Anda di halaman 1dari 28

MATERI KULIAH MSDM SEMESTER 4

No

Mata Kuliah

SKS

Pengembangan Tenaga Kerja

Psikolologi Kerja

Kewirausahaan

Analisis Jabatan

Etika Tenaga kerja (Emosional Inteligency)

Manajemen Konflik

Teknik Pengambilan Keputusan

1. PENGEMBANGAN TENAGA KERJA


A. Pendahuluan.
B. Pengertian pelatihan dan pengembangan.
.
C. Jenis pelatihan dan pengembangan
Terdapat banyak pendekatan untuk pelatlian. Menurut (Simamora:2006 :278) ada lima
jenis-jenis pelatihan yang dapat diselenggarakan:
1. Pehtihan Keahlian.
Pelatihan keahlian (skils training) merupakan pelatihan yang sering di jumpai dalam
organisasi. program pelatihaannya relatif sederhana: kebutuhan atau kekuragan
diidentifikasi rnelalui penilaian yang jeli. kriteria penilalan efekifitas pelatihan juga
berdasarkan pada sasaran yang diidentifikasi dalam tahap penilaian.
2. Pelatihan Ulang.
Pelatihan ulang (retraining) adalah subset pelatihan keahilan. Pelatihan ulang
berupaya memberikan kepada para karyawan keahlian-keahlian yang mereka
butuhkan untuk menghadapi tuntutan kerja yang berubah-ubah. Seperti tenaga kerja
instansi pendidikan yang biasanya bekerja rnenggunakan mesin ketik manual
mungkin harus dilatih dengan mesin computer atau akses internet
3. Pelatihan Lintas Fungsional.
Pelatihan lintas fungsional (cros fungtional training) melibatkan pelatihan karyawan
untuk melakukan aktivitas kerja dalam bidang lainnya selain dan pekerjan yang
ditugaskan.
4. Pelatihan Tim.
Pelatihan tim merupakan bekerjasarna terdiri dari sekelompok Individu untuk
menyelesaikan pekerjaan demi tujuan bersama dalam sebuah tim kerja.
5. Pelatihan Kreatifitas.
Pelatihan kreatifitas(creativitas training) berlandaskan pada asumsi hahwa kreativitas
dapat dipelajari. Maksudnya tenaga kerja diberikan peluang untuk mengeluarkan

gagasan sebebas mungkin yang berdasar pada penilaian rasional dan biaya dan
kelaikan.
Adapun perbedaan antara pelatihan dan pengembangan menurut (Syafaruddin:2001 :
217).
a. Pelatihan.
Tujuan: Peningkatan kemampuan individu bagi kepentingan jabatan saat ini. Sasaran:
Peningkatan kinerja jangka pendek.
Orientasi: Kebutuhan jabatan sekarang.
Efek terhadap karir: Keterkaitan dengan karir relatif rendah.
b. Pengembangan.
Tujuan: Peningkatan kemampuan individu bagi kepentingan jabatan yang akan datang.
Sasaran: Peningkatan kinerja jangka panjang.
Orientasi: Kebutuhan perubahan terencana atau tidak terencana.
Efek terhadap karir: Keterkaitan dengan karir relatif tinggi.
Pelatihan dan Pengembangan Tenaga Kerja
A.Pelatihan dan Pengembangan Diperlukan oleh Perusahaan
Pelatihan dan pengembangan dibutuhkan bagi suatu perusahaan atau organisasi
untuk menyesuaikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan tenaga kerja yang baru
diterima oleh suatu perusahaan dengan kebutuhan suatu perusahaan. Hal ini
disebabkan oleh latar belakang yang dimiliki oleh tenaga kerja baru, baik pendidikan
maupun pengalaman ketika bekerja di perusahaan sebelumnya berbeda atau belum
memadai untuk memenuhi kebutuhan perusahaaan. Misalnya, seorang lulusan
sekolah teknik menengah belum dapat bekerja pada bagian pemeliharaaan mesinmesian di sebuah pabrik karena pengetahuan dan keterampilan tentang mesin yang
diperolehnya di sekolah berbeda dengan yang dibutuhkan oleh perusahaan. Selain itu,
mesin mempunyai keragaman jenis dan merek sehingga sekolah tidak mungkin
mengajarkan semuanya. Oleh karena itu, tenaga kerja yang seperti ini sangat
membutuhkan pelatihan. Pelatihan dan pengembangan tenaga kerja terus menerus
dibutuhkan oleh perusahaan demi kekepentingan perusahaan agar perusahaan
mampu bersaing mengingat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
B.Pengertian Pelatihan dan Pengembangan
Menurut Sikula (1976) dalam Munandar (2001), pelatihan adalah
proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir sehingga
tenaga kerja non manejerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis untuk tujuan tertentu.

Sikula juga membuat definisi tentang pengembangan menurutnya pengembangan


adalah
Proses pendidikan jangka panjang yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir sehingga
tenaga kerja manajerial mempelajari pengetahuan konseptual dan teoritis untuk tujuan umum.

Dari definisi tentang pelatihan dan pengembanagan yang dibuat oleh Sikula dapat
disimpulkan bahwa baik pelatihan maupun pengembangan merupakan proses
pendidikan dengan prosedur sitematis dan terorganisir. Perbedaannya adalah
pelatihan membutuhkan waktu yang relatif singkat, pesertanya adalah tenaga kerja
nonmanajerial, dan materi yang diajarkan berkaitan dengan keterampilan teknis,
sedangkan pengembangan membutuhkan waktu yang lebih lama, pesertanya adalah
tenaga kerja manajerial, dan materi yang diajarkan berkaitan dengan pengetahuan
konseptual dan teoritis.

Pelatihan dan pengembangan tentunya memiliki tujuan. Sikula (1976) dalam


Munandar (2001) merumuskan beberapa tujuan pelatihan dan pengembanagan anta
lain untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Melaului perlatihan tenaga kerja
dapat dapat meningkatkan taraf prestasinya sehingga menyebabkan peningkatan
produktifitas. Selain itu, pelatihan juga meningkatkan mutu karena tenaga kerja yang
mempunyai kemampuan dan keterampilan yang baik akan membuat sedikit kesalahan
dan cermat dalam pelaksanaan pekerjaan.
C.Peserta Pelatihan dan Pengembangan
Pelatihan dan pengembangan dibutuhkan bagi tenaga kerja yang baru diterima oleh
perusahaan karena pendidikan dan pengalaman kerja sebelumnya yang telah dimiliki
oleh tenaga kerja tersebut belum sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pelatihan
dan pengembangan dibutuhkan pula bagi tenaga kerja lama yang akan dipromosikan
atau akan dipindahkan ke jabatan baru sehingga memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan untuk jabatan barunya. Kebutuhan pelatihan untuk
kepentingan promosi atau pemindahan jabatan baru dapat dilaksanakan oleh bagian
sumber daya manusia dari suatu perusahaan. Selain itu, kebutuhan pelatihan dapat
diketahui berdasarkan permintaan dari para line magaer karena melihat bawahan
mereka mempunyai unjuk kerja yang kurang memuaskan sehingga mereka
mengusulkan agar para bawahannya dilatih untuk mendapatkan pengetahuan dan
keterampilan tertentu.
D.Tempat Pelaksanaan Pelatihan dan Pengembangan
Biasanya program pelatihan untuk tenaga kerja manajerial diselenggarakan oleh
lembaga-lembaga pendidikan manajemen dalam bentuk lokakarya, misalnya
lokakarya menejemen industri dan lokakarya menejemen pemasaran. Sementara itu,
pelatihan bagi tenaga kerja nonmanajerial atau operator diselenggarakan oleh
perusahaan sendiri atau Balai Latihan Kerja.
Pelatihan dalam pekerjaan dapat dibedakan dalam bentuk pelatihan dalam pekerjaan
on the job pelatihan dan pelatihan di luar pekerjaan off the job pelatihan. Bentuk
pelatihan di luar pekerjaan off the job pelatihan menggunakan metode-metode
pelatihan di dalam kelas. Metode-metode tersebut terdiri dari kuliah, konperensi atau
diskusi kelon\mpok, studi kasus, bermain peran, programmed instruction, dan simulasi.
Metode-metode pelatihan di dalam kelas, antara lain:
a.Kuliah
Kuliah merupakan ceramah yang terorganisir dan disampaikan secara lisan untuk
tujuan pendidikan kelebihan dari metode ini adalah dapat diikuti oleh kelompok yang
sangat besar sehingga biaya setiap trainee rendah dan dapat menyajikan bahan
pengetahuan dalam waktu yang relatif singkat. Salah satu kelemahan dari metode ini
adalah trainee lebih bersikap pasif.
b.Konperensi
konperensi merupakan diskusi dalam kelompok kecil. Kelebihan dalam metode ini
adalah peserta dapat terlibat secara aktif, sedangkan kelemahannya adalah biaya
yang dikeluarkan untuk setiap trainee besar.
c.Studi Kasus (Case Study)
Dalam metode ini, trainee diberikan uraian tertulis atau lisan tentang keadaan
perusahaan yang didasarkan pada suatu kenyataan. Kelebihan dalam metode ini,
trainee dilatih berfikir analitis untuk memecahkan suatu masalah, sedangkan
kelemahannya dalam keadaan nyata data yang diperlukan untuk menyelesaikan
masalah masih harus dikumpulkan sendiri oleh trainee.
d.Bermain Peran (Role Playing)

dalam metode ini, trainee diberi tahu tentang suatu keadaan dan peran yang harus
mereka mainkan tanpa suatu script. Misalnya peserta A berperan sebagi manajer
produksi, B berperan sebagai manejer pemasaran. Salah satu kebaikan dalam metode
ini adalah trainee dapat belajar melalui perbuatan.
e.Bimbingan Berencana atau Instruksi Bertahap (Programed Instruction)
Setiap trainee mempelajari bahansesuai dengan tempo dan minatnya sendiri, pada
akhir setiap modul pelajaran terdapat setiap tes yang harus dibuat. Jika mendapat
jawaban di atas 80% boleh melanjutkan ke modul berikutnya
f.Simulasi
Metode ini berusaha menciptakan suatu situasi tiruan dari keadaan nyata. Misalnya,
business game dan vestibule. Dalam business game situasi perusahaan beserta
permasalahannya disalin. Sementara itu, dalam vestibule, calon-calon tenaga kerja
dilatih pada suatu tempat yang merupakan perusahaan tiruan.
E.Penyusunan Program Pelatihan dan Pengembangan
Di dalam penyusunan program pelatihan dan pengembangan dibutuhkan beberapa
tahap, antara lain:
1. Identifikasi Kebutuhan Pelatihan atau Studi Pekerjaan
Untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan harus diketahui terlebih dahulu tentang
pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap apa saja yang dibutuhkan oleh tenaga
kerja. Dilain pihak, kita juga harus mengetahui pengetahuan, keterampilan, dan sikapsikap apa saja yang telah dimiliki oleh tenaga kerja. Perbedaan antara pengetahuan,
keterampilan, sikap yang dibutuhkan dengan yang telah dimiliki merupakan bahan
kebutuhan dalam pelatihan.
Untuk mengidentifikasi kebutuhan pelatihan perlu dilaksanakan dua kegiatan utama,
yaitu:
a.Mengadakan assesment dari tenaga kerja
Assesment dapat dilaksanakan langsung oleh atasan dari tenaga kerja dan dapat pula
dilaksanakan oleh assesment centre. Kebutuhan akan pelatihan juga dapat diperoleh
dari bagian sumber daya manusia demi kepentingan promosi atau pemindahan tenaga
kerja ke tempat yang baru.
b.Job Study (Melaksanakan Studi Pekerjaan)
Job study pada hakikatnya merupakan analisis pekerjaan. Berdasarkan data
pekerjaan yang terkumpul, kita dapat menentukan tuntutan pekerjaan (job
requirement) maupun ciri-ciri kepribadian yang dibutuhkan oleh pekerjaan.
2. Penetapan Sasaran Pelatihan dan Pengembangan
Sasaran pelatihan, terdiri dari sasaran umum dan sasaran khusus yang meliputi
sasaran keseluruhan pelatihan dan sasaran subjek pembahasan/latihan. Sasaran
subjek pembahasan/latihan selalu menggambarkan perilaku yang dimiliki oleh trainee
stelah selesai mengikuti pelatihan.
Contoh :
Setelah pelatihan trainee diharapkan dapat mengetik surat dalam bahasa Inggris
yang terdiri atas 500 kata dalam waktu 5 menit tanpa ada kesalahan dengan
menggunakan komputer.
3. Penetapan Kriteria Keberhasilan dengan Alat Ukurnya
untuk mengetahui apakah pelatihan efektif dan trainee benar-benar belajar melalui
pelatihan, maka sebelum pelatihan diberikan pretest dan post test.

