TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pembahasan umum mengenai keselamatan dan kesehatan kerja meliputi
beberapa hal, antara lain :
2.1.1 Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari-hari
sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran
dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun
rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil
budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan
penyakit akibat hubungan kerja. Pengertian Kecelakaan Kerja (Accident) adalah
suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan manusia,
merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Pengertian hampir celaka,
yang dalam istilah safety disebut dengan insiden (Incident), ada juga yang
menyebutkan dengan istilah Near-Miss atau Near-Accident, adalah suatu
kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana dengan keadaan yang
sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap manusia, merusak harta
benda atau kerugian terhadap proses. (www.sp.itb.ac.id. 2009)
2.1.2 Kesehatan Kerja
Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik,
mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan
kesehatan, melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan
lingkungan dan pekerjaannya. Paradigma baru dalam aspek kesehatan
mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati,
merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya,
perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap
kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal
mungkin. (www.sp.itb.ac.id. 2009)
5
yang
merupakan
faktor
bawaan
setiap
manusia.
dengan
pekerja
yang
terganggu
kesehatannya.
(www.sp.itb.ac.id. 2009)
Kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan/kedokteran beserta
prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat
kesehatan setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun sosial dengan usaha
preventif atau kuratif terhadap penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan
oleh faktor pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit umum.
Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin banyak berubah, bukan sekedar
Kesehatan pada sektor industri saja melainkan juga mengarah kepada upaya
kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya (Total Health Of All
At Work). (Amerasari, Karmila Febrian. 2008)
2.1.3 Faktor Risiko di Tempat Kerja
Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan kerja,
seperti disebutkan diatas, dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan
berbagai potensi bahaya serta resiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara
kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor
manusianya. Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukan adanya sesuatu yang
6
pekerja
yang
sesuai
dengan
kemampuannya
perlu
diperhatikan.
2. Kapasitas kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan,
kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.
3. Lingkungan kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia,
biologik, ergonomik, maupun aspek psikososial. (www.sp.itb.ac.id. 2009)
2.1.4 Hal-Hal Yang Berhubungan dengan Pelaksanaan Keselamatan dan
c. Kualitas udara.
d. Kualitas pencahayaan.
e.
Kebisingan.
h. Psikososial.
i.
Pemeliharaan.
j.
cahaya
dengan
memperhatikan
warna
yang
digunakan.
Penggunaan
lampu
emergensi
(Emergency
Lamp)
di
setiap
tangga.
(www.depkes.go.id/index.php?. 2009)
Jaringan elektrik dan komunikasi (penting agar bahaya dapat dikenali) :
Jaringan elektrik dan komunikasi terdiri dari faktor internal dan eksternal.
Faktor internal antara lain : over voltage, hubungan pendek, induksi arus berlebih,
korosif kabel, kebocoran instalasi, dan campuran gas eksplosif. Sedangkan faktor
eksternal antara lain : faktor mekanik, faktor fisik dan kimia, angin dan pencahayaan
(cuaca), binatang pengerat bisa menyebabkan kerusakan sehingga terjadi hubungan
pendek, manusia yang lengah terhadap risiko, dan bencana alam atau buatan manusia.
(www.depkes.go.id/index.php?. 2009)
Hal-hal tersebut diatas dapat diatasi dengan penggunaan central stabilizer
untuk menghindari over/under voltage. Penggunaan stop kontak yang sesuai dengan
kebutuhan (tidak berlebihan) hal ini untuk menghindari terjadinya hubungan pendek
dan kelebihan beban. Pengaturan tata letak jaringan instalasi listrik termasuk kabel
yang sesuai dengan syarat kesehatan dan keselamatan kerja. Perlindungan terhadap
kabel dengan menggunakan pipa pelindung. (www.depkes.go.id/index.php?. 2009)
Kontrol terhadap kebisingan :
Idealnya ruang rapat dilengkapi dengan dinding kedap suara. Di depan pintu
ruang rapat diberi tanda " Harap tenang, ada rapat ". Dinding isolator khusus untuk
ruang genset. Hal-hal lainnya sudah termasuk dalam perencanaan konstruksi gedung
dan tata ruang. (www.depkes.go.id/index.php?. 2009)
Display unit (tata ruang dan letak) :
Petunjuk desain interior supaya dapat bekerja fleksibel, fit, luas untuk
perubahan posisi, pemeliharaan dan adaptasi. Konsep desain dan letak furniture (1
orang/2 m). Ratio ruang pekerja dan alat kerja mulai dari tahap perencanaan.
