Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat sering berpikir bahwa dunia psikologi adalah dunia yang berkaitan dengan persoalan
perasaan, motivasi, kepribadian, dan yang sejenisnya. Dan kalau berpikir tentang sosiologi,
secara umum cenderung memikirkan persoalan kemasyarakatan. Kajian utama psikologi adalah
pada persoalan kepribadian, mental, perilaku, dan dimensi-dimensi lain yang ada dalam diri
manusia sebagai individu. Sosiologi lebih mengabdikan kajiannya pada budaya dan struktur
sosial yang keduanya mempengaruhi interaksi, perilaku, dan kepribadian. Kedua bidang ilmu
tersebut bertemu di daerah yang dinamakan psikologi sosial . Dengan demikian para psikolog
berwenang merambah bidang ini, demikian pula para sosiolog. Namun karena perbedaan latar
belakang maka para psikolog akan menekankan pengaruh situasi sosial terhadap proses dasar
psikologikal persepsi, kognisi, emosi, dan sejenisnya sedangkan para sosiolog akan lebih
menekankan pada bagaimana budaya dan struktur sosial mempengaruhi perilaku dan interaksi
para individu dalam konteks sosial, dan lalu bagaimana pola perilaku dan interaksi tadi
mengubah budaya dan struktur sosial. Jadi psikologi akan cenderung memusatkan pada atribut
dinamis dari seseorang; sedangkan sosiologi akan mengkonsentrasikan pada atribut dan
dinamika seseorang, perilaku, interaksi, struktur sosial, dan budaya, sebagai faktor-faktor yang
saling mempengaruhi satu sama lainnya.
Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia hanya akan menjadi apa dan siapa bergantung
ia bergaul dengan siapa. Manusia tidak bisa hidup sendirian, sebab jika hanya sendirian ia tidak
menjadi manusia. Dalam pergaulan hidup, manusia menduduki fungsi yang bermacam-macam.
Di satu sisi ia menjadi anak buah, tetapi di sisi lain ia adalah pemimpin. Di satu sisi ia adalah
ayah atau ibu,tetapi di sisi lain ia adalah anak. Di satu sisi ia adalah kakak, tetapi di sisi lain ia
adalah adik. Demikian juga dalam posisi guru dan murid, kawan dan lawan, buruh dan majikan,
besar dan kecil, mantu dan mertua dan seterusnya.
Sosiolog Robert Park dari Universitas Chicago memandang bahwa masyarakat
mengorganisasikan, mengintegrasikan, dan mengarahkan kekuatan-kekuatan individu- individu
ke dalam berbagai macam peran (roles). Melalui peran inilah kita menjadi tahu siapa diri kita.
Kita adalah seorang anak, orang tua, guru, mahasiswa, laki-laki, perempuan, Islam, Kristen.
Konsep kita tentang diri kita tergantung pada peran yang kita lakukan dalam masyarakat. Untuk
itu, mempelajari teori peran dipandang perlu.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang tersebut terdapat berbagai masalah yang dapat diidentifikasikan bahwa dalam
psikologi sosial terdapat teori peran yang perlu dipelajari untuk mengetahui bagaimana peran
kita dalam masyarakat.
C. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian teori peran?


2. Bagaimana konsep teori peran?
3. Ketidakberhasilan Peran
4. Apa saja proses yang umum untuk memperkecil ketegangan peran dan melindungi diri
dari rasa bersalah
D. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian teori peran
2. Untuk mengetahui konsep teori peran
3. Ketidakberhasilan Peran
4. Untuk mengetahui proses yang umum untuk memperkecil ketegangan peran dan
melindungi diri dari rasa bersalah?

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Teori
Teori adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling berhubungan yang
menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena dengan menentukan hubungan
antar variabel, dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan
fenomena alamiah. Labovitz dan Hagedorn mendefinisikan teori sebagai ide pemikiran
pemikiran teoritis yang mereka definisikan sebagai menentukan bagaimana dan mengapa
variable-variabel dan pernyataan hubungan dapat saling berhubungan.
Dalam ilmu pengetahuan, teori dalam ilmu pengetahuan berarti model atau kerangka pikiran
yang menjelaskan fenomena alami atau fenomena sosial tertentu. Teori dirumuskan,
dikembangkan, dan dievaluasi menurut metode ilmiah. Teori juga merupakan suatu hipotesis
yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan,
dan menguasai fenomena tertentu (misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau
tingkah laku hewan). Sering kali, teori dipandang sebagai suatu model atas kenyataan (misalnya :
apabila kucing mengeong berarti minta makan). Sebuah teori membentuk generalisasi atas
banyak pengamatan dan terdiri atas kumpulan ide yang koheren dan saling berkaitan. Istilah
teoritis dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu yang diramalkan oleh suatu teori namun
belum pernah terpengamatan.
Menurut Ismaun dalam Achmad Sudrajat mengemukakan bahwa teori adalah pernyataan yang
berisi kesimpulan tentang adanya keteraturan subtantif. Menemukan keteraturan itulah tugas

