penyakit menular baru sementara penyakit menular lain belum dapat dikendalikan. Salah satu penyakit menular yang belum sepenuhnya dapat dikendalikan adalah penyakit Kusta. Meskipun penyakit Kusta saat ini sudah dapat disembuhkan bukan berarti Indonesia sudah terbebas dari masalah penyakit Kusta. Hal ini terjadi karena dari tahun ke tahun masih ditemukan sejumlah penderita baru (Departemen Kesehatan RI, 2010). Kusta merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae, yang berbentuk batang bacillus yang menyerang kulit, saraf perifer, mukosa dari saluran pernapasan bagian atas dan juga mata (Word Health Organization, 2012). Menurut Departemen Kesehatan RI (2010), bila penyakit Kusta tidak terdiagnosis dan diobati secara dini, maka akan menimbulkan kecacatan menetap. Apabila sudah terjadi cacat, sebagian besar masyarakat dan keluarga akan menjauhi, mengucilkan, mengabaikan penderita sehingga penderita sulit mendapatkan pekerjaan. Hal ini disebabkan karena keluarga dan masyarakat bahkan penderita memiliki pengetahuan yang kurang, pengertian yang salah, dan kepercayaan yang keliru tentang penyakit Kusta dan kecacatan yang ditimbulkannya. Berdasarkan laporan dari Word Health Organization (2012), prevalensi penderita dari tahun 2011 dan awal tahun 2012 berjumlah 181.941 (0,34 per 10.000 penduduk), paling banyak terdapat di regional Asia Tenggara mencapai 117.147 (0,64 per 10.000 penduduk) diikuti regional Amerika 34.801 (0,40 per 10.000 penduduk), regional Afrika 15.006 (0,37 per 10.000 penduduk), dan sisanya berada di regional lain di dunia. Menurut Widaningrum (2012), Indonesia merupakan urutan ketiga jumlah kasus kusta terbesar di dunia setelah India dan Brasil. Menurut Departemen Kesehatan RI (2010), penularan penyakit Kusta masih berlanjut di masyarakat dan kesadaran masyarakat dalam mengenali gejala dini penyakit Kusta masih kurang sehingga penderita Kusta yang ditemukan seringkali sudah dalam keadaan cacat. Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di Provinsi Lampung, baik dari aspek medis maupun aspek sosial. Angka
kesakitan kusta per 10.000 penduduk selama
tahun 2009 2012 cenderung sedikit meningkat dari 0,29 per 10.000 penduduk menjad 0,33 per 10.000 penduduk. Sebanyak 153 penderita kusta dilampung, sementara untuk daerah kerja Puskesmas Gedong Tataan sebanyak 9 orang pederita. Penyakit kusta sering disembunyikan karena penderita mendapat sanksi sosial berupa pengucilan dari masyarakat. Setiap penderita akan diberikan pengobatan intensif melalui petugas di puskesmas-puskesma yang berkoordinasi langsung dengan Dinkes. TUJUAN PENULISAN Penerapan pelayanan dokter keluarga berbasis evidence based medicine pada pasien dengan mengidentifikasi faktor risiko, masalah klinis, serta penatalaksanaan pasien berdasarkan kerangka penyelesaian masalah pasien dengan pendekatan patient centered dan family approach. ILUSTRASI KASUS Pasien Nn.S, seorang perempuan berusia 23 tahun datang dengan tujuan melanjutkan pengobatan kusta yang sedang dilakukan sejak tahun 2015. Keluhan yang dirasakan Nn.S, meliputi timbulnya bercak merah yang disertai rasa gatal disekitar tangan dan kaki serta nyeri disekitar bercak-bercak tersebut. Bercak merah timbul lebih kurang timbul sejak satu bulan yang lalu, namun sebelumnya pada tahun 2013 Nn. S, sempat merasakan keluhan yang sama, awalnya bercak timbul kemerahan dikaki kanan kemudian timbul dipunggung tangan. Bercak-bercak merah kurang lebih sebanyak 4 buah. Bercak merah yang dirasakan semakin lama semakin menebal dan dirasakan kesemutan serta timbul rasa baal di sekitar bercak. Kemudian os mulai mengonsultasikan keluhannya ke puskesmas. Kemudian Nn. S menjalani pengobatan selama satu tahun dan dinyatakan sembuh ada tahun 2014, sejak saat itu pengobatan dihentikan. Satu tahun kemudian yakni tahun 2015 ia kembali merasakan keluhannya yakni demam, timbul bercak-bercak merah disekitar tangan dan kaki. Selain itu ia juga merasa kaki terasa sangat nyeri dan susah untuk berjalan, kemudian os datang ke RS untuk berobat dan mulai pengobatan kembali sejak satu bulan yang lalu. Nn. S, tidak mengetahui secara pasti bagaimana awalnya ia bisa terjangkit kusta. Ia