Perhatikan adanya bahaya radiasi, daerah gelombang elektromagnetik. Ergonomik
aspek antara manusia dengan lingkungan kerjanya. Tempat untuk istirahat dan sholat.
Pantry dilengkapi dengan lemari dapur. Ruang tempat penampungan arsip sementara.
Workshop Station (bengkel kerja). (www.depkes.go.id/index.php?. 2009)
Hygiene dan Sanitasi :
Untuk area ruang kerja dapat dilakukan pemeliharaan kebersihan ruang dan
alat kerja serta alat penunjang kerja secara periodik peralatan/penunjang kerja perlu di
up grade. Toilet/Kamar mandi disediakan tempat cuci tangan dan sabun cair,
Membuat petunjuk-petunjuk mengenai penggunaan closet duduk, larangan berupa
gambar dan sebagainya, penyediaan bak sampah yang tertutup, dan lantai kamar
mandi diusahakan tidak licin. Kantin harus memperhatikan personal hygiene bagi
pramusaji (penggunaan tutup kepala, celemek,
sarung tangan),
penyediaan air
mengalir dan sabun cair, lantai tetap terpelihara, penyediaan makanan yang sehat dan
bergizi seimbang, pengolahannya tidak
berulang, penyediaan bak sampah yang tertutup. Secara umum di setiap unit kerja
dibuat poster yang berhubungan dengan pemeliharaan kebersihan lingkungan kerja.
Psikososial Petugas keamanan ditiap lantai. Reporting System (komunikasi) ke satuan
pengamanan. (www.depkes.go.id/index.php?. 2009)
Mencegah budaya kekerasan ditempat kerja yang disebabkan oleh :
Budaya nerimo atau pasrah, sistem pelaporan macet, ketakutan melaporkan,
dan tidak tertarik/cuek dengan lingkungan sekitar. Semua hal diatas dapat diatasi
melalui pembinaan mental dan spiritual secara berkala minimal sebulan sekali,
penegakan disiplin ditempat kerja, olah raga di tempat kerja sebelum memulai kerja
dan menggalakkan olah raga setiap hari Jumat. (www.depkes.go.id/index.php?. 2009)
Pemeliharaan :
Melakukan walk through survey tiap bulan/triwulan atau semester, dengan
memperhitungkan risiko berdasarkan faktor-faktor konsekuensi dan kemungkinan
terjadinya. Melakukan corrective action apabila ada hal-hal yang tidak sesuai dengan
ketentuan. Pelatihan tanggap darurat secara periodik bagi pegawai. Pelatihan
investigasi terhadap kemungkinan bahaya bom/kebakaran/demostrasi/bencana alam
serta Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) bagi satuan pengaman. Aspek
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada perkantoran/proyek (tentang
penggunaan komputer). Pergunakan komputer secara sehat, benar dan nyaman. Halhal yang harus diperhatikan : memanfaatkan kesepuluh jari, istirahatkan mata dengan
melihat kejauhan setiap 15-20 menit, istirahat 5-10 menit tiap satu jam kerja, lakukan
peregangan, udut lampu 45, hindari cahaya yang menyilaukan, cahaya datang harus
dari belakang, sudut pandang 15, jarak layar dengan mata 30-50 cm, kursi ergonomis
(adjusted chair), jarak meja dengan paha 20 cm, dan senam waktu istirahat.
(www.depkes.go.id/index.php?. 2009)
10
Rekomendasi :
Perlu membuat leaflet/poster yang berhubungan dengan penggunaan
komputer disetiap unit kerja. Mengusulkan pada Pusat Promosi Kesehatan untuk
membuat poster/leaflet. Penggunaan komputer yang bebas radiasi (Liquor Crystal
Display).