Pretest diberikan sebelum trainee mengikuti pelatihan, sedangkan post test diberikan
setelah trainee mengikuti pelatihan Makin besar perbedaan antara skor pretest dengan
skor post test(skor pretest rendah dan skor posttest tinggi), maka makin banyak yang
dipelajari trainee dalam pelatihan, begitu juga sebaliknya. Skor post test yang rendah
bagi trainee disebabkan oleh trainee belum mengetahui pengetahuan atau
keterampilan prasayarat untuk mengikuti pelatihan. Oleh karena itu, dilaksanakan test
of entering behaviour, yaitu test yang mengukur kemampuan penguasaan
pengetahuan atau keterampilan (prasayatat) yang harus dimiliki trainee sebelum
mengikuti pelatihan. Prestasi kerja trainee ketika kembali bekerja setelah mengikuti
pelatihan juga dapat dijadikan kriterira keberhsilan program pelatihan.
4. Penetapan Metode-Metode Pelatihan dan Pengembangan
Metode-metode pelatihan dan pengembangan, antara lain kuliah, studi kasus,
simulasi, dan sebagainya
5. Pencobaan dan Revisi
Setelah kebutuhan pelatihan diidentifikasi, sasaran pelatihan ditetapkan, kriteria
keberhasilan dan alat ukur dikembangkan, bahan untuk latihan dan metode latihan
disusun dan ditetapkan, maka diadakan pencobaan atau try out untuk mengidentifikasi
kelemahan apa saja yang masih ada dalam pelatihan.
6.Model Penilaian dan Keefektifan Program Pelatihan dan Pengembangan
Tujuan dari penilaian program pelatihan dan pengembanagn dapat dirumuskan
menjadi : Apakah sasaran-sasaran pelatihan telah tercapai?. Sementara itu, tujuan
dari efektivitas program pelatihan dan pengembangan dapat dirumuskan menjadi :
Apakah tercapainya sasaran pelatihan menghasilkan peniingkatan unjuk kerja pada
pekerjaan?. Model-model penilaian program pelatihan dan pengembangan, yaitu:
1.Model Reaksi dari Trainee
Model ini menitik beratkan kepada sejauh mana para peserta latihan merasa senang
dengan program pelatihan yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kesedian
dari para trainee untuk mempelajari materi-materi yang diberikan dalam pelatihandan
penilaian dari trainee merupakan feedback bagi penyelenggaraan program pelatihan
untuk meningkatkan mutu.
2. Model After-Only dan Model Before-After
a. Model After-Only (Model Hanya-Sesudah)
Pada model ini hanya diberikan post test yang pertanyaannya menggambarkan sasarn
pelatihan. Jika peserta latihan mampu mengerjakan post test dengan baik, maka
sasaran pelatihan tercapai (program pelatihan berhasil)
Kelompok eksperimental yang terdiri dari peserta latihan dan kelompok kontrol yang
terdiri dari orang-orang yang tidak mengikuti pelatihan diberikan post test. Diharapkan
hasil post test kelompok kontrol lebih rendah dari kelompok eksperimental sehingga
dapat disimpulkan anggota kelompok eksperimen (peserta pelatihan) mendapat
pengetahuan dari penyelenggaraan program pelatihan.
b.Model Before-After (Sebelum-Sesudah)
Dalam model ini, tenaga kerja dibagi menjadi kelompok ekperimental dan kontrol.
Kemudian hanya kelompok eksperimental yang diikutkan dalam pelatihan. Setelah
pelatihan selesai, diberikan post test kepada kelompok ekperimental maupun
kelompok kontrol. Jika hasil post test kelompok eksperimental secara statistik lebih
tingi secara bermakna dibandingkan dengan hasil pretestnya sendiri dan hasil post
test dari kelompok kontrol, maka sasaran program pelatihan tercapai.
c. Model Penilaian Program Pelatihan

Pertanyaan dasar dalam model ini: Seberapa besar pengaruh pelatihan terhadap
organisasi? Mengikutsertakan tenaga kerja dalam pelatihan memerlukan biaya
tertentu sehingga jika hasil yang diperoleh selama pelatihan lebih besar daripada
investasi berupa biaya yang dikeluarkan untuk mengikuti pelatihan, maka program
pelatihannya efektif.
Pelatihan yang efektif membutuhkan konsep dan prinsip pembelajaran di dalam
prosesnya. Miner (1992) dalam Munandar (2001) mengajukan konsep pembelajaran
agar proses pembelajaran dapat efektif yang meliputi :
a.Motivasi
Motif yang dimiliki setiap orang dapat berbeda-beda, tetapi adanya motif yang kuat
merupakan pendorong/insentif yang kuat yang menyebabkan orang mau tetap belajar.
b.Positive Reinforcement
Sesuai hukum Law of Effect-nya Thorndike, sesuatu yang dianggap mendatangkan
kesenangan akan cenderung diulang.
Contoh : Seorang trainee (peserta latihan) berhasil memecahkan suatu masalah
dengan suatu teknik tertentu, maka agar perilakunya diulang kembali perlu diberikan
positive reinforcement, misalnya trainee tersebut diberi pujian atau diberi kesempatan
kembali untuk memecahkan masalah yang lain.
c.Pengetahuan tentang Hasil
Dengan memberikan feedback kepada trainee, maka trainee akan mengetahui
kelebihan dan kelemahannya sehingga ia dapat fokus untuk memepelajari hal-hal
yamg belum mampu ia kuasai.
d.Experimental Learning (Praktek Aktif dan Pembelajaran Melalui Penghayatan)
Dalam konsep pembelajaran ini, harus ada praktek yang aktif agar trainee dapat
mengualang-ulang apa yang dipelajari dan hayati sehingga ia dapat menguasai
pengetahuan dan keterampilannya.
e.Transfer of Training (Pemindahan dari Pelatihan)
Terkadang apa yang telah dipelajari tidak dapat diterapkan di situasi kerja. Oleh
karena itu, harus ada unsur-unsur yang sama dalam situasi pelatihan dengan situasi
kerja.
Referensi :
Munandar, Ashar Sunyoto. (2001). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: UI Press
Riggio, Ronald E. (1999). Introduction To Industrial/Organizational Psychology. New
Jersey: Prentice Hall
www.antaranews.com. Pemerintah Targetkan Tempatkan Satu Juta TKI pada 2007
(Diakses: Sabtu, 13 September 2008)
www.hrw.org. Rekomendasi Human Rights Watch Mengenai Buruh Migran dan
Pekerja Rumah Tangga (Diakses: Sabtu, 13 September 2008)
www.kompas.com BLK, Gerbang Utama Masuk Dunia Kerja (Diakses: Sabtu, 13
September 2008)

2. PSIKOLOLOGI KERJA
Ergonomika dan Psikologi Kerja
Sejak zaman purbakala, manusia telah menggunakan alat dalam bekerja. Pada zaman batu
misalnya, manusia telah membuat alat-alat dari batu, antara lain kapak, cangkul, palu dan
sebagainya untuk membantu dalam melakukan pekerjaan mereka. Dengan perkembangan
zaman, alat-alat tersebut berkembang ke arah yang lebih sempurna seperti cangkul atau alat

untuk bercocok tanam dibuat dari besi baja. Bahkan sampai dewasa ini petani dari beberapa
daerah telah menggunakan traktor untuk bercocok tanam. Demikian pula di bidang lain
manusia secara berangsur-angsur telah mengganti peralatan kerja dari yang paling sederhana
sampai dengan yang paling canggih.
Peralatan-peralatan kerja tersebut dibuat dan digunakan karena manusia menyadari bahwa
dengan hanya menggunakan tenaga manusia saja kurang efektif dalam menyelesaikan
pekerjaannya. Bisa kita bayangkan bagaimana seandainya pengolahan tanah pertanian hanya
dengan tangan manusia saja, tanpa menggunakan cangkul, bajak atau traktor.
Akhirnya disadari bahwa tenaga manusia merupakan alat produksi yang paling tidak efisien
ditinjau dari aspek tenaga dan keluaran atau hasilnya. Dari penelitian para ahli kesehatan kerja,
ternyata tenaga yang dapat dikeluarkan oleh rata-rata pekerja pria normal berumur antara 25-40
tahun hanya sebesar 0,2 PK. Seorang pekerja tidak mampu dibebani lebih dari 30% dari tenaga
maksimumnya selama 8 jam sehari (Silalahi, 1985).
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sebagai konsekuensinya, tuntutan
manusia semakin tinggi. Selanjutnya dalam memenuhi tuntutan hidup ini, manusia semakin
memerlukan peralatan dan perlengkapan yang lebih canggih untuk mencapai hasil yang efisien.
Akan tetapi semakin canggih peralatan yang digunakan manusia, semakin besar pula bahaya
yang ditimbulkan.
Bahaya kecelakaan akibat menggunakan mesin tenun modern, jelas akan lebih besar daripada
bahaya kecelakaan akibat dari alat tenun tradisional meskipun mesin tenun modern lebih efisien
daripada alat tenun tradisional.
Namun bagaimanapun tidak efisiensinya tenaga manusia dalam kerja, tenaga manusia tetap
diperlukan dalam proses produksi. Peralatan kerja sebenarnya hanya sebagai alat bantu manusia
sebagai tenaga kerja tersebut. Masalahnya sekarang adalah bagaimana tenaga kerja (manusia)
tetap aman dan sehat atau tercegah dari bahaya-bahaya akibat kerja tersebut.
Hal ini semua adalah sangat tergantung kepada tenaga kerja itu sendiri yang memegang kendali
alat dan lingkungan kerjanya. Dengan kata lain aspek manusia adalah merupakan faktor penting
dalam mencapai keselamatan dan kesehatan kerja. Dua faktor penting dari aspek manusia
dalam hubungannya dengan hal ini adalah ergonomi dan psikologi kerja.
Ergonomika
Ergonomi berasal dari bahasa Yunani, ergon yang artinya kerja dan nomos artinya peraturan
atau hukum. Sehingga secara harfiah ergonomi diartikan sebagai peraturan tentang bagaimana
melakukan kerja, termasuk menggunakan peralatan kerja. Selanjutnya seirama dengan
perkembangan kesehatan kerja ini maka hal-hal yang mengatur antara manusia sebagai tenaga
kerja dan peralatan kerja atau mesin juga berkembang menjadi cabang ilmu tersendiri.
Sehingga dewasa ini, batasan ergonomi adalah ilmu penyesuaian peralatan dan perlengkapan
kerja dengan kondisi dan kemampuan manusia sehingga mencapai kesehatan tenaga kerja dan
produktivitas kerja yang optimal. Dari batasan ini terlihat bahwa ergonomi tersebut terdiri dari
2 sub sistem, yakni sub sistem peralatan kerja dan sub sistem manusia. Sub sistem manusia ini
terdiri dari bagian-bagian yang lain diantaranya psikologi, latar belakang sosial, dan
sebagainya.
Oleh sebab itu, tujuan dari ergonomi ini adalah untuk menciptakan suatu kombinasi yang paling
serasi antara sub sistem peralatan kerja dengan manusia sebagai tenaga kerja. Di berbagai
negara tidak menggunakan istilah ergonomi, misalnya di negara-negara Skandinavia
menggunakan istilah bioteknologi. Sedangkan di negara-negara lain seperti Amerika Utara
menggunakan istilah Human Factors Enginering.
Meskipun istilah ergonomi di berbagai negara berbeda-beda namun mempunyai misi tujuan
yang sama. Dua misi pokok ergonomi antara lain; Pertama, penyesuaian antara peralatan kerja
dengan kondisi tenaga kerja yang menggunakan. Kondisi tenaga kerja ini bukan saja aspek
fisiknya (ukuran anggota tubuh : tangan, kaki, tinggi badan) tetapi juga kemampuan intelektual
atau berpikirnya. Cara meletakkan dan penggunaan mesin otomatik dan komputerisasi di suatu
pabrik misalnya, harus disesuaikan dengan tenaga kerja yang akan mengoperasikan mesin
tersebut, baik dari segi tinggi badan dan kemampuannya. Dalam hal ini yang ingin dicapai oleh