menyangkal adanya keluhan yang sama pada
keluarga dan tempatnya bekerja. Data Okupasi dan Tempat Kerja Saat ini os tidak bekerja sejak tahun 2013. Sebelum menderita sakit ini os bekerja sebagai pegawai mie ayam dan pembantu rumah tangga di daerah bratasena (tambak udang) sejak tahun 2011. Awal tahun 2013 os mulai merasakan keluhannya yang semakin lama semakin memberat dan os memutuskan berhenti bekerja sampai saat ini. Os tinggal serumah dengan kedua orang tuanya, dua orang kakak dan satu orang adik perempuan. Ayah os bekerja sebagai buruh tani sedangkan ibu os sebagai ibu rumah tangga.Kedua kakaknya bekerja sebagai karyawan swasta sedangkan adiknya seorang pelajar yang sedang duduk di bangku sekolah dasar. METODE Analisis studi ini adalah laporan kasus.Data primer diperoleh melalui anamnesis (autoanamnesis dan alloanamnesis dari anggota keluarga), pemeriksaan fisik dan kunjungan rumah, untuk melengkapi data keluarga, data okupasi dan psikososial serta lingkungan.Penilaian dilakukan berdasarkan diagnosis holistik dari awal, proses, dan akhir studi secara kuantitatif dan kualitatif. DATA KLINIS Pemeriksaan Fisik Keadaaan umum: tampak sakit ringan;; tekanan darah: 110/80 mmHg; frek. nadi: 78 x/menit; frek. nafas: 18x/menit; suhu: 36,2 oC berat badan: 44 kg; tinggi badan: 155 cm; IMT: 19 Status Generalis Mata, telinga, hidung, kesan dalam batas normal. Leher, JVP tidak meningkat, kesan dalam batas normal. Paru, gerak dada dan fremitus taktil simetris, tidak didapatkan rhonki dan wheezing, kesan dalam batas normal. Jantung, batas kanan jantung pada linea sternalis kanan, batas kiri jantung tepat pada linea midclavicula, ICS 5, kesan batas jantung normal. Abdomen, datar dan supel, tidak didapatkan organomegali ataupun ascites, kesan dalam batas normal. Ekstremitas tidak terdapat edema. Tampak lesi disekitar punggung tangan kiri dan lengan kanan. Lesi tampak kemerahan berukuran 2x3 cm, berbatas tegas lesi tampak menebal dan
berskuama putih. Sensitibilitas masih dalam
batas normal. Tidak ditemukan penebalan syaraf. Muskuloskeletal tidak didapatkan kelainan sendi, rom dalam batas normal. Kesan dalam batas normal. Dan status neurologis kesan dalam batas normal. Pemeriksaan Penunjang Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. DATA KELUARGA Bentuk keluarga pada pasien ini adalah keluarga Extended. Family Map Tn R
Ny.J
Ny. S
n.A Nn.T
Nn. Y
nn. S
Data Lingkungan Rumah
Pasien tinggal bersama dengan kedua orang tua, kakak dan adiknya. Rumah berukuran 6 m x 10 m tidak bertingkat, memiliki 3 buah kamar tidur, ruang keluarga, ruang tamu, dapur, ruang cuci, tidak ada kamar mandi dan ruang cuci dan halaman belakang. Lantai rumah sebagian beralaskan semen dan sebagian masih tanah merah. Dinding sebagian terbuat dari papan dan bagian belakang terbuat dari bambu. Penerangan dan ventilasi kurang baik. Jendela hanya ada diruang tamu dan ruang keluarga sementara untuk kamar dan dapur tidak ada jendela sehingga udara terasa lembab. Penerangan hanya berasal dari lampu saat malam hari. Rumah tampak bersih dan rapi. Pasien tidak memiliki kamar mandi dan jamban. Pasien biasanya mandi, BAB dan mencuci pakaian disungai belakang rumahnya.
