Halaman
DAFTAR ISI.......................................................................................................
DAFTAR TABEL............................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN...................................................................................
2.1. Definisi..........................................................................................................
2.3. Patologi.........................................................................................................
2.4. Etiologi..........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 38
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Risiko Kejadian Abortus dengan Usia Ibu...............................................4
Tabel 2.2 Temuan Kromosom pada Abortus............................................................8
Tabel 2.3 Prakiraan Insidensi Dari Penyebab Kejadian Abortus Spontan
Berulang .............................................................................................................. 21
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Frekuensi Kelainan Kromosom pada Abortus dan Bayi Lahir Mati 6
Gambar 2.2. Abortus spontan trimester pertama dan kedua dengan usia ibu......
BAB I
PENDAHULUAN
Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin
mampu bertahan hidup. Abortus spontan adalah kejadian pengakhiran kehamilan,
ditandai dengan keluarnya hasil konsepsi intrauterin sebelum fetus dapat bertahan
hidup diluar rahim (berusia < 20 minggu, dengan berat badan < 500 gram), tanpa
adanya intervensi medis maupun mekanis.
Abortus merupakan kejadian yang sering ditemukan sehari-hari. Penyebab
abortus spontan tersering adalah akibat abnormalitas kromosom, pada masa usia
kehamilan sebelum 12 minggu, dan lebih dari 90% konsepsi yang memiliki kariotipe
normal akan berlanjut. Keguguran dapat dilihat sebagai proses seleksi alamiah untuk
kontrol kualitas hasil konsepsi.1
Saat ini abortus masih merupakan masalah kontroversial di masyarakat
Indonesia. Jenis abortus terbanyak di Indonesia adalah abortus kriminalis. Angka
kejadian abortus sukar ditentukan karena abortus provokatus banyak yang tidak
dilaporkan kecuali bila sudah terjadi komplikasi. Resiko abortus meningkat seiring
dengan jumlah keguguran pada kehamilan sebelumnya dan perjalanan usia. 2,13
Alasan seorang wanita melakukan abortus beraneka ragam, yang tersering
adalah kehamilan yang tidak diinginkan. Pengguguran kandungan yang kebanyakan
dipilih adalah cara yang tidak aman dikarenakan keterbatasan biaya dan pengetahuan
masyarakat mengenai bahaya-bahaya abortus tersebut. WHO mengestimasikan
bahwa aborsi yang tidak aman bertanggung jawab terhadap 14% dari kematian ibu di
Asia Tenggara.2,13
Upaya untuk menurunkan angka kejadian abortus melibatkan kerja sama
banyak pihak; baik pemerintah, tenaga medis, tokoh yang berpengaruh di suatu
daerah dan diri pribadi tiap orang. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
menghindari terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, tersedianya informasi dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Abortus (aborsi/ abortion) adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun
sebelum janin mampu bertahan hidup. Di Amerika Serikat, definisi ini terbatas pada
terminasi kehamilan sebelum 20 minggu berdasarkan pada tanggal hari pertama haid
normal terakhir. Definisi lain yang sering digunakan adalah keluarnya janin-neonatus
yang beratnya kurang dari 500 gram. Definisi abortus bervariasi, tergantung dari
kebijakan hukum dalam melaporkan abortus, kematian janin, dan kematian neonatus
(Cunningham, 2010).
Abortus spontan adalah abortus terjadi tanpa intervensi medis atau mekanis untuk
mengosongkan uterus. Istilah lain yang digunakan adalah miscarriage (Cunningham,
2010).
2.2. Statistik Abortus
Di Amerika Serikat: pada tahun 2003, sekitar 16 wanita dari 1000 wanita yang
berusia 15-44 tahun melakukan abortus, dan setiap 1000 kelahiran hidup, kurang
lebih 241 abortus telah dilakukan, mengacu pada Centers for Disease Control and
Prevention. Pada masa 20 tahun terakhir, telah berlangsung pengembangan yang
cukup serius dalam bidang teknologi yang digunakan untuk abortus pada trimester ke
dua. Hal ini dan kebijakan sosial tentang abortus semakin membuat banyak wanita
yang mencari cara untuk melakukan terminasi kehamilan.
Abortus legal adalah prosedur yang aman. Angka kejadian infeksi kurang dari 1
persen, dan kurang dari 1 dari 100.000 kematian yang terjadi pada abortus trimester
pertama. Abortus lebih aman untuk ibu daripada membiarkan kehamilan sampai
aterm. Abortus secara medikal dan surgikal lebih aman dan efektif, dilakukan oleh
tenaga yang terlatih.