ergonomi adalah mencegah kelelahan tenaga kerja yang menggunakan alat-alat tersebut. Kedua,
apabila peralatan kerja dan manusia atau tenaga kerja tersebut sudah cocok, maka kelelahan
dapat dicegah dan hasilnya lebih efisien. Hasil suatu proses kerja yang efisien berarti
memperoleh produktivitas kerja yang tinggi.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan utama ergonomi adalah mencegah
kecelakaan kerja dan mencegah ketidakefisienan kerja (meningkatkan produktivitas kerja).
Disamping itu, ergonomi juga dapat mengurangi beban kerja karena apabila peralatan kerja
tidak sesuai dengan kondisi dan ukuran tubuh pekerja akan menjadi beban tambahan kerja.
Apabila dalam menyelesaikan pekerjaan orang tidak memerlukan peralatan bukan berarti
ergonomi tidak berlaku. Dalam hal ini ergonomi dapat berlaku, yakni bagaimana mengatur cara
atau metode kerja sehingga meskipun hanya dengan menggunakan anggota tubuh saja
pekerjaan itu dapat terselesaikan dengan efisien tanpa menimbulkan kelelahan. Misalnya
bagaimana cara mengangkat beban berat secara ergonomis, dapat dilakukan menurut prosedur
sebagai berikut :
a. Beban yang akan diangkat harus dipegang tepat dengan semua jari-jari.
b. Punggung harus diluruskan, beban harus diambil otot tungkai keseluruhan.
c. Kaki diletakkan pada jarak yang enak, sebelah kaki di belakang beban sekitar 60 derajat ke
sebelah dan kaki yang satunya diletakkan disamping beban menuju ke arah beban yang akan
diangkat.
d. Dagu ditarik ke belakang agar punggung dapat tegak lurus.
e. Berat badan digunakan untuk mengimbangi berat beban.
f. Lengan harus dekat dengan badan.
Ergonomi juga dapat digunakan dalam mengkaji dan menganalisis faktor manusia dan peralatan
kerja atau mesin dalam kaitannya dengan sistem produksi. Dari kajian atau analisis tersebut
akan dapat ditentukan tugas-tugas apa yang diberikan kepada manusia dan yang mana diberikan
kepada mesin.
Beberapa prinsip ergonomi dibawah ini antara lain dapat digunakan sebagai pegangan dalam
program kesehatan kerja :
a. Sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk, susunan, ukuran
dan penempatan mesin-mesin, penempatan alat-alat petunjuk, cara-cara harus melayani mesin
(macam gerak, arah, kekuatan dan sebagainya).
b. Untuk normalisasi ukuran mesin atau peralatan kerja harus diambil ukuran terbesar sebagai
dasar serta diatur dengan suatu cara sehingga ukuran tersebut dapat dikecilkan dan dapat
dilayani oleh tenaga kerja yang lebih kecil, misalnya tempat duduk yang dapat dinaikturunkan,
dimajukan atau diundurkan.
c. Ukuran-ukuran antropometri yang dapat dijadikan dasar untuk penempatan alat-alat kerja
adalah sebagai berikut :
- Berdiri : tinggi badan, tinggi bahu, tinggi siku, tinggi pinggul, depan, panjang lengan.
- Duduk : tinggi duduk, panjang lengan atas, panjang lengan bawah & tangan, jarak lekuk lutut.
d. Pada pekerjaan tangan yang dilakukan berdiri, tinggi kerja sebaiknya 5-10 cm dibawah tinggi
siku.
e. Dari segi otot, sikap duduk yang paling baik adalah sedikit membungkuk sedang dari sudut
tulang, dianjurkan duduk tegak, agar punggung tidak bungkuk dan otot perut tidak lemas.
f. Tempat duduk yang baik adalah :
- Tinggi dataran duduk dapat diatur dengan papan kaki yang sesuai dengan tinggi lutut,
sedangkan paha dalam keadaan datar.
- Lebar papan duduk tidak kurang dari 35 centimeter.
- Papan tolak punggung tingginya dapat diatur dan menekan pada punggung.
g. Arah penglihatan untuk pekerjaan berdiri adalah 23-37 derajat ke bawah sedangkan untuk
pekerjaan duduk arah penglihatan 32-44 derajat ke bawah. Arah penglihatan ini sesuai dengan
sikap kepala yang istirahat.
h. Kemampuan beban fisik maksimal oleh ILO ditentukan sebesar 50 kilogram.
i. Kemampuan seseorang bekerja adalah 8-10 jam per hari. Lebih dari itu efisiensi dan kualitas
kerja menurun.

2. Psikologi Kerja
Pekerjaan akan menimbulkan reaksi psikologis bagi yang melakukan pekerjaan itu. Reaksi ini
dapat bersifat positif, misalnya senang, bergairah, dan merasa sejahtera, atau reaksi yang
bersifat negatif, misalnya bosan, acuh, tidak serius, dan sebagainya. Reaksi positif tidak perlu
dibahas disini, yang perlu dibahas adalah reaksi yang negatif.
Seorang pekerja atau karyawan yang bersikap bosan, acuh, tak bergairah melakukan
pekerjaannya ini banyak faktor yang menyebabkannya, antara lain tidak cocok dengan
pekerjaan itu, tidak tahu bagaimana melakukan pekerjaan yang baik, kurangnya insentif,
lingkungan kerja yang tidak menyenangkan, dan lain-lainnya. Salah satu faktor yang sering
terjadi mengapa karyawan atau pekerja ini melakukan pekerjaannya dengan sikap yang negatif
adalah karena tidak mengetahui bagaimana melakukan pekerjaannya secara baik dan efisien.
Melakukan pekerjaan secara efisien tidak hanya bergantung kepada kemampuan atau
keterampilan tetapi juga dipengaruhi oleh penguasaan prosedur kerja, uraian kerja (job
description) yang jelas. Peralatan kerja yang tepat atau sesuai lingkungan kerja, dan sebagainya.
Semuanya ini dicakup dalam satu istilah yakni cara kerja yang ergonomis.
Cara ergonomis yang sesuai dengan teori psikologis antara lain sebagai berikut (Silalahi,
1985) :
a. Memberikan pengarahan dan pelatihan tentang tugas kepada pekerja sebelum melaksanakan
tugas barunya.
b. Memberikan uraian tugas tertulis yang jelas kepada pekerja atau karyawan.
c. Melengkapi pekerja / karyawan dengan peralatan yang sesuai / cocok dengan ukurannya.
d. Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan aman.
Kurangnya perhatian terhadap cara kerja ini oleh pimpinan perusahaan dapat menimbulkan
kebosanan. Akibat kebosanan bagi pekerja, mereka akan mencari variasi kerja lain yang tidak
dikuasai (untuk menghindari monoton ini) dan ini dapat berakibat kecelakaan kerja. Oleh sebab
itu kebosanan dan kemonotonan kerja erat kaitannya dengan kecelakaan kerja.
Aspek lain dari psikologi kerja ini yang sering menjadi masalah kesehatan kerja adalah stres.
Stres terjadi pada hampir semua pekerja, baik tingkat pimpinan maupun pelaksana. Memang di
tempat kerja, lebih-lebih tempat kerja yang lingkungannya tidak baik, sangat potensial untuk
menimbulkan stres bagi karyawannya.
Stres di lingkungan kerja memang tidak dapat dihindarkan, yang dapat dilakukan adalah
bagaimana mengelola, mengatasi atau mencegah terjadinya stres tersebut sehingga tidak
mengganggu pekerjaan. Untuk dapat mengelola stres, pertama sekali yang perlu dilakukan
adalah mengidentifikasi sumber atau penyebab stres atau stressor.
Faktor-faktor yang sering menjadi penyebab stres di lingkungan kerja dapat dikelompokkan
menjadi 2, yakni :
a. Faktor internal, yakni dari dalam diri pekerja itu sendiri, misalnya kurangnya percaya diri
dalam melakukan pekerjaan, kurangnya kemampuan atau keterampilan dalam melakukan
pekerjaan dan sebagainya.
b. Faktor eksternal, yakni faktor lingkungan kerja. Lingkungan kerja ini mencakup lingkungan
fisik dan lingkungan sosial (masyarakat kerja). Lingkungan fisik yang sering menimbulkan
stres kerja antara lain tempat kerja yang tidak higienis, kebisingan yang tinggi, dan sebagainya.
Sedangkan lingkungan manusia (sosial) yang sering menimbulkan stres adalah pimpinan yang
otoriter, persaingan kerja yang tidak sehat, adanya klik-klik di lingkungan kerja, dan
sebagainya.
Oleh sebab itu, untuk mencegah dan mengelola stres di lingkungan kerja tersebut juga
diarahkan kedua faktor tersebut. Untuk para pekerja dilakukan pelatihan-pelatihan yang
akhirnya juga dapat meningkatkan percaya diri dalam melaksanakan pekerjaan mereka.
Sedangkan intervensi stres akibat faktor eksternal dengan meningkatkan higiene dan kondisi
lingkungan kerja serta meningkatkan hubungan antar manusia.

3. KEWIRAUSAHAAN

Anda tentu sering mendengar tentang kata Wirausaha, Kewirausahaan maupun


Wirausahawan Apakah yang dimaksud dengan Wirausaha, Kewirausahaan maupun
Wirausahawan tersebut? Dan apakah beda ketiga kata tersebut?
Wirausaha adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat dan menilai
kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber dayasumber daya yang dibutuhkan
untuk mengambil tindakan yang tepat dan mengambil keuntungan dalam rangka meraih sukses.
Kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri dan watak seseorang yang memiliki
kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif.
Sedangkan yang dimaksudkan dengan seorang Wirausahawan adalah orang-orang yang
memiliki kemampuan melihat dan menilai kesempatankesempatan bisnis; mengumpulkan
sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat, mengambil
keuntungan serta memiliki sifat, watak dan kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif
kedalam dunia nyata secara kreatif dalam rangka meraih sukses/meningkatkan pendapatan.
Intinya, seorang Wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki jiwa Wirausaha dan
mengaplikasikan hakekat Kewirausahaan dalam hidupnya.
Orang-orang yang memiliki kreativitas dan inovasi yang tinggi dalam hidupnya. Secara
epistimologis, sebenarnya kewirausahaan hakikatnya adalah suatu kemampuan dalam berpikir
kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan,
siasat dan kiat dalam menghadapi tantangan hidup. Seorang wirausahawan tidak hanya dapat
berencana, berkata-kata tetapi juga berbuat, merealisasikan rencana-rencana dalam pikirannya
ke dalam suatu tindakan yang berorientasi pada sukses. Maka dibutuhkan kreatifitas, yaitu pola
pikir tentang sesuatu yang baru, serta inovasi, yaitu tindakan dalam melakukan sesuatu yang
baru.
Beberapa konsep kewirausahaan seolah identik dengan kemampuan para wirausahawan dalam
dunia usaha (business). Padahal, dalam kenyataannya, kewirausahaan tidak selalu identik
dengan watak/ciri wirausahawan semata, karena sifat-sifat wirausahawan pun dimiliki oleh
seorang yang bukan wirausahawan. Wirausaha mencakup semua aspek pekerjaan, baik
karyawan swasta maupun pemerintahan (Soeparman Soemahamidjaja, 1980).
Wirausahawan adalah mereka yang melakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan jalan
mengembangkan ide, dan meramu sumber daya untuk menemukan peluang (opportunity) dan
perbaikan (preparation) hidup (Prawirokusumo, 1997) Kewirausahaan (entrepreneurship)
muncul apabila seseorang individu berani mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide barunya.
Proses kewirausahaan meliputi semua fungsi, aktivitas dan tindakan yang berhubungan dengan
perolehan peluang dan penciptaan organisasi usaha (Suryana, 2001).
Esensi dari kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses
pengkombinasian sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda agar dapat bersaing.
Menurut Zimmerer (1996:51), nilai tambah tersebut dapat diciptakan melalui cara-cara sebagai
berikut:

