Anda di halaman 1dari 13

HALAL

MAJELIS ULAMA INDONESIA

DISUSUN OLEH:
Biola Yoannita

3215126544

Yuni Romlah

3215133251

PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karuniaNya kami dapat menyelesaiakan makalah Kewirausahaan yang berjudul Halal Majelis
Ulama Indonesia.
Kami sampaikan terimakasih yang sebesar besarnya kepada Ibu Ir. Vina Serevina sebagai
Dosen Pembimbing mata kuliah Kewirausahaan yang telah membantu dan membimbing
kami dalam mengerjakan makalah ini. Kami ucapkan terimakasih kepada teman-teman
mahasiswa yang telah memberikan kontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Kami sebagai penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
sempurnanya makalah ini dan dapat dipergunakan sebagai salah satu sarana pembelajaran
bagi masyarakat secara umum dan mahasiswa secara khusus. Kami berharap semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Jakarta, Maret 2016

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................
A. Latar Belakang.....................................................................................................
B. Rumusan Masalah................................................................................................
C. Tujuan..................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................
A.
B.
C.
D.

Pengertian Halal..................................................................................................
Pengertian Sertifikasi Halal.................................................................................
Persyaratan Sertifikasi Halal...............................................................................
Langkah-langkah Sertifikasi Halal......................................................................

BAB III PENUTUP...............................................................................................................


A. Kesimpulan.........................................................................................................
B. Saran....................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Halal
Menurut ajaran Islam, mengkonsumsi yang halal, suci dan baik merupakan
perintah agama dan hukumnya wajib. Sebagaimana firman Allah SWT sebagai berikut:
Hai Manusia, makanlah dari apa yang terdapat dibumi, yang halal dan yang
thoyyib. Dan janganlah kamu menuruti jejak setan (yang suka melanggar atau
melampaui batas). Sesungguhnya setan itu adalah musuh kamu yang nyata (QS 2:128)

Diharamkan bagi kamu sekalian bangkai, darah, daging babi, dan binatang
yang disembelih dengan tidak atas nama Allah, binatang yang tercekik, yang dipukul,
yang terjatuh, yang ditanduk, yang diterkam binatang buas kecuali kamu sempat
menyembelihnya, dan diharamkan juga bagimu binatang yang disembelih untuk
dipersembahkan kepada berhala (QS 5:3)
Halal berasal dari bahasa arab ( )(yang artinya membebaskan, memecahkan,
membubarkan dan membolehkan. Dalam ensiklopedi hukum Islam, halal didefinisikan
sebagai

segala

sesuatu

yang

menyebabkan

seseorang

tidak

dihukum

jika

menggunakannya, atau sesuatu yang boleh dikerjakan menurut syara. Sedangkan


menurut buku petunjuk teknis sistem produksi halal yang diterbitkan oleh DEPAG
menyebutkan bahwa halal adalah sesuatu yang boleh menurut ajaran Islam. Dari
beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa definisi halal adalah segala sesuatu
yang dibolehkan menurut ajaran Islam dan tidak menimbulkan hukuman bagi seseorang
yang menggunakannya.
Makanan yang halal adalah makanan yang diperbolehkan untuk dikonsumsi
menurut ajaran Islam. Sedangkan makanan yang thayyib adalah makanan yang baik,
yang berarti bergizi, tidak kotor dari segi zatnya atau rusak atau tercampur benda najis
sehingga dapat membawa kesehatan bagi tubuh. Syarat-syarat makanan halal untuk
memenuhi kehalalannya dalam pandangan hukum Islam yaitu:
1. Tidak mengandung babi dan turunan babi
Turunan babi merupakan bahan yang berasal dari babi, seperti bulu, kulit,
darah/serum, lemak (minyak babi), jeroan babi (terdiri atas empedu, pankreas,
usus, ezim dan paru-paru)
2. Tidak mengandung khamar dan produk turunannya.
Berikut ini adalah ketentuan tentang khamr sebagaimana tercantum dalam fatwa
MUI sebagai berikut:
Segala sesuatu yang memabukkan dikategorikan sebagai khamr.
Minuman yang mengandung minimal 1 % ethanol, dikategorikan sebagai

khamr.
Minuman yang diproduksi dari proses fermentasi yang mengandung kurang
dari 1 % ethanol, tidak dikategorikan khamr tetapi haram untuk

dikonsumsi.
Penggunaan ethanol yang berasal dari industri khamr tidak diperbolehkan
Hasil Samping Industri Khamr , misalnya Fusel oil yang berasal dari hasil
samping industri khamr adalah haram dan najis, Komponen bahan yang
diperoleh dari industri khamr melalui pemisahan secara fisik adalah haram
(contohnya iso amil alkohol)