Kebanyakan wanita yang melakukan abortus menurut statistik adalah wanita kulit
putih (53%); 36% kulit hitam, dan 8% ras kulit lainnya, dan 3% ras yang tidak
diketahui.
Angka abortus tertinggi pada golongan wanita umur antara 20 sampai dengan 24
tahun. Angka abortus terendah pada wanita kurang dari 20 tahun, dan lebih tua dari
40 tahun akan tetapi wanita pada golongan usia ini lebih sering melakukan abortus
daripada mempertahankan kehamilan.
Di dunia, abortus menyebabkan sekurang-kurangnya 13% kematian pada wanita
hamil. Perhitungan baru adalah 50 juta abortus dilakukan secara luas setiap tahun,
dengan 30 juta di antaranya terjadi di negara berkembang. Kurang lebih 20 juta
abortus dilakukan tidak secara aman karena suatu keadaan di mana kurangnya tenaga
kerja terlatih. (emedicinehealth, 2009).
2.3. Patologi
Abortus biasanya disertai oleh perdarahan ke dalam desidua basalis dan nekrosis
di jaringan dekat tempat perdarahan. Ovum menjadi terlepas, dan hal ini memicu
kontraksi uterus yang menyebabkan ekspulsi. Apabila kantung dibuka, biasanya
dijumpai janin kecil yang mengalami maserasi dan dikelilingi oleh cairan, atau
mungkin tidak tampak janin di dalam kantung dan disebut blighted ovum.
Pada abortus tahap lebih lanjut, terdapat beberapa kemungkinan hasil. Janin yang
tertahan dapat mengalami maserasi. Tulang-tulang tengkorak kolaps dan abdomen
kembung oleh cairan yang mengandung darah. Kulit melunak dan terkelupas in utero
atau dengan sentuhan ringan meninggalkan dermis. Organ-organ dalam mengalami
degenerasi dan nekrosis. Cairan amnion mungkin terserap saat janin tertekan dan
mengering untuk membentuk fetus kompresus. Kadang-kadang, janin akhirnya
menjadi sedemikian kering dan tertekan sehingga mirip dengan perkamen, yang
disebut juga sebagai fetus papiraseus (Cunningham, 2010).
2.4. Etiologi
Lebih dari 80 persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama, dan setengahnya
disebabkan oleh kelainan kromosom, dan setelah trimester pertama, angka kejadian
abortus dan insidensi dari kelainan kromosom menurun (Gambar 2.1).
Gambar 2.1. Frekuensi kelainan kromosom pada abortus dan bayi lahir mati
untuk tiap semester dibandingkan dengan frekuensi kelainan
kromosom pada bayi lahir hidup. Presentase untuk tiap kelompok
diperliatkan dalam tanda kurung (Cunningham, 2005).
Gambar 2.2 Abortus spontan trimester pertama dan kedua dengan usia ibu
(dari Harlap dkk, 1980, dengan ijin)
Mekanisme yang menyebabkan abortus tidak selalu jelas, tetapi pada bulan-bulan
awal kehamilan, ekspulsi ovum secara spontan hampir selalu didahului oleh kematian
mudigah atau janin. Karena itu, pertimbangan etiologi pada abortus dini antara lain
mencakup pemastian penyebab kematian janin apabila memungkinkan.
2.4.1. Faktor janin
Perkembangan Zigot Abnormal
Temuan morfologis tersering pada abortus spontan dini adalah kelainan
perkembangan zigot, mudigah, janin bentuk awal, atau kadang-kadang plasenta.
Dalam suatu analisis terhadap 1000 abortus spontan, Hertig dan Sheldon (1943)
menjumpai ovum patologis ("blighted") yang pada separuhnya mudigah mengalami
degenerasi atau tidak ada sama sekali. Ovum yang abnormal semacam itu dapat
dilihat di Gambar 2.3 (Cunningham, 2010).
Gambar 2.3. Ovum abnormal. Potongan melintang sebuah ovum cacat yang
memperlihatkan kantung korion yang kosong yang tertanam didalam massa
endometrium polipoid ( dari Hertig dan Rock, 1944) (Williams, 2005).
Abortus Karena Kelainan Kromosom
Kelainan kromosom sering dijumpai pada mudigah dan janin awal yang
mengalami abortus spontan, dan merupakan penyebab sebagian besar abortus pada
awal kehamilan. Sekitar 50 sampai 60 persen abortus spontan dini disertai dengan
kelainan kromosom pada konseptus (Tabel 1). Jacobs dan Hassold (1980) melaporkan
bahwa sekitar 95% dari kelainan kromosom disebabkan oleh kesalahan
gametogenesis maternal dan 5 % oleh kesalahan paternal.