Pengembangan teknologi baru (developing new technology)

Penemuan pengetahuan baru (discovering new knowledge)

Perbaikan produk (barang dan jasa) yang sudah ada (improving existing products or
services)

Penemuan cara-cara yang berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih
banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit (finding different ways of providing
more goods and services with fewer resources)

Walaupun di antara para ahli ada yang lebih menekankan kewirausahaan pada peran pengusaha
kecil, namun sifat inipun sebenarnya dimiliki oleh orang-orang yang berprofesi di luar
wirausahawan. Jiwa kewirausahaan ada pada setiap orang yang menyukai perubahan,
pembaharuan, kemajuan dan tantangan, apapun profesinya.
Dengan demikian, ada enam hakekat pentingnya Kewirausahaan, yaitu:

Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan
sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses dan hasil bisnis (Ahmad
Sanusi, 1994)

Kewirausahaan adalah suatu nilai yang dibutuhkan untuk memulai sebuah usaha dan
mengembangkan usaha (Soeharto Prawiro, 1997)

Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru (kreatif) dan
berbeda (inovatif) yang bermanfaat dalam memberikan nilai lebih.

Kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda
(Drucker, 1959)

Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreatifitas dan keinovasian dalam


memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan usaha
(Zimmerer, 1996)

Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan


mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk
memenangkan persaingan.

Ditulis oleh Izzati Amperaningrum, SE, MM & Dr. Zuhad Ichyaudin, MBA.

4. ANALISIS JABATAN
I. LATAR BELAKANG
Organisasi birokrasi dihadapkan pada harapan masyarakat yang semakin tinggi.Agar organisasi
birokrasi semakin mampu bekerja secara profesional, efektif dan efisien, maka diperlukan
pemetaan yang lengkap dan menyeluruh atas seluruh informasi jabatan dalam organisasi yang
dikenal dengan Analisis Jabatan. Melalui pemetaan tersebut akan diperoleh informasi yang
akurat untuk menyusun program dan kegiatan penataan manajemen sumber daya aparatur,
kelembagaan, ketatalaksanaan serta perencanaan pendidikan dan pelatihan.
Analisis jabatan merupakan suatu cara mendasar dalam manajemen sumber daya manusia untuk
mendapatkan gambaran menyeluruh dan lengkap mengenai suatu posisi jabatan, kemudian
menyadurnya ke dalam format yang memudahkan memahami secara akurat informasi tentang
jabatan dalam organisasi, serta merancang program dan kegiatan penataan jabatan dan
peningkatan kompetensi jabatan.
Analisis jabatan yang dilakukan dengan teliti akan menghasilkan kurang lebih 17 informasi
jabatan yang akurat, dan kemudian dapat dijadikan bahan baku baik untuk proses pengelolaan
SDM, seperti evaluasi jabatan, rekrutmen dan seleksi, manajemen kinerja, penyusunan
kompetensi dan pelatihan.

II. TUJUAN
Tujuan dari Analisis Jabatan, antara lain :
1. Tujuan Kelembagaan
Analisa Jabatan dapat digunakan untuk tujuan kelembagaan, antara lain :

o Penyusunan organisasi baru.


o Penyempurnaan organisasi yang ada saat ini.
o Peninjauan kembali alokasi tugas, wewenang dan tanggung jawab
tiap jabatan.

o Penyempurnaan fungsi tiap jabatan.


2. Tujuan Manajemen Kepegawaian

Analisa Jabatan dapat digunakan untuk tujuan kepegawaian, antara lain :

o Perbaikan sistem rekrutmen/seleksi pegawai.


o Informasi penting penilaian jabatan.
o Penyusunan jenjang karir (Career Planning).
o Penyempurnaan pola mutasi/promosi/rotasi.
o Perbaikan program pelatihan dan pendidikan pegawai.
3. Tujuan Ketatalaksanaan

Analisa Jabatan dapat digunakan untuk tujuan ketatalaksanaan, antara lain :

o Penyusunan dan penyempurnaan standarisasi kerja dan sarana


pekerjaan.

o Penyusunan dan penyempurnaan sistem dan prosedur kerja.


o Penyusunan dan penyempurnaan metode dan analisa
ketatalaksanaan pekerjaan.

III. KELUARAN
Keluaran (output) kegiatan ini adalah Dokumen Analisis Jabatan yang memuat mengenai Peta
Jabatan dan Informasi Jabatan sebanyak 17 Informasi Jabatan, termasuk di dalamnya rincian
tugas, wewenang, pengalaman kerja, syarat jabatan, hasil kerja, bahan kerja, kompetensi, dan
lain-lain.
IV. HASIL
Hasil (outcome) dari Analisis Jabatan ini, antara lain :
1. Masukan utama bagi penataan kelembagaan (penyusunan, pengembangan,
penyempurnaan unit dan hubungan tata kerja organisasi), penataan
kepegawaian (pengadaan, pengelolaan administrasi dan jenjang karir) dan
penataan ketatalaksanaan (sistem dan prosedur kerja).

2. Menyelaraskan antara pendidikan dan pelatihan dengan kebutuhan sumber


daya manusia aparatur.

3. Meningkatkan akurasi dan akuntabilitas pengukuran evaluasi jabatan


sebagai salah satu basis perhitungan tunjangan kinerja pegawai.

4.

EMOTIONAL INTELLIGENCY

We probably all know people, either at work or in our personal lives, who are really good
listeners. No matter what kind of situation we're in, they always seem to know just what to say
and how to say it so that we're not offended or upset. They're caring and considerate, and
even if we don't find a solution to our problem, we usually leave feeling more hopeful and
optimistic.
We probably also know people who are masters at managing their emotions. They don't get
angry in stressful situations. Instead, they have the ability to look at a problem and calmly find
a solution. They're excellent decision makers, and they know when to trust their intuition.
Regardless of their strengths, however, they're usually willing to look at themselves honestly.
They take criticism well, and they know when to use it to improve their performance.
People like this have a high degree of emotional intelligence, or EI. They know themselves very
well, and they're also able to sense the emotional needs of others.
Would you like to be more like this?
As more and more people accept that emotional intelligence is just as important to professional
success as technical ability, organizations are increasingly using EI when they hire and promote.
For example, one large cosmetics company recently revised their hiring process for salespeople
to choose candidates based on emotional intelligence. The result? Salespeople hired with the
new system have sold, on average, $91,000 more than salespeople selected under the old
system. There has also been significantly lower staff turnover among the group chosen for their
emotional intelligence.
So, what exactly is emotional intelligence, and what can you do to improve yours?

What is Emotional Intelligence?


We all have different personalities, different wants and needs, and different ways of showing
our emotions. Navigating through this all takes tact and cleverness especially if we hope to
succeed in life. This is where emotional intelligence becomes important.
Emotional intelligence is the ability to recognize your emotions, understand what they're telling
you, and realize how your emotions affect people around you. Emotional intelligence also
involves your perception of others: when you understand how they feel, this allows you to
manage relationships more effectively.
People with high emotional intelligence are usually successful in most things they do. Why?
Because they're the ones that others want on their team. When people with high EI send an
email, it gets answered. When they need help, they get it. Because they make others feel good,
they go through life much more easily than people who are easily angered or upset.

Characteristics of Emotional Intelligence


Daniel Goleman, an American psychologist, developed a framework of five elements that
define emotional intelligence:
1. Self-Awareness People with high emotional intelligence are usually very
self-aware. They understand their emotions, and because of this, they don't
let their feelings rule them. They're confident because they trust their
intuition and don't let their emotions get out of control.
They're also willing to take an honest look at themselves. They know their
strengths and weaknesses, and they work on these areas so they can
perform better. Many people believe that this self-awareness is the most
important part of emotional intelligence.

2. Self-Regulation This is the ability to control emotions and impulses.


People who self-regulate typically don't allow themselves to become too
angry or jealous, and they don't make impulsive, careless decisions. They

think before they act. Characteristics of self-regulation are thoughtfulness,


comfort with change, integrity, and the ability to say no.

3. Motivation People with a high degree of emotional intelligence are


usually motivated. They're willing to defer immediate results for long-term
success. They're highly productive, love a challenge, and are very effective
in whatever they do.

4. Empathy This is perhaps the second-most important element of emotional


intelligence. Empathy is the ability to identify with and understand the
wants, needs, and viewpoints of those around you. People with empathy are
good at recognizing the feelings of others, even when those feelings may
not be obvious. As a result, empathetic people are usually excellent at
managing relationships, listening, and relating to others. They avoid
stereotyping and judging too quickly, and they live their lives in a very open,
honest way.

5. Social Skills It's usually easy to talk to and like people with good social
skills, another sign of high emotional intelligence. Those with strong social
skills are typically team players. Rather than focus on their own success
first, they help others develop and shine. They can manage disputes, are
excellent communicators, and are masters at building and maintaining
relationships.

As you've probably determined, emotional intelligence can be a key to success in your life
especially in your career. The ability to manage people and relationships is very important in all
leaders, so developing and using your emotional intelligence can be a good way to show others
the leader inside of you.

How to Improve Your Emotional Intelligence


The good news is that emotional intelligence CAN be taught and developed. Many books and
tests are available to help you determine your current EI, and identify where you may need to
do some work. You can also use these tips:

Observe how you react to people. Do you rush to judgment before you know
all of the facts? Do you stereotype? Look honestly at how you think and
interact with other people. Try to put yourself in their place, and be more
open and accepting of their perspectives and needs.

Look at your work environment. Do you seek attention for your


accomplishments? Humility can be a wonderful quality, and it doesn't mean
that you're shy or lack self-confidence. When you practice humility, you say
that you know what you did, and you can be quietly confident about it. Give
others a chance to shine put the focus on them, and don't worry too much
about getting praise for yourself.

Do a self-evaluation. What are your weaknesses? Are you willing to accept


that you're not perfect and that you could work on some areas to make
yourself a better person? Have the courage to look at yourself honestly it
can change your life.

Examine how you react to stressful situations. Do you become upset every
time there's a delay or something doesn't happen the way you want? Do you
blame others or become angry at them, even when it's not their fault? The
ability to stay calm and in control in difficult situations is highly valued in
the business world and outside it. Keep your emotions under control when
things go wrong.

Take responsibility for your actions. If you hurt someone's feelings, apologize
directly don't ignore what you did or avoid the person. People are usually
more willing to forgive and forget if you make an honest attempt to make
things right.

Examine how your actions will affect others before you take those actions.
If your decision will impact others, put yourself in their place. How will they
feel if you do this? Would you want that experience? If you must take the
action, how can you help others deal with the effects?
SOURCHE @ http://www.mindtools.com/pages/article/newCDV_59.htm

6.