Dalam pelaksanaan K3 perkantoran perlu memperhatikan 2(dua) hal penting
yakni indoor dan outdoor. Baik perhatian terhadap konstruksi gedung beserta
perlengkapannya dan operasionalisasinya terhadap bahaya kebakaran serta kode
pelaksanannya maupun terhadap jaringan elektrik dan komunikasi, kualitas udara,
kualitas pencahayaan, kebisingan, display unit (tata ruang dan alat), hygiene dan
sanitasi, psikososial, pemeliharaan maupun aspek lain mengenai penggunaan
komputer. Hal diatas tidak hanya meningkatkan dari sisi kesehatan maupun sisi
keselamatan karyawan/pekerja dalam melakukan pekerjaan di tempat kerjanya.
Harapannya rekomendasi ini dapat dijadikan sebagai acuan ataupun perbandingan
dalam
rangka
meningkatkan
pelaksanaan
K3
khususnya
di
perkantoran.
(www.depkes.go.id/index.php?. 2009)
pelatihan,
penempatan,
pemberian
kompensasi,
pengembangan,
Perencanaan,
Pengorganisasian,
Pengarahan,
Pengkoordinasian,
12
Pengawasan.
Pengadaan,
Analisa pekerjaan,
Penempatan,
Pemberian kompensasi,
Pengembangan,
Pengintegrasian,
Perencanaan pengadaan,
Pengorganisasian pengadaan,
Pengarahan pengadaan,
Pengkoordinasian pengadaan,
13
sumber
daya
manusia
adalah
keseluruhan
kegiatan
14
16
setiap
pekerjanya,
terutama
untuk
perusahaan
yang
17
18
19
pengusaha
dan
Serikat
Pekerja
menyadari
pentingnya
2.3 Bilamana
dalam
ketentuan
program
JAMSOSTEK
mengalami
21
3. Kepada pekerja yang menjalankan ibadah puasa pada bulan ramadhan dan
atau pada saat kantin perusahaan tidak dapat menyediakan makan, maka
pengusaha akan memberikan uang sebagai penggantinya.
(Kesepakatan Kerja Bersama. 1999. Halaman 24)
Pasal 23
PERATURAN PEMERIKSAAN KESEHATAN, PENGOBATAN DAN
PERAWATAN (FASILITAS KESEHATAN UNTUK PEKERJA)
1. Ketentuan umum :
1.1 Pengusaha dan Serikat Pekerja menyadari, bahwa kondisi kesehatan dari
para pekerja maupun keluarga yang menjadi tanggungan pekerja perlu
mendapatkan perhatian yang cukup dan wajar. Pengusaha menunjuk
dokter maupun apotik untuk menjadi dokter maupun apotik perusahaan
untuk pelayanan tersebut.
1.2 Setiap pekerja berkewajiban menjaga kondisi kesehatan dan bila
diperlukan pengusaha akan melakukan pemeriksaan terhadap semua
pekerja secara kolektif, setiap pekerja diwajibkan untuk mengikuti.
(Kesepakatan Kerja Bersama. 1999. Halaman 24)
Pasal 25
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
1. Pengusaha dan Serikat Pekerja secara bersama-sama berusaha untuk
meningkatkan kondisi kerja yang menjamin keselamatan dan kesehatan kerja
dengan pedoman ke peraturan perundang-undang yang berlaku.
2. Usaha-usaha untuk mewujudkan kondisi kerja dimaksud pasal 25 ayat (1)
diatas antara lain melalui berbagai kegiatan dalam wadah Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
(Kesepakatan Kerja Bersama. 1999. Halaman 31)
22
berhasil diterima dan kedua adalah gambaran yang lebih jelas tentang sosok diri
pelamar yang akan diseleksi. (Sihotang, A. 2007)
Maka perlu diuraikan langkah-langkah yang biasanya ditempuh dalam
proses seleksi sumber daya manusia sebagai berikut :
a. Penerimaan surat lemaran kerja.
b. Pemanggilan pelamar untuk mengikuti ujian.
c. Menyelenggarakan tes ujian dan pelaksanaan.
d. Psikotes.
e. Tes wawancara.
f. Pengecekan latar belakang pelamar dengan karakter dan penampilannya.
g. Evaluasi kesehatan dari dokter.
h. Wawancara dengan calon atasannya langsung didalam organisasi.
i. Pengenalan pada pekerjaan.
j. Keputusan atas pelamar untuk penempatan.
