitreous,
ruptur kapsul posterior, inkarserasi iris atau fragmen lensa yang tertahan; dan
beberapa kondisi yang sudah ada, seperti uveitis atau diabetes.1
a. Jenis Operasi Katarak
Pilihan prosedur operasi katarak dikaitkan dengan hasil yang berbeda dan
komplikasi, seperti CME. Perubahan dalam prosedur dari ekstraksi sayatan
besar
katarak
intrakapsular,
sayatan
kecil
ekstrakapsular
dan
b. Komplikasi Bedah
Komplikasi bedah yang mempengaruhi untuk PCME termasuk kehilangan
vitreus, traksi vitreus di tempat sayatan, vitrektomi untuk fragmen lensa
yang tertahan, trauma iris, ruptur kapsul posterior, dislokasi lensa
intraokular, kapsulotomi awal pasca operasi, dan penggunaan IOL yang
terfiksasi di iris atau bilik mata depan. Faktor risiko preoperatif termasuk
riwayat uveitis, diabetes, oklusi vena retina sebelumnya, ARMD, membran
epiretinal, traksi vitreomakula, CME sebelumnya, dan penggunaan
prostaglandin analog untuk pengobatan glaukoma. Perkembangan PCME
sering dikaitkan dengan kambuhnya uveitis anterior pasca operasi.9
2.3 Epidemiologi
Insidensi post operasi katarak (Irvine-Gass sindrom) dari CME klinis yang
signifikan dengan visus menurun setelah operasi fakoemulsifikasi modern hanya
sekitar 0,2-1,4%. Frekuensi lebih umum pada jenis dari operasi katarak yang lebih
lama yaitu ICCE, di mana CME bisa terjadi pada 20-60% pasien. Dengan
menggunakan metode yang lebih sensitif untuk mendeteksi edema makula seperti
optik CT (OCT) tingkat CME saat ini diperkirakan antara 4-40%.
Menurut penelitian Ray dan DAmico tahun 2002, CME dapat terjadi
setelah operasi katarak dengan tidak ada predileksi yang signifikan untuk jenis
kelamin dan usia. Dari angiografi dilaporkan CME setelah ICCE sekitar 50-70%
sedangkan CME setelah ECCE dilaporkan mendekati 18%, antara 16-40%.6
2.4 Patogenesis
Patogenesis pasti terjadinya CME pasca operasi katarak masih belum
diketahui. Beberapa faktor yang dianggap memberikan kontribusi untuk
terjadinya CME seperti jenis operasi katarak, traksi vitreomakular, mediator
inflamasi, pengunaan obat adrenergik, usia, kehilangan vitreous, integritas kapsul
posterior, hipertensi, diabetes mellitus dan pengalaman dari operator..2,11,12
Mekanisme yang melibatkannya adalah suatu inflamasi. Secara umum
pembedahan intraokular memicu akumulasi makrofag dan neutrofil yang
diaktifkan oleh sirkulasi agen inflamasi termasuk metabolisme siklooksigenase
dan lipooksigenase, agen proteolitik dan lainnya, memicu munculnya tanda-tanda
beberapa
teknik
diagnostik
yang
digunakan
ialah
Slit
lamp
(OCT).6
a. Slit-lamp biomicroscophy
Pada pemeriksaan slit lamp dapat dinilai reflek fovea yang irregular,
penebalan retina dan atau adanya kista intraretina di daerah fovea. Pada
pasien yang mengalami CME setelah operasi katarak, dapat ditemukan
tanda-tanda
ringan serta vitritis .Tanda- tanda komplikasi bedah lainnya juga dapat
diamati seperti trauma iris, dislokasio IOL dan ruptur kapsul posterior.
Pemeriksaan biomikroskop secara keseluruhan harus dilakukan untuk
menyingkirkan penyebab lain dari berkurangnya ketajaman penglihatan
setelah operasi seperti defek makula, oklusi cabang pembuluh darah dan
membran epiretina. Gambaran biomikroskopik edema makula kistoid
dapat dilihat pada gambar 2.6
5
penurunan atau hilangnya depresi fovea, terpisahnya neurosensori retina dan RPE
(serous, perdarahan, atau fibrovaskular), kadang menyebabkan tear pada RPE.
Gambaran OCT pada degenerasi makula terkait usia tipe eksudatif dapat dilihat
pada gambar 5.15
a. Tatalaksana Farmakologis
Terdiri dari steroid, antiinflamasi non steroid (NSAID), inhibitor karbonat
anhidrase (CAI), dan faktor endotelial antivaskuler (anti-VEGF).3
Steroid
Steroid bekerja melalui mekanisme inhibisi langsung fosfolipase,
blokade pembentukan pembentukan prostaglandin dan leukotrien.
Steroid merupakan tatalaksana primer edema makula, terutama yang
disebabkan uveitis. Pemberian dapat dilakukan secara topikal ataupun
oral, injeksi intravitreus dan injeksi intraspatium subtenon. Steroid
topikal merupakan obat antiinflamasi yang sering digunakan dalam
profilaksis dan tatalaksana edema makuler pseudofakik. Efek samping
pemberian steroid diantaranya adalah katarak dan peningkatan
tekanan intraokuler.3
NSAID
Saat ini NSAID hanya digunakan pada saat pascaoperasi. Bekerja
melalui inhibisi enzim siklooksigenase (COX) dan digunakan sebagai
pencegahan dan pengobatan edema makula. COX-2 merupakan
isoform yang dominan terdapat pada epitel pigmen retina. Diberikan
secara topikal selama 3-4 bulan. Keuntungan pemakaian NSAID
dibanding dengan steroid diantaranya tidak terjadi peningkatan
tekanan intraokuler ataupun katarak. Ketorolak efektif meningkatkan
visus mata pada pasien afakia kronis atau edema makula. Bromfenak,
jenis NSAID dengan dosis hanya 1 kali sehari dapat meningkatkan
kepatuhan pasien. Nepafenak merupakan prodrug yang hanya aktif
setelah berdifusi ke vitreus dan tingkat penetrasi okulernya lebih
tinggi dibanding jenis NSAID yang lain. Efek samping penggunaan
NSAID secara topikal di antaranya rasa terbakar, konjungtiva
hiperemis, dan alergi. NSAID dapat bersifat toksik pada kornea, dari
erosi epithelial pungtata hingga infiltrate kornea atau bahkan melebur.