MANAJEMEN KONFLIK

Definisi Konflik :
Menurut Nardjana (1994) Konflik adalah akibat situasi dimana keinginan atau kehendak
yang berbeda atau berlawanan antara satu dengan yang lain, sehingga salah satu atau keduanya
saling terganggu.
Menurut Killman dan Thomas (1978), konflik merupakan kondisi terjadinya
ketidakcocokan antar nilai atau tujuan-tujuan yang ingin dicapai, baik yang ada dalam diri
individu maupun dalam hubungannya dengan orang lain. Kondisi yang telah dikemukakan
tersebut dapat mengganggu bahkan menghambat tercapainya emosi atau stres yang
mempengaruhi efisiensi dan produktivitas kerja (Wijono,1993, p.4)
Menurut Wood, Walace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, dan Osborn (1998:580) yang
dimaksud dengan konflik (dalam ruang lingkup organisasi) adalah: Conflict
is a situation which two or more people disagree over issues of organisational substance and/or
experience some emotional antagonism with one another.
yang kurang lebih memiliki arti bahwa konflik adalah suatu situasi dimana dua atau banyak
orang saling tidak setuju terhadap suatu permasalahan yang menyangkut kepentingan organisasi
dan/atau dengan timbulnya perasaan permusuhan satu dengan yang lainnya.
Menurut Stoner Konflik organisasi adalah mencakup ketidaksepakatan soal alokasi
sumberdaya yang langka atau peselisihan soal tujuan, status, nilai, persepsi, atau kepribadian.
(Wahyudi, 2006:17)
Daniel Webster mendefinisikan konflik sebagai:
1. Persaingan atau pertentangan antara pihak-pihak yang tidak cocok satu sama lain.
2. Keadaan atau perilaku yang bertentangan (Pickering, 2001).
Ciri-Ciri Konflik :
Menurut Wijono( 1993 : 37) Ciri-ciri Konflik adalah :
1. Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok yang terlibat dalam
suatu interaksi yang saling bertentangan.
2. Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan maupun kelompok
dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya nilai-nilai atau norma
yang saling berlawanan.
3. Munculnya interaksi yang seringkali ditandai oleh gejala-gejala perilaku yang direncanakan
untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain agar dapat
memperoleh keuntungan seperti: status, jabatan, tanggung jawab, pemenuhan berbagai macam
kebutuhan fisik: sandang- pangan, materi dan kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan tertentu:
mobil, rumah, bonus, atau pemenuhan kebutuhan sosio-psikologis seperti: rasa aman,
kepercayaan diri, kasih, penghargaan dan aktualisasi diri.
4. Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yang
berlarut-larut.
5. Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak yang terkait dengan

kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan, kekuasaan, harga diri, prestise dan
sebagainya.
Tahapan-Tahapan Perkembangan kearah terjadinya Konflik :
1. Konflik masih tersembunyi (laten)
Berbagai macam kondisi emosional yang dirasakan sebagai hal yang biasa dan tidak
dipersoalkan sebagai hal yang mengganggu dirinya.
2. Konflik yang mendahului (antecedent condition)
Tahap perubahan dari apa yang dirasakan secara tersembunyi yang belum mengganggu dirinya,
kelompok atau organisasi secara keseluruhan, seperti timbulnya tujuan dan nilai yang berbeda,
perbedaan peran dan sebagainya.
3. Konflik yang dapat diamati (perceived conflicts) dan konflik yang dapat dirasakan (felt
conflict)
Muncul sebagai akibat antecedent condition yang tidak terselesaikan.
4. Konflik terlihat secara terwujud dalam perilaku (manifest behavior)
Upaya untuk mengantisipasi timbulnya konflik dan sebab serta akibat yang ditimbulkannya;
individu, kelompok atau organisasi cenderung melakukan berbagai mekanisme pertahanan diri
melalui perilaku.
5. Penyelesaian atau tekanan konflik
Pada tahap ini, ada dua tindakan yang perlu diambil terhadap suatu konflik, yaitu penyelesaian
konflik dengan berbagai strategi atau sebaliknya malah ditekan.
6. Akibat penyelesaian konflik
Jika konflik diselesaikan dengan efektif dengan strategi yang tepat maka dapat memberikan
kepuasan dan dampak positif bagi semua pihak. Sebaliknya bila tidak, maka bisa berdampak
negatif terhadap kedua belah pihak sehingga mempengaruhi produkivitas kerja.(Wijono, 1993,
38-41).
Sumber-Sumber Konflik :
1. Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)
A. Konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.7-15), ada tiga jenis konflik yang berkaitan dengan tujuan yang
hendak dicapai (goal conflict), yaitu:
1) Approach-approach conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan positif
terhadap dua persoalan atau lebih, tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama
lain.
2) Approach-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan
terhadap persoalan-persoalan yang mengacu pada satu tujuandan pada waktu yang sama
didorong untuk melakukan terhadap persoalan-persoalan tersebut dan tujuannya dapat
mengandung nilai positif dan negatif bagi orang yang mengalami konflik tersebut.
3) Avoidance-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk menghindari dua atau lebih hal
yang negatif tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.
Dalam hal ini, approach-approach conflict merupakan jenis konflik yang mempunyai resiko
paling kecil dan mudah diatasi, serta akibatnya tidak begitu fatal.
B. Konflik yang berkaitan dengan peran dan ambigius
Di dalam organisasi, konflik seringkali terjadi karena adanya perbedaan peran dan ambigius
dalam tugas dan tanggung jawab terhadap sikap-sikap, nilai-nilai dan harapan-harapan yang
telah ditetapkan dalam suatu organisasi.
Filley and House memberikan kesimpulan atas hasil penyelidikan kepustakaan mengenai
konflik peran dalam organisasi, yang dicatat melalui indikasi-indikasi yang dipengaruhi oleh
empat variabel pokok yaitu :
1) Mempunyai kesadaran akan terjadinya konflik peran.
2) Menerima kondisi dan situasi bila muncul konflik yang bisa membuat tekanan-tekanan

dalam pekerjaan.
3) Memiliki kemampuan untuk mentolelir stres.
4) Memperkuat sikap/sifat pribadi lebih tahan dalam menghadapi konflik yang muncul dalam
organisasi (Wijono, 1993, p.15).
Stevenin (2000, pp.132-133), ada beberapa faktor yang mendasari munculnya konflik antar
pribadi dalam organisasi misalnya adanya:
1. Pemecahan masalah secara sederhana. Fokusnya tertuju pada penyelesaian masalah dan
orang-orangnya tidak mendapatkan perhatian utama.
2. Penyesuaian/kompromi. Kedua pihak bersedia saling memberi dan menerima, namun tidak
selalu langsung tertuju pada masalah yang sebenarnya.
Waspadailah masalah emosi yang tidak pernah disampaikan kepada manajer. Kadang-kadang
kedua pihak tetap tidak puas.
3. Tidak sepakat. Tingkat konflik ini ditandai dengan pendapat yang diperdebatkan. Mengambil
sikap menjaga jarak. Sebagai manajer, manajer perlu memanfaatkan dan menunjukkan aspekaspek yang sehat dari ketidaksepakatan tanpa membiarkan adanya perpecahan dalam kelompok.
4. Kalah/menang. Ini adalah ketidaksepakatan yang disertai sikap bersaing yang amat kuat.
Pada tingkat ini, sering kali pendapat dan gagasan orang lain kurang dihargai. Sebagian di
antaranya akan melakukan berbagai macam cara untuk memenangkan pertarungan.
5. Pertarungan/penerbangan. Ini adalah konflik penembak misterius. Orang-orang yang
terlibat di dalamnya saling menembak dari jarak dekat kemudian mundur untuk menyelamatkan
diri. Bila amarah meledak, emosi pun menguasai akal sehat. Orang-orang saling berselisih.
6. Keras kepala. Ini adalah mentalitas dengan caraku atau tidak sama sekali.
Satu-satunya kasih karunia yang menyelamatkan dalam konflik ini adalah karena biasanya hal
ini tetap mengacu pada pemikiran yang logis. Meskipun demikian, tidak ada kompromi
sehingga tidak ada penyelesaian.
7. Penyangkalan. Ini adalah salah satu jenis konflik yang paling sulit diatasi karena tidak ada
komunikasi secara terbuka dan terus-terang. Konflik hanya dipendam. Konflik yang tidak bisa
diungkapkan adalah konflik yang tidak bisa diselesaikan.
Dampak Konflik
Konflik dapat berdampak positif dan negatif yang rinciannya adalah sebagai berikut :
1. Dampak Positif Konflik
Menurut Wijono (1993:3), bila upaya penanganan dan pengelolaan konflik karyawan dilakukan
secara efisien dan efektif maka dampak positif akan muncul melalui perilaku yang
dinampakkan oleh karyawan sebagai sumber daya manusia potensial dengan berbagai akibat
seperti:
1. Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja, seperti
hampir tidak pernah ada karyawan yang absen tanpa alasan yang jelas, masuk dan pulang kerja
tepat pada waktunya, pada waktu jam kerja setiap karyawan menggunakan waktu secara efektif,
hasil kerja meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya.
2. Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif. Hal ini terlihat dari cara pembagian tugas
dan tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan masing-masing.
3. Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar pribadi maupun
antar kelompok dalam organisasi, seperti terlihat dalam upaya peningkatan prestasi kerja,
tanggung jawab, dedikasi, loyalitas, kejujuran, inisiatif dan kreativitas.
4. Semakin berkurangnya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat stress bahkan
produktivitas kerja semakin meningkat. Hal ini karena karyawan memperoleh perasaanperasaan aman, kepercayaan diri, penghargaan dalam keberhasilan kerjanya atau bahkan bisa
mengembangkan karier dan potensi dirinya secara optimal.
5. Banyaknya karyawan yang dapat mengembangkan kariernya sesuai dengan potensinya
melalui pelayanan pendidikan (education), pelatihan (training) dan konseling (counseling)
dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Semua ini bisa menjadikan tujuan organisasi
tercapai dan produktivitas kerja meningkat akhirnya kesejahteraan karyawan terjamin.