(Sihotang, A. 2007)
2.5.4 Pelaksanaan Penempatan Sumber Daya Manusia
Penempatan sumber daya manusia adalah suatu proses kegiatan yang
dilakukan manajer sumber daya manusia untuk menentukan posisi jabatan, lokasi
kerja seorang karyawan untuk melakukan tugas pekerjaannya didalam organisasi.
(Sihotang, A. 2007)
Proses penempatan sumber daya manusia ini tidak hanya bagi pegawai
baru yang diseleksi tetapi juga berlaku bagi pegawi lama yang dimutasikan dan
dipromosikan dari jabatannya yang lama. (Sihotang, A. 2007)
Perbedaan kedua penempatan sumber daya manusia itu adalah :
a. Penempatan sumber daya manusisa baru adalah setelah mereka lulus dari
seleksi penerimaan pegawai dan diangkat pada jabatan dengan pangkat baru
untuk memulai pekerjaan yang dipercayakan kepadanya.
b. Penempatan sumber daya manusia lama berarti dipindahkan tugas kerjanya
pada jabatan baru dan lokasi kantornya juga bisa jadi kantor yang baru.
Pada dasarnya hakikat dan sasaran penempatan adalah untuk :
a. Mengisi lowongan pekerjaan yang terjadi pada unit-unit organisasi
b. Agar pegawai-pegawai tidak merasa terombang-ambing menunggu
penempatan yang diinginkan
c. Menempatkan pegawai yang sesuai pada jabatan pekerjaan yang tepat (the
right man on the right job)
d. Agar perusahaan atau organisasi bertindak efektif memanfaatkan tenaga
sumber daya manusia secara berdaya guna dan berhasil guna.
24
Penempatan sumber daya manusia yang tepat dalam arti the right man on
the right job place akan dapat menguntungkan bagi organisasi atau perusahaan
dan juga menguntungkan pada diri sendiri. (Sihotang, A. 2007)
2.6 Occupational Health and Safety Assessment System (OHSAS 18001:2007)
OHSA 18001 bersifat generic dengan pemikiran untuk dapat digunakan
dan dikembangkan oleh berbagai organisasi sesuai dengan sifat, skala kegiatan,
resiko serta lingkup kegiatan organisasi. (Ramli, Soehatman. Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001. 2010. Halaman 59)
2.6.1 Persyaratan Umum
Setiap organisasi harus memiliki suatu kesisteman keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) yang baik. Oleh karena itu, OHSAS 18001 mensyaratkan
organisasi untuk membuat pernyataan umum mengenai penetapan dan
pengembangan sstem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) dalam
organisasi. Bagi organisasi yang sama sekali belum memiliki sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3), terlebih dahulu harus menetapkan
posisi penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dalam organisasi melalui
suatu tinajauan awal sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3).
(Ramli, Soehatman. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
OHSAS 18001. 2010. Halaman 65)
Elemen implementasi dari sistem manajemen K3 menurut OHSAS 18001
adalah sebagai berikut:
a. Kebijakan K3.
b. Identifikasi
bahaya,
penilaian
resiko,
dan
menentukan
pengendaliannya.
c. Persyaratan hukum dan lainnya.
d. Objektif K3 dan program K3.
e. Sumberdaya, peran, tanggungjawab, akuntabilitas, dan wewenang.
f. Kompetensi, pelatihan, dan kepedulian.
g. Komunikasi, partisipasi, dan konsultasi.
h. Pendokumentasian.
i. Pengendalian dokumen.
25
j. Pengendalian operasi.
k. Tanggap darurat.
l. Pengukuran kerja dan pemantauan.
m. Evaluasi kesesuaian.
n. Penyelidikan insiden, ketidaksesuaian, tindakan koreksi, dan langkah
pencegahan.
o. Pengendalian rekaman.
p. Internal audit.
q. Tinjauan manajemen.