10
Pemeriksaan Kromosom
Kajii et al.
Eiben et
(1980)
al. (1990)
(%)
Normal ( euploid) 46XY dan 46XX
(%)
Simpson
(1980) (%)
46
51
54
Trisomi autosom
31
31
22
Monosomi X (45,X)
10
Triploidi
Tetraploidi
Anomali structural
Trisomi ganda
0,9
Trisomi Tripel
0,4
TT
0.8
TT
Monosomi autosom G
TT
0,1
Abnormal ( euploidi)
0,7
11
Trisomi mosaic
TT
0,1
TT
0,2
TT
0,9
TT = Tidak Tercantum
Tabel 2.2 Persentase Anomali Kromosom pada Abortus Spontan dan Lahir
Hidup (Solveig, 2005)
Anomali
Trisomi autosom
13
16
18
21
Lainnya
Total trisomy
Monosomi X
Trisomi kromosom sex
Triploidi
Tetraploidi
Abortus
Spontan
Lahir
Hidup
1.10%
5.58%
0.84%
2.00%
11.81%
21.33%
8.35%
0.33%
5.79%
2.39%
0.01%
0.00%
0.02%
0.11%
0.00%
1.34%
0.01%
0.15%
0.00%
0.00%
12
Total abnormal
Jumlah karyotype
41.52%
3.353
0.60%
31.521
13
Monosomi
autosom
sangat
jarang
dijumpai,dan
tidak
14
15
Defisiensi progesteron
Progesteron adalah hormone golongan steroid yang berpengaruh pada siklus
menstruasi, kehamilan, dan embryogenesis. Pada defisiensi progesterone atau dikenal
sebagai defek fase luteal(Lutealphase deficiency/LPD) adalah gangguan fase luteal.
Gangguan ini menyebabkan disfungsi tuba dengan akibat transpor ovum terlalu cepat,
mobilitas uterus yang berlebihan, dapat menyebabkan kesukaran nidasi karena
endometrium tidak dipersiapkan dengan baik. Penderita dengan LPD mempunyai
karakteristik siklus haid yang pendek, interval post ovulatoar kurang dari 14 hari dan
infertil sekunder dengan recurrent early losses (LP Kalolo, 2009).
Nutrisi
Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa defisiensi salah satu zat gizi atau
defisiensi sedang semua nutrien merupakan penyebab abortus. Mual dan muntah yang
timbul agak sering pada awal kehamilan, dan semua penyakit yang dipicunya, jarang
diikuti oleh abortus spontan. Namun beberapa penelitian menyatakan abortus
seringkali terjadi pada wanita hamil yang mengalami kekurangan gizi secara
menyeluruh karena pertumbuhan janin membutuhkan sumber nutrisi yang baik.
Faktor Imunologis
Banyak perhatian ditujukan pada sistem imun sebagai faktor penting dalam
kematian janin berulang. Dua model patofisiologis utama yang berkembang adalah
teori autoimun (imunitas terhadap tubuh sendiri) dan teori aloimun (imunitas terhadap
orang lain) (Cunningham, 2010).
-
Faktor autoimun
16
Penyakit kolagen pada pembuluh darah adalah penyakit dimana sistem imun yang
terdapat dalam tubuh menyerang organ tubuh itu sendiri. Penyakit ini sangat
berbahaya pada saat kehamilan maupun diantara kehamilan. Pada penyakit ini, wanita
membuat antibodi untuk jaringan tubuhnya sendiri. Contoh dari penyakit kolagen
yang berhubungan dengan abortus adalah Systemic Lupus Erythematosus (SLE) dan
sindroma antibodi antifosfolipid (Antiphopholipid Syndrome/APS). Pemeriksaan
darah dapat dilakukan untuk memeriksa adanya antibodi abnormal dan digunakan
untuk mendiagnosis keadaan ini. APS dikenal juga dengan nama Hughes syndrome
merupakan penyakit autoimun yang pada dekade akhir ini makin dikenal sebagai
salah satu penyebab abortus berulang (LP Kalolo, 2009).
-
Faktor aloimun
Kematian janin berulang pada sejumlah wanita didiagnosis sebagai akibat faktor-
17
Tidak terdapat bukti bahwa pembedahan yang dilakukan pada kehamilan tahap
awal dapat meningkatkan angka abortus karena pembedahan dianggap mengganggu
proses pertumbuhan dan perkembangan janin. Sebagai contoh, tumor ovarium dan
mioma bertangkai umumnya diangkat tanpa mengganggu kehamilan. Peritonitis
meningkatkan kemungkinan abortus (Cunningham, 2005).