2. Dampak Negatif Konflik


Dampak negatif konflik (Wijono, 1993, p.2), sesungguhnya disebabkan oleh kurang efektif
dalam pengelolaannya yaitu ada kecenderungan untuk membiarkan konflik tumbuh subur dan
menghindari terjadinya konflik. Akibatnya muncul keadaan-keadaan sebagai berikut:
1. Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan mangkir pada waktu jamjam kerja berlangsung seperti misalnya ngobrol berjam-jam sambil mendengarkan sandiwara
radio, berjalan mondar-mandir menyibukkan diri, tidur selama pimpinan tidak ada di tempat,
pulang lebih awal atau datang terlambat dengan berbagai alasan yang tak jelas.
2. Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku teman kerjanya yang dirasakan
kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung jawab.
Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing kemarahan,
ketersinggungan yang akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaan, kondisi psikis dan keluarganya.
3. Banyak karyawan yang sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam pekerjaannya, muncul
perasaan-perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh teman ataupun atasan, merasa tidak
dihargai hasil pekerjaannya, timbul stres yang berkepanjangan yang bisa berakibat sakit tekanan
darah tinggi, maag ataupun yang lainnya.
4. Seringnya karyawan melakukan mekanisme pertahanan diri bila memperoleh teguran dari
atasan, misalnya mengadakan sabotase terhadap jalannya produksi, dengan cara merusak
mesin-mesin atau peralatan kerja, mengadakan provokasi terhadap rekan kerja, membuat intrikintrik yang merugikan orang lain.
5. Meningkatnya kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini disebut labor turn-over.
Kondisi semacam ini bisa menghambat kelancaran dan kestabilan organisasi secara menyeluruh
karena produksi bisa macet, kehilangan karyawan potensial, waktu tersita hanya untuk kegiatan
seleksi dan memberikan latihan dan dapat muncul pemborosan dalam cost benefit.
Konflik yang tidak terselesaikan dapat merusak lingkungan kerja sekaligus orang-orang di
dalamnya, oleh karena itu konflik harus mendapat perhatian. Jika tidak, maka seorang manajer
akan terjebak pada hal-hal seperti:
1. Kehilangan karyawan yang berharga dan memiliki keahlian teknis. Dapat saja mereka
mengundurkan diri. Manajer harus menugaskan mereka kembali, dan contoh yang paling buruk
adalah karena mungkin Manajer harus memecat mereka.
2. Menahan atau mengubah informasi yang diperlukan rekan-rekan sekerja yang lurus hati agar
tetap dapat mencapai prestasi.
3. Keputusan yang lebih buruk yang diambil oleh perseorangan atau tim karena mereka sibuk
memusatkan perhatian pada orangnya, bukan pada masalahnya.
4. Kemungkinan sabotase terhadap pekerjaan atau peralatan. Seringkali dimaklumi sebagai
faktor kecelakaan atau lupa. Namun, dapat membuat pengeluaran yang diakibatkan tak
terhitung banyaknya.
5. Sabotase terhadap hubungan pribadi dan reputasi anggota tim melalui gosip dan kabar
burung. Segera setelah orang tidak memusatkan perhatian pada tujuan perubahan, tetapi pada
masalah emosi dan pribadi, maka perhatian mereka akan terus terpusatkan ke sana.
6. Menurunkan moral, semangat, dan motivasi kerja. Seorang karyawan yang jengkel dan
merasa ada yang berbuat salah kepadanya tidak lama kemudian dapat meracuni seluruh anggota
tim. Bila semangat sudah berkurang, manajer akan sulit sekali mengobarkannya kembali.
7. Masalah yang berkaitan dengan stres. Ada bermacam-macam, mulai dari efisiensi yang
berkurang sampai kebiasaan membolos kerja. (Stevenin,2000 : 131-132).
Strategi Mengatasi Konflik
Menurut Stevenin (2000, pp.134-135), terdapat lima langkah meraih kedamaian dalam konflik.
Apa pun sumber masalahnya, lima langkah berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasi
kesulitan:
1. Pengenalan
Kesenjangan antara keadaan yang ada diidentifikasi dan bagaimana keadaan yang seharusnya.

Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi (tidak


mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal sebenarnya tidak ada).
2. Diagnosis
Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa,
mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah
utama dan bukan pada hal-hal sepele.
3. Menyepakati suatu solusi
Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang
terlibat di dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis.
Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik.
4. Pelaksanaan
Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Hati-hati, jangan biarkan
pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah kelompok.
5. Evaluasi
Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika penyelesaiannya
tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan cobalah lagi.
Stevenin (1993 : 139-141) juga memaparkan bahwa ketika mengalami konflik, ada hal-hal yang
tidak boleh dilakukan di tengah-tengah konflik, yaitu:
1. Jangan hanyut dalam perebutan kekuasaan dengan orang lain. Ada pepatah dalam masyarakat
yang tidak dapat dipungkiri, bunyinya: bila wewenang bertambah maka kekuasaan pun
berkurang, demikian pula sebaiknya.
2. Jangan terlalu terpisah dari konflik. Dinamika dan hasil konflik dapat ditangani secara paling
baik dari dalam, tanpa melibatkan pihak ketiga.
3. Jangan biarkan visi dibangun oleh konflik yang ada. Jagalah cara pandang dengan
berkonsentrasi pada masalah-masalah penting. Masalah yang paling mendesak belum tentu
merupakan kesempatan yang terbesar.
Menurut Wijono (1993 : 42-125) strategi mengatasi konflik, yaitu:
1. Strategi Mengatasi Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)
Menurut Wijono (1993 : 42-66), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan paling
tidak tujuh strategi yaitu:
1) Menciptakan kontak dan membina hubungan
2) Menumbuhkan rasa percaya dan penerimaan
3) Menumbuhkan kemampuan /kekuatan diri sendiri
4) Menentukan tujuan
5) Mencari beberapa alternatif
6) Memilih alternatif
7) Merencanakan pelaksanaan jalan keluar
2. Strategi Mengatasi Konflik Antar Pribadi (Interpersonal Conflict)
Menurut Wijono (1993 : 66-112), untuk mengatasi konflik dalam diri individu diperlukan
paling tidak tiga strategi yaitu:
1) Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy)
Beorientasi pada dua individu atau kelompok yang sama-sama kalah. Biasanya individu atau
kelompok yang bertikai mengambil jalan tengah (berkompromi) atau membayar sekelompok
orang yang terlibat dalam konflik atau menggunakan jasa orang atau kelompok ketiga sebagai
penengah.
Dalam strategi kalah-kalah, konflik bisa diselesaikan dengan cara melibatkan pihak ketiga bila
perundingan mengalami jalan buntu. Maka pihak ketiga diundang untuk campur tangan oleh
pihak-pihak yang berselisih atau barangkali bertindak atas kemauannya sendiri. Ada dua tipe
utama dalam campur tangan pihak ketiga yaitu:

a. Arbitrasi (Arbitration)
Arbitrasi merupakan prosedur di mana pihak ketiga mendengarkan kedua belah pihak yang
berselisih, pihak ketiga bertindak sebagai hakim dan penengah dalam menentukan penyelesaian
konflik melalui suatu perjanjian yang mengikat.
b. Mediasi (Mediation)
Mediasi dipergunakan oleh Mediator untuk menyelesaikan konflik tidak seperti yang
diselesaikan oleh abriator, karena seorang mediator tidak mempunyai wewenang secara
langsung terhadap pihak-pihak yang bertikai dan rekomendasi yang diberikan tidak mengikat.
2) Strategi Menang-Kalah (Win-Lose Strategy)
Dalam strategi saya menang anda kalah (win lose strategy), menekankan adanya salah satu
pihak yang sedang konflik mengalami kekalahan tetapi yang lain memperoleh kemenangan.
Beberapa cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik
dengan win-lose strategy (Wijono, 1993 : 44), dapat melalui:
a. Penarikan diri, yaitu proses penyelesaian konflik antara dua atau lebih pihak yang kurang
puas sebagai akibat dari ketergantungan tugas (task independence).
b. Taktik-taktik penghalusan dan damai, yaitu dengan melakukan tindakan perdamaian dengan
pihak lawan untuk menghindari terjadinya konfrontasi terhadap perbedaan dan kekaburan
dalam batas-batas bidang kerja (jurisdictioanal ambiquity).
c. Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak lain untuk mengubah posisinya untuk
mempertimbangkan informasi-informasi faktual yang relevan dengan konflik, karena adanya
rintangan komunikasi (communication barriers).
d. Taktik paksaan dan penekanan, yaitu menggunakan kekuasaan formal dengan menunjukkan
kekuatan (power) melalui sikap otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifat individu (individual
traits).
e. Taktik-taktik yang berorientasi pada tawar-menawar dan pertukaran persetujuan sehingga
tercapai suatu kompromi yang dapat diterima oleh dua belah pihak, untuk menyelesaikan
konflik yang berkaitan dengan persaingan terhadap sumber-sumber (competition for resources)
secara optimal bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
3) Strategi Menang-Menang (Win-Win Strategy)
Penyelesaian yang dipandang manusiawi, karena menggunakan segala pengetahuan, sikap dan
keterampilan menciptakan relasi komunikasi dan interaksi yang dapat membuat pihak-pihak
yang terlibat saling merasa aman dari ancaman, merasa dihargai, menciptakan suasana kondusif
dan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan potensi masing-masing dalam upaya
penyelesaian konflik. Jadi strategi ini menolong memecahkan masalah pihak-pihak yang
terlibat dalam konflik, bukan hanya sekedar memojokkan orang.
Strategi menang-menang jarang dipergunakan dalam organisasi dan industri, tetapi ada 2 cara
didalam strategi ini yang dapat dipergunakan sebagai alternatif pemecahan konflik interpersonal
yaitu:
a. Pemecahan masalah terpadu (Integrative Problema Solving) Usaha untuk menyelesaikan
secara mufakat atau memadukan kebutuhan-kebutuhan kedua belah pihak.
b. Konsultasi proses antar pihak (Inter-Party Process Consultation) Dalam penyelesaian melalui
konsultasi proses, biasanya ditangani oleh konsultan proses, dimana keduanya tidak mempunyai
kewenangan untuk menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau menghakimi
salah satu atau kedua belah pihak yang terlibat konflik
3. Strategi Mengatasi Konflik Organisasi (Organizational Conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.113-125), ada beberapa strategi yang bisa dipakai untuk
mengantisipasi terjadinya konflik organisasi diantaranya adalah:
1) Pendekatan Birokratis (Bureaucratic Approach)
Konflik muncul karena adanya hubungan birokratis yang terjadi secara vertikal dan untuk
menghadapi konflik vertikal model ini, manajer cenderung menggunakan struktur hirarki

(hierarchical structure) dalam hubungannya secara otokritas. Konflik terjadi karena pimpinan
berupaya mengontrol segala aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh bawahannya. Strategi
untuk pemecahan masalah konflik seperti ini biasanya dipergunakan sebagai pengganti dari
peraturan-peraturan birokratis untuk mengontrol pribadi bawahannya. Pendekatan birokratis
(Bureaucratic Approach) dalam organisasi bertujuan mengantisipasi konflik vertikal (hirarkie)
didekati dengan cara menggunakan hirarki
struktural (structural hierarchical).
2) Pendekatan Intervensi Otoritatif Dalam Konflik Lateral (Authoritative Intervention in
Lateral Conflict)
Bila terjadi konflik lateral, biasanya akan diselesaikan sendiri oleh pihak-pihak yang terlibat
konflik. Kemudian jika konflik tersebut ternyata tidak dapat diselesaikan secara konstruktif,
biasanya manajer langsung melakukan intervensi secara otoratif kedua belah pihak.
3) Pendekatan Sistem (System Approach)
Model pendekatan perundingan menekankan pada masalah-masalah kompetisi dan model
pendekatan birokrasi menekankan pada kesulitan-kesulitan dalam kontrol, maka pendekatan
sistem (system Approach) adalah mengkoordinasikan masalah-masalah konflik yang muncul.
Pendekatan ini menekankan pada hubungan lateral dan horizontal antara fungsi-fungsi
pemasaran dengan produksi dalam suatu organisasi.
4) Reorganisasi Struktural (Structural Reorganization)
Cara pendekatan dapat melalui mengubah sistem untuk melihat kemungkinan terjadinya
reorganisasi struktural guna meluruskan perbedaan kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai
kedua belah pihak, seperti membentuk wadah baru dalam organisasi non formal untuk
mengatasi konflik yang berlarut-larut sebagai akibat adanya saling ketergantungan tugas (task
interdependence) dalam mencapai kepentingan dan tujuan yang berbeda sehingga fungsi
organisasi menjadi kabur.
Labels: Manajemen Konflik

7.

TEKNIK
PENGAMBILAN KEPUTUSAN

07/11/2010 in Materi
Pengambilan keputusan adalah sebuah proses menentukan sebuah pilihan dari berbagai
alternative pilihan yang tersedia. Seseorang terkadang dihadapkan pada suatu keadaan dimana
ia harus menentukan pilihan (keputusan) dari berbagai alternatif yang ada. Proses ini terkadang
amatlah rumit karena berdampak pada dirinya dan lingkungan sekitarnya. Seorang pimpinan
produksi memutuskan untuk mengurangi produksi di saat kondisi perekonomian sedang buruk,
seorang jenderal memutuskan untuk melakukan serangan endadak karena tahu bahwa musuh
sedang tidap siap dan siaga. Masih banyak contoh-contoh lainnya yang terkait dengan
pengambilan keputusan dalam kehidupan sehari-hari.
Dari contoh di atas terlihat adanya alternatif, misalnya pimpinan produksi menaikan jumlah
produksi atau tidak, seorang jenderal harus melakukan serangan mendadak atau tidak. Minimal
ada dua alternatif dan dalam praktiknya terdapat dua atau lebih keputusan yang harus diambil
oleh pengambil keputusan dimana pengambil keputusan harus memilih salah satu pilihan
berdasarkan pertimbangan atau kriteria tertentu. Setiap orang dapat membuat keputusan, akan
tetapi dampak keputusan yang ditimbulkan berbeda-beda. Ada yang sempit dan ada pula yang
luas ruang lingkup yang terkena dampak atau pengaruh tersebut.