Sebagai suatu kesisteman, semua elemen tersebut saling terkait dan
berhubungan sehingga harus dijalankan secara terpadu agar kinerja K3 yang
diinginkan dapat tercapai. (Ramli, Soehatman. Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001. 2010. Halaman 67)
26
27
a. Kebijakan K3
Perencanaan
b. Itenfikasi bahaya,
penilaian, dan
pengendalian.
PLAN
q.
Tinjauan
ACT Dari
Gambar
2.1Manajemen
Elemen
Implementasi
Sistem Manajemen Keselamatan
danlegal dan
Peningkatan
berkelanjutan
c. Persyaratan
Kesehatan Kerja Menurut OHSAS 18001
lainnya.
d. Objektif dan Program
2.6.2 Lingkup Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja
K3 (SMK3)
CHEK
Pemeriksaan
OHSAS 18001 tidak mensyaratkan
bagaimana lingkup penerapan
DO
l. Pengukuran kinerja dan
Implementasi dan Operasi
keselamatan
masingpemantauan.dan kesehatan kerja (K3), tergantung kondisi dan
e. kebijakan
Sumberdaya,
peran,
m. Evaluasi
pemenuhan
jawab,
masing
organisasi.
Karena itu, lingkup sistem manajemen tanggung
keselamatan
dantanggung
n. Penyelidikan insiden,
gugat, dan wewenang.
kesehatan
kerja (SMK3) harus
acuan pelatihan,
bagi
ketidaksesuaian,koreksi,
dan ditetapkan oleh manajemenf. sebagai
Kompetensi,
pencegahan
dandan
kepedulian.
semua
pihak-pihak terkait. Lingkup sistem manajemen keselamatan
kesehatan
o. Pengendalian rekaman
g. Komunikasi, partisipasi,
kerja
(SMK3)
dapat ditetapkan berdasarkan lokasi kegiatan, proses,
atau lingkup
p. Audit
internal
dan konsultasi.
Dokumentasi.
kegiatan. Misalnya, manajemen untuk tahap awal h.atau
hanya akan
i. Pengendalian Dokumen.
mengembangkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja (SMK3)
j. Pengendalian
Operasi.
k. Tanggap
Darurat
untuk unit produksi atau pada lokasi kerja tertentu yang dinilai
memiliki
risiko
tinggi atau strategis. (Ramli, Soehatman. Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja OHSAS 18001. 2010. Halaman 68)
2.6.3 Tinjauan Awal
Tinjauan awal dapat dilakukan melalui suatu observasi, daftar periksa,
wawancara, inspeksi lapangan atau kajian dokumen yang ada. Hasil tinjauan awal
ini merupakan titik awal pengembangan sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja (SMK3). (Ramli, Soehatman. Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001. 2010. Halaman 69)
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan tinjauan awal antara
lain :
a. Persyaratan perundangan dan persyaratan lainnya yang relevan dengan
kegiatan organisasi. Makin ketat persyaratan perundangan tentunya semakin
28
30
33
Sederhana (simple), tidak terlalu rumit dan mudah dipahami oleh semua
pihak sampai ke level terendah dalam organisasi.
program kerja yang merefleksikan kebijakan organisasi. Rencana kerja ini disusun
untuk
setiap
tingkat
manajemen
sebagai
landasan
operasional
dengan
mempertimbangkan :
1. Penentuan tanggungjawab dan wewenang untuk pencapaiannya disetiap
tingkatan, fungsi atau departemen. Program keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) sebaiknya diintegrasikan dengan program organisasi secara keseluruhan
sehingga menjadi salah satu aspek dalam pencapaian sasaran organisasi baik
tingkat korporat, fungsi, departemen, seksi atau bagian.
2. Sasaran atau sumberdaya yang diperlukan untuk mencapai program kerja
yang telah ditetapkan misalnya pendanaan, tenaga, peralatan dan lainnya.