2.4.3. Kelainan Traktus Genitalis
Retroversio uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan
abortus. Tetapi harus diingat bahwa hanya retroversio uteri gravidi inkarserata atau
mioma submukosa yang memegang peranan penting. Sebab lain abortus dalam
trimester kedua ialah serviks inkompeten yang dapat disebabkan oleh kelemahan
bawaan pada serviks, dilatasi serviks berlebihan, konisasi, amputasi, atau robekan
serviks luas yang tidak dijahit.
Serviks inkompeten
Kelainan ini ditandai oleh pembukaan serviks tanpa nyeri pada trimester kedua,
atau mungkin awal trimester ketiga, disertai prolaps dan menggembungnya selaput
ketuban ke dalam vagina, diikuti oleh pecahnya selaput ketuban dan ekspulsi janin
imatur. Apabila tidak diterapi secara efektif, rangkaian ini akan berulang pada setiap
kehamilan.
Walaupun penyebab serviks inkompeten belum jelas, riwayat trauma pada serviks,
terutama sewaktu dilatasi dan kuretase, konisasi, kauterisasi atau amputasi tampaknya
merupakan faktor penyebab serviks inkompeten.
Terapi serviks inkompeten adalah tindakan bedah, berupa penguatan serviks
dengan jahitan purse-string. Perdarahan, kontraksi uterus, atau pecahnya selaput
18
ketuban
biasanya
merupakan
kontraindikasi
untuk
tindakan
pembedahan
(Cunningham, 2010).
2.5. Abortus Iminens
Abortus iminens ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu, dan hasil konsepsi masih berada dalam uterus (Budiono
Wibowo,2005). Kira-kira 12-15% dari seluruh kehamilan berakhir spontan sebelum
umur kehamilan 20 minggu. Setengah dari abortus iminens akan berlanjut menjadi
abortus komplet atau inkomplet, sedangkan pada sisanya kehamilan akan terus
berlangsung. Perdarahan pada abortus iminens umumnya sedikit, tetapi dapat
menetap selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Terjadinya abortus iminens
akan meningkatan risiko kehamilan yang kurang optimal dalam bentuk kelahiran
preterm, berat lahir rendah dan kematian perinatal (Cunningham, 2005).
19
Data subjektif
o Perdarahan pervaginam : gejala paling khas dan dapat bervariasi
dari perdarahan vagina sampai sedikit bercak atau flek kecoklatan.
Biasanya perdarahan kurang dari haid normal. Tidak ada jaringan
plasenta yang dikeluarkan.
o Nyeri abdomen: suprapubik, intermiten dan bersifat kram-dapat
tidak ada, minimum atau ringan. Beberapa pasien mungkin
mengeluh nyeri punggung bawah.
o Riwayat haid : biasanya pasien sadar satu atau lebih siklus haid
terlewatkan.
o Gejala kehamilan : sela kehamilan viabel, biasanya tidak ada
perubahan gejala kehamilan subjektif seperti nyeri tekan payudara,
mual pagi hari dan seterusnya (Taber, 1994).
Data objektif
o Pemeriksaan fisik :
20
Laboratorium :
Meragukan
21
Missed abortion : uterus lebih kecil dari yang diperkirakan untuk lama
amenore.
Kehamilan mola : ukuran uterus akan lebih besar dari yang diperkirakan
untuk umur kehamilan umumnya.
Lesi serviks atau trauma vagina : polip yang tampak di ostium uteri
eksternum, maupun reaksi desidua serviks, dapat berdarah pada kehamilan
muda. Nyeri biasanya tidak ada. Pemeriksaan spekulum dari serviks dan
vagina akan menegakkan diagnosis (Taber, 1994).
22
23
Data Subjektif
o Nyeri abdomen : kram suprapubik intermiten progresif diakibatkan
oleh kontraksi uterus yang menimbulkan pendataran dan dilatasi
serviks.
o Perdarahan pervaginam : jumlah perdarahan cenderung sangat
bervariasi.