Pada umumnya suatu keputusan dibuat dalam rangka untu memecahkan permasalahan atau
persoalan (problem solving) dan setiap keputusan yang dibuat pasti ada tujuan yang hendak
dicapai. Hampir setiap hari, bahkan setiap saat selalu ada keputusan yang dibuat misalnya di
rumah tangga, di kantor atau di dalam organisasi (departemen, dan industri pemerintah,
perusahaan, perguruan tinggi) atau di masyrakat. Keputusan dibuat oleh individu
(perseorangan), organisasi, kelompok individu, negara dengan satu tujuan atau lebih yang
hendak dicapai. Dalam dunia yang modern ini, kehidupan menuntut banyak sekali keputusan
yang harus dibuat baik yang memiliki dampak yang luas maupun yang sempit.
Rutin dan tidak rutin
Beberapa keputusan bisa dibuat berulang kali secara rutin dan dalam bentuk persoalan yang
sama sehingga mudah dilakukan. Keputusan-keputusan ini dapat ditempuh secara efektif
dengan mengikuti peraturan-peraturan yang telah dikukuhakan dalam bentuk petunjuk
pelaksanaa yang disusun berdasarkan pengalaman sebelumnya. Misanya penyusunan anggaran
tahunan perusahaan, pengaturan belanja, pengolahan data penelitian dan sebagainya. Situasi
keputusan lainnya yang dihadapi mungkin serupa dengan situasi yang telah dialami masa lalu,
akan tetapi suatu ciri khusus dari permasalahan yang baru timbul mungkin agak berbeda dalam
beberapa aspek penting bahwa mungkin unik. Intuisi dan pertimbangan (judgement) dari
orang-orang yang mempunyai pengalaman seperti tipe persoalan tersebut merupakan
narasumber (resource person) yang sangat penting dalam sebuah organisasi dimana keputusan
akan diambil, mengingat persoalan tersebut mungkin jauh berbeda dengan permasalahan yang
sebelumnya.
Inti dari pengambilan keputusan ialah terletah dalam perumusan berbagai alternatif tindakan
sesuai dengan yang sedang dalam perhatian dan dalam pemilihan alternatif yang tepat setelah
suatu evaluasi (penilaian) mengenai efektivitas dalam mencapai tujuan yang dikehendaki.
Salah satu komponen terpenting dari proses keputusan ialah kegiatan pengumpulan informasi
dari mana suatu apresiasimengenai situasi keputusan dapat dibuat. Apabila informasi yang
cukup dapat dikumpulkan guna memperoleh suatu spesifikasi yang lengkap dari semua
alternatif dan tingkat efektivitasnya dalam situasi yang sedang terjadi, maka keputusan yang
diambil relatif mudah. Akan tetapi dalam prakteknya, sangatlah tidak mungkin untuk
mengumpulkan informasi yang secara lengkap, mengingat terbatasnya dana, waktu dan tenaga.
Dalam hal dimana data tidak lengkap atau merupakan perkiraan atau ramalan saja (just an
estimate or a forecast), elemen ketidakpastian (uncertaitty) kemudian muncul di dalam proses
pembuatan keputusan. Elemen ketidakpastian ini akan menimbulkan resiko bagi pembuat
keputusan. Ketidakpastian merupakan ciri situasi keputusan yang paling sering dijumpai dalam
manajemen modern. Hal ini disebabkan karena pengambil keputusan tidak mengetahui dari
sifat-sifat alternatif yang tersedia, sehingga menimbulkan kesulitan dalam proses pengambilan
keputusan.
Latar Belakang Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan dengan memperhatikan organisasi, perorangan, dan kelompok
perorangan yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan dinyatakan dalam teori sistem.
Dalam teori ini, suatu sistem merupakan suatu set elemen-elemen atau komponen yang
tergabung bersama berdasarkan suatu bentuk hubungan tertentu. Komponen-komponen itu satu
sama lain saling terkait dan membentuk suatu kesatuan yang utuh. Tingkah laku suatu
organisasi sangat tergantung pada tingkah laku komponen-komponennya dan hubungan antar
komponen.
Sebagai contoh suatu perusahaan sebagai suatu organisasi yang akan mencapai tujuan, misalnya
jumlah penjualan maksimal (maximum revenue). Setiap pimpinan sub-unit harus mengambil
keputusan guna menunjang pencapaian tersebut. Informasi utama yang diperlukan adalah
besarnya jumlah permintaan produk yang akan diproduksi berdasarkan ramalan penjualan.
Berdasarkan ramalan penjualan di waktu akan datang, direktur produksi memutuskan untuk
memproduksi (melalui perencanaan) sejumlah yang diminta agar tidak terjadi produksi
berlebihan (over production) atau produksi rendah (under production). Setelah diketahui jumlah

unit yang akan diproduksi, dapat diputuskan dengan tepat berapa jumlah bahan mentah yang
harus dibeli, berapa buah mesin yang diperlukan, berapa jumlah tenaga kerja yang
diperlukan,berapa jumlah dana yang dibutuhkan dan berapa jumlah dana yang perlu dipinjam
dari bank.
Jadi, sub-sub elemen yang terkait dengan produksi tidak boleh seenaknya membuat keputusan
tentang jumlah unit yang diproduksi, jumlah bahan mentah yang harus dibeli, dan sebagainya.
Semua keputusan yang dibuat oleh masing-masing kepala subunit harus terkait satu sama lain,
agar tujuan dapat tercapai.
Empat Kategori Keputusan
a. Keputusan dalam keadaan kepastian (certainty)
Apabila semua informasi yang diperlukan untuk mengambil keputusan lengkap, maka
keputusan dikatakan dalam keadaan yang pasti (terdapat kepastian). Dengan kata lain dalam
keadaan ada kepastian, kita dapat meramalkan secara tepat hasil dari tindakan (action).
Misalnya dalam persoalan linear programming, kita dapat mengetahui berapa jumlah
keuntungan (profit) maksimum yang bisa diperoleh setelah kita mengetahui persediaan setiap
jenis bahan dan kebutuhan input bagi masing-masing jenis produk. Dalam kehidupan seharihari, banyak sekali keputusan yang kita ambil dalam keadaan ada kepastian. Kita tahu dengan
pasti arah untuk berangkat ke kantor, restoran favorit, atau obat yang mujarab. Hal-hal semacam
itu sudah rutin kita laksanakan sehingga tidak perlu pemikiran yang mendalam. Permasalahan
akan berbeda ketika pemerintah harus mengatur ekspor non-migas dari sektor pertanian agar
jumlah penerimaan devisa hasil ekspor maksimal dengan memperhatikan kendala-kendala yang
ada. Misal, luas lahan yang tersedia, jumlah petani, jumlah benih dan modal yang tersedia, dan
jumlah permintaan.
Berbagai teknik Operation Research (OR) yang tergolong ada kepastian antara lain linear
programming (LP), persoalan transportasi, persoalan penugasan, net working planning.
Pemecahan mengenai pemngambilan keputusan dalam keadaan / situasi adanya kepastian
bersifat deterministik.
b. Keputusan dalam keadaan resiko (risk)
Resiko terjadi bila hasil pengambilan keputusan walaupun tidak dapat diketahui dengan pasti,
tetapi dapat diketahui nilai kemungkinannya (probabilitas). Misalnya, anda ingin memutuskan
membeli barang. Setiap barang dibungkus dengan rapi sehingga anda tidak dapat membedakan
barang yang dalam keadaan bagus maupun cacat. Seandainya penjual tersebut jujur dan anda
diberitahu bahwa barang tersebut berjumlah 100 buah dan barang yang dalam keadaan rusak
berjumlah 99 buah. Kemudian anda harus memutuskan apakan membeli barang tersebut atau
tidak.
Bila anda termasuk orang yang normal, mungkin anda tidak akan membeli barang tersebut,
sebab resikonya terlalu besar. Kemungkinan memperoleh barang rusak sebesar 99%. Namun
jika sebaliknya, jumlah barang yang rusak hanya ada 1 buah. Kemungkinannya adalah anda
akan membeli barang tersebut, sebab kemungkinan untuk mendapatkan barang rusak hanya 1%.
c. Keputusan dalam keadaan ketidakpastian (uncertainty)
Adalah suatu keadaan dimana kita tidak dapat menentukan keputusan karena belum pernah
terjadi sebelumnya (pertama kali). Dalam keadaan ini kita perlu mengumpulkan informasi
sebanyak-banyak tentang suatu pemasalahan. Dengan informasi tersebut maka dapat dibuat
beberapa alternatif-alternatif keputusan sehingga dapat diketahui nilai probabilitasnya. Dengan
diperolehnya nilai probabilitas baik berdasarkan informasi yang anda peroleh maupun
berdasarkan pendapat anda secara subjektif. Permasalahan ini sudah tidak lagi berada dalam
ketidakpastian, melainkan berada dalam kepastian karena resiko yang akan diterima telah
diketahui. Walaupun nilai probabilitas yang anda peroleh cukup kasar (roughly estimate). Pohon
keputusan (decision tree) bisa dipergunakan untuk memecahkan persoalan dalam
ketidakpastian.

d. Keputusan dalam keadaan konflik (conflict)


Terkadang dalam pengambilan keputusan tidak selalu lancar. Banyak permasalahanpermasalahan yang perlu dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Apalagi bila
keputusan yang diambil terdapat konflik atau dapat menyebabkan konflik. Situasi konflik dapat
terjadi bila kepentingan dua pengambil keputusan atau lebih saling bertentangan (ada konflik)
dalam situasi yang kompetitif. Pengambil keputusan bisa juga berarti pemain (player) dalam
suatu permainan (game). Sebagai contoh, pengambil keputusan (sebut A) memperoleh
keuntungan dari suatu tindakan yang dia lakukan (course of action). Hal ini disebabkan karena
pengambil keputusan yang lain (sebut B) juga mengambil tindakan tertentu. Dalam analisis
keputusan (decision analisys), pengambil keputusan atau pemain tidak hanya tertarik pada apa
yang secara individual dilakukan, tetapi juga apa yang dilakukan oleh keduanya (yaitu A dan
B). Oleh karena itu keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh masing-masing akan saling
mempengaruhi baik secara positif (menguntungkan) atau negatif (merugikan). Dalam
praktiknya banyak sekali situasi semacam itu, misalnya perusahaan terlibat dalam strategi pasar
yang kompetitif, pengembangan produk baru, dan memikat eksekutif yang berpengalaman.
Walaupun kelihatannya sederhana, keputusan dalam situasi ada konflik sering kali dalam
praktiknya menjadi sangat kompleks (ruwet). Misalnya, kita dihadapkan pada keadaan yang
tidak pasti ditambah lagi adanya tindakan pihak lawan yang bisa mempengaruhi hasil
keputusan. Faktor-faktor yang dipertimbangkanmenjadi lebih banyak. Keputusan dalam situasi
ada konflik bisa dipecahkan dengan teori permainan (game theory).
Secara keseluruhan teknik-teknik yang dapat dipergunakan untuk pengambilan keputusan yang
berbeda-beda dapat dilihat sebagai berikut:
No. Situasi Keputusan Pemecahan
1.

2.

Ada kepastian

Ada resiko

Deterministik

Probabilistik

Teknik

Linear
programming

Model transportasi

Model penugasan

Model inventori

Model antrian

Model Network

Model Keputusan
probabilistik

Model inventori
probabilistik

Model antrian
probabilistik

3.

Tidak ada kepastian Tak diketahui

Analisis keputusan
dalam
ketidakpastian

4.