ilmuwan, dan dengan kemampuan kreatif rekayasanya, ilmuwan dapat membangun keteraturan
rekayasa. Keteraturan rekayasa ini dapat dibedakan dalam tiga keteraturan, yaitu : (1) keteraturan
alam, (2) keteraturan kehidupan sosial manusia dan (3) keteraturan rekayasa teknologi.
B. Pengertian Peran
Menurut Kozier Barbaraperan adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi oleh keadaan
sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku
yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu.
Peran adalah deskripsi sosial tentang siapa kita dan kita siapa. Peran menjadi bermakna ketika
dikaitkan dengan orang lain, komunitas sosial atau politik. Peran adalah kombinasi adalah posisi
dan pengaruh.
Menurut Biddle dan Thomas dalam Arisandi, peran adalah serangkaian rumusan yang
membatasi perilaku-perilaku yang diharapkan dari pemegang kedudukan tertentu. Misalnya
dalam keluarga, perilaku ibu dalam keluarga diharapkan bisa memberi anjuran, memberi
penilaian, memberi sangsi dan lain-lain.
Menurut Horton dan Hunt [1993], peran (role) adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang
yang memiliki suatu status. Berbagai peran yang tergabung dan terkait pada satu status ini oleh
Merton [1968] dinamakan perangkat peran (role set). Dalam kerangka besar, organisasi
masyarakat, atau yang disebut sebagai struktur sosial, ditentukan oleh hakekat (nature) dari
peran-peran ini, hubungan antara peran-peran tersebut, serta distribusi sumberdaya yang langka
di antara orang-orang yang memainkannya. Masyarakat yang berbeda merumuskan,
mengorganisasikan, dan memberi imbalan (reward) terhadap aktivitas-aktivitas mereka dengan
cara yang berbeda, sehingga setiap masyarakat memiliki struktur sosial yang berbeda pula. Bila
yang diartikan dengan peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam suatu status
tertentu, maka perilaku peran adalah perilaku yang sesungguhnya dari orang yang melakukan
peran tersebut. Perilaku peran mungkin berbeda dari perilaku yang diharapkan karena beberapa
alasan. Sedangkan, Abu Ahmadi [1982] mendefinisikan peran sebagai suatu kompleks
pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi
tertentu berdasarkan status dan fungsi sosialnya.

BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Teori Peran
Teori peran adalah perspektif dalam sosiologi dan psikologi sosial yang menganggap sebagian
besar kegiatan sehari-hari menjadi pemeran dalam kategori sosial (misalnya ibu, manajer, guru).
Setiap peran sosial adalah seperangkat hak, kewajiban, harapan, norma dan perilaku seseorang
untuk menghadapi dan memenuhi. Model ini didasarkan pada pengamatan bahwa orang
berperilaku dengan cara yang dapat diprediksi, dan bahwa perilaku individu adalah konteks

tertentu, berdasarkan posisi sosial dan faktor lainnya. Teater adalah metafora sering digunakan
untuk menggambarkan teori peran.
B. Konsep Teori Peran
Menurut teori ini, sebenarnya dalam pergaulan sosial itu sudah ada skenario yang disusun oleh
masyarakat, yang mengatur apa dan bagaimana peran setiap orang dalam pergaulannya. Dalam
skenario itu sudah `tertulis seorang Presiden harus bagaimana, seorang gubernur harus
bagaimana, seorang guru harus bagaimana, murid harus bagaimana. Demikian juga sudah tertulis
peran apa yang harus dilakukan oleh suami, isteri, ayah, ibu, anak, mantu, mertua dan
seterusnya. Menurut teori ini, jika seseorang mematuhi skenario, maka hidupnya akan harmoni,
tetapi jika menyalahi skenario, maka ia akan dicemooh oleh penonton dan ditegur sutradara.
Dalam era reformasi sekarang ini nampak sekali pemimpin yang menyalahi scenario sehingga
sering didemo public.
Park menjelaskan dampak masyarakat atas perilaku kita dalam hubungannya dengan peran,
namun jauh sebelumnya Robert Linton (1936), seorang antropolog, telah mengembangkan Teori
Peran. Teori Peran menggambarkan interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain
sesuai dengan apa-apa yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini, harapan-harapan
peran merupakan pemahaman bersama yang menuntun kita untuk berperilaku dalam kehidupan
sehari-hari.
Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai peran tertentu misalnya sebagai dokter,
mahasiswa, orang tua, wanita, dan lain sebagainya, diharapkan agar seseorang tadi berperilaku
sesuai dengan peran tersebut. Mengapa seseorang mengobati orang lain, karena dia adalah
seorang dokter. Jadi karena statusnya adalah dokter maka dia harus mengobati pasien yang
datang kepadanya. Perilaku ditentukan oleh peran sosial.
Kemudian, sosiolog yang bernama Glen Elder (1975) membantu memperluas penggunaan teori
peran. Pendekatannya yang dinamakan life-course memaknakan bahwa setiap masyarakat
mempunyai harapan kepada setiap anggotanya untuk mempunyai perilaku tertentu sesuai dengan
kategori-kategori usia yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Contohnya, sebagian besar
warga Amerika Serikat akan menjadi murid sekolah ketika berusia empat atau lima tahun,
menjadi peserta pemilu pada usia delapan belas tahun, bekerja pada usia tujuh belah tahun,
mempunyai istri/suami pada usia dua puluh tujuh, pensiun pada usia enam puluh tahun.
Di Indonesia berbeda, usia sekolah dimulai sejak tujuh tahun, punya pasangan hidup sudah bisa
usia tujuh belas tahun, pensiun usia lima puluh lima tahun. Urutan tadi dinamakan tahapan usia
(age grading). Dalam masyarakat kontemporer kehidupan kita dibagi ke dalam masa kanakkanak, masa remaja, masa dewasa, dan masa tua, di mana setiap masa mempunyai bermacammacam pembagian lagi.
C. Ketidakberhasilan Peran
Dalam kaitannya dengan peran yang harus dilakukan, tidak semuanya mampu untuk
menjalankan peran yang melekat dalam dirinya. Oleh karena itu, tidak jarang terjadi

kekurangberhasilan dalam menjalankan perannya. Dalam ilmu sosial, ketidakberhasilan ini


terwujud dalam role conflict dan role strain.
1. Role Conflict
Setiap orang memainkan sejumlah peran yang berbeda, dan kadang-kadang peran-peran tersebut
membawa harapan-harapan yang bertentangan. Menurut Hendropuspito [1989], konflik peran
(role conflict) sering terjadi pada orang yang memegang sejumlah peran yang berbeda
macamnya, kalau peran-peran itu mempunyai pola kelakuan yang saling berlawanan meski
subjek atau sasaran yang dituju sama. Dengan kata lain, bentrokan peranan terjadi kalau untuk
menaati suatu pola, seseorang harus melanggar pola lain. Setidaknya ada dua macam konflik
peran. Yakni, konflik antara berbagai peran yang berbeda, dan konflik dalam satu peran tunggal.
Pertama, satu atau lebih peran (apakah itu peran independen atau bagian-bagian dari seperangkat
peran) mungkin menimbulkan kewajiban-kewajiban yang bertentangan bagi seseorang. Kedua,
dalam peran tunggal mungkin ada konflik inheren.
2. Role Strain
Adanya harapan-harapan yang bertentangan dalam satu peran yang sama ini dinamakan role
strain. Satu hal yang menyebabkan terjadinya role strain adalah karena peran apapun sering
menuntut adanya interaksi dengan berbagai status lain yang berbeda. Sampai tingkatan tertentu,
masing-masing interaksi ini merumuskan peran yang berbeda, karena membawa harapanharapan yang berbeda pula. Maka, apa yang tampak sebagai satu peran tunggal mungkin dalam
sejumlah aspek sebenarnya adalah beberapa peran. Misalnya, status sebagai karyawan bagian
pemasaran (sales) eceran di sebuah perusahaan, dalam arti tertentu sebenarnya membawa
beberapa peran: sebagai bawahan (terhadap atasan di perusahaan itu), sebagai sesama pekerja
(terhadap karyawan-karyawan lain di perusahaan itu), dan sebagai penjual (terhadap konsumen
dan masyarakat yang ditawari produk perusahaan tersebut).
D. Stres Peran
Posisi dimasyarakat dapat merupakan stresor terhadap peran karena struktur sosial yang
menimbulkan kesukaran, atau tuntutan posisi yang tidak mungkin dilaksanakan. Stres peran
terdiri dari :
a. Konflik peran, dialami jika peran yang diminta konflik dengan sistem individu atau dua
peran yang konflik satu sama yang lain.
b. Peran yang tidak jelas, terjadi jika individu yang diberi peran yang tidak jelas dalam hal
perilaku dan penampilan yang diharapkan.
c. Peran yang tidak sesuai, terjadi jika individu dalam proses transisi merubah nilai dan
sikap. Misalnya, seseorang yang masuk dalam satu profesi, dimana terdapat konflik
antara nilai individu dan profesi.

d. Peran berlebih, terjadi jika individu menerima banyak peran misalnya, sebagai istri,
mahasiswa, perawat, ibu. Individu dituntut melakukan banyak hal tetapi tidak tersedia
waktu untuk menyelesaikannya. (Keliat, 1992)
E. Faktor-faktor Penyesuaian Peran
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus dilakukan,
yaitu :
a. Kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran
b. Konsistensi respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan
c. Kesesuaian dan keseimbangan antar peran yang diemban
d. Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran
e. Pemisahan perilaku yang akan menciptakan ketidak sesuaian perilaku peran
F. Proses Yang Umum Untuk Memperkecil Ketegangan Peran Dan Melindungi Diri
Dari Rasa Bersalah
Menurut Horton dan Hunt [1993], seseorang mungkin tidak memandang suatu peran dengan cara
yang sama sebagaimana orang lain memandangnya. Sifat kepribadian seseorang mempengaruhi
bagaimana orang itu merasakan peran tersebut. Tidak semua orang yang mengisi suatu peran
merasa sama terikatnya kepada peran tersebut, karena hal ini dapat bertentangan dengan peran
lainnya. Semua faktor ini terpadu sedemikian rupa, sehingga tidak ada dua individu yang
memerankan satu peran tertentu dengan cara yang benar-benar sama.Ada beberapa proses yang
umum untuk memperkecil ketegangan peran dan melindungi diri dari rasa bersalah, yaitu antara
lain:
1. Rasionalisasi
Rasionalisasi yakni suatu proses defensif untuk mendefinisikan kembali suatu situasi yang
menyakitkan dengan istilah-istilah yang secara sosial dan pribadi dapat diterima.
Rasionalisasi menutupi kenyataan konflik peran, yang mencegah kesadaran bahwa ada konflik.
Misalnya, orang yang percaya bahwa semua manusia sederajat tapi tetap merasa tidak berdosa
memiliki budak, dengan dalih bahwa budak bukanlah manusia tetapi benda milik.
2. Pengkotakan (Compartmentalization)
Pengkotakan (Compartmentalization) yakni memperkecil ketegangan peran dengan memagari
peran seseorang dalam kotak-kotak kehidupan yang terpisah, sehingga seseorang hanya
menanggapi seperangkat tuntutan peran pada satu waktu tertentu. Misalnya, seorang politisi yang

di acara seminar bicara berapi-api tentang pembelaan kepentingan rakyat, tapi di kantornya
sendiri ia terus melakukan korupsi dan merugikan kepentingan rakyat.
3. Ajudikasi (Adjudication)
Ajusikasi yakni prosedur yang resmi untuk mengalihkan penyelesaian konflik peran yang sulit
kepada pihak ketiga, sehingga seseorang merasa bebas dari tanggung jawab dan dosa.
4. Kedirian (Self)
Kadang-kadang orang membuat pemisahan secara sadar antara peranan dan kedirian (self),
sehingga konflik antara peran dan kedirian dapat muncul sebagai satu bentuk dari konflik peran.
Bila orang menampilkan peran yang tidak disukai, mereka kadang-kadang mengatakan bahwa
mereka hanya menjalankan apa yang harus mereka perbuat. Sehingga secara tak langsung
mereka mengatakan, karakter mereka yang sesungguhnya tidak dapat disamakan dengan
tindakan-tindakan mereka itu.Konflik-konflik nyata antara peran dan kedirian itu dapat dianalisis
dengan konsep jarak peran (role distance) yang dikembangkan Erving Goffman. Jarak peran
diartikan sebagai suatu kesan yang ditonjolkan oleh individu bahwa ia tidak terlibat sepenuhnya
atau tidak menerima definisi situasi yang tercermin dalam penampilan perannya. Ia melakukan
komunikasi-komunikasi yang tidak sesuai dengan sifat dari peranannya untuk menunjukkan
bahwa ia lebih dari sekadar peran yang dimainkannya. Seperti, pelayan toko yang mengusulkan
pembeli untuk pergi ke toko lain karena mungkin bisa mendapatkan harga yang lebih murah. Ini
merupakan tindakan mengambil jarak dari peran yang mereka lakukan dalam suatu situasi.
Penampilan jarak peran menunjukkan adanya perasaan kurang terikat terhadap peranan. Pada
sisi lain, penyatuan diri dengan peranan secara total merupakan kebalikan dari jarak peran.
Penyatuan diri terhadap peran tidak dilihat dari sikap seseorang terhadap perannya, tetapi dari
tindakan nyata yang dilakukannya. Seorang individu menyatu dengan perannya bila ia
menunjukkan semua kemampuan yang diperlukan dan secara penuh melibatkan diri dalam
penampilan peran tersebut.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia hanya akan menjadi apa dan siapa bergantung
ia bergaul dengan siapa. Manusia tidak bisa hidup sendirian, sebab jika hanya sendirian ia tidak
menjadi manusia. Dalam pergaulan hidup, manusia menduduki fungsi yang bermacam-macam.
Teori peran adalah perspektif dalam sosiologi dan psikologi sosial yang menganggap sebagian
besar kegiatan sehari-hari menjadi pemeran dalam kategori sosial (misalnya ibu, manajer, guru).
Setiap peran sosial adalah seperangkat hak, kewajiban, harapan, norma dan perilaku seseorang
untuk menghadapi dan memenuhi. Menurut teori ini, sebenarnya dalam pergaulan sosial itu
sudah ada skenario yang disusun oleh masyarakat, yang mengatur apa dan bagaimana peran
setiap orang dalam pergaulannya.

DAFTAR PUSTAKA
Janah, Lailia Fatkul. 2009. Teori Peran (Online). Tersedia:
http://bidanlia.blogspot.com/2009/07/teori-peran.html
Mustafa, Hasan. 2009. Perspektif Dalam Psikologi Sosial(Online). Tersedia:
http://home.unpar.ac.id/~hasan/PERSPEKTIF%20DALAM%20PSIKOLOGI%20SOSIAL.doc
Anonym. 2011. Role Theory (Online). Tersedia: http://translate.google.co.id/translate?
hl=id&langpair=en|id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Role_theory
Anonim. 2011. Teori (Online). Tersedia: http://id.wikipedia.org/wiki/Teori
Iwan. 2010. Teori Peran ( Online ): Tersedia : http://iwansmile.wordpress.com/teori-resolusikonflik/.
Anonim. 2009. Teori Peran (Online) : Tersedia :
http://konsultasikehidupan.wordpress.com/2009/05/07/teori-peran-role-theory/.
Badan Awank. 2011. Perspektif Dalam Psikologi Sosial 4 : Tersedia : http://www.mailarchive.com/kmnu2000@yahoogroups.com/msg06617.html.
Syakira, Gana. 2009. Teori Peran (Online). Tersedia: http://syakirablog.blogspot.com/2009/01/konsep-diri-peran.html

http://rinawahyu42.wordpress.com/2011/06/07/teori-peran-rhole-theory/

Iwansmile's Blog
Teori Peran
Untuk dapat melihat secara sederhana penjelasan mengenai Teori Peran, apa dan bagaimana
definisi serta mekanisme dari teori peran itu sendiri, maka terlebih dahulu dapat kita lihat
penjelasan teori peran yang dikaji terhadap hubungan sosial antar manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam hubungan antar manusia terdapat tiga teori yang dapat dijadikan acuan untuk
membantu menerangkan model dan kualitas hubungan antar manusia tersebut, salah satunya
adalah teori peran.[1]
Dijelaskan bahwa manusia adalah makhluk sosial, yang biasanya manusia akan menjadi apa dan
siapa, tergantung pada lingkungan sekitarnya atau pada siapa ia bergaul. Manusia tidak bisa
hidup sendirian, sebab terdapat adanya rasa saling ketergantungan satu sama lain. Dalam
pergaulan hidup, manusia menduduki fungsi yang bermacam-macam. Dalam hubungan antar
manusia terdapat seorang pemimpin dan bawahan, pemerintah dan masyarakatnya, dan lain
sebagainya.
Menurut teori peran dalam kajiannya terhadap hubungan antar manusia ini, sebenarnya dalam
pergaulan sosial itu sudah ada skenario atau peran-peran yang telah disusun oleh masyarakat,
yang mengatur apa dan bagaimana peran setiap orang dalam pergaulannya. Contohnya manusia
yang berkumpul disuatu tempat dengan jumlah yang banyak kemudian disebut sebagai
masyarakat, masyarakat kemudian menunjuk seorang sebagai pemimpin, misalnya Ketua RT,
yang berperan mengatur dan membimbing masyarakat. Kemudian dalam lingkup yang lebih
besar yaitu negara, ditunjuk seorang presiden dengan peran yang diatur oleh masyarakat sendiri.
Jadi dengan kata lain sudah tertulis bahwa seorang presiden harus bagaimana, seorang gubernur
harus bagaimana, seorang guru harus bagaimana, murid harus bagaimana. Demikian juga sudah
tertulis peran apa yang harus dilakukan oleh suami, isteri, ayah, ibu, anak, dan seterusnya.

Menurut teori ini, jika seorang mematuhi skenario, maka hidupnya akan harmonis, tetapi jika
menyalahi skenario, maka ia akan dicemooh oleh penonton dan ditegur oleh sutradara.
Contohnya dalam era reformasi ini, bila seorang pemimpin atau presiden yang menyalahi
skenario atau perannya maka akan dapat di demo oleh masyarakat.
Kemudian sama halnya dengan kehidupan perpolitikan antar negara atau dalam dunia
internasional, dapat kita lihat dari teori peran yang didasarkan pada analisis politik. Pemikiran
John Wahlke, tentang teori peran memiliki dua kemampuan yang berguna bagi analisis politik. Ia
membedakan peran berdasarkan pada aktor yang memainkan peranan tersebut, yaitu peran yang
dimainkan oleh aktor politik dan peran oleh suatu badan atau institusi.[2] Ia menunjukkan bahwa
aktor politik umumnya berusaha menyesuaikan tindakannya dengan norma-norma perilaku yang
berlaku dalam peran yang dijalankannya. Sedangkan ia mendeskripsikan peranan institusi secara
behavioral, dimana model teori peran menunjukkan segi-segi perilaku yang membuat suatu
kegiatan sebagai institusi. Kerangka berpikir teori peran juga memandang individu sebagai
seorang yang bergantung dan bereaksi terhadap perilaku orang lain.
[1] Teori Peran, terdapat pada www.mail-archive.com, diakses pada 3 Oktober 2009.

[2] Masoed, Mohtar, Studi Hubungan Internasional, Tingkat Analisi dan Teorisasi, Universitas
Gadjah Mada, 1989.
http://iwansmile.wordpress.com/teori-resolusi-konflik/

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi oleh
keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran adalah
bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial tertentu.
(Kozier Barbara, 1995:21).

Peran adalah eksistensi kita.


Peran adalah deskripsi sosial tentang siapa kita dan kita siapa. Peran menjadi
bermakna ketika dikaitkan dengan orang lain, komunitas sosial atau politik. Peran
adalah kombinasi adalah posisi dan pengaruh. Anda di posisi mana dalam suatu strata
sosial dan sejauhmana pengaruh Anda. Itulah peran. Peran adalah kekuasaan dan
bagaimana kekuasan itu bekerja, baik secara organisasi dan organis. Peran memang
benar-benar kekuasaan yang bekerja, secara sadar dan hegemonis, meresap masuk,
dalam nilai yang diserap tanpa melihat dengan mata terbuka lagi. Peran, adalah
simbiosi yang berkaitan dengan keuntungan dan kerugian, sebab dengan peran, ada
yang dirugikan dan diuntungkan.Peran adalah seperangkat tingkah laku yang
diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu
system. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan
bersifat stabil. Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada
situasi sosial tertentu.
peran ialah the dynamic aspect of status (aspek dinamis dari suatu status).
Definisi sederhana yang dibuat oleh Linton ini memberikan deskripsi mengenai posisi
dan kedudukan dari status-peran.
Role SetMakna peran, menurut Suhardono, dapat dijelaskan melalui beberapa cara,
yaitu pertama penjelasan historis. Menurut penjelasan historis, konsep peran semula

dipinjam dari kalangan yang memiliki hubungan erat dengan drama atau teater yang
hidup subur pada zaman Yunani Kuno atau Romawi. Dalam hal ini, peran berarti
katakter yang disandang atau dibawakan oleh seorang aktor dalam sebuah pentas
dengan lakon tertentu. Kedua, pengertian peran menurut ilmu sosial. Peran dalam ilmu
sosial berarti suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu posisi
dalam struktur sosial tertentu. Dengan menduduki jabatan tertentu, seseorang dapat
memainkan fungsinya karena posisi yang didudukinya tersebut.Pengertian peran dalam
kelompok pertama di atas merupakan pengertian yang dikembangkan oleh paham
strukturalis di mana lebih berkaitan antara peran-peran sebagai unit kultural yang
mengacu kepada hak dan kewajiban yang secara normatif telah dicanangkan oleh
sistem budaya. Sedangkan pengertian peran dalam kelompok dua adalah paham
interaksionis, karena lebih memperlihatkan konotasi aktif dinamis dari fenomena
peran.Seseorang dikatakan menjalankan peran manakala ia menjalankan hak dan
kewajiban yang merupakan bagian tidak terpisah dari status yang disandangnya. Setiap
status sosial terkait dengan satu atau lebih peran sosial. Menurut Horton dan Hunt
[1993], peran (role) adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang memiliki
suatu status. Berbagai peran yang tergabung dan terkait pada satu status ini oleh
Merton [1968] dinamakan perangkat peran (role set). Dalam kerangka besar, organisasi
masyarakat, atau yang disebut sebagai struktur sosial, ditentukan oleh hakekat (nature)
dari peran-peran ini, hubungan antara peran-peran tersebut, serta distribusi
sumberdaya yang langka di antara orang-orang yang memainkannya. Masyarakat yang
berbeda merumuskan, mengorganisasikan, dan memberi imbalan (reward) terhadap
aktivitas-aktivitas mereka dengan cara yang berbeda, sehingga setiap masyarakat
memiliki struktur sosial yang berbeda pula. Bila yang diartikan dengan peran adalah
perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam suatu status tertentu, maka perilaku
peran adalah perilaku yang sesungguhnya dari orang yang melakukan peran tersebut.
Perilaku peran mungkin berbeda dari perilaku yang diharapkan karena beberapa
alasan. Sedangkan, Abu Ahmadi [1982] mendefinisikan peran sebagai suatu kompleks
pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam
situasi tertentu berdasarkan status dan fungsi sosialnya.Meninjau kembali penjelasan
tentang peran secara historis, Bilton, et al. [1981] menyatakan, peran sosial mirip
dengan peran yang dimainkan seorang actor, maksudnya orang yang memiliki posisiposisi atau status-status tertentu dalam masyarakat diharapkan untuk berperilaku
dalam cara-cara tertentu yang bisa diprediksikan, seolah-olah sejumlah "naskah"
(scripts) sudah disiapkan untuk mereka. Namun harapan-harapan yang terkait dengan
peran-peran ini tidak hanya bersifat satu-arah. Seseorang tidak hanya diharapkan
memainkan suatu peran dengan cara-cara khas tertentu, namun orang itu sendiri juga
mengharapkan orang lain untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap dirinya.
Seorang dokter dapat menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat sangat pribadi
kepada pasien dan mengharapkan pasiennya menjawab dengan jujur. Sebaliknya si
pasien mengharapkan dokter untuk merahasiakan dan tidak menyebarkan informasi
yang bersifat pribadi ini ke pihak lain. Jadi peran sosial itu melibatkan situasi salingmengharapkan (mutual-expectations).Peran sosial karena itu bukanlah semata-mata
cara orang berperilaku yang bisa diawasi, tetapi juga menyangkut cara berperilaku yang
dipikirkan seharusnya dilakukan orang bersangkutan. Gagasan-gagasan tentang apa
yang seharusnya dilakukan orang, tentang perilaku apa yang "pantas" atau "layak", ini

dinamakan norma.Harapan-harapan terpenting yang melingkupi peran sosial bukanlah


sekadar pernyataan-pernyataan tentang apa yang sebenarnya terjadi, tentang apa yang
akan dilakukan seseorang, di luar kebiasaan, dan seterusnya, tapi norma-norma yang
menggarisbawahi segala sesuatu, di mana seseorang yang memiliki status diwajibkan
untuk menjalankannya. Jadi, peran-peran itu secara normatif dirumuskan, sedangkan
harapan-harapan itu adalah tentang pola perilaku ideal, terhadap mana perilaku yang
sebenarnya hanya bisa mendekati.Dalam kaitannya dengan peran yang harus
dilakukan, tidak semuanya mampu untuk menjalankan peran yang melekat dalam
dirinya. Oleh karena itu, tidak jarang terjadi kekurangberhasilan dalam menjalankan
perannya. Dalam ilmu sosial, ketidakberhasilan ini terwujud dalam role conflict dan role
strain.
Role ConflictSetiap orang memainkan sejumlah peran yang berbeda, dan kadangkadang peran-peran tersebut membawa harapan-harapan yang bertentangan. Menurut
Hendropuspito [1989], konflik peran (role conflict) sering terjadi pada orang yang
memegang sejumlah peran yang berbeda macamnya, kalau peran-peran itu
mempunyai pola kelakuan yang saling berlawanan meski subjek atau sasaran yang
dituju sama. Dengan kata lain, bentrokan peranan terjadi kalau untuk menaati suatu
pola, seseorang harus melanggar pola lain. Setidaknya ada dua macam konflik peran.
Yakni, konflik antara berbagai peran yang berbeda, dan konflik dalam satu peran
tunggal. Pertama, satu atau lebih peran (apakah itu peran independen atau bagianbagian dari seperangkat peran) mungkin menimbulkan kewajiban-kewajiban yang
bertentangan bagi seseorang. Kedua, dalam peran tunggal mungkin ada konflik
inheren.
Role StrainAdanya harapan-harapan yang bertentangan dalam satu peran yang sama
ini dinamakan role strain. Satu hal yang menyebabkan terjadinya role strain adalah
karena peran apapun sering menuntut adanya interaksi dengan berbagai status lain
yang berbeda. Sampai tingkatan tertentu, masing-masing interaksi ini merumuskan
peran yang berbeda, karena membawa harapan-harapan yang berbeda pula. Maka,
apa yang tampak sebagai satu peran tunggal mungkin dalam sejumlah aspek
sebenarnya adalah beberapa peran. Misalnya, status sebagai karyawan bagian
pemasaran (sales) eceran di sebuah perusahaan, dalam arti tertentu sebenarnya
membawa beberapa peran: sebagai bawahan (terhadap atasan di perusahaan itu),
sebagai sesama pekerja (terhadap karyawan-karyawan lain di perusahaan itu), dan
sebagai penjual (terhadap konsumen dan masyarakat yang ditawari produk perusahaan
tersebut).
Menurut Horton dan Hunt [1993], seseorang mungkin tidak memandang suatu peran
dengan cara yang sama sebagaimana orang lain memandangnya. Sifat kepribadian
seseorang mempengaruhi bagaimana orang itu merasakan peran tersebut. Tidak
semua orang yang mengisi suatu peran merasa sama terikatnya kepada peran
tersebut, karena hal ini dapat bertentangan dengan peran lainnya. Semua faktor ini
terpadu sedemikian rupa, sehingga tidak ada dua individu yang memerankan satu
peran tertentu dengan cara yang benar-benar sama.Ada beberapa proses yang umum
untuk memperkecil ketegangan peran dan melindungi diri dari rasa bersalah. Pertama,
rasionalisasi, yakni suatu proses defensif untuk mendefinisikan kembali suatu situasi
yang menyakitkan dengan istilah-istilah yang secara sosial dan pribadi dapat diterima.

Rasionalisasi menutupi kenyataan konflik peran, yang mencegah kesadaran bahwa ada
konflik. Misalnya, orang yang percaya bahwa "semua manusia sederajat" tapi tetap
merasa tidak berdosa memiliki budak, dengan dalih bahwa budak bukanlah "manusia"
tetapi "benda milik."Kedua, pengkotakan (compartmentalization), yakni memperkecil
ketegangan peran dengan memagari peran seseorang dalam kotak-kotak kehidupan
yang terpisah, sehingga seseorang hanya menanggapi seperangkat tuntutan peran
pada satu waktu tertentu. Misalnya, seorang politisi yang di acara seminar bicara
berapi-api tentang pembelaan kepentingan rakyat, tapi di kantornya sendiri ia terus
melakukan korupsi dan merugikan kepentingan rakyat.Ketiga, ajudikasi (adjudication),
yakni prosedur yang resmi untuk mengalihkan penyelesaian konflik peran yang sulit
kepada pihak ketiga, sehingga seseorang merasa bebas dari tanggung jawab dan
dosa.Terakhir, kadang-kadang orang membuat pemisahan secara sadar antara peranan
dan "kedirian" (self), sehingga konflik antara peran dan kedirian dapat muncul sebagai
satu bentuk dari konflik peran. Bila orang menampilkan peran yang tidak disukai,
mereka kadang-kadang mengatakan bahwa mereka hanya menjalankan apa yang
harus mereka perbuat. Sehingga secara tak langsung mereka mengatakan, karakter
mereka yang sesungguhnya tidak dapat disamakan dengan tindakan-tindakan mereka
itu.Konflik-konflik nyata antara peran dan kedirian itu dapat dianalisis dengan konsep
jarak peran (role distance) yang dikembangkan Erving Goffman. "Jarak peran" diartikan
sebagai suatu kesan yang ditonjolkan oleh individu bahwa ia tidak terlibat sepenuhnya
atau tidak menerima definisi situasi yang tercermin dalam penampilan perannya. Ia
melakukan komunikasi-komunikasi yang tidak sesuai dengan sifat dari peranannya
untuk menunjukkan bahwa ia lebih dari sekadar peran yang dimainkannya. Seperti,
pelayan toko yang mengusulkan pembeli untuk pergi ke toko lain karena mungkin bisa
mendapatkan harga yang lebih murah. Ini merupakan tindakan mengambil jarak dari
peran yang mereka lakukan dalam suatu situasi. Penampilan "jarak peran"
menunjukkan adanya perasaan kurang terikat terhadap peranan. Pada sisi lain,
"penyatuan diri" dengan peranan secara total merupakan kebalikan dari "jarak peran."
Penyatuan diri terhadap peran tidak dilihat dari sikap seseorang terhadap perannya,
tetapi dari tindakan nyata yang dilakukannya. Seorang individu menyatu dengan
perannya bila ia menunjukkan semua kemampuan yang diperlukan dan secara penuh
melibatkan diri dalam penampilan peran tersebut.
Daftar Pustaka
Farley, John E., 1992. Sociology. New Jersey: Prentice Hall, hlm. 88-89.Hendropuspito,
D., OC. 1989. Sosiologi Sistematik. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, hlm. 105107.Horton, Paul B., dan Chester L. Hunt. 1993. Sosiologi, Jilid 1 Edisi Keenam, (Alih
Bahasa: Aminuddin Ram, Tita Sobari). Jakarta: Penerbit Erlangga, hlm.129130.Ahmadi, Abu. 1982. Psikologi Sosial. Surabaya: Penerbit PT. Bina Ilmu, hlm.
50.Bilton, Tony, Kevin Bonnet, Philip Jones, Michelle Stanworth, Ken Sheard, dan
Andrew Webster. 1981. Introductory Sociology. Hong Kong: The Macmillan Press, Ltd.,
hlm.18.
http://bidanlia.blogspot.com/2009/07/teori-peran.html

Anda mungkin juga menyukai