Dapur terkesan bersih namun masih
beralaskan tanah. Sumber air yang digunakan untuk minum berasal sumur gali milik tetangga. Sedangkan untuk mencuci dan mandi sumber air langsung dari sungai belakang rumah. Rumah sudah menggunakan listrik, Rumah berada di lingkungan yang tidak padat penduduknya, dengan kondisi lingkungan yang cukup bersih. DIAGNOSTIK HOLISTIK AWAL 1. Aspek Personal - Alasan kedatangan: timbul bercak merah ditangan dan kaki, kontrol penyakit dan pengambilan obat rutin. - Kekhawatiran: takut keluhan penyakit semakin memberat dan terjadi komplikasi. - Harapan: Keluhan penyakit berkurang dan tidak berulang lagi. 2. Aspek Klinik - Reaksi Kusta tipe 1 3. Aspek Risiko Internal - Pasien kurang mengetahui mengenai penyakitnya hal ini berhubungan dengan tingkat pendidikan pasien yang hanya menempuh bangku sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. - Pasien kurang menjaga kebersihan diri. 4. Aspek Psikososial Keluarga - Kurangnya dorongan keluarga untuk memotivasi pasien dengan cara mengingatkan pasien untuk kontrol dan untuk minum obat. - Kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh keluarga mengenai penyakit kusta, komplikasinya, dan cara pencegahan komplikasi lanjutan. 5. Derajat Fungsional: 2, yaitu mampu melakukan aktivitas ringan sehari-hari di dalam dan di luar rumah (pekerjaan kantoran) PENATALAKSANAAN Non-Medikamentosa: 1. Penjelasan mengenai penyakit kusta yang sedang diderita oleh pasien dan komplikasinya kepada pasien dan anggota keluarga. 2. Penjelasan tentang pentingnya hidup bersih dan gaya hidup yang sehat dengan lebih memperbaiki kebersihan lingkungan dan menggunakan sumber air bersih dalam aktivitas sehari-hari.
3. Penjelasan kepada keluarga pasien untuk
memotivasi dalam minum obat secara kontinu dan mengambil obat sekaligus mengontrol keluhan dan lesi. 4. Penjelasan mengenai keadaan rumah dimana kurangnya cahaya yang masuk kedalah rumah sehingga keadaan menjadi lemba dan mempermudah berkembang biaknya kuman. 5. Penjelasan bahwa penderita kusta bukalah seseorang yang harus dikucilakn dimasyarakat dan menderita kusta bukan lah penghalang dalam berinteraksi antara kegiatan sosial. Medikamentosa: Paracetamol 500 mg, 3xsehari Prednison 20 mg/hari Pembahasan; Masalah kesehatan yang dibahas pada kasus ini adalah seorang dewasa muda berusia 23 tahun yang menderita kusta sejak 2 tahun yang lalu. Kunjungan pertama kali yang dilakukan adalah pendekatan dan perkenalan terhadap pasien serta menerangkan maksud dan tujuan kedatangan diikuti dengan anamnesis tentang keluarga dan perihal penyakit yang telah diderita. Dari hasil kunjungan tersebut, sesuai konsep Mandala of Health, dari segi perilaku kesehatan pasien masih mengutamakan kuratif dari pada preventif dan memiliki pengetahuan yang cukup tentang penyakit yang ia derita. Lingkungan psikososial, pasien merasa kurang dapat membantu keluarganya karena pasien tidak bekerja sejak 2,5 tahun ini. Uang untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga bergantung pada ayah dan dua orang kakaknya yang bekerja sebagai penjual mir ayam. Pasien mengatakan bahwa apabila hanya mengandalkan uang dari ayah yang bekerja sebagai buruh tani dan kakak perempuannya, kebutuhan sehari hari kurang cukup karena ia masih memiliki adik yang sedang duduk di bangku sekolah dasar. Dalam hal lingkungan rumah, pasien jarang keluar rumah karena lebih suka di dalam rumah, karna ia juga takut menularkan penyakitnya, namun pasien masih kenal dengan tetangga sekitar rumah. Lingkungan fisik, pemukiman tidak padat penduduk dan berada dilingkungan sungai. Pasien tidak memiliki selokan dan masih menggunakan air sungai yang ada dibelakang rumahnya untuk melakukan kebiaaan sehari
hari. Hal ini sangat memungkinkan mudahnya
penyakit masuk ke dalam tubuh. Human biology, pasien cukup mengetahui secara jelas penyakit yang dideritanya. Dan tidak ada yang menderita hal yang sam adalam keluarganya. Life style, pola makan pasien dan keluarganya cukup baik, mereka biasa mengonsumsi makanan sehari hari yang dimasak sendiri dan setiap hari selalu makan sayur yang beragam, tempe, tahu dan telur, namun os mengaku jarang mengonsumsi daging. Os mengonsumsi air minum dari rebusan air sumur. Untuk air minum os masih menggunakan air sumur sementara untuk mencuci, mandi dan buang air os masih menggunakna air dari sungai. Perilaku olahraga ringan tiap harinya belum rutin dijalani karena alasan jarang keluar rumah. Keadaan rumah kurang ideal, cukup luas, kurang bersih dan cukup rapi, tidak memiliki septictank serta ventilasi dan pencahayaan yang kurang baik dimana jendela hanya berada diruang tamu dan ruang keluarga. Untuk disetiap kamar tidak menggunkanjendela dan lantai masih berupa tanah merah, sehingga rumah terasa lembab dan kurang bersih. Dalam sistem pelayanan kesehatan pasien mengikuti BPJS JKN Kelas 3. Keluarga ini mempunyai kendaraan pribadi sehingga mempermudah akses menuju puskesmas. Pekerjaan, sudah tidak produktif, sehari - hari hanya membereskan rumah.