3. Semua bahan asal hewan harus berasal dari hewan halal yang disembelih menurut
tata cara syariat Islam.
4. Tidak mengandung bahan-bahan lain yang diharamkan atau tergolong najis seperti:
bangkai, darah, bahan-bahan yang berasal dari organ manusia, kotoran dan lain
sebagainya.
5. Semua tempat penyimpanan, penjualan, pengolahan, pengelolaan dan alat
transportasi untuk produk halal tidak boleh digunakan untuk babi atau barang tidak
halal lainnya. Jika pernah digunakan untuk babi atau tidak halal lainnya dan
kemudian akan digunakan untuk produk halal, maka terlebih dahulu harus
dibersihkan sesuai dengan cara yang diatur menurut syariat Islam. Penggunaan
fasilitas produksi untuk produk halal dan tidak halal secara bergantian tidak
diperbolehkan.
B. Pengertian Sertifikasi Halal
Sertifikasi Halal adalah suatu proses untuk memperoleh sertifikat halal melalui
beberapa tahap untuk membuktikan bahwa bahan, proses produksi dan Sistem Jaminan
Halal memenuhi standar LPPOM MUI. Sistem Jaminan Halal (SJH) itu sendiri
merupakan suatu sistem manajemen yang disusun, diterapkan dan dipelihara oleh
perusahaan pemegang sertifikat halal untuk menjaga kesinambungan proses produksi
halal sesuai dengan ketentuan LPPOM MUI.
Sertifikat Halal yang diperoleh perusahaan merupakan fatwa tertulis yang
menyatakan kehalalan prosuk yang dikeluarkan oleh MUI. Sertifikat halal berlaku
selama dua tahun. Selama masa tersebut, perusahaan harus dapat memberikan jaminan
kepada MUI dan konsumen Muslin bahwa perusahaan senantiasa menjaga konsistensi
kehalalan produknya. Sedangkan apabila sertifikasi halal sudah tidak berlaku, maka MUI
sebagai badan yang mengeluarkan sertifikat Halal tidak bertanggung terhadap
kehalalalan dari suatu produk.
Apabila suatu produk telah tersertifikasi sebagai produk
halal maka produk tersebut diberi tanda/logo halal sebagai
pernyataan kehalalan produk (lihat Gambar 1)

Gambar 1. Logo Halal


C. Persyaratan Sertifikasi Halal
Bagi Perusahaan yang ingin mendaftarkan Sertifikasi
Halal ke LPPOM MUI , baik industri pengolahan (pangan, obat, kosmetika), Rumah
Potong Hewan (RPH), restoran/katering, maupun industri jasa (distributor, warehouse,

transporter, retailer) harus memenuhi Persyaratan Sertifikasi Halal yang tertuang


dalam Buku HAS 23000 (Kebijakan, Prosedur, dan Kriteria)
Berikut ini tentang Persyaratan Sertifikasi Halal yakni Kriteria Sistem Jaminan
Halal. Perusahaan bebas untuk memilih metode dan pendekatan yang diperlukan dalam
menerapkan SJH, asalkan dapat memenuhi 11 kriteria SJH sebagai berikut :
1. Kebijakan Halal
Kebijakan halal merupakan pernyataan tertulis tentang komitmen perusahaan
untuk memproduksi produk halal secara konsisten, mencakup konsistensi dalam
penggunaan dan pengadaan bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong serta
konsistensi dalam proses produksi halal
Manajemen Puncak harus menetapkan Kebijakan Halal dan mensosialisasikan
kebijakan halal kepada seluruh pemangku kepentingan (stake holder) perusahaan.
Pernyataan kebijakan halal adalah langkah awal dan menjadi dasar dalam :
a. Menyusun Manual SJH (Planning)
Perusahaan menyusun dokumen manual SJH standar yang terdiri
atas:
1. Informasi Dasar Perusahaan
2. Kendali Dokumen
3. Tujuan Penerapan
4. Ruang Lingkup Penerapan
5. Kebijakan Halal
6. Panduan Halal
7. Struktur Manajemen Halal
8. Standard Operating Procedures (SOP)
9. Acuan Teknis
10. Sistem Administrasi
11. Sistem Dokumentasi
12. Sosialisasi
13. Pelatihan
14. Komunikasi Internal dan Eksternal
15. Audit Internal
16. Tindakan Perbaikan
17. Kaji Ulang Manajemen
b. Melaksanakan SJH (Implementation)
c. Memantau dan Mengevaluasi Pelaksanaan SJH (Monitoring and
Evaluation)
d. Tindakan Perbaikan terhadap pelaksanaan SJH (Corrective Action)
2. Tim Manajemen Halal
Manajemen halal merupakan organisasi internal perusahaan yang mengelola
seluruh fungsi dan aktivitas manajemen dalam menghasilkan produk halal. Dalam
mengelola fungsi dan aktivitas tersebut pihak perusahaan dapat melibatkan seluruh

