Delegasi
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana
Menteri Amir Syarifuddin Harahap. Delegasi
Kerajaan Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL
Abdulkadir Widjojoatmodjo. Delegasi Amerika
Serikat dipimpin oleh Frank Porter Graham
Genjatan senjata
Pemerintah RI dan Belanda sebelumnya pada
17 Agustus 1947 sepakat untuk melakukan
gencatan senjata hingga ditandatanganinya
Persetujuan Renville, tapi pertempuran terus terjadi
antara tentara Belanda dengan berbagai laskarlaskar yang tidak termasuk TNI, dan sesekali unit
pasukan TNI juga terlibat baku tembak dengan
tentara Belanda, seperti yang terjadi antara
Karawang dan Bekasi
Isi Perjanjian
Belanda hanya mengakui Jawa tengah,
Yogyakarta, dan Sumatera sebagai
bagian wilayah Republik Indonesia
Disetujuinya sebuah garis demarkasi
yang memisahkan wilayah Indonesia
dan daerah pendudukan Belanda
TNI harus ditarik mundur dari daerahdaerah kantongnya di wilayah
pendudukan di Jawa Barat dan
Jawa Timur.
Pasca Perjanjian
Sebagai hasil Persetujuan Renville,
pihak Republik harus mengosongkan
wilayah-wilayah yang dikuasai TNI,
dan pada bulan Februari 1948,
Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah
. Divisi ini mendapatkan julukan
Pasukan Hijrah oleh masyarakat
Kota Yogyakarta yang menyambut
kedatangan mereka.
Pasca Perjanjian
Tidak semua pejuang Republik yang tergabung
dalam berbagai laskar, seperti Barisan Bambu
Runcing dan Laskar Hizbullah/Sabillilah di bawah
pimpinan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo,
mematuhi hasil Persetujuan Renville tersebut.
Mereka terus melakukan perlawanan bersenjata
terhadap tentara Belanda. Setelah Soekarno dan
Hatta ditangkap di Yogyakarta, S.M.
Kartosuwiryo, yang menolak jabatan Menteri
Muda Pertahanan dalam Kabinet Amir
Syarifuddin, Menganggap Negara Indonesia
telah Kalah dan Bubar, kemudian ia mendirikan
Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).
Hingga pada 7 Agustus 1949, di