serta pentingnya perilaku hidup bersih dan
sehat. Intervensi ini dilakukan dengan tujuan untuk menjelaskan kembali kepada pasien dankeluarganya tentang penyakit kusta dan penularan yang dapat terjadi. Serta kepatuhan minum obat dan kontrol rutin untuk mencegah terjadinya komplikasi. Perilaku hidup bersih dan sehat diberikan dengan tujuan agar pasien dan keluarga ataupun warga sekitar menggunakan air bersih daam melakukan segala kegiatan, contohnya air sumur yang pastinya tidak tercemar, menggunakan jamban saat BAB dan perlunya penambahan jendela atau cara lain untuk mencukupkan cahaya yang masuk dan menjaga kelembapan kamar. Ada beberapa langkah atau proses sebelum orang mengadopsi perilaku baru. Pertama adalah awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari stimulus tersebut. Kemudian dia mulai tertarik (interest). Selanjutnya, orang tersebut akan menimbangnimbang baik atau tidaknya stimulus tersebut (evaluation). Setelah itu, dia akan mencoba melakukan apa yang dikehendaki oleh stimulus (trial). Pada tahap akhir adalah adoption, berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya (Notoatmodjo, 2005). Ketika intervensi dilakukan, keluarga juga turut serta mendampingi dan mendengarkan apa yang disampaikan pada pasien.
Penegakan diagnosis klinik utama pada pasien
sudah benar yaitu reaksi kusta tipe I atau reversal. Reaksi kusta adalah suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan suatu reaksi kekebalan atau reaksi antigen antibody dengan akibat merugikan penderita, terutama jika mengenai saraf tepi karena menyebabkan gangguan fungsi (cacat). Reaksi ini dapat terjadi selama atau setelah pengobatan. Berbagai faktor pencetus yang dianggap sering mendahului timbulnya reaksi kusta antara lain; Setelah pengobatan anti kusta yang intensif, infeksi rekuren, pembedahan, stress fisik imunisasi, kehamilan. Ny. S telah menyelesaikan pengobatannya sejak satu tahun yang lalu dan mulai mengalami keluhan kembali seja satu bulan yang lalu. Lima hari setelah kunjungan pertama, maka dilanjutkan dengan kunjungan kedua untuk melakukan intervensi terhadap pasien. Pasien diberikan intervensi dengan menggunakan media poster yang menjelaskan penyakit kusta,
Edukasi yang diberikan berupa rutin
mengonsumsi obat , pentingnya kontrol jika timbul keluhan dan pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat serta menggnkana air bersih (Niputu, 2015). Paasien diberikan obat antipiretik dan analgetik untuk demam dan nyeri sendi yang dirasakan. obat lain yang diberikan ialah kortikosteroid yakni prednison dengan dosis 40mg/hari kemudian diturunkan secara perlahan. Dalam waktu 2 minggu dan keluhan yang mereda dosis diturunkan dan kini selama lebih dari sebulan pasien mengonsumsi 20mg/hari. Kortikosteroid ini diberikan pada pasien dengan reaksi kusta baik 1 atau reaksi kusta 2. Prednison merupakan kortikosteroid potensi sedang dengan waktu paruh 12-36 jam (Kemenkes RI, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin, M Dali., Marwali Harahap.
2015. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta :
Penerbit Hipokrates. Halaman 260-271
Departemen Kesehatan RI. 2010. Buku pedoman nasional pemberantasan penyakit kusta. Edisi 18. Jakarta : Departemen
Kesehatan RI. Dorland, W.A.Newman.2010.
Kamus
Kedokteran Dorland edisi kedua puluh
sembilan. Jakarta: EGC. Halaman; 1195
Djuanda, Adhi dkk. Kusta. Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah, dan Siti Aisah. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Halaman;73-88.
Siregar, RS. 2005. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Jakarta; EGC. Halaman;155