Kadang kamu merasa belum jadi apa-apa sebagai manusia via radenrani93.tumblr.com
Di usia belasan kita kerap berandai-andai:
Nanti umur 25 aku pasti udah nikah.
Umur 25 aku udah kerja, punya pasangan pasti, mapan, bisa membangun kehidupan sesuai gambaran.
Tapi cobalah kamu tanya pada orang yang sudah menjalani usia yang sering dibilang orang sakral ini. Sudahkah
mereka merasa cukup dengan hidupnya? Sudahkah segala pencapaian yang diidamkan itu tergenggam tangan?
Bukannya membusungkan dada, kebanyakan orang justru merasa usia 25 belum menjadikan mereka sebagai sosok
yang pantas berbangga.
Saat sudah menjalani usia 25, sebuah kesadaran akan menghampirimu. Hidup ternyata tidak semulus bayangan
masa mudamu. Kamu masih harus berjuang di tempat kerja, terseok-seok menyelesaikan studi, berusaha jadi anak
yang bisa membahagiakan kedua orang tua. Usia yang sudah seperempat abad tidak berarti apa-apa. Kamu masih
tetap harus berupaya sekuat tenaga demi menjadi versi baik dari seorang manusia.
Tidak ada yang bercerita soal susahnya mencari kerja via www.theargus.co.uk
Ibarat sebuah persimpangan besar, usia 25 adalah tikungan yang paling krusial. Bagaimana tidak, di usia ini
keputusan-keputusan penting harus diambil. Mau kerja di bidang apa, mau berkarir dalam dunia seperti apa, sampai
kapan harus memikirkan untuk berkeluarga. Kamu pikir semua ini bisa dilalui dengan mulus tanpa galau?
Berdoalah banyak-banyak jika ingin transisimu mulus.
Nyatanya, banyak yang sempat terkena krisis hidup di usia ini. Pongah mendaftar hanya di pekerjaan yang disuka,
tapi ternyata tidak diterima. Kemudian sibuk melamar di mana saja, kemudian terjebak dalam pekerjaan yang
bertentangan dengan gambaran masa depan. Galau, bingung, sampai merasa takut tidak punya masa depan amat
sering datang melanda. Ternyata menjadi 25 tidak sesederhana yang kamu kira kan?
Saat kuliah kamu bisa jadi pribadi yang sangat jumawa. Merasa paling pintar sedunia, merasa bisa berkompetisi
dengan pesaing lain yang kelak kamu temui di dunia kerja. Rasanya ilmu yang kamu dapatkan di bangku kuliah bisa
jadi jaminan bagi kesuksesan masa depanmu nantinya. Tapi kenyataannya tidak sesederhana itu, Bung dan Nona.
Gelar pendidikan tinggi yang kamu dapatkan dengan susah payah memang bisa mengantarkanmu ke pintu gerbang
kesuksesan. Tapi pencapaian selanjutnya bergantung pada seberapa tinggi kamu mau menyingsingkan lengan demi
bekerja keras. Di usia ini kamu akan sadar bahwa kepintaran dan nilai bagus bukanlah segalanya. Kegigihan dan
kemauan untuk terus berjuang adalah kunci utama yang bisa menentukan kesuksesanmu nantinya.
Teman yang dulu biasa saja bisa lebih sukses darimu via theresiaregina.wordpress.com
Hidup memang selalu punya kejutan. Salah satu surprise yang sering diberikan hidup di umur seperempat abad
adalah kenyataan bahwa kawan yang dulu kamu anggap sebelah mata justru bisa meraih kesuksesan yang lebih
tinggi dari pencapaianmu. Dia yang dulu cupu, sekarang bekerja di sebuah digital agency ternama dengan posisi
yang lumayan pula. Sementara kawanmu yang dulu sangat populer di sekolah malah jadi karyawan biasa.
Tidak banyak orang mau bercerita bagaimana mereka dikejutkan oleh kenyataan hidup yang tidak disangka. Di
umur 25-an, kenyataan-kenyataan hidup yang disodorkan di depan matamu mau tak mau membuatmu harus
percaya. Bahwa pada hakikatnya semua manusia punya kesempatan untuk berhasil, selama mereka mau berusaha.
Bully, olokan, dan ejekan memang bukan hal yang penting dilakukan. Yang ada kamu justru bisa malu sendiri saat
nanti teman yang kamu bully itu lebih berhasil dalam kehidupan.
berbulan-bulan. Kamu yang passion dan pekerjaannya berada di dunia fotografi juga tetap ingin cuti pun merasa
jenuh.
Passion membuatmu bangun pagi dengan bahagia. Passion memang membuatmu punya alasan pergi bekerja
dengan ikhlas. Namun selamanya sebuah pekerjaan tetaplah terasa seperti pekerjaan.
Idealisme memang sebuah kemewahan yang seharusnya dimiliki oleh generasi muda. Semasa kuliah dulu, bisa jadi
kamu adalah seorang penganut paham sosialisme sejati. Kamu lantang mengutuk korporasi, menyalahkan mereka
atas ketimpangan pendapatan masyarakat dan kerusakan lingkungan. Kamu ogah bergabung dengan korporasi pasca
lulus. Idealismu pokoknya tidak bisa diganggu gugat!
Seiring usiamu yang makin dewasa, kamu akan menyadari bahwa idealisme seharusnya membuatmu jadi manusia
yang punya pegangan. Bukan menjadikanmu kehilangan kendali atas pemasukan, yang krusial bagi kelangsungan
hidupmu di masa depan. Kamu akan dan harus mulai belajar untuk menyelaraskan antara idealisme dan fakta di
lapangan.
Kamu yang merasa sosialis bisa saja tetap masuk ke korporasi liberal, just for the sake of money. Tidak ada yang
salah dengan itu. Tak ada orang yang berhak menyalahkanmu. Kamu pun tak perlu repot menjelaskan, toh hanya
kamu yang tahu bahwa idealisme akan tetap tertinggal di hatimu. Kini, kamu hanya sedang berjuang demi bertahan
hidup.
Uang memang bukan segalanya, tapi uang bisa jadi sumber masalah via syawal88.wordpress.com
Akhirnya kamu sepakat bahwa ada hal-hal lain di luar materi yang tak kalah penting. Pertemanan, ikatan keluarga,
sampai hubungan hangat dengan pasangan yang dicinta. Ternyata hidup lebih dari sekadar berapa besar gajimu,
seberapa mampu kamu memenuhi segala kebutuhan materi yang bisa membuatmu dianggap berhasil dan sukses.
Tapi walaupun uang bukan segalanya, di beberapa kesempatan uang bisa jadi sumber masalah. Hubunganmu
dengan teman-teman bisa merenggang karena salah satu dari kalian merasa tak sesukses kawan-kawan lain sampai
memilih menyingkir. Ikatanmu yang selama ini terus baik-baik saja dengan orang tua juga bisa meruncing saat
mereka menganggap pekerjaanmu kurang memberikan jaminan finansial.
Ketika kamu mulai berkutat dengan gaji yang terbatas dan kebutuhan hidup yang makin meroket harganya, barulah
kamu menyadari bahwa mau tak mau uang tetap penting dimiliki. Memang benar, uang bukanlah segalanya. Tapi
hidup tanpa memiliki penghasilan yang pasti juga tak bisa membuat kebahagiaanmu pasti.
Jika sudah menemukan seseorang yang dirasa tepat mendampingi dia yang bisa selalu ada dan diandalkan dalam
naik dan turunnya hidup ini kamu sudah enggan mencari lagi. Lebih baik berhenti sekarang, dibandingkan dia
yang baik ini lepas dari genggaman.
10. Bagimu yang Baru Menyelesaikan Satu Episode Sakit Hati, Butuh
Waktu Lama Untuk Memulai Lagi
Butuh waktu bagimu untuk memulai lagi setelah satu episode patah hati via siwonath.blogspot.com
Semasa remaja kamu bisa move on dalam sekejap mata. Putus hari ini, bulan depan sudah siap punya pacar baru
lagi. Tapi semakin dewasa, membuka hati sudah tidak lagi terasa sama mudahnya. Di umurmu yang seperempat
abad nanti, hatimu seakan dilapisi oleh beberapa pintu pengaman yang terkunci rapat. Tidak mudah membukanya
kembali selepas tersakiti.
Patah hati di usia ini bukan lagi perkara tidak punya teman nonton atau tidak punya teman SMS-an mesra.
Kehilangan pasangan rasanya tidak jauh beda dari kehilangan sahabat seperjuangan, membuat limbung dan
kehilangan pegangan. Butuh waktu sampai kamu bisa memulai lagi. Hatimu perlu jeda cukup lama sampai ia siap
diisi kembali.
Dia bisa mengurus anak kecil atau tidak? Atau malah sangat egois?
Kamu akan mempertanyakan pada diri sendiri, Matre-kah aku? Berlebihankah pertimbanganku namun
kemudian sepakat bahwa semua itu kamu lakukan demi kebaikanmu.
12. Bagi Beberapa Orang Umur 25 Berarti Siap Menikah. Bagi Sebagian
Lainnya Umur Ini Hanya Pondasi Awal Untuk Lebih Siap Melangkah
Kebebasan itu tidak serta merta datang. Tuntutan dan kukungan justru makin sering datang dari orang-orang yang
hanya mengetahuimu selewat kenal. Mengesalkan? Jelas. Tapi tak perlu dimasukkan ke hati, cukup hadapi saja
dengan anggukan sopan dan sesungging senyuman ramah.
14. Orang Tua Bisa Menjelma Jadi Musuh yang Paling Kamu Benci.
Tapi Pada Mereka Kamu Tetap Ingin Membalas Budi
Orang tua bisa jadi kamu benci, tapi mereka juga bisa kamu cintai via www.rosstaylor.net
Umur ini memang unik. Di satu sisi, kamu sudah merasa jadi manusia dewasa yang punya tanggung jawab pada
orang tua. Kamu merasa bertanggung jawab membawakan mereka makan malam yang dibeli dengan uang gajimu.
Kamu pun sudah mulai tidak enak hati jika terus merepotkan 2 orang yang sudah membesarkanmu selama ini.
Namun pada sisi lain mata uang kamu kerap berseberangan dengan mereka. Kedua orang tua memintamu jadi PNS,
sementara kamu sedang asyik menggeluti pekerjaanmu di advertising agency. Ayah dan ibumu menginginkanmu
segera menikah, padahal kamu merasa baik-baik saja sendiri. Perbedaan yang kontras ini membuatmu sadar bahwa
kamu dan orang tua memang dua entitas yang punya impian berbeda.
Kuncinya adalah bagaimana kamu bisa menyelaraskan pengejaran mimpimu dengan restu dari kedua orang tua.
Demi mendapatkan keselarasan ini diperlukan kesabaran, kerja keras, dan kemauan mendengar yang tidak remeh.
15. Sedikit yang Mau Mengaku: Di Usia 25 Tanpa Sadar Kamu Belajar
Menyembunyikan Lukamu
17. Saat Tidak Semua Rencana Bisa Berjalan dan Tak Semua
Pencapaian Bisa Teraih Tangan Menjalani Apa yang Ada Jadi SatuSatunya Pilihan
Selamat berproses menjadi 25 bagimu yang sedang menuju ke sana. Selamat menjalani 25 tahun sebaik mungkin
untukmu yang sedang berada di usia ini. Menjadi 25 ternyata tidak sesederhana yang kamu kira kan?