3. Jangka waktu atau jadwal pelaksanaan dan penyelesaian program kerja.
(Ramli, Soehatman. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
OHSAS 18001. 2010. Halaman 119)
2.6.5.4 Implementasi dan Operasional
Salah satu elemen penting dalam sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja (SMK3) adalah sumberdaya, peran, tanggungjawab, tanggung
gugat, dan wewenang dalam melakukan atau mengambil tindakan. Oleh karena
34
itu, OHSAS 18001 mensyaratkan organisasi untuk mengelolah aspek ini dengan
baik. (Ramli, Soehatman. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
OHSAS 18001. 2010. Halaman 120)
2.6.5.5 Kompetensi, Pelatihan, dan Kepedulian
Menurut ahli keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sebagian besar
kecelakaan disebabkan atau bersumber dari faktor manusia dengan tindakan tidak
aman (unsafety act). Tindakan tidak aman dari seorang manusia timbul karena tiga
faktor yaitu karena tidak tahu, tidak mampu, dan tidak mau. Oleh karena itu,
banyak pendekata K3 dikembangkan untuk mengendalikan faktor manusia
tersebut. (Ramli, Soehatman. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja OHSAS 18001. 2010. Halaman 128)
Kompetensi merupakan persyaratan penting untuk menjamin agar
pekerjaan dilakukan dengan baik, mengikuti standar kerja yang berlaku serta
memenuhi persyaratan keselamatan. Kompetensi dapat diperoleh melalui
pendidikan, pelatihan, serta pengalaman yang memadai dalam melakukan suatu
tugas atau aktivitas. (Ramli, Soehatman. Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja OHSAS 18001. 2010. Halaman 130)
Organisasi harus mengembangkan standar pelatihan bagi seluruh individu
dilingkungannya. Sesuai dengan philosofi keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
dari IASP (Internasional Association of Safety Profesional) pekerja harus dilatih
mengenai keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Pemahaman atau budaya
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dating dengan sendirinya, namun
harus dibentuk melalui pelatihan dan pembinaan. (Ramli, Soehatman. Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001. 2010. Halaman
130)
Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
a. Induksi K3 (safety induction) yaitu pelatihan yang diberikan sebelum
seseorang mulai bekerja atau memasuki suatu tempat kerja. Pelatihan ini
ditujukan untuk pekerja baru, pindahan, mutasi, kontraktor, dan tamu yang
berada di tempat kerja.
35
pelatihan yang bersifat umum dan diberikan kepada semua pekerja mulai
level terbawah sampai manajemen puncak. Pelatihan ini umumnya bersifat
awareness yaitu menanamkan budaya atau kultur dikalangan pekerja.
Kompetensi dan kepedulian saja belum mencukupi jika tidak didukung
oleh kepedulian atau perilaku aman dalam bekerja. Kepedulian mengenai aspek
keselamatan dalam pekerjaan atau perilaku sehari-hari merupakan landasan
pembentukan budaya keselamatan (safety culture). Tanpa kepedulian semua
pihak, tentu aspek keselamatan tidak bisa berjalan dengan baik. Oleh karena itu,
aspek kepedulian harus dibina dan dikembangkan di seluruh tingkat pekerja mulai
dari pegawai terendah sampai manajemen puncak. (Ramli, Soehatman. Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001. 2010. Halaman
136)
2.6.5.6 Komunikasi, Partisipasi, dan Konsultasi
Aspek komunikasi sangat penting dalam keselamatan dan kesehatan kerja
(K3). Banyak kecelakaan terjadi akibat kurang baiknya komunikasi sehingga
mempengaruhi kinerja keselamatan dan kesehatan kerja (K3) organisasi. Sebagai
contoh, kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang ditetapkan oleh
manajemen harus dipahami dan dimengerti oleh seluruh anggota organisasi dan
pemangku kepentingan yang terkait dengan kegiatan. (Ramli, Soehatman. Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001. 2010. Halaman
137)
Mengingat pentingnya peran serta tersebut, maka OHSAS 18001
mensyaratkan organisasi untuk mengembangkan, menetapkan, dan menjalankan
berbagai metoda atau cara untuk menggalang peran serta semua pihak dalam
keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
36
2. Semua dokumen ditinjau ulang secara berkala dan jika diperlukan adanya
perubahan harus didetujui ulang oleh semua pihak terkait.
(Ramli, Soehatman. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
OHSAS 18001. 2010. Halaman 146).