Beberapa
pasien
mengalami
perdarahan
hebat,
Data Objektif
o Pemeriksaan fisik
24
o Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Darah
rutin:
hemoglobin
dan
hematokrit
leukosit
dan
hitung
jenis
dapat
25
Data subjektif
o Nyeri abdomen: Nyeri kram suprapubik terjadi akibat kontraksi
uterus dalam usaha mengeluarkan isi uterus. Mula-mula nyeri
cenderung ringan dan intermiten, tetapi secara bertahap menjadi
lebih hebat.
o
26
Data objektif
o Pemeriksaan fisik
27
o Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
nilai
hematokrit
menunjukkan
Urinalisis : normal
28
29
progesteron pada abortus iminens mungkin juga dapat menyebabkan missed abortion
(Budiono Wibowo,2005). Pada kematian janin di awal kehamilan, janin akan lebih
cepat keluar. Sedangkan pada kematian janin dengan kehamilan yang lebih lanjut,
akan menyebabkan retensi janin akan lebih lama (Sofie Krisnadi, 2003).
Data Subjektif
o Perdarahan pervaginam: bisa ada atau tidak (Sofie Krisnadi, 2003).
o Gejala kehamilan : meskipun kehamilan muda normal dengan
amenore, mual pagi hari, perubahan payudara dan pembesaran
abdomen, gejala-gejala ini sering berhenti setelah kematian janin.
Data Objektif
o Pemeriksaan fisik
30
menggambarkan
kemungkinan
gangguan
koagulasi
penyerta.
o Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Urinalisis : normal
31
32
spontan (kurang dari 1%), lebih sering pada primi tua (Sofie Krisnadi, 2003). Jika
seorang penderita telah mengalami abortus 2 kali berturut-turut, maka optimisme
untuk kehamilan berikutnya berjalan normal adalah sekitar 63%, jika abortus 3 kali
berturut-turut maka kemungkinan kehamilan keempat berjalan normal hanya sekitar
16% (Rustam Mochtar, 1998).
2.10.1. Diagnosis Abortus Habitualis
Diagnosis abortus habitualis tidak sukar ditentukan dengan anamnesis. Khususnya
diagnosis abortus habitualis karena inkompentensia, menunjukkan gambaran klinik
yang khas, yaitu dalam kehamilan triwulan kedua terjadi pembukaan serviks tanpa
disertai mulas, ketuban menonjol dan pada suatu saat pecah, kemudian timbul mulas
yang selanjutnya diikuti oleh pengeluaran janin yang biasanya masih hidup dan
normal. Apabila penderita datang dalam triwulan pertama, maka gambaran klinik
tersebut dapat diikuti dengan melakukan pemeriksaan vaginal tiap minggu (Budiono
Wibowo,2005).
2.10.2. Penanganan Abortus Habitualis
1. Memperbaiki keadaan umum,
2. Pemberian makan yang sempurna,
3. Memberikan anjuran istirahat yang banyak,
4. Larangan coitus dan olahraga,
5. Pada serviks inkompeten, apabila penderita telah hamil, maka operasi
untuk mengecilkan ostium uteri internum sebaiknya dilakukan pada
kehamilan 12 minggu atau lebih (Budiono Wibowo, 2005).
33
Data subjektif
o Nyeri abdomen: biasanya suprapubik, hebat dan konstan. Pada
kasus parametritis dan peritonitis terbukti nyeri abdomen lebih
difus.
o Perdarahan pervaginam : Jumlah perdarahan bervariasi. Beberapa
pasien mengalami perdarahan minimum sementara lainnya
mengalami perdarahan hebat.
o Gejala haid : Sebagian besar pasien abortus septik sadar
kehamilannya dan melaporkan bahwa siklus haid normalnya yang
terakhir terjadi 2 bulan atau lebih sebelum mulai timbulnya gejala
saat ini.
o Menggigil dan demam : Merupakan gejala khas infeksi serius.
Pasien sering merasa lemah dan sakit parah.
Data objektif
o Pemeriksaan fisik
34
38o
C,
menggambarkan
takikardia,
dapat
disertai
hipotensi
syok
endotoksik.
juga
disebabkan
dan
takikardia
Hipotensi
oleh
dan
perdarahan
tekan
ligamentrum
latum
merupakan
bukti
Laboratorium :
35
Perdarahan
36
3.
4.
histerektomi.
Infeksi
Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan
karena infeksi berat (syok endoseptik) (Budiono Wibowo, 2005).
BAB III
KESIMPULAN
37
38
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham FG, Gran NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. 2010.
Abortion. In: Williams Obstetrics. 23st. New York: Mc. Graw-Hills, pg. 215226.
Cunningham FG, Gran NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. 2005.
Abortion. Dalam: Obstetri Williams. Edisi ke-21. Jakarta: EGC, hal.951-975.
LP Kalolo, S. Darmadi. 2009. Laporan Kasus : Abortus Habitualis pada
Antiphospholipid Syndrome. http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/IJCPML12-2-09.pdf
39