Pemanjangan waktu penyembuhan kornea juga ditemukan.4
Anti-VEGF
Jika edema makula disebabkan oleh retinopati diabetikum, target
terapinya adalah faktor pertumbuhan endotel vaskuler (VEGF). VEGF
merupakan mediator penanda kebocoran kapiler dalam patogenesis
retinopati diabetik dan degenerasi makula terkait usia (ARMD)
eksudatif. Terapi anti VEGF (rambizumab) terbukti lebih unggul
dibanding terapi laser tunggal pada edema makula diabetik.
Sedangkan bevacizumab telah digunakan untuk tatalaksana edema
makula pseudofakik. Bevacizumab merupakan antibodi monoklonal
yang dapat menginaktivasi efek VEGF.3
Agen vitreolitik
Vitreolisis enzimatik dengan menggunakan agen seperti kondroitinase,
dispase, hialuronidase, plasmin dan mikroplasmin dapat menginduksi
pelepasan vitreus posterior untuk menghilangkan traksi pada retina.3
b. Pembedahan
Opsi tatalaksana pembedahan dilakukan setelah pengobatan secara
farmakologi tidak memberikan hasil. Lepasnya vitreus posterior yang
terinduksi iatrogenik selama prosedur vitrektomi pars plana (PPV) terbukti
memperbaiki suplai oksigen pada area retina yang terpengaruh dan
memulihkan makula dari segala jenis traksi yang dapat menyebabkan
terjadinya edema makular kistoid (CME). Banyak studi yang telah
melaporkan perbaikan setelah tindakan PPV saja, PPV dengan tindakan
pelepasan membrane limitans interna, serta PPV yang dikombinasikan
dengan pemberian triamsinolon. Demikian juga pada kasus tertahannya
10
11
DAFTAR PUSTAKA
1. Lobo C. Pathogenesis of pseudophakic cystoid macular oedema. European
Ophtalmic Review. 2012.
2. Lobo C. Pseudophakic cystoid macular oedema. Ophtalmologica. September
15, 2011. 2012.
3. Telander DG. Pseudophakic (Irvine-Gass) macular edema. Medscape .
[update 17 April 2014; diakses pada 18 Mei 2015]. Dikutip dari:
http://emedicine. medscape.com/article/1224224-overview.
4. Olivia S. Macular oedema. Patient. [update 11 Mei 2015; diakses pada 19
Mei 2015]. Dikutip dari: http://www.patient.co.uk/doctor/macular-oedema
5. Williamson Eye Institute. Cystoid macular edema. 2010. [diakses pada 19
Mei 2015] Dikutip dari: http://www.williamsoneyeinstitute.com/retina-center/
cystoid-macular-edema.
6. Tsilimbaris MK, Tsika C, Diakonis V, Karavitaki A and Pallikaris I. Macular
edema and cataract surgery. Greece: University of Crete Medical School,
Department of Ophthalmology.
7. Comer GM. Cystoid macular edema (CME). [diakses pada 19 Mei 2015]
Dikutip dari: http://www.kellogg.umich.edu/patientcare/conditions/cystoid.
macular.edema.html
8. Lally DR, Shah CP. Pseudophakic cystoid macular edema. Review of
Opthalmology [ 3 Mei 2014; diakses pada 19 Mei 2015]. Dikutip dari:
http://www.reviewofophthalmology.com/content/t/retina/c/46967/
9. Malde S, Hamada S. Pseudophakic cystoid macular oedema. [diakses pada 19
Mei 2015]. Ot CET. 2014.
10. American Optometric Association. Care of the adult patient with cataract.
1995.
11. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asburys general ophtalmology. 17th ed.
McGrawHill. May 2007.
12. N. Garg K, Malik A, Gupta SK. Pseudophakic cystoid macular edema.
[diakses pada 19 Mei 2015] Dikutip dari: http://www.ejournalofophthalmology.com /ejo/ejo74.html#.VVy9upPcKSA.
13. Purnama M. Insiden cystoid macular edema pasca bedah katarak teknik
fakoemulsifikasi lebih rendah secara klinis daripada teknik manual small
insicion cataract surgery [Tesis]. Denpasar. 2014.
12
14. Cystoid Macular Edema. [diakses pada 18 Mei 2015] Dikutip dari:
http://www.eyecareinstitute.com/eye-conditions/cystoid-macular-edema/
15. Novita HD, Moestidjab. Optical coherence tomography (OCT) posterior
segment. Jurnal Oftalmologi Indonesia. Vol 6, No 3, Desember 2008: Hal
169-177.
16. Kinshuck D. Cataract surgery followed by macular oedema. [diakses pada 18
Mei 2015] Dikutip dari: http://www.goodhopeeyeclinic.org.uk/cataract
surgerymacularoedema.html.
13