2.6.5.9 Pengendalian Operasi
Kegiatan operasi merupakan sumber bahaya paling potensial dalam
organisasi. Sebagian besar kecelakaan atau insiden terjadi dalam kegiatan operasi.
Oleh karena itu, dalam setiap sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
(SMK3), pengendalian operasi merupakan elemen yang sangat penting. OHSAS
18001 secara khusus mensyaratkan sistem pengendalian operasi yang baik.
Pengendalian operasi meliputi :
1. Cara kerja aman (safe working practices)
2. Prosedur operasi aman (safe operating prosedures)
3. Pengadaan dan pembelian
4. Keselamatan kontraktor
(Ramli, Soehatman. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
OHSAS 18001. 2010. Halaman 148)
2.6.5.10 Tanggap Darurat
Tanggap darurat merupakan elemen penting dalam system manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3), untuk menghadapi setiap kemungkinan
yang dapat terjadi. Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah untuk
mencegah kejadian atau kecelakaan yang tidak diinginkan. Namun demikian, jika
sistem pencegahan mengalami kegagalan sehingga terjadi kecelakaan, hendaknya
keparahan atau konsekuensi yang ditimbulkan dapat ditekan sekecil mungkin.
(Ramli, Soehatman. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
OHSAS 18001. 2010. Halaman 153)
OHSAS 18001 mensyaratkan agar organisasi mengembangkan prosedur
tanggap darurat untuk mengidentifikasi kemungkinan keadaan darurat dan
penanggulannya. Pengembangan suatu sistem tanggap darurat sekurangkurangnya meliputi elemen sebagai berikut :
38
a. Kebijakan.
b. Identifikasi keadaan darurat,
c. Perencanaan awal,
d. Prosedur keadaan tanggap darurat,
e. Organisasi keadaan darurat,
f. Prasarana keadaan darurat,
g. Pembinaan dan pelatihan,
h. Komunikasi,
i. Investigasi dan sistem pelaporan,
j. Inspeksi dan audit.
2.6.6 Pemeriksaan
Pemeriksaan dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :
2.6.6.1 Pemantauan dan Pengukuran Kinerja
Proses pelaksanaan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja
(SMK3) harus dipantau secara berkala dari waktu ke waktu untuk memastikan
bahwa sistem berjalan sesuai rencana. Pemantauan dapat dilakukan melalui
observasi, laporan atau rapat pelaksanaan yang diadakan secara berkala untuk
melihat progress report kemajuan pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja
(K3). (Ramli, Soehatman. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
OHSAS 18001. 2010. Halaman 160)
Pengukuran kinerja keselamatan dan kesehatan kerja (K3), sejalan dengan
konsep manajemen modern, dilakukan sepanjang proses sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) sejak tahap perencanaan sampai
pelaksanaan. (Ramli, Soehatman. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja OHSAS 18001. 2010. Halaman 161)
Pengukuran dilakukan secara konsepsional agar dapat memberikan makna
dan manfaat bagi manajemen. Frank Bird dalam bukunya Loss Control
Manajemen menyesuaikan tahap pengukuran kinerja dengan proses kecelakaan
yang meliputi 3 tahap yaitu pengukuran sebelum kejadian (pre-contact), saat
kejadian (contact), dan sesudah kejadian (post-contact).
39
41
Laporan dan notulen rapat atau pertemuan keselamatan dan kesehatan kerja
(K3).
penyempurnaan
berkesimanbungan.
(Ramli,
Soehatman.
Sistem
42
Hasil dari audit keselamatan dan kesehatan kerja (K3) baik internal maupun
eksternal dan lainnya.
(Ramli, Soehatman. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
OHSAS 18001. 2010. Halaman 183)
Dari hasil tinjauan manajemen ini dapat dirumuskan langkah-langkah
perbaikan dan peningkatan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja (K3) periode
berikutnya. Langkah perbaikan ini harus konsisten dengan hasil kinerja
43
keselamatan dan kesehatan kerja (K3), potensi risiko, kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja (K3), ketersediaan sumberdaya manusia, dan prioritas yang
diinginkan. (Ramli, Soehatman. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja OHSAS 18001. 2010. Halaman 184)
44