Ada konflik

Teori permainan
(game theory)

Tergantung
tindakan lawan

Manajemen dan Pengambilan Keputusan


Keputusan yang kita buat menyangkut berbagai bidang seperti, ekonomi, sosial dan budaya.
Lingkungan dimana kita hidup sangat kompleks dengan berbagai komponen atau faktor-faktor

yang perlu diperhatikan seperti hukum, moralitas, kenyataan ekonomi, dan sebagainya. Jadi
pengambilan keputusan sering tidak sederhana. Walaupun dalam kenyataannya, kita membuat
keputusan setiap hari, jarang sekali kita merenungkan sejenak tentang bagaimana sebenarnya
kita membuat keputusan. Tak seorang pun sempurna sebagai pengambil keputusan, akan tetapi
kita menghendaki suatu sukses paling tidak untuk keputusan-keputusan paling penting.
Misalnya keputusan tentang karier, sebab akan mengarahkan jalan mana yang harus ditempuh.
Sementara orang percaya bahwa pengambila keputusan yang baik lahir dengan kemampuan
khusus. Hal tersebut belum tentu sepenuhnya benar. Pengambilan keputusan yang baik dapat
dicapai melalui proses belajar dan latihan serta pengalaman yang cukup. Sebetulnya
pengambilan keputusan manajerial tidak begitu berbeda dengan pengambilan keputusan
individual. Akan tetapi ruang linkup dan permasalahan bagi pengambil keputusan manajerial
sangat luas dan berat. Khususnya resiko yang harus ditanggung cukup berat. Ilmu manajemen
(management science) dikembangkan untuk dipergunakan sebagai alat bagi pengambil
keputusan manajerial agar diperoleh hasil keputusan yang rasional sebagai hasil dari
pemeachan masalah (problem solving).
Darah kehidupan (lifeblood) suatu organisasi adalah manajemen. Suatu organisasi akan baik
apabila manajemennya baik, dan sebaliknya. Menurut Mary Paker Follet, manajemen
(management) sebagai getting things done through people, yaitu menyelesaikan suatu pekerjaan
melalui orang lain. Sebetulnya manajemen itu merupakan sistem hidup yang dinamis (a
dynamic living system) yang mengintegrasikan manusia (human), uang (money), dan sumbersumber fisik (material) sedemikian rupa sehingga dicapai hasil kerja (output) yang optimal
dengan masukan (input) yang tersedia. Dengan kata lain, manajemen adalah suatu pengaturan
input agar menjadi output dengan membuat rasio antara output dengan input (O/I) sebesarbesarnya. Jadi, manajemen menekankan pada hal-hal berikut:
1. Penentuan arah yang jelas bagi organisasi (a set of objective), tujuan apa
yang akan dicapai.

2. Pencarian cara yang paling efisien untuk mencapai tujuan melalui penilaian
berbagai alternative yang fisibel, yang dapat dijalankan dan bukan bersifat
teoritis.

3. Analisis kendala lingkungan sebagai pembatasan, baik yang internal


maupun yang eksternal.

Manajemen merupakan suatu system yang meliputi lingkungan yang terus berubah juga
teknologi dan filosofi. Jadi, fungsi dasar manajemen modern telah menjadi manajemen
gangguan (disturbance), pemecahan persoalan (problem solving), atau pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan merupakan fungsi manajemen yang paling dasar. Agar dapat
memperbaiki mutu pengambilan keputusan, organisasi dan manajer secara terus-menerus
mencari jalan untuk lebih rasional dan sistematis di dalam pengambilan keputusan. Jadi, ilmu
manajemen (management science) telah menjadi bagian yang integral manajemen modern. Ilmu
manajemen merupakan suatu disiplin yang mencakup suatu pendekatan rasional tentang
pengambilan keputusan manajemen. Tema pokok ilmu manajemen adalah aplikasi ilmiah dan
metodelogirasional suatu proses manajemen.
Langkah-langkah dalam pengambilan keputusan manajemen

Rumuskan persoalan keputusan

Persoalan (problem) adalah sesuatu yang terjadi tidak sesuai dengan yang diinginkan/
diharapkan. Kita harus berusaha mencari pemecahan yang baik bagi suatu persoalan yang tepat
(benar) sebab pemecahan yang terbaik bagi persoalan yang salah tak ada gunanya. Maka dari
itu, dalam membuat keputusan untuk memecahkan persoalan harus bisa menemukan persoalan
apa yang perlu dipecahkan/ diselesaikan.

Kumpulkan informasi yang relevan

Memecahkan persoalan berarti suatu keputusan atau tindakan untuk menghilangkan faktorfaktor yang menyebabkan timbulnya persoalan tersebut. Perlu dikumpulkan data atau informasi
yang relevan artinya faktor-faktor yang mungkin terjadi penyebab timbulnya persoalan tersebut.

Cari alternatif tindakan

Memutuskan berati memilih salah satu dari beberapa alternatif tindakan yang tersedia
berdasarkan kriteria tertentu. Singkatnya, buatlah alternatif tindakan yang fisibel sebanyak
mungkin.

Analisis alternatif yang fisibel

Setiap alternatif harus dianalisis, harus dievaluasi baik berdasarkan suatu kriteria tertentu atau
prioritas. Hasil analis memudahkan pengambil keputusan di dalam memilih alternatif yang
baik.

Memilih alternatif terbaik

Di dalam pengambilan keputusan, pengambil keputusan harus memilih salah satu alternatif di
antara banyak alternatif. Pemilihan dapat dilakukan berdasarkan pada kriteria tertentu,
kompromi, atau tekanan. Memang harus diakui ada hasil keputusan yang memuaskan semua
pihak tetapi ada juga yang merugikan pihak lain.

Laksanakan keputusan dan evaluasi hasilnya

Pengambilan keputusan berarti mengambil tindakan tertentu (taking certain action).


Pelaksanaan suatu rencana tindakan, merupakan tahap akhir dari proses pengambilan
keputusan. Perlu dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan keputusan yang telah diambil.
Evaluasi sangat berguna untuk memperbaiki suatu keputusan untuk mengubah tujuan semula
karena terjadi perubahan.
Ilmu manajemen memungkinkan manajer memanfaatkan pendekatan ilmiah atau analisis di
dalam pemecahan persoalana atau pengambilan keputusan. Ilmu manajemen memberikan
sumbangan yang sangat besar terhadap diterimanya manajemen berorientasi pada tujuan yang
dikenal dengan management by objectives atau purpose oriented management. Peranan ilmu
manajemen dalam pengambilan keputusan disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut :
1. Teknologi yang digunakan oleh suatu organisasi yang semakin lama semakin
canggih.

2. Makin berkurangnya persediaan energi dan material kritis lainnya, sehingga


perlu dikelola secara efisien dan efektif

3. Persoalan manajemen sangat kompleks, yang mencakup banyak faktor


(produksi, pengendalian mutu, distribusi dan sebagainya) dan sangat
penting.

4. Persoalan yang dihadapi manajemen sering kali baru sama sekali sehingga
tak ada hubungannya sama sekali dengan pengalaman yang sebelumnya.

5. Penekanan pada perencanaan dan pencapaian tujuan jangka panjang


(longranges objectives) memerlukan pengambilan keputusan dengan data
hasil ramalan. Bagi suatu perusahaan, ramalan penjualan (sales forecast)
sangat penting untuk dasar perencanaan produksi, bahan mentah, tenaga
kerja, dan biaya. Hal ini untuk menghindari terjadinya over production atau
under production. Berbagai metode ramalan kuantitatif telah dikembangkan.

Hasil keputusan yang dibuat harus optimal dengan memperhatikan kendala yang ada. Di dalam
praktir data/ informasi yang menunjukan pembatasan itu tak diketahui dengan berbagai alasan
tentunya (data tak tersedia, biaya pengumpulan terlalu mahal) sehingga tidak semua kendala
tercantum di dalam model matematika yang akan dipergunakan untuk membuat keputusan
dalam rangka memecahkan persoalan.
Dalam kenyataanya, manajer sewaktu membuat keputusan tidak hanya didasarkan atas
pemecahan yang diperoleh dari model ilmu manajemen (misal linear programming), akan

tetapi juga didasarkan pada pertimbangan lain seperti: intuisi, pertimbangan politik atau
mungkin tekanan dari pihak lain.
Peranan Ilmu Manajemen
Ilmu manajemen memiliki peranan sebagai berikut:

Pengambilan keputusan berdasarkan tujuan

Penerapan ilmu manajemen memerlukan suatu organisasi berorientasikan tujuan (purpose


oriented). Setiap kegiatan yang akan dilaksanakan harus direncanakan dan dilakukan sesuai
dengan tujuan organisasi. Jangan berdasarkan kebiasaan atau rutinitas yang telah sering
dilakukan.

Pengambilan keputusan berdasarkan informasi dan analisis

Pengambilan keputusan berdasarkan ilmu manajemen memerlukan suatu sistem pengolahan


informasi yang efisien. Dengan meningkatnya kompleksitas lingkungan dan dampaknya yang
sangat penting pada kelangsungan lingkungan hidup suatu organisasi manajemen menjadi
sangat penting. Informasi yang akurat dan tepat waktu harus diolah dan dianalisis agar adapat
digunakan untuk meramalkan kejadian-kejadian penting yang akan datang (bersifat ekonomis)
dengan tingkat keakuratan yang memadai.

Pengambilan keputusan unuk tujuan ganda.

Manajemen selalu dituntut untuk memperhatikan tujuan ganda, prioritas dan pemecahan
pertentangan antara tujuan (objectives) berbagai kelompok kepentingan. Dengan demikian,
diharapkan penerapan pendekatan sistematis yang lebih meluas di dalam menangani masalah
pencapaian tujuan ganda dan untung ruginya. Pendekatan interaktif berdasarkan komputer
dengan model ilmu manajemen menemukan penerapan yang lebih luas didalam
memformulasikan tujuan dan pengambilan keputusan.

Penekanan yang meningkat pada produktivitas

Agar dapat memperbaiki efektivitas proses manajemen, yang harus diperhatikan antara lain:
produktivitas sumber daya manusia, manajemen modal dan material yang efektif, dan proses
pengambilan keputusan yang efisien.

Peningkatan perhatian pada perilaku kelompok

Perilaku pengambilan keputusan kelompok akan menjadi sangat penting peranannya apabila
kita berfokus pada penggunaan sumber daya manusia yang efektif. Studi perilaku pengambilan
keputusan kelompok, khususnya pentingnya perasaan membagi tujuan (share purpose) bagi
keefektivan organisasi. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh kepala setiap unit organisasi harus
diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi perusahaan.

Manajemen modal, energi, material yang efisien

Penghematan biaya melalui sumber-sumber daya (modal, energi dan material) merupakan andil
seratus persen pada keuntungan perusahaan, sedangkan penghematan biaya pada hal lain seperti
saluran distribusi mungkin hanya memberikan andil yang sedikit pada keuntungan.

Manajemen tentang segala kemungkinan yang lebih sistematis

Manajemen tentang segala kemungkinan atau lebih dikenal dengan contigency manajemen akan
menjadi lebih sistematis dan teratur berkat tersedianya sistem informasi, model ilmu
manajemen dan fasilitas komputasi dengan komputer.

Lebih berinteraksi dengan faktor eksternal

Proses manajemen adalah suatu sistem yang terbuka, harus bisa mengatasi paling tidak
menyesuaikan dengan keadaan lingkungan diluar organisasi sebagai kendala misalnya
kebutuhan masyarakat tentang barang dan jasa yang selalu berubah juga dibutuhkan informasi.
Jadi, ilmu manajemen mensyaratkan bahwa harus berinteraksi dengan dunia luar yang disebut

faktor-faktor eksternal seperti instansi pemerintah, situasi internasional, faktor sosial, ekonomi,
lingkungan, konsumen, perubahan situasi pasar, selera konsumen, saingan, dan lain sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai