Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH ISBD

Manusia Keragaman Dan Kesetaraan

BAB I
Pendahuluan
A.Judul
Manusia Keragaman Dan Kesetaraan

B. Latar Belakang
Keragaman atau kemajemukan merupakan kenyataan sekaligus keniscayaan dalam
kehidupan di masyarakat. Keragaman merupakan salah satu realitas utama yang dialami
masyarakat dan kebudayaan di masa silam, kini dan di waktu-waktu mendatangSebagai fakta,
keragaman sering disikapi secara berbeda. Di satu sisi diterima sebagai fakta yang dapat
memperkaya kehidupan bersama, tetapi di sisi lain dianggap sebagai faktor penyulit.
Kemajemukan bisa mendatangkan manfaat yang besar, namun juga bisa menjadi pemicu
konflik yang dapat merugikan masyarakat sendiri jika tidak dikelola dengan baik.Setiap
manusia dilahirkan setara, meskipun dengan keragaman identitas yang disandang. Kesetaraan
merupakan hal yang inheren yang dimiliki manusia sejak lahir. Setiap individu memiliki hakhak dasar yang sama yang melekat pada dirinya sejak dilahirkan atau yang disebut dengan
hak asasi manusia.Kesetaraan dalam derajat kemanusiaan dapat terwujud dalam praktik nyata
dengan adanya pranata-pranata sosial, terutama pranata hukum, yang merupakan mekanisme
kontrol yang secara ketat dan adil mendukung dan mendorong terwujudnya prinsip-prinsip
kesetaraan dalam kehidupan nyata. Kesetaraan derajat individu melihat individu sebagai
manusia yang berderajat sama dengan meniadakan hierarki atau jenjang sosial yang
menempel pada dirinya berdasarkan atas asal rasial, sukubangsa, kebangsawanan, atau pun
kekayaan dan kekuasaan.Di Indonesia, berbagai konflik antarsukubangsa, antarpenganut
keyakinan keagamaan, ataupun antarkelompok telah memakan korban jiwa dan raga serta
harta benda, seperti kasus Sambas, Ambon, Poso dan Kalimantan Tengah.
Masyarakat majemuk Indonesia belum menghasilkan tatanan kehidupan yang
egalitarian dan demokratis.Persoalan-persoalan tersebut sering muncul akibat adanya
dominasi sosial oleh suatu kelompok. Adanya dominasi sosial didasarkan pada pengamatan

bahwa semua kelompok manusia ditujukan kepada struktur dalam sistem hirarki sosial suatu
kelompok. Di dalamnya ditetapkan satu atau sejumlah kecil dominasi dan hegemoni
kelompok pada posisi teratas dan satu atau sejumlah kelompok subordinat pada posisi paling
bawah. Di antara kelompok-kelompok yang ada, kelompok dominan dicirikan dengan
kepemilikan yang lebih besar dalam pembagian nilai-nilai sosial yang berlaku. Adanya
dominasi sosial ini dapat mengakibatkan konflik sosial yang lebih tajam.Negara-bangsa
Indonesia yang terdiri dari berbagai kelompok etnis, budaya, agama, dapat disebut sebagai
masyarakat multikultural. Berbagai keragaman masyarakat Indonesia terwadahi dalam bentuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang terbentuk dengan karakter utama
mengakui pluralitas dan kesetaraan warga bangsa. NKRI yang mengakui keragaman dan
menghormati kesetaraan adalah pilihan terbaik untuk mengantarkan masyarakat Indonesia
pada pencapaian kemajuan peradabannya.Cita-cita yang mendasari berdirinya NKRI yang
dirumuskan para pendiri bangsa telah membekali bangsa Indonesia dengan konsepsi normatif
negara bangsa Bhinneka Tunggal Ika, membekali hidup bangsa dalam keberagaman,
kesetaraan, dan harmoni. Hal tersebut merupakan kesepakatan bangsa yang bersifat
mendasar.Konstitusi secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang
berkesetaraan. Pasal 27 menyatakan: Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan adalah rujukan yang melandasi seluruh produk hukum dan
ketentuan moral yang mengikat warga negara.Keberagaman bangsa yang berkesetaraan akan
merupakan kekuatan besar bagi kemajuan dan kesejahteraan negara bangsa Indonesia.
Negara bangsa yang beragam yang tidak berkesetaraan, lebih-lebih yang diskriminatif, akan
menghadirkan kehancuran.Semangat multikulturalisme dengan dasar kebersamaan, toleransi,
dan saling pengertian merupakan proses terus-menerus, bukan proses sekali jadi dan sesudah
itu berhenti. Di sinilah setiap komunitas masyarakat dan kebudayaan dituntut untuk belajar
terus-menerus atau belajar berkelanjutan. Proses pembelajaran semangat multikulturalisme
terus-menerus dan berkesinambungan dilakukan. Untuk itu, penting kita miliki dan
kembangkan kemampuan belajar hidup bersama dalam multikulturalisme masyarakat dan
kebudayaan Indonesia. Kemampuan belajar hidup bersama di dalam perbedaan inilah yang
mempertahankan, bahkan menyelamatkan semangat multikulturalisme. Tanpa kemampuan
belajar hidup bersama yang memadai dan tinggi, niscaya semangat multikulturalisme akan
meredup. Sebaliknya, kemampuan belajar hidup bersama yang memadai dan tinggi akan
menghidupkan dan memfungsionalkan semangat multikulturalisme.Proses pembelajaran
semangat multikulturalisme atau kemampuan belajar hidup bersama di tengah perbedaan
dapat dibentuk, dipupuk, dan atau dikembangkan dengan kegiatan, keberanian melakukan

perantauan budaya (cultural passing over), pemahaman lintas budaya (cross cultural
understanding),

dan

pembelajaran

lintas

budaya

(learning

cross

culture).

C.Rumusan Masalah
1. Keragaman dan kesetaraan adalah hal yang saling berkaitan satu sama lain
2. Keragaman dan kesetaraan adalah sifat dasar dari manusia dan bangsa Indonesia
menjadikan sebagai bingkai dasar Negara kesatuan Republik Indonesia
3. Mengetahui dan mengenali bagaimana masyarakat Indonesia mengenali dan mengelola
keragaman dan kesetaraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan
Semboyan Bhineka Tunggal Ika

D.Tujuan
1.Mengetahui keterkaitan antara Keragaman dan kesetaraan
2. menambah pengetahuan di Bidang Ilmu Sosial Budaya Dasar dan menambah pemahaman
tentang kemajemukan diharapkan bermanfaat bagi kita semua.

BAB II
Pembahasan
Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu berkaitan dengan konsep kesetaraan dan
keragaman. Konsep kesetaraan (equity) bisa dikaji dengan pendekatan formal dan pendekatan
substantif. Pada pendekatan formal kita mengkaji kesetaraan berdasarkan peraturan-peraturan
yang berlaku, baik berupa undang-undang, maupuin norma, sedangkan pendekatan substantif
mengkaji konsep kesetaraan berdasarkan keluaran / output, maupun proses terjadinya
kesetaraan.Konsep kesetaraan biasanya dihubungkan dengan gender, status sosial, dan
berbagai hal lainnya yang mencirikan perbedaan-perbedaan serta persamaan-persamaan.
Sedangkan konsep keragaman merupakan hal yang wajar terjadi pada kehidupan dan
kebudayaan umat manusia. Kalau kita perhatikan lebih cermat, kebudayaan Barat dan Timur
mempunyai landasan dasar yang bertolak belakang. Kalau di Barat budayanya bersifat
antroposentris (berpusat pada manusia) sedangkan Timur, yang diwakili oleh budaya India,
Cina dan Islam, menunjukkan ciri teosentris (berpusat pada Tuhan.Dengan demikian konsepkonsep yang lahir dari Barat seperti demokrasi, mengandung elemen dasar serba manusia,
manusia-lah yang menjadi pusat perhatiannya. Sedangkan Timur mendasarkan segala aturan
hidup, seperti juga konsep kesetaraan dan keberagaman, berdasarkan apa yang diatur oleh
Tuhan melalui ajaran-ajarannya.
Penilaian atas realisasi kesetaraan dan keragaman pada umat manusia, khususnya
pada suatu masyarakat, dapat dikaji dari unsur-unsur universal kebudayaan pada berbagai
periodisasi kehidupan masyarakat.Sehubungan dengan itu Negara kebangsaan Indonesia
terbentuk dengan ciri yang amat unik dan spesifik. Berbeda dengan Jerman, Inggris, Perancis,
Italia, Yunani, yang menjadi suatu negara bangsa karena kesamaan bahasa. Atau Australia,
India, Sri Lanka, Singapura, yang menjadi satu bangsa karena kesamaan daratan. Atau
Jepang, Korea, dan negara-negara di Timur Tengah, yang menjadi satu negara karena
kesamaan ras. Indonesia menjadi satu negara bangsa meski terdiri dari banyak bahasa, etnik,
ras, dan kepulauan. Hal itu terwujud karena kesamaan sejarah masa lalu; nyaris kesamaan
wilayah selama 500 tahun Kerajaan Sriwijaya dan 300 tahun Kerajaan Majapahit dan samasama 350 tahun dijajah Belanda serta 3,5 tahun oleh Jepang.
1. Mengenali dan mengelola keragaman masyarakat di Indonesia
Tidak ada masyarakat yang seragam. Setiap kelompok, baik di tingkat negara maupun
di tingka komunitas, dibangun atas berbagai macam identitas. Untuk dapat berfungsi dengan
baik, kelompok tersebut harus mampu mengenali dan mengelola keragaman yang

ada.Identitas dan Salient IdentitySecara mudah, identitas dapat diartikan sebagai ciri yang
melekat atau dilekatkan pada seseorang atau sekelompok orang. Beberapa identitas, misalnya
ras dan usia, cenderung bersifat given. Beberapa lainnya lebih merupakan pilihan, seperti
agama, ideologi, afiliasi politik, dan profesi. Di samping itu, ada pula identitas yang terkait
dengan pencapaian, seperti pemenang/pecundang, kaya/miskin, pintar/bodoh.Ada kalanya,
sebuah identitas terkesan lebih mencolok atau berarti dibanding lainnya. Sebelum
penghapusan politik Apartheid misalnya, warna kulit menjadi identitas pembeda yang paling
mencolok di Afrika Selatan. Pasca tragedi WTC, identitas Muslim/nonMuslim yang
sebelumnya tidak terlalu mendapat perhatian menjadi penting bagi masyarakat Amerika
Serikat.Identitas agama dan etnisitas biasanya mendapatkan perhatian lebih. Bisa jadi, ini
karena keduanya dianggap lebih rawan konflik dibandingkan identitas lain. Padahal,
keragaman status social (kaya/miskin, ningrat/jelata, berpendidikan/tidak berpendidikan),
kondisi fisik(sehat/sakit/diffable/butawarna), fungsi dan profesi (produsen/konsumen,
guru/siswa, dokter/pasien), jenis kelamin, usia, afiliasi politik, ideologi, gaya hidup
(moderat/militan), dan lain sebagainya juga perlu dikelola. Hal ini bukan semata untuk
mengurangi potensi konflik, melainkan juga untuk memungkinkan pelayanan (publik) yang
prima dan sesuai dengan kebutuhan pengguna jasa. Sayang, slogan-slogan seperti Berbeda itu
Indah, Bhinneka Tunggal Ika dan Unity in Diversity lebih ditujukan untuk mengelola
keragaman agama dan etnisitas semata.
Jumlah struktur dan identitas dominan
Does number count? Apakah jumlah berpengaruh? Pertanyaan ini penting dijawab ketika
mengelola keragaman. Ada kalanya, ketidakselarasan hubungan sangat terkait dengan
ketimpangan jumlah (mayoritas-minoritas). Namun, ketidakselarasan juga dapat timbul dari
ketimpangan yang sifatnya lebih struktural seperti ketimpangan kekuasaan, sumber daya,
pengaruh, keahlian, dan sebagainya.
Ketidakpekaan terhadap komposisi mayoritas-minoritas serta ketimpangan struktural
berperluang memunculkan masalah.Beberapa diantaranya adalah :
Tirani mayoritas
Dalam kelompok yang komposisi mayoritas-minoritasnya mencolok, mekanisme-mekanisme
pengambilan keputusan yang menekankan pada jumlah (sepert imisalnya voting) perlu
dihindari karena cenderung melimpahkan kekuasaan pada mayoritas saja. Jika hubungan
mayoritas-minoritas tidak kondusif, kekuasaan yang terpusat pada mayoritas dapat
disalahgunakan. Salah satu contoh tirani mayoritas adalah ketika mayoritas kulit putih
Amerika Serikat di awal abad 20 memilih disahkannya undang-undang segregasi berdasar

warna kulit akibatnya, orang kulit hitam hanya boleh duduk di bagian belakang bus, hanya
boleh menggunakan kamar mandi khusus kulit hitam, hanya boleh menghadiri gereja dan
sekolah kulit hitam, dll.
Ketidakterwakilan
Ada banyak hal yang menyebabkan ketidakterwakilan. Di antaranya adalah
keberadaan minoritas atau kaum lemah yang tidak nampak, sehingga mereka tidak
dilibatkan dalam pengambilan keputusan, atau aspirasi mereka tidak dianggap penting. Rapat
desa misalnya, biasanya hanya mengundang laki-laki dewasa. Contoh lain adalah
pengambilan keputusan di lingkungan kampus atau asrama yang tidak dikonsultasikan
dengan mahasiswa atau penghuni asrama. Sistem dan sarana (publik) yang tidak ramah guna
Umumnya, proses merancang sistem dan sarana (publik) hanya disesuaikan dengan
kebutuhan mayoritas atau kaum kuat. Hal ini dapat dilihat dari loket pelayanan, letak telfon di
box telfon umum, serta lubang kotak pos yang terlalu tinggi untuk jangkauan anak-anak atau
pengguna kursi roda.
Mengelola Keragaman
Ada banyak cara mengelola keragaman antara lain dapat dilakukan dengan:
Untuk mendekonstruksi stereotip dan prasangka terhadap identitas lain
Untuk mengenal dan berteman dengan sebanyak mungkin orang dengan identitas yang
berbeda bukan sebatas kenal nama dan wajah, tetapi mengenali latar belakang, karakter,
ekspektasi, dll, makan bersama, saling berkunjung, dll
Untuk mengembangkan ikatan-ikatan (pertemanan, bisnis, organisasi, asosiasi, dll) yang
bersifat inklusif dan lintas identitas, bukan yang bersifat eksklusif
Untuk mempelajari ritual dan falsafah identitas lain
2.Memahami Masyarakat Multikultural
Pemahaman terhadap multikulturalisme sendiri sebenarnya tidak dapat dilepaskan
dari pengertian kebudayaan. Karena kata kebudayaan itulah, yang menjadi kunci pemahaman
konsep multikulturalisme.Kebudayaan merupakan sekumpulan nilai moral untuk
meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaan. Multikulturalisme adalah sebuah paham
yang mengakui adanya perbedaan dalam kesetaraan, baik secara individual maupun
kelompok dalam kerangka kebudayaan. Heterogenitas kekayaan budaya negara-bangsa
Indonesia selama ini terekatkan dalam sesanti Bhinneka Tunggal Ika. Dengan kata lain,
kekayaan budaya dapat bertindak sebagai faktor pemersatu, yang sifatnya majemuk dan
dinamis. Tidak ada kebudayaan Indonesia, bila bukan terbentuk dari kebudayaan masyarakat

yang lebih kecil.Sebagai sebuah konsep, multikulturalisme menjadi dasar bagi tumbuhnya
masyarakat sipil yang demokratis demi terwujudnya keteraturan sosial. Sehingga, bisa
menjamin rasa aman bagi masyarakat dan kelancaran tata kehidupan masyarakat.Melihat
kemajemukan Indonesia yang begitu luasnya terdiri dari sedikitnya 500 suku bangsa, maka
multikulturalisme hendaknya tidak hanya sekadar retorika, tetapi harus diperjuangkan sebagai
landasan bagi tumbuh dan tegaknya proses demokrasi, pengakuan hak asasi manusia, dan
akhirnya bermuara pada kesejahteraan masyarakat. Upaya itu harus dilakukan jika melihat
berbagai konflik yang terjadi di sejumlah daerah di tanah air, beberapa waktu lalu. Konflik itu
mengindikasikan belum tuntasnya pembentukan masyarakat multikultural di Indonesia.
Munculnya konflik antarsuku, misalnya, menunjukkan belum dipahaminya prinsip
multikulturalisme yang mengakui perbedaan dalam kesetaraan. Penanaman nilai-nilai
kesetaraan dalam perbedaan itulah yang senantiasa dilakukan secara aktif baik oleh tokoh
masyarakat, tokoh partai, maupun lembaga swadaya masyarakat. Dengan demikian,
pemahaman bahwa bangsa Indonesia merupakan masyarakat yang terdiri dari beragam
kebudayaan harus menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.Kesetaraan setiap warga masyarakat dan dijaminnya hak masyarakat tradisional
merupakan unsur dasar dari prinsip demokrasi, yang terkandung pengakuan terhadap
kesetaraan dan toleransi terhadap perbedaan dalam kemajemukan.

3.Kesetaraan Dalam Kehidupan masyarakat


Tuntutan kesetaraan mungkin belum beberapa abad terakhir ini di mulai oleh
manusia. Tentunya seruan dengan suara kecil malah yang hampir tidak terdengar, pada ribuan
tahun yang lalu sudah ada. Tingkatannya rakyat jelata, tetapi berkeinginan agar menjadi
sepadan dengan para bangsawan, dengan para orang kaya serta berkuasa bahkan menjadi
anggota kalangan Sang Baginda Raja. Kalau kita mau memikirkan masak-masak keinginan
untuk setara itu, biasanya dan selalu datang dari pihak yang kurang beruntung untuk
menyamai kaum yang sedang atau sudah beruntung.Sudah adakah yang sebaliknya? Mungkin
saja pernah ada dan contohnya bisa kita ambil misalnya saja seorang raja yang ingin hidup
seperti rakyat biasa, seorang pemimpin atau khalifah yang amat merakyat. Mungkin yang
dijalani oleh Siddharta Gautama Budha adalah seperti itu, seorang yang dilahirkan sebagai
anak seorang raja Suddhodana yang memimpin bangsa Shakya. Daerah kekuasaan sang Raja
Suddhodana, terletak di daerah yang pada jaman sekarang dikenal dengan nama Negara

Nepal. Presiden Iran Achmad Dinejad adalah contoh lain yang paling mengena. Seorang
penguasa seperti dia, masih hidup dirumahnya yang kecil sejak dia masih dosen, tidur bukan
diatas tempat tidur, tetapi diatas kasur yang digelar dilantai, kalau bersembahyang di dalam
masjid, dia duduk dimana saja, ditengah jemaah lain, tidak menuju ke saf paling depan
seperti Presiden Indonesia, yang selalu begitu.Kalau sekarang ini ada yang meneriakkan
kesetaraan mungkin sekali adalah karena jurang yang memisahkan kaum yang merasa dirinya
tidak setara dengan kaum yang ingin disetarai, semakin curam dan semakin lebar saja.
Kesetaran ini tidak akan muncul dan berkembang dalam susunan masyarakat yang didirikan
di atas paham dominasi dan kekuasaan satu kelompok terhadap kelompok yang lain.Republik
kita yang sudah berumur tua untuk ukuran manusia, 62 tahun saja tidak ada keadilan dalam
kehidupan berbangsa. Keadaan adil dan makmur yang menjadi idaman seluruh rakyat
Indonesia tidak pernah datang sampai sekarang dan kemungkina besar juga di masa yang
akan depan nanti. Untuk mencapai kesetaraan itu sebaiknya dengan cara menaikkan derajat,
peringkat, kondisi serta kemampuan setiap perorangan ketingkat yang diingininya, dengan
upaya sendiri-sendiri untuk tahap awal. Ini adalah satu-satunya jalan. Jangan mengajak teman
sejawat terlebih dahulu hanya untuk membentuk massa-mass forming. Mass forming seperti
ini akan menjadi solid-utuh kalau para pembentuknya memang mempunyai peringkat yang
setara dan sepadan. Kalau isi para pembentuknya tidak sama kemampuannya, visinya dan
tugasnya, maka massa yang terbentuk akan tidak utuh serta mudah tercerai-berai. Yang
memilukan adalah bahwa setiap orang yang mempunyai ambisi untuk menggerakan massa
untuk mencapai kesetaraan, kurang mengamati sekelilingnya sendiri.Dengan identitas pluralis
dan multikulturalis itu bangunan interaksi dan relasi antara manusia Indonesia akan bersifat
setara. Paham kesetaraan akan menandai cara berpikir dan perilaku bangsa Indonesia, apabila
setiap orang Indonesia berdiri di atas realitas bangsanya yang plural dan multikultural itu.
Identitas kesetaran ini tidak akan muncul dan berkembang dalam susunan masyarakat yang
didirikan di atas paham dominasi dan kekuasaan satu kelompok terhadap kelompok yang
lain. Kesetaraan merupakan identitas nasional Indonesia.

BAB III
Penutup
1.KESIMPULAN
Di tengah arus reformasi dewasa ini, agar selamat mencapai Indonesia Baru, maka
idiom yang harus lebih diingat-ingat dan dijadikan landasan kebijakan mestinya harus
berbasis pada konsep Bhinneka Tunggal Ika. Artinya, sekali pun berada dalam satu kesatuan,
tidak boleh dilupakan, bahwa sesungguhnya bangsa ini berbeda-beda dalam suatu
Keragaman. Kesetaraan bisa di wujudkan dengan pemerataan pembangunan di seluruh
wilayah NKRI dan juga keadilan di dalam bidang hukum ( bahwa semua sama di di hadapan
hukum ). Namun, jangan sampai kita salah langkah, yang bisa berakibat yang sebaliknya:
sebuah konflik yang berkepanjangan. Oleh karena itu Keragaman dan Kesetaraan harus di
tanamkan sejak dini kepada generasi muda penerus bangsa.

Anda mungkin juga menyukai