departemen atau bagian yang terkait dengan sistem berproduksi halal, mulai dari
tingkat pengambil kebijakan tertinggi sampai tingkat pelaksana teknis di lapangan
Manajemen yang terlibat merupakan perwakilan dari manajemen puncak,
Quality

Assurance

(QA)/Quality

Control(QC),

produksi,

research

and

development(R & D), purchasing, PPIC serta pergudangan. Organisasi manajemen


halal dipimpin oleh seorang Koordinator Auditor Halal Internal (KAHI) yang
melakukan

koordinasi

dalam

menjaga

kehalalan

produk

serta

menjadi

penanggungjawab komunikasi antara perusahaan dengan LPPOM MUI.


3. Pelatihan dan Edukasi
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis pelaksanaan pelatihan.
Pelatihan harus dilaksanakan minimal setahun sekali atau lebih sering jika
diperlukan dan harus mencakup kriteria kelulusan untuk menjamin kompetensi
personel. Tujuan dari pelatihan adalah :
a. Meningkatkan pemahaman karyawan tentang pengertian halal haram,
pentingnya kehalalan suatu produk, titik kritis bahan dan proses produksi.
b. Memahami SJH
Bentuk-bentuk pelatihan yang dapat dilakukan :
a. Pelatihan eksternal
Pelatihan yang diselenggarakan oleh LPPOM MUI, dengan biaya
pendaftaran sebesar Rp. 2.450.000. Pelatihan ini merupakan pelatihan SJH.
Semetara untuk pelatihan Cerrol (pelatihan memahami prosedur sertifikasi
online) tidak dipunguti biaya pendaftaran.
b. Pelatihan internal, yaitu pelatihan yang diselenggarakan oleh internal
perusahaan dan In-house training
4. Bahan (harus sesuai dengan ajaran Islam)
5. Produk
Merek/nama produk tidak boleh menggunakan nama yang mengarah pada
sesuatu yang diharamkan. Produk retail dengan sama yang beredar di Indonesia
harus didaftarkan seluruhnya untuk sertifikasi.
6. Fasilitas Produksi

Lini produksi dan peralatan pembantu tidak boleh digunakan secara bergantian
untuk menghasilkan produk halal dan produk yang mengandung babi atau
turunannya.
7. Prosedur Tertulis Aktivitas Kritis
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis mengenai pelaksanaan
aktivitas kritis (seleksi bahan baru, pembelian bahan, pemeriksaan bahan datang,
produksi, dll), disesuaikan dengan proses bisnis perusahaan yang menjamin semua
bahan, produk, dan fasilitas produksi yang digunakan memenuhi kriteria.
8. Kemampuan Telusur (Traceability)
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis untuk menjamin kemampuan
telusur produk yang disertifikasi berasal dari bahan yang disetujui dan dibuat di
fasilitas produksi yang memenuhi kriteria fasilitas produksi.
9. Penanganan Produk yang Tidak Memenuhi Kriteria
Tindakan perbaikan atas pelaksanaan SJH dilakukan jika pada saat dilakukan
audit halal internal ditemukan ketidaksesuaian pelaksanaannya. Tindakan perbaikan
harus dilakukan sesegera mungkin, jika temuan yang didapatkan berdampak
langsung terhadap status kehalalan produk. Semua bentuk tindakan perbaikan
dilakukan oleh perusahaan dengan dibuatkan berita acara serta laporannya dan
terdokumentasikan dengan baik.
10. Audit Internal
Perusahaan harus mempunyai prosedur tertulis audit internal pelaksanaan SJH
yang dilakukan secara terjadwal setidaknya enam bulan sekali. Hasil audit internal
disampaikan ke pihak yang bertanggung jawab terhadap setiap kegiatan yang diaudit
dan pihak ke LPPOM MUI dalam bentuk laporan berkala setiap 6 (enam) bulan
sekali.
11. Kaji Ulang Manajemen

Manajemen Puncak harus melakukan kajian terhadap efektifitas pelaksanaan


SJH satu kali dalam satu tahun atau lebih sering jika diperlukan. Hasil evaluasi harus
disampaikan kepada pihak yang bertanggung jawab untuk setiap aktivitas.
Kaji ulang dilakukan karena berbagai hal, antara lain:
1. Perubahan sistem manajemen perusahaan yang mempengaruhi peran SJH secara
menyeluruh atau sebagian, misalnya perubahan peranan auditor halal internal.
2. Ketidaksesuaian yang sering ditemukan dalam pelaksanaan SJH.
Kaji ulang manajemen dilakukan dengan melibatkan seluruh bagian yang
terlibat dalam SJH termasuk manajemen puncak.

D. Langkah-langkah Sertifikasi Halal

Secara Umum Prosedur Sertifikasi Halal adalah sebagai berikut :


a.

Perusahaan yang mengajukan sertifikasi, baik pendaftaran baru, pengembangan


(produk/fasilitas) dan perpanjangan, dapat melakukan pendaftaran secara online.
melalui website LPPOM MUI (www.halalmui.org) atau langsung melalui alamat
website: www.e-lppommui.org.

b.

Mengisi data pendaftaran : status sertifikasi (baru/pengembangan/perpanjangan),


data Sertifikat halal, status SJH (jika ada) dan kelompok produk.

c.

Membayar biaya pendaftaran (sebesar Rp 200.00).

d.

Mengisi dokumen yang dipersyaratkan dalam proses pendaftaran sesuai dengan


status pendaftaran (baru/pengembangan/perpanjangan) dan proses bisnis (industri
pengolahan, RPH, restoran, dan industri jasa), diantaranya : Manual SJH,
Diagram alir proses produksi, data pabrik, data produk, data bahan dan dokumen
bahan yang digunakan, serta data matrix produk.

e.

Setelah selesai mengisi dokumen yang dipersyaratkan, maka tahap selanjutnya


sesuai dengan diagram alir proses sertifikasi halal seperti diatas yaitu
pemeriksaan kecukupan dokumen.

f.

Tahap selanjutnya yaitu audit. Sebelum tahap ini dimulai maka ada dua hal yang
perlu terpenuhi yakni:

Dokumen sudah lengkap. Apabila dokumen belum lengkap, maka


dokumen akan dikembalikan untuk kemudian dilengkapi atau diperbaiki.

Sudah membayar biaya akad sertifikasi. Biaya akad sertifikasi halal


disesuaikan dengan jenis produk dan jenis manufaktur. Pihak MUI
menjelaskan rinci terkait biaya akad.

Audit dilaksanakan pada tanggal yang ditentukan oleh perusahaan dan disepakati
oleh pihak auditor MUI.
g.

Karuni, Erna. 2006. Konsep Islam tentang Makanan Halal. Semarang: IAIN Walisongo
Semarang. http://library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/26/jtptiain-gdl-s1-2006ernakaruni-1290-bab2_210-5.pdf
Asyari, Hasyim. 2011. Kriteria Sertifikasi Makanan Halal Dalam Perspektif Ibnu Hazm
dan MUI. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/6125/1/HASYIM
%20ASY'ARI-FSH.pdf
LPPOM MUI. 2008. Panduan Umum Sistem Jaminan Halal. Jakarta: LPPOM MUI
http://jambi.kemenag.go.id/file/file/PRODUKHALAL/pyst1363038081.pdf
LPPOM MUI. Persyaratan Sertifikasi Halal.
http://www.halalmui.org/newMUI/index.php/main/go_to_section/39/1328/page/1

Anda mungkin juga menyukai