Anda di halaman 1dari 39

BAB I

LAPORAN KASUS
I.

STATUS PENDERITA

Nomor Rekam Medik

: 00.42.28.51

Tanggal dan Pukul Masuk RSAM

: 03 Agustus 2015 / 18.10 WIB

I. ANAMNESIS
a. Identitas Pasien
Nama

: An. NA

Jenis kelamin

: Perempuan

Umur

: 1 tahun 4 bulan

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Alamat

: Teluk Betung Selatan, Bandar Lampung

Nama Ayah

: Tn. Suhaimi

Umur

: 35 tahun

Pekerjaan

: Buruh

Nama Ibu

: Ny. Juju

Umur

: 33 tahun

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

b. Riwayat Penyakit
Keluhan Utama :
BAB cair
Keluhan Tambahan :
Muntah
Demam

Riwayat Perjalanan Penyakit :

Pasien datang dengan keluhan BAB cair sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit,
sekitar 6x dalam sehari. Setiap BAB banyaknya 1/2 gelas belimbing,
konsistensi cair, bercampur sedikit ampas tidak disertai dengan lendir dan darah.
Selain itu juga pasien mengalami muntah-muntah. Muntah dialami sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Muntah-muntah sebanyak 2x setiap hari, sebanyak
1/3 gelas belimbing setiap muntah, muntah berisi makanan yang dimakan
namun tidak ada darah. Pasien juga mengalami demam yang muncul 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan naik turun, tidak terlalu tinggi, dan
tidak menggigil. Kemudian pasien dibawa ke puskesmas dan diberikan obat
penurun panas dan oralit. 1 hari SMRS keluhan pasien masih belum berkurang,
pasien masih mengalami BAB cair muntah dan demam meskipun telah diberikan
obat dari puskemas. 4 jam SMRS pasien masih BAB cair, muntah, dan pasien
mulai rewel, dan pasien juga terlihat sangat kehausan saat diberi susu, kemudian
pasien dibawa ke UGD RS Abdul Muluk. Riwayat diare (-) sesak (-) kejang (-).
Penyakit yang pernah diderita anak :
Tidak ada riwayat penyakit sebelumnya.
Riwayat Keluarga :
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama. Selain itu
keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit kronik lainya.
Riwayat Lingkungan Sekitar :
Tidak ada tetangga yang mengalami keluhan yang sama.
Riwayat Penyakit Kehamilan :
Selama hamil ibu rutin memeriksakan kandungan ke bidan terdekat sebanyak
5kali, yaitu 1 kali pada bulan kedua, 1 kali pada bulan keempat dan 2 kali pada
bulan ke tujuh, ke delapan dan sembilan. Ibu pasien tidak memiliki riwayat
penyakit dan penyulit lainnya selama kehamilan.
Riwayat Persalinan :

Pasien dilahirkan cukup bulan dari ibu secara normal ditolong oleh bidan.
Menurut ibu, saat dilahirkan bayi menangis kuat, gerak aktif, badan bayi tidak
biru dan tidak ada kelainan bawaan.

Riwayat Kelahiran :
Lahir di

: Bidan

Cukup bulan/ tidak : Cukup bulan


Berat badan

: 3100g

Panjang badan

: 45 cm

Cacat

:-

Anak ke-

:2

Riwayat Makanan :
0 6 bulan

: ASI 10x setiap hari

6 9 bulan

: ASI 7x setiap hari, nasi tim 1-2x setiap hari

9 12 bulan

: ASI 7x setiap hari, nasi keluarga 1-2x setiap hari

>1 tahun

: ASI 5x setiap hari, nasi keluarga 1-2x setiap hari

Riwayat Imunisasi :
BCG

: 1x pada usia 7 hari

DPT

: 3x pada usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan.

Campak

: 1x pada usia 9 bulan,

Hepatitis

: 1x pada saat setelah lahir, usia 1 bulan, dan 6 bulan.

Polio

: 4x pada usia 0 bulan, 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan.

Kesan

: Imunisasi sesuai usia pasien namun tidak lengkap

B. Pemeriksaan Fisik

a. Status Present
Keadaan umum

: Tampak sakit sedang, rewel, gelisah

Kesadaran

: Compos mentis

Suhu

: 37,1 oC

Frekuensi nadi

: 98x/menit

Frekuensi nafas

: 28x/ menit

Berat Badan

: 6,9 kg

Panjang Badan

: 70 cm

Status Gizi

: BB/U = -3 SD sampai -2 SD (Z-score kurvaWHO).


PB/U = <-3 SD (Z-score kurva WHO)
BB/PB = -2SD sampai -1 SD (Z-score kurva
WHO)
Kesan:
1.
2.
3.

BB/U : Gizi Kurang


PB/U : Gizi Buruk
BB/PB : Gizi Normal (Gizi Cukup)

b. Status generalis
Kelainan Mukosa Kulit / Subkutan yang Menyeluruh
Pucat

: Tidak Ada

Sianosis

: Tidak Ada

Ikterus

: Tidak Ada

Oedem

: Tidak Ada

Turgor

: Kembali segera

Pembesaran KGB

: Tidak terdapat pembesaran

KEPALA
Muka

: Normal, edema (-), sianosis (-)

Rambut

: Tumbuh normal, warna hitam, persebaran merata

Ubun ubun Besar

: Lunak, ubun-ubun cekung (-)

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,


Mata cekung (-)

Telinga

: Simetris, tidak ada serumen

Hidung

: Septum deviasi(-),sekret(-), nafas cuping hidung(-)

Mulut

: Bibir kering (-) faring hiperemis (-) lidah kotor (-)

LEHER
Leher

: Simetris, massa (-)

Trachea

: Deviasi trakea (-), massa (-),

KGB

: Pembesaran KGB (-)

THORAKS
Bentuk

: Normothoraks

Retraksi suprasternal

: Tidak ada

Retraksi substernal

: Tidak ada

Retraksi intercostal

: Tidak ada

Retraksi subcostal

: Tidak ada

JANTUNG
Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat,

Palpasi

: Ictus cordis teraba pada ICS 5 midclavicula


sinistra

Perkusi

: Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi

: BJ I dan BJ II reguler, murmur (-), gallop (-)

PARU
Inspeksi

: Pernapasan simetris, retraksi (-)

Palpasi

: Ekspansi simetris, massa (-)

Perkusi

: Sonor (+/+)

Auskultasi

: Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)

ABDOMEN
Inspeksi

: Datar, hiperemis (-), scar (-)

Palpasi

: Lemas, turgor kembali segera, hepatomegali (-),


splenomegali (-)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus (+) meningkat

GENITALIA EKSTERNA
Perempuan, tidak ada kelainan

EKSTREMITAS
Superior : sianosis (-/-), edema(-/-), akral hangat
Inferior : sianosis (-/-), edema(-/-), akral hangat
c. Status Neorologis
a) Motorik : koordinasi baik
b) Sensorik: normal
Penilaian
Gerak
Kekuatan otot
Tonus
Klonus
Atropi
c) Otonom
Miksi
Defekasi
Salivasi

Superior ka/ki
Normal/normal
5/5
Normotonus/normotonus
-/Eutropi/eutropi

Inferior ka/ki
Normal/normal
5/5
Normotonus/normotonus
-/Eutropi/eutropi

: Normal
: Normal
: Normal

E. Resume
Pasien datang dengan keluhan BAB cair sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit, 6x dalam sehari, banyaknya 1/2 gelas belimbing, konsistensi cair,
berwarna kekuningan, bercampur sedikit ampas tidak disertai dengan lendir
dan darah. Pasien juga muntah yang dialami sejak 2 hari sebelum masuk rumah

sakit, sebanyak 2x setiap hari, 1/3 gelas belimbing setiap muntah.. Pasien
juga mengalami demam yang muncul 2 hari sebelum masuk rumah sakit,
demam naik turun, tidak terlalu tinggi, dan tidak menggigil. Kemudian pasien
dibawa ke puskesmas dan diberikan obat penurun panas dan oralit. 1 hari
SMRS keluhan pasien masih belum berkurang. 4 jam SMRS pasien masih
mengalami BAB cair, muntah dan pasien mulai rewel, terlihat gelisah dan
pasien juga terlihat sangat kehausan saat diberi susu, kemudian pasien dibawa
ke UGD RS Abdul Muluk. Riwayat diare (-) sesak (-) kejang (-).
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien dalam kondisi sakit
sedang, pasien terlihat rewel, dan kehausan saat diberi ASI. kesadaran kompos
mentis. Suhu : 37,1 oC, RR : 28x/ menit, HR : 98x/menit. Pada pemeriksaan
jantung dan paru tidak ditemukan kelainan dan pada pemeriksaan abdomen
tidak teraba hepar dan lien tidak membesar, turgor kulit kembali dengan segera.
Diagnosis Banding:
1. Diare akut et causa viral dengan dehidrasi ringan-sedang
2. Diare akut et causa bakteri dengan dehidrasi ringan-sedang
Diagnosis Kerja:
1. Diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang
Penatalaksanaan
-

IVFD KAEN 3B X gtt/menit


Oralit 3x1 sachet
Zinc 1x 20 mg
Lacto B 1x1 sachet

Pemeriksaan Penunjang yang Direncanakan


-

Darah Lengkap
Elektrolit
Feses Rutin
Urine Lengkap

Prognosis
Quo ad Vitam

: bonam

Quo ad Fungtionam

: bonam

Quo ad Sanationam

: bonam

FOLLOW UP
Tanggal dan
Jam
04 Agustus 2015
14.30 WIB
BB : 6,9 kg

Perjalanan Penyakit

Instruksi Dokter

S/ BAB cair (+) 2 kali, P/


konsistensi cair, ampas lebih banyak, berwarna kekuningan,
tidak berampur lendir dan darah.
Muntah (-) demam (-)
O/
T = 37,4 oC,
HR= 98x/menit,
RR= 24x/menit,
St. generalis:

IVFD KAEN
3B X gtt/menit
Oralit
3x1
sachet
Zinc 1x 20 mg
Lacto B 1x1
sachet

Kepala : Ubun-ubun cekung (-),


mata cekung (-), Conjungtiva
anemis (-), bibir kering (-), lidah
kotor (-).
Leher : pembesaran KGB (-)
Thorak: simetris, retraksi (-),
ekspansi simetris (+), sonor (+/+),
vesikuler (+/+), rhonki (-/-),
wheezing (-/-), BJ I/II reguler,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen: datar dan lemas, massa
(-), hepar dan lien tidak teraba
membesar, timpani, bising usus (+)
meningkat, turgor kulit kembali
segera.
Ekstremitas: sianosis (-), edema (-),
akral hangat (+).
A/ Diare Akut dengan dehidrasi
ringan-sedang

ANALISIS KASUS
Pasien datang dengan keluhan BAB cair sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit,
sekitar 6x dalam sehari. Setiap BAB banyaknya 1/2 gelas belimbing,
konsistensi cair, bercampur sedikit ampas tidak disertai dengan lendir dan darah.
Selain itu juga pasien mengalami muntah-muntah. Muntah dialami sejak 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Muntah-muntah sebanyak 2x setiap hari, sebanyak
1/3 gelas belimbing setiap muntah, muntah berisi makanan yang dimakan
namun tidak ada darah. Pasien juga mengalami demam yang muncul 2 hari
sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan naik turun, tidak terlalu tinggi, dan
tidak menggigil. Kemudian pasien dibawa ke puskesmas dan diberikan obat

penurun panas dan oralit. 1 hari SMRS keluhan pasien masih belum berkurang,
pasien masih mengalami BAB cair muntah dan demam meskipun telah diberikan
obat dari puskemas. 4 jam SMRS pasien masih BAB cair, muntah, dan pasien
mulai rewel, dan pasien juga terlihat sangat kehausan saat diberi susu, kemudian
pasien dibawa ke UGD RS Abdul Muluk. Riwayat diare (-) sesak (-) kejang (-).
Masalah pada pasien adalah BAB cair sebanyak 6x dalam sehari. Keluhan sudah
berlangsung selama 3 hari. Jadi, diagnosa pasien tersebut adalah diare akut. Hal
ini sesuai dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa, Diare akut adalah buang
air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per hari, disertai dengan perubahan
konsitensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung
kurang dari satu minggu. (Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1 IDAI,
2011).
Pasien didiagnosis sebagai diare akut disertai dengan dehidrasi ringan-sedang.
Diagnosis tersebut berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yaitu keadaan
umum pasien terlihat rewel dan gelisah, kesadaran compos mentis, denyut jantung
normal yaitu 98x/ menit, kualitas nadi normal, pernapasan normal yaitu 28x/
menit, namun turgor kulit masih baik. Diagnosis dehidrasi ringan- sedang sesuai
dengan kriteria dehidrasi ringan- sedang dengan kehilangan 3%-9% cairan/ kgBB
menurut Morbidity and Mortality Weekly Report (MMWR) yaitu kesadaran
normal, lelah, gelisah, irritable, denyut jantung normal meningkat, kualitas nadi
normal melemah, pernapasan normal-cepat (Buku Ajar GastroenterologiHepatologi IDAI, 2010).
Menurut Depkes RI derajat dehidrasi dapat di klasifikasikan sesuai dengan tabel
dibawah ini

Tingkat keparahan dehidrasi dapat ditegakkan sesuai dengan tanda dan gejala
yang ditemukan. Derajat dehidrasi dapat ditegakkan apabila terdapat 2 tanda atau
lebih dari tanda tersebut
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diet bagi semua
kasus diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang
dirawat di rumah sakit, yaitu : rehidrasi dengan menggunakan oralit baru, zinc
diberikan selama 10 hari berturut-turut, ASI dan makanan tetap diteruskan,
antibiotik selektif, dan nasihat kepada orang tua (Departemen Kesehatan RI,
2011).
Sedangkan rencana terapi untuk diare dengan dehidrasi ringan-sedang adalah
dengan rencana terapi B, yaitu sebagai berikut.
1. Berikan oralit dalam 3 jam pertama di sarana kesehatan
2. Bujuk ibu untuk memberikan ASI
3. Beri obat zinc selama 10 hari berturut-turut
4. Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian, kemudian
pilih rencana terapi A, B, atau C untuk melanjutkan terapi.
(Lintas Diare DepKes RI, 2011).

Tatalaksana pemberian cairan KAEN 3B 10 tpm pada kasus ini cukup tepat.
Karena pada pengobatan diare dengan dehidrasi ringan-sedang pasien mengalami
kehilangan elektrolit seperti Na, K, Cl dan glukosa. Cairan KAEN 3B adalah
cairan yang mengandung berbagai macam elektrolit antar lain Na 50 Meq, K 20

Meq, Cl 50 Meq, glukosa 27 gr, laktat 20 Meq. Tujuan dari pemberian cairan
pada kasus ini adalah sebagai maintenance. Kebutuhan cairan maintenance untuk
anak usai 1-3 th adalah 100 cc/kgBB/hari. Sehingga kebutuhan cairan pada
pasien ini adalah sebesar 690 cc dengan kecepatan tetesan infus makro 9,5 tetes
permenit. (Lintas Diare DepKes RI, 2011).
Tatalaksana pemberian oralit pada kasus ini belum cukup tepat. Karena pada
pengobatan diare dengan dehidrasi ringan sedang, dosis oralit yang diberikan
pada 3 jam pertama terapi rehidrasi oral (TRO) adalah 75 ml x BB. Sehingga
banyaknya oralit yang sebaiknya diberikan pada pasien ini adalah 517,5 ml dalam
3 jam pertama. Sedangkan oralit yang diberikan pada pasien ini adalah 600 ml
dalam sehari (Lintas Diare DepKes RI, 2011).

Tatalaksana pemberian zinc pada pasien ini adalah 20 mg per hari. Pemberian zinc
pada anak berfungsi untuk mempercepat penyembuhan diare dan meningkatkan
sistem kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah risiko terulangnya diare selama
2-3 bulan setelah diare sembuh. Pemberian zinc pada anak > 6 bulan adalah 1
tablet (20mg zinc), sehingga pada pasien ini dosis zinc yang diberikan sudah tepat
(Lintas Diare DepKes RI, 2011).
Tatalaksana pemberian Lacto B pada pasien ini cukup tepat. Lacto B (probiotok)
adalah mikroorganisme hidup dalam makanan yang difermentasi yang menunjang
kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikro floura intestinal yang lebih
baik. Pemberian Lacto B menurut Oberhelman RA dkk pada tahun 2002,
pengunaan lacto B pada pasien diare dapat menurunkan episode diare pada anak.
(Lintas Diare DepKes RI, 2011). Pada kasus ini pasien mendapatkan Lacto B 1x1
sachet per hari, sedangkan dosis pemberian lacto B adalah 3x1 sachet per hari.
Jadi untuk dosis pemberian lacto B masih belum cukup tepat (Mims, 2014).

Pemberian antibiotic untuk diare akut harus disesuaikan dengan indikasi yaitu
misalnya diare berdarah atau kolera, serta ditemukannya leukosit pada
pemeriksaan feses. Pada pasien ini belum dilakukan pemeriksaan feses lengkap,

sehingga belum diberikan terapi antibiotik. Pemberian antibiotik yang tidak


rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena akan mengganggu
keseimbangan flora usus dan Clostridium difficile yang akan tumbuh dan
menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu, pemberian antibiotik yang tidak
rasional akan mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik, serta menambah
biaya pengobatan. Resistensi terhadap antibiotik terjadi melalui mekanisme
berikut: inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik oleh bakteri, perubahan
struktur bakteri yang menjadi target antibiotik dan perubahan permeabilitas
membran terhadap antibiotik (Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi Jilid 1
IDAI, 2011).

TINJAUAN PUSTAKA

DIARE
A.

Definisi

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya, lebih dari
200 gram atau 200 ml/24 jam. Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar
encer lebih dari 3x sehari baik disertai lendir dan darah maupun tidak. Diare akut
adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per hari, disertai
dengan perubahan konsitensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah
yang berlangsung kurang dari satu minggu.
Sedangkan menurut menurut Depkes RI (2005), pengertian diare adalah suatu
penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja,

yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar
biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari.
Diare akut diberi batasan sebagai meningkatnya kekerapan, bertambah cairan,
atau bertambah banyaknya tinja yang dikeluarkan, akan tetapi hal itu sangat
relatif terhadap kebiasaan yang ada pada penderita dan berlangsung tidak lebih
dari satu minggu. Apabila diare berlangsung antara satu sampai dua minggu maka
dikatakan diare yang berkepanjangan (Soegijanto, 2002).
B.
Cara Penularan dan Faktor Resiko
Cara penularan diare umumnya melalui cara fekal oral yaitu melalui makanan
atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan
dengan penderita atau barang barang yang telah tercemar tinja penderita atau
tidak langsung melalui lalat. ( melalui 4 F = finger, flies, fluid, field ).
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antra lain:
1. Tidak memberikan ASI secara penuh 4-6 bulan pertama pada kehidupan.
Pada balita yang tidak diberi ASI resiko menderita diare lebih besar
daripada balita yang diberi ASI penuh, dan kemungkinan menderita
dehidrasi berat lebih besar.
2. Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran
oleh kuman karena botol susah dibersihkan. Penggunaan botol yang tidak
bersih atau sudah dipakai selama berjam-jam dibiarkan dilingkungan yang
panas, sering menyebabkan infeksi usus yang parah karena botol dapat
tercemar oleh kuman-kuman/bakteri penyebab diare. Sehingga balita yang
menggunakan botol tersebut beresiko terinfeksi diare
3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar, bila makanan disimpan
beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercermar dan kuman akan
berkembang biak.
4. Menggunakan air minum yang tercemar.
5. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang
tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak

6. Tidak membuang tinja dengan benar, seringnya beranggapan bahwa tinja


tidak berbahaya, padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri
dalam jumlah besar. Selain itu tinja binatang juga dapat menyebabkan
infeksi pada manusia.
Selain hal- hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan
kecenderungan untuk terjangkit diare antara lain : gizi buruk, imunodefisiensi,
berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak
dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.
1.
Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada2 tahun pertama kehidupan. Insiden
tetinggi terjadi pada kelompok umur 6 11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarakan kombinasi efek penurunan kadar
antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau
binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang
paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang,
yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih
besar dan pada orang dewasa.
2.
Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunisasi aktif.Pada
infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung pada beberapa hari atau minggu,
tinja penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius.
Orang dengan infeksi asimtomatik berparan penting dalam peyebaran banyak
enteropaogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga
kebersihan, dan berpindah pindah dari satu tempat ke tempat lain.
3.
Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Di daerah sub
tropik diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare
karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Di daerah
tropik ( termasuk Indonesia ), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi
sepanjang tahun dengan peningkatn sepanjang musim kemarau, sedangkan diare
karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.

4.
Epidemi dan pandemic
Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyababkan epidemic dan
pandemic yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada
semua golongan usia. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan vibrio cholera
0.1 biotipe Eltor telah menyebar ke Negara Negara di Afrika, Amerika latin,
Asia, Timur Tengah, dan di beberapa daerah di amerika Utara dan Eropa. Dalam
kurun waktu yang samaShigella dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang
besar di Amerika Tengah dan terakhir di Afrika tengah dan Asia Selatan. Pada
akhir tahun 1992, dikenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyababkan
pandemic di Asia dan lebih dari 1 negara mengalami wabah.
Etiologi
Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan virus, bakteri
dan parasit.Dua tipe dasar dari diare akut karena infeksi adalah non inflammatory
dan inflammatory.
Tabel Frekuensi Enteropatogen penyebab diare pada anka usia<5 tahun
GOLONGAN

GOLONGAN VIRUS

GOLONGAN PARASIT

Aeromonas

Astrovirus

Balantidiom coli

Bacillus cereus

Calcivirus

BAKTERI

(Norovirus, Blastocystis homonis

Sapovirus)
Canpilobacter jejuni

Enteric adenovirus

Crytosporidium parvum

Clostridium perfringens

Corona virus

Entamoeba histolytica

Clostridium defficile

Rotavirus

Giardia lamblia

Eschercia coli

Norwalk virus

Isospora belli

Plesiomonas shigeloides

Herpes simplek virus

Strongyloides stercoralis

Salmonella

Cytomegalovirus

Trichuris trichiura

Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera

Vibrio parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica

Tabel Enteropatogen pathogen penyebab diare yang tersering berdasarkan umur

Di samping itu penyebab diare nonifeksi yang dapat menimbulkan daire pada
anak antara lain:
Tabel Penyebab diare nonifeksi pada anak
Kesulitan makanan

Defek anatomis
Malrotasi
Penyakit Hirchsprung
Short Bowel Syndrome
Atrofi mikrovilli
Stricture

Malabsorbsi
Defesiensi disakaridase
Malabsorbsi glukosa dan galaktosa
Cystic fibrosis
Cholestosis
Penyakit celiac
Endokrinopati
Thyrotoksikosis
Penyakit Addison
Sindroma Androgenital
C.

Neoplasma
Neuroblastoma
Phaeochromocytoma
Sindroma Zollinger Ellison
Lain-lain:
Infeksi non gastrointestinal
Alergi susu sapi
Penyakit Crohn
Defisiensi imun
Colitis ulserosa
Ganguan motilitas usus
Pellagra
Keracunan makanan
logam berat
Mushrooms

Patofisiologi

Ada 2 prinsip mekanisme terjadinya diare cair, yaitu sekeretorik dan


osmotik.Meskipun dapat melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik lebih

sering ditemukan pada infeksi saluran cerna.begitu pula kedua mekanisme


tersebut dapat terjadi bersamaan pada satu anak.
1.
Diare osmotik
Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilalui oleh air dan
elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara lumen usus
dengan cairan ekstrasel.Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan
intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertoni dan
menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen
usus dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeable, air akan
mengalir kearah jejunum, sehingga akan banyak terkumpul air dalam lumen usus.
Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul
cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na normal. Sebagian kecil cairan ini
akan dibawa kembali, akan tetapi lainya akan tetap tinggal di lumen oleh karena
ada bahan yang tidak dapat diserap seperti Mg, glukosa, sucrose, lactose, maltose
di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorbs kolon, sehinga terjadi diare.
Bahan-bahan seperti karbohidrat dan jus buah, atau bahan yang mengandung
sorbitol dalam jumlah berlebihan akan memberikan dampak yang sama.
2.
Diare Sekretorik
Diare sektorik disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus yang
terjadi akibat gangguan absorbs natrium oleh vilus saluran cerna, sedangkan
sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat. Keadaan ini menyebabkan air
dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai tinja cair. Diare sekretorik ditemukan diare
yang disebabkan oleh infeksi bakteri akbat rangsangan pada mukosa usus halus
oleh toksin E.coli atauV. cholera.01.
Osmolaritas tinja diare sekretorik isoosmolar terhadap plasma.beda osmotik dapat
dihitung dengan mengukur kadar elektrolit tinja. Karena Natrium ( Na+) dan
kalium (K+) merupakan kation utama dalam tinja, osmolalitas diperkirakan
dengan mengalikan jumlah kadar Na + dan K+ dalam tinja dengan angka 2. Jika
diasumsikan osmolalitas tinja konstan 290 mOsm/L pada tinja diare, maka
perbedaan osmotic 290-2 (Na++K+). Pada diare osmotik, tinja mempunyai kadar
Na+ rendah (<50 mEq/L)dan beda osmotiknya bertambah besar (>160 mOsm/L).

Pada diare sekretorik tinja diare mempunyai kadar Na tinggi (>90 mEq/L), dan
perbedaan osmotiknua kuran dari 20 mOsm/L.
Osmotik

Sekretorik

Volume tinja

<200 ml/hari

>200 ml/hari

Puasa

Diare berhenti

Diare berlanjut

Na+ tinja

<70 mEq/L

>70 mEq/L

Reduksi

(+)

(-)

pH tinja

<5

>6

Dikenal bahan-bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri


dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk
dihidroxy, serta asam lemak rantai panjang. Toksin penyebab diare ini terutama
bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP, atau Ca++
yang selanjutnya akan mengaktifasi protein kinasi. Pengaktifan protein kinase
akan menyebabkan fosforilase membrane protein sehingga megakibatkan
perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Disisi lain terjadi
peningkatan pompa natrium , dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama
Cl-.
3. Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan motilitas.
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan
motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbs. Baik peningkatan ataupun
penurunan motilitas keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas
dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare.
Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi,
Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan statis intestinal bearkibat
inflamasi,

dekonjugasi

garam

empedu

dan

malabsorbsi.

Diare

akibat

hiperperistaltik pada anak jarang terjadi.Watery diare dapat disebabkan karena


hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin
merupakan penyebab diare pada Thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu, dan
berbagai peyakit lain.
4. Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebakan diare pada beberapa
keadaan.

Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik
dalam pembuluh darah dan limfatik menyebabkan air, elektrolit, mucus, protein
dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih menumpuk dalam
lumen.Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare laina
seprti diare osmotik dan sekretorik.
D.

Manifestasi klinis

Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainya bila
terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologic.Gejala
gastrointestinal bias berupa diare, kram perut, dan munth.Sedangkan manifestasi
sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.

Tabel Gejala klinis diare akut oleh berbagai penyebab


Rotavi
rus

Shigella

Salmonella

ETEC

EIEC

Kolera

1772jam
+

24-48
jam
++

6-72 jam

6-72 jam

++

6-72
jam
-

++

48-72
jam
-

Sering

Jarang

Sering

Sering

Tenesm
us
-

Tenesmu
s
+

Tenesmus,k
olik
+

Tenesmu
s
-

Kramp

3-7 hari

2-3 hari variasi

Gejala klinis :
Masa Tunas
Panas
Mual,
muntah
Nyeri perut
Nyeri kepala
lamanya
sakit
E.

5-7 hari >7hari

3 hari

Diagnosis

1.
Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare, frekuensi,
volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila disertai
muntah volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak
kencing dalam 6-8jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama
diare. Adakahh panas atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis
media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: member
oralit, memabwa berobat ke puskesmas atau ke rumah sakit dan obat-obatan yang
diberikan serta riwayat imunisasinya.
2.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa : berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda
tambahan lainya:ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau tidak, ada
atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau
basah.Pernpasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asiodosis metabolic.Bising
usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia.Pemeriksaan ekstremitas
perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derjat dehidrasi yang

terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara:
objektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan sesudah diare.
Subjektif dengan menggunakan criteria WHO dan MMWR.
Tabel. Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003 dan Skor Dehidrasi
WHO
Symptom

Minimal
atau
tanpa dehidrasi,
kehilangan
BB<3%

Dehidrasi ringan Dehidrasi


berat,
sedang,
kehilangan BB>9%
kehilangan BB
3%-9%

Kesadaran

Baik

Normal,
lelah, Apatis,
gelisah, irritable
sadar

Denyut
jantung

Normal

Normal
meningkat

Takikardi,
bradikardi,
(kasus berat)

Kualitas nadi Normal

Normal melemah

Lemah,
teraba

Pernapasan

Normal

Normal-cepat

Dalam

Mata

Normal

Sedikit cowong

Sangat cowong

Air mata

Ada

Berkurang

Tidak ada

Kering

Sangat kering

Cubitan kulit Segera kembali

Kembali<2 detik

Kembali>2detik

Cappilary
refill

Normal

Memanjang

Memanjang, minimal

Ekstremitas

Hangat

Dingin

Dingin,mottled, sianotik

Kencing

Normal

Berkurang

Minimal

Mulut
lidah

dan Basah

Keadaan umum
Mata
Mulut
Pernapasan
Turgor
Nadi

Baik

Lesu / haus

Tidak cekung
Biasa
<30x / menit
Baik
< 120x /

Agak cekung
Kering
30-40x / menit
Kurang
120-140x /

letargi,

kecil

idak

tidak

3
Gelisah, lemas,
ngantuk
Sangat cekung
Sangat kering
>40x / menit
Jelek
>140x / menit

menit
Penilaian :
<6
: Tidak dehidrasi
7-12 : Dehidrasi ringan sampai sedang

menit

>13 : Dehidrasi berat


Menurut tonisistas darah, dehidrasi dapat dibagi menjadi:
dehidrasu isotonic, bila kadar Na+ dalam plasma antara 131-150 mEq/L
dehidrasi hipotonik, bila kadar Na+<131 mEq/L
dehidrasi hipertonik, bila kadar Na+>150 mEq/L
Tabel Gejala dehidrasi menurut tonisitas
Gejala

Hipotonik

Isotonik

Hipertonik

Rasa haus

Berat badan

Menurun sekali

Menurun

Menurun

Turgor kulit

Menurun sekali

Menurun

Tidak jelas

Kering

Kering sekali

Kulit/
lender

selaput Basah

Gejala SSP

Apatis

Koma

Irritable,
apatis,
hiperfleksi

Sirkulasi

Jelek sekali

Jelek

Relatif masih baik

Nadi

Sangat lemah

Cepat dan lemah

Cepat, dan keras

Tekanan darah

Sangat rendah

Rendah

Rendah

Banyaknya kasus

20-30%

70%

10-20%

3.

Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak


diperkukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur
urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium
yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut:

darah : darah lengkap, serum elketrolit, analisa gas darah, glukosa

darah, kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika


urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika
tinja: makroskopis, mikriskopi, kultur tinja

a.
Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan
diare meskipun pemeriksaan labotarium tidak dilakukan.Tinja yang watery dan
tanpa mucus atau darah biasanya disebabkan oleh enteroksin virus, prontozoa,
atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yanga
mengandung darah atau mucus bias disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan
sitotoksin bakteri enteronvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau
parasit usus seperti :E. hystolitica, B.coli , T.trichiura. Apabila terdapat darah
biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E.hystolitica darah
sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi dengan Salmonella,
Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.
Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja, bau tinja,
adanya lendir, adanya darah, adanya busa.Warna tinja tidak terlalu banyak
berkolerasi dengan penyebab diare.Warna hijau tua berhubungan dengan adnya
warna empedu akibat garam empedu yang dikonjugasi oleh bakteri anaerob pada
keadaan bacterial overgrowth. Warna merah akibat adanya darah dalam tinja atau
obat yang dapat menyebabkan warna merah

dalam tinja seperti rifampisin.

Konsistensi tinja dapat cair, lembek, padat. Tinja yag berbusa menunjukan adanya
gas dalam tinja kaibat fermentasi bakteri. Tinja yang berminyak, lengket, dan
berkilat

menunjukan

adanya

lemak

dalam

tinja.

Lendir

dalam

tinja

menggambarkan kelainan di kolon , khususnya akibat infeksi bakteri. Tinja yang


sangatberbau

menggambarkan

adanya

fermentasi

oleh

bakteri

anaerob

dikolon.Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas lakmus dapat dilakukan untuk


menentukan adanya asam dalam tinja.Asam dalam tinja tersebut adalah asam
lemak rantai pendek yang dihasilkan karena fermentasi laktosa yang tidak diserap
di usus halus sehingga masuk ke usus besar yang banyak mengandung bakteri
komensial.Bila pH tinja<6 dapat dainggap sebagai malabsorbsi laktosa.

Pada diare akut sering terjadi defisiensi enzim lactose sekunder akibat rusaknya
mikrofili mukosa usus halus yang banyak mengandung enzim lactase. Enzim
laktsae merupakan enzim yang bekerja memecahkan laktosa menjadi glukosa dan
galaktosa, yangs elanjutnya diserap di mukosa usus halus, Salah satu cara
menentukan malabsorbsi laktosa

adalah pemeriksaan clinitest dikombinasi

dengan pemeriksaan pH tinja. Pemeriksaan clinitest dilakukan dengan prinsip


melihat perubahan reaksi warna yang terjadi antara tinja yang diperiksa dengan
tablet clinitest. Prinsipnya adalah terdapatnya reduktor dalam tinja yang
mengubah cupri sulfat menjadi cupri oksida. Pemeriksaan dilakukan dengan cara
mengambil bagian cair dari tinja segar (sebaiknya tidak lebih dari 1 jam). Sepuluh
tetes air dan 5 tetes bagian cair dari tinja diteteskan kedalam gelas tabung,
kemudian ditambah 1 tablet clinitest. Setelah 60 detik maka perubahan warna
yang terjadi dicocokan dengan warna standart. Biru berarti negative, kuning tua
berarti positif kuat (++++=2%), antara kuning dan biru terdapat variasi warna
hijau kekuningan (+=1/2%), (++=3/4%), (+++=1%). Sedangkan terdapatnya
lemak dalam tinja lebih dari 5 gram sehari disebut sebagai steatore.
b.
Pemeriksaan mikroskopik
Infeksi bakteri invasive ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar leukosit
dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi. Pemeriksaan leukosit tinja
dengan cara mengambil bagian tinja yang berlendir seujung lidi dan diberi tetes
eosin atau Nacl lalu dilihat dengan mikroskop cahaya: 5
Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan sudan III yang
mengandung alcohol untuk mengeluarkan lemak agar dapat diwarnai secara
mikroskopis dengan pembesarn 40 kali dicari butiran lemak dengan warna kuning
atau jingga. Penilaian berdasarkan 3 kriteria:
Pemeriksaan parasit paling baik dilakukan pada tinja segar. Dengan memakai
batang lidi atau tusuk gigi, ambilah sedikit tinja dan emulsikan delam tetesan
NaCl fisiologis, demikian juga dilakukan dengan larutan Yodium. Pengambilan
tinja cukup sedikit saja agar kaca penutup tidak mengapung tetapi menutupi
sediaan sehingga tidak terdapat gelembung udara. Periksalah dahulu sediaan tak
berwarna (NaCL fisiologis), karena telur cacing dan bentuk trofozoid dan
protozoa akan lebih mudah dilihat. Bentuk kista lebih mudah dilihat dengan

perwanaan yodium.Pemeriksaan dimulai dengan pembesaran objekstif 10x, lalu


40x untuk menentukan spesiesnya.
F.

Tata laksana

Terdapat lima pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi, dukungan
nutrisi, pemberian zinc, antibiotik dan edukasi pada orang tua. Tujuan pengobatan:
Mencegah dehidrasi
Mengatasi dehidrasi yang telah ada
Antibiotik selektif
Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan makanan selama dan

setelah diare
Mengurangi lama dan beratnya diare, serta berulangnya episode diare, dengan

memberikan suplemen zinc


Edukasi

Tujuan pengobatan diatas dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi
yang sesuai, seperti yang tertera dibawah ini:
1.
Pengobatan Diare tanpa dehidrasi
TRO ( Terapi Rehidrasi Oral )
Penderita diare tanpa dehidrasi harus segera diberi cairan rumah tangga untuk
mencegah dehidrasi seperti larutan gula garam, kuah sayr-sayuran dan sebagainya.
Pengobatan dapat dilakukan di rumah oleh keluarga penderita. Jumlah cairan yang
diberikan adalah 10 ml/kgBB atau untuk anak usia <1 tahun 50-100 ml, 1-5 tahun
dalah 100-200 ml, 5-12 tahun adalah 200-300 ml dan dewasa adalah 300-400 ml
setiap BAB. Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan
sendok setiap 1-2 menit. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dengan
gelas dengan tegukan yang sering. Bila terjadi muntah hentikan dulu selama 10
menit kemudian mulai lagi perlahan lahan misalnya 1 sendok setia 2-3 menit.
Pemberian cairan dilanjutka sampai diare berhenti. Selain cairan rumah tangga
ASI dan makanan yang biasa tetap harus diberikan. Makanan diberikan sedikitsedikit tapi sering ( lebih kurang 6 kali sehari ) serta rendah serat.
2.
Pengobatan Diare dehidrasi Ringan-sedang
TRO ( Terapi Rehidrasi Oral )
Penderita diare degan dehidrasi ringan-sedang harus dirawat di sarana kesehatan
dan segera diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit.
diberikan 3 jam pertama 75 cc/kgBB.

Jumlah oralit yang

Apabila oleh karena satu hal pemberian oralit tidak dapat diberikan per oral, oralit
dapat diberikan nelalui nasogasterik dengan volume yang sama dengan kecepatan
20ml/kgBB/jam. Setelah 3 jam keadaan penderita dievaluasi, apakah membaik,
tetap atau memburuk. Bila keadaan membaikdan dehidrasi teratasi pengobatan
dapat dilanjutkan di rumah dengan memberikan oralit dan makanan dengan cara
seperti pada pengobatan diare tanpa dehidrasi.
3.
Pengobatan diare dehidrasi berat
TRP ( Terap Rehidrasi Parenteral )
Pasien yang masih dapat minum meskipun sedikit harus diberi oralit sampai
cairan infus terpasang. Selain itu semua anak harus diberi oralit selama pemberian
cairan intravena ( 5 ml/kgBB/jam), apbila anak dapat minum dengan baik
biasanya dalam 3-4 jam ( untuk bayi ) atau 1-2 jam (untuk anak yang lebih besar).
Untuk rehidrasi parenteral digunakan cairan Ringer Laktat dengan dosis
100ml/kgBB. Cara pemberiannya untuk <1tahun 1 jam pertama 30cc/kgBB,
dilanjutkan 5 jam berikutnya 70 cc/kgBB. Di atas 1 tahun jam pertama
30cc/kgBB dilanjutkan 2 jam berikutnya 70 cc/kgBB.
Lakukan evaluasi tiap jam. Bila hidrasi tidak membaik, tetesan IV dapat
dipercepat. Setelah 6 jam pada bayi atau 3 jam pada anak lebih besar, lakukan
evaluasi, pilih pengobatan selanjutnya yaitu : pengobatan diare dengan dehidrasi
ringan-sedang atau pengobatan diare tanpa dehidrasi
4.
Seng ( Zinc )
Seng merupakan mikronutrien komponen berbagai enzim dalam tubuh yang
penting antara lain untuk sinreis DNA. Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF
telah merekomendasikan penggunaan seng pada anak dengan diare dengan dosis
20 mg per hari selama 10-14 hari, dan pada bayi<6 bulan dengan dosis 10 mg per
hari selama 10-14 hari
5. Pemberian makanan selama dan setelah diare
Pemberian makanan harus diteruskan selama diare dan ditingkatkan setelah
sembuh. Tujuannya adalah memberikan makanan kaya nutrien sebanyak anak
mampu

menerima.

Meneruskan

pemberian

makanan

aan

mempercepat

kembalinya fungsi usus yang normal termasuk kemampuan menerima dan


mengabsorbsi berbagai nutrien, sehingga memburuknya status gizi dapat dicegah
atau paling tidak dikurangi. Bayi yang minum ASI harus diteruskan sesering

mungkin dan selama anak mau. Bayi yang tidak mium ASI harus diberi susu yang
biasa diminum paling tidak setiap 3 jam.
Bila anak umur 4 bulan atau lebih dan sudah mendapatkan makanan lunak atau
padat, makanan ini harus diteruskan. Diberikan dalam porsi kecil atau sering ( 6
kali ataulebih ).
6.
Terapi Medikamentosa
a.
Antibiotika
Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh karen
sebagian besra diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan tidak
dapat dibunuh dengan antibiotika.Antibiotika pilihan pada diare antara lain
erythromycin 12,5 mg/kgBB 4x sehari selama 3 hari, ciprofloxacin 15 mg/kgBB
2x sehari selama 3hari. Metronidazole 10 mg/kgBB 3x sehari selama 5 hari.
b.
Obat Antidiare
Obat-obat ini meskipun sering digunakan tidak mempunyai keuntungan praktis
dan tidak diindikasikan untuk mengobati diare akut pad anak, beberapa
diantaranya:
Adsorben, Contoh : kaolin, attapulgite. Obat-oat ini dipromosikan untuk
mengikat dan menginaktivasi toksin bakteri atau bahan lain yang
menyebabkan diare serta dikatakan mempunyai kemampuan melindungi

mukosa usus.
Antimotilitas, Contoh : loperamide hydrochloride. Obat ini dapat mengurangi
frekuensi diare pada orang dewasa akan tetapi tidak mengurangi volume tinja
pada anak.

7.
Probiotik dan Prebiotik
a.
Probiotik
Probiotik merupakan mikroorganisme hidup dalam makanan yang difermentasi
yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan mikroflora
intestinal yang lebih baik. Mekanisme efek probiotik melalui perubahan
lingkungan mikro lumen usus ( pH , O2 ), produksi bahan anti mikroba terhadap
beberapa patogen usus,kompetisi nutrien, mencegah adhesi kuman patogen pada
enterosit, modifikasi toksin/ reeptor toksin efek trofik terhadap mukosa usus
melalui penyediaan nutrien dan imunomodulator. Contohnya : Lacto B.
b.
Prebiotik
Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme, tetapi bahan makanan umumnya
komplks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang pertumbuhan flora

intestinal yng menguntungkan kesehatan. Oligosakarida di ASI merupakan


prototipe prebiotik karena dapat merangsang lactobacilli dan Bifidobacteria di
colon bayi yang minum ASI

Penyebab
Kolera
Shigella Disentri

Amoebiasis

Giadiasis

Antibiotik pilihan
Tetracycline
12,5
mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Ciprofloxacin
15
mg/kgBB
2x sehari selama 3 hari

Metronidazole
10
mg/kgBB
3xs ehari selama 5 hari
(10 hari pada kasus berat)
Metronidazole 5mg/kgBB
3x sehari selama 5 hari

Alternatif
Erythromycin
12,5
mg/kgBB
4x sehari selama 3 hari
Pivmecillinam 20 mg/kg
BB
4x sehari selama 3 hari
Ceftriaxone
50-100
mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5
hari

G.
1.

Komplikasi
Gangguan elektrolit

Hipernatremia,

Penderita diare

dengan natrium

plasma>150

mmol/L

memerlukan pemantauan berkala yang ketat. Tujuanya adalah menurunkan


kadar natrium secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang
cepat sangat berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi
oral atau nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan
0,45% saline-5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan
menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah
8jam. Bila normal lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam
lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan
gunakan 0,18% saline-5% dekstrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan
10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infuse setelah pasien dapat kencing.
Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan. lanjutkan pemberian
oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.
Hiponatremia, Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang
hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadai hiponatremia ( Na<130
mmol/L). Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada
anak malnutrisi berat dengan odema. Oralit aman dan efekstif untuk terapi dari
hamper semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na
dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu : memakai ringer
laktat atau normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L)=125- kadar Na serum
yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan
dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak
boleh melebihi 2 mEq/L/jam.
Hiperkalemia, disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan
pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10
menit dengan monitor detak jantung.
Hipokalemia, dikatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan
menuurut kadar K: jika kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75
mcg/kgBB/hr dibagi 3 dosis. Bila <2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena
drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5-kadar K
terukurx BBx0,4 +2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam lemudian 20
jam berikutnya adalah (3,5-kadar K terukurx BBx 0,4+1/6x2 mEqxBB).

Hipokalemia dapat menyebakan kelemahan otot, paralitik usus, gangguan


fungsi ginjal dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan
kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan makanan yang kaya kalium
selama diare dan sesudah diare berhenti
2.
Demam
Demam sering terjadi pada infeksi shigella disentriae dan rotavirus. Pada umunya
demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke dalam sel epitel
usus. Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam yang timbul akibat
dehidrasi pada umunya tidak tinggi dan akan menurun setelah mendapat hidrasi
yang cukup. Demam yang tinggi mungkin diikuti kejang demam. Pengobatan:
kompres dan/ antipiretika. Antibiotika jika ada infeksi.
3.
Edema/overhidrasi
Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak.Tanda dan gejala yang
tampak biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila ada edema
otak.Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat yang diberi
larutan garan faali.Pengobatan dengan pemberian cairan intravena dan atau oral
dihentikan, kortikosteroid jika kejang.
4.
Asidosis metabolic
Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnay basa
cairan ekstraseluler.Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang
ditandai dengan pernafasan yang dalam dan cepat (kuszmaull).pemberian oralit
yang cukup mengadung bikarbonas atau sitras dapat memperbaiki asidosis.
5.
Ileus paralitik
Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak kecil sebagai
akibat penggunaan obat antimotilitas.Tanda dan gejala berupa perut kembung,
muntah, peristaltic usu berkurang atau tidak ada.Pengobatan dengan cairan per
oral dihentikan, beri cairan parenteral yang mengandung banyak K.
6.
Kejang
Hipoglikemia: terjadi kalau anak dipuasakan terlalu lama. Bila penderita dalam
keadaan koma, glukosa 20% harus diberika iv, dengan dosis 2,5 mg/kgBB,
diberikan dalam waktu 5 menit. Jika koma tersebut disebabkan oleh hipoglikemia
dengan pemberian glukosa intravena, kesadaran akan cepat pulih kembali.

kejang demam

Hipernatremia dan hiponatr hiponatremia


penyakit pada susunan saraf pusat, yang tidak ada hubungannya dengan

diare, seperti meningitis, ensefalitis atau epilepsy.


7.
Malbasorbsi dan intoleransi laktosa
Pada penderita malabsorbsi atau intoleransi laktosa, pemberian susu formula
selama diare dapat menyebabkan:

Volume tinja bertambah

berat badan tidak bertambah atau gejala/tanda dehidrasi memburuk

dalam tinja terdapat reduksi dalam jumlah cukup banyak


8.

Malabsorbsi glukosa

Jarang terjadi.Dapat terjadi penderita diare yang disebabkan oleh infeksi, atau
penderita dengan gizi buruk. Tindakan: pemberian oralit dihentikan, berikan
cairan intravena
9.

Muntah

Muntah dapat disebabkan oleh dehidrasi, iritasi usus atau gastritis yang
menyebabkan gangguan fungsi usus atau mual yang berhubungan dengan infeksi
sistemik.Muntah dapat juga disebabkan karena pemberian cairan oral terlalu
cepat. Tindakan: berikan oralit sedikit-sedikit tetapi sering (1 sendok makan tiap
2-3 menit), antiemetic sebaiknya tidak diberikan karena sering menyebabkan
penurunan kesadaran.

H.
1.

Pencegahan
Mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare

Kuman-kuman patoggen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal oral.


Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara
penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:
a.
b.
c.
d.

Pemberian ASI yang benar


Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
Menggunakan air bersih yang cukup
Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air

besar dan sebelum makan


e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga
f. Membuang tinja bayi yang benar
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak
dan dapat juga mengurangi resiko diare antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member makan dalam
jumlah yang cukup untuk memperbaiki status , gizi anak.
c. Imunisasi campak. Pada balita 1-7% kejadian diare behrunbungan dengan
campak, dan diare yang etrjadi umunya lebih berat dan lebih lama (susah
diobati, cenderung menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus.
Diperkirakan imunisasi campak yang mencakup 45-90% bayi berumur 9-11
bulan dapat mencegah 40-60% kasus campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan 625% kematian karena diare pada balita.
d. Vaksin rotavirus, diberikan untuk meniru respon

tubuh seperti infeksi

alamiah, tetapi infeksi pertama oleh vaksin tidak menimbulkan, manifestasi


diare. Di dunialah beredar 2 vaksin rotavirus oral yang diberikan sebelum
usia 6 bulan dalam 2-3 kali pemberiian dengan interval 4-6 minggu.

I. Prognosis
Bila kita menatalaksanakan diare sesuai dengan 5 pilar diare, sebagian besar
(90%) kasus diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari,
sebagian kecil (5%) akan melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari,
sebagian kecil (5%) akan menjadi diare persisten.

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito W. Faktor Resiko Diare pada Bayi dan Balita di Indonesia. 2007

Anonim. (2014). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi. Edisi 8. Jakarta. Penerbit


PT. Info Master.
Freedman SB, Adler M, Seshadri R, dan Powell EC. Ondansetron for
Gastroenteritris in Pediatric Emergency Departement. The new England
Journal of Medicine. 2006.
Direktorat

Jendral

Pengendalian

Penyakit

dan

Penyehatan

Lingkungan

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Lintas Diare. 2011.


Pickering LK. Gastroenteritis in Nelson textbook of pediatrics 19th edition. United
Stated of Amrica, Lippincot wiliams.
Subagyo B dan Santoso NB. Diare akut dalam Buku Ajar GastroenterologiHepatologi Jilid 1, Edisi 1. Jakarta: Badan penerbit UKK GastroenterologiHepatologi IDAI. 2011
Suraatmaja Sudaryat. Diare dalam Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta:
Sagung Seto. 2007.
WHO. Diare dalam Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit
Pedoman Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten Kota.
Jakarta: WHO Indonesia.2009.

Anda mungkin juga menyukai