Anda di halaman 1dari 5

BAB I

(PENDAHULUAN)

A. Latar Belakang
Kondisi perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan JOKOWI- JK
mengalami perkembangan yang sangat kurang baik. Badan Pusat Statistik (BPS)
baru saja merilis pertumbuhan ekonomi kuartal I-2015 sebesar 4,71 persen,
melambat dibanding pertumbuhan ekonomi pada periode sama tahun lalu (di era
SBY) yang mencapai 5,14 persen. Angka 4,71 persen tentu saja jauh dari target
Presiden Jokowi yang mencanangkan kenaikan sebesar tujuh persen. Menteri
Koordinator bidang Perekonomian Sofyan Djalil dan Menteri Keuangan
Bambang Brodjonegoro sama- sama menyebut, pelemahan ekonomi akibat
faktor eksternal. Pun keduanya juga kompak menyebut pelambatan pertumbuhan
ekonomi terjadi sejak 2012 alias ketika SBY masih berkuasa.
B. Rumusan Masalah
1. Perkembangan Ekonomi di Pemerintahan Indonesia Jokowi- JK (Sekarang)?
2. Diplomasi Ekonomi Indonesia Era Pemerintahan Jokowi?
C. Tujuan 1. Mengetahui Perkembangan Ekonomi di Pemerintahan Indonesia
Jokowi- JK (Sekarang) 2. Mengetahui Diplomasi Ekonomi Indonesia Era
Pemerintahan Jokowi BAB II (PEMBAHASAN) A. Perkembangan Ekonomi di
Pemerintahan Indonesia Jokowi- JK (Sekarang) Tantangan yang dihadapi
Presiden terpilih Joko Widodo alias Jokowi di bidang ekonomi tidak mudah. Jika
pemerintahan Jokowi mau memenuhi janjinya kepada rakyat Indonesia yang
telah menaruh kepercayaan besar pada dirinya, maka dia harus membuat
terobosan penting. Sejumlah agenda reformasi di bidang ekonomi sudah
menuggu. Yang ditunggu oleh publik bukan sekedar apa daftar niat baik yang
mau dilakukan pemerintah Jokowi, tetapi bagaimana dia akan melakukannya.
Dengan kata lain, bukan soal what tetapi how. Demikian salah satu
rangkuman diskusi tentang Ekonomi Indonesia di Era yang diselenggarakan oleh
Freedom Institute bersama Friedrich Naumann Stiftung fur die Freiheit pada
Senin, 1 September 2014. Dua ekonom muda tampil sebagai pembicara dalam
diskusi ini. Yang pertama, Dr. Ari A Perdana dari Tim Nasional Percepatan
Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) dan Dr. I Kadek Dian Sutisna Artha dari
LPEM UI.Diskusi dimoderatori oleh Ulil Abshar Abdalla. Perdana menyebut
sejumlah tantangan krusial yang dihadapi pemerintahan Jokowi, misalnya
mengungarngi subsidi BBM agar tersedia ruang fiskal yang cukup bagi
pemerintahan mendatang untuk membiayai sejumlah rencana besar yang
diniatkan Jokowi. Tapi Perdana mengatakan bahwa tak cukup hanya mengurangi
BBM, tetapi pemerintahan Jokowi harus melakukan reformasi yang
komprehensif di bidang energi agenda yang kurang terpikirkan dengan serius
di era pemerintahan SBY. Perdana juga menyebut tentang pentingnya perhatian
pemerintah mendatang di bidang pembangunan infrastruktur. Saat ini, belanja
negara di sektor infrastruktur sekitar 2% dari GDP (bandingkan dengan
Indonesia di tahun 1995 yang membelanjakan 9,5% di sektor infrastrukur; China
dan India sekitar 10%). Kondisi ekonomi Indonesia di era SBY 2004-2014 tidak

jelek dibandingkan dengan keadaan ekonomi di kawasan Asia atau dunia pada
umumnya. Indonesia mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama
sepuluh tahun berturut-turut. Tetapi, kata Perdana, banyak tantangan yang
dihadapi ke depan, apalagi dengan situasi ekonomi dunia yang mengalami
pelambatan. Sementara Dr. I Kadek Dian Sutisna Artha mengemukakan asumsi
pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 2018. Berdasarkan data dari
Kementerian Keuangan, prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar
antara 5,3% [pada 2014 hingga 7,4% pada 2018. Sementara itu, lifting minyak
cenderung mengalami penurunan hingga 2018 pada angka700-800 ribu
barrel/hari, turun dari 804 ribu barrel/hari saat ini. Tentu saja, ini makin
menciptakan beban fiskal yang besar jika tidak ada upaya untuk mengurangi
subsidi minya dan reformasi sektor energi secara komprehensif. Apalagi jika
dilihat bahwa konsumsi minyak terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut
Dr. Artha, memang ruang fiskal yang dimiliki Jokowi tidak cukup besar,
sementara harapan publik terhadap Jokowi cukup besar. Tantangan bagi Jokowi
adalah bagaimana melakukan terobosan yang cukup berani, walau tidak populer,
di bulan-bulan awal pemerintahannya saat kepercayaan publik masih cukup
besar. Ternyata cukup banyak masyarakat yang tertarik dengan tema ini.
Buktinya peserta yang hadir dalam diskusi ini cukup membludak memenuhi
Ballroom. Beberapa peserta terpaksa berdiri atau duduk di lantai karena tidak
kebagian kursi, panitia menyediakan 115 kursi. Peserta yang menanggapi
pembicara pun antusias. Diskusi berlangsung dari jam 19 dan diakhiri jam 21.30
B. Diplomasi Ekonomi Indonesia Era Pemerintahan Jokowi Tahun 2014
diwarnai oleh pertumbuhan ekonomi global yang tidak stabil, yang tidak saja
dialami oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris dan Jepang;
tetapi juga dialami oleh negara-negara berkembang seperti Brazil, serta beberapa
negara anggota ASEAN seperti Indonesia. Namun di lain pihak, terdapat
sejumlah negara yang pertumbuhan ekonominya meningkat, seperti Thailand dan
Vietnam. Kondisi perekonomian global tersebut ini merupakan dampak dari
berbagai perkembangan yang terjadi baik di kawasan regional maupun global
seperti krisis yang tengah berlangsung antara Rusia Ukraina yang kembali
melemahkan perekonomian di kawasan Euro setelah sebelumnya berhasil
bangkit pasca krisis ekonomi yang melanda pada tahun 2013. Pelemahan
pertumbuhan ekonomi di kawasan Euro ini terutama terjadi pada negaracore di
kawasan tersebut, yaitu Jerman dan Italia. Hal yang sama terjadi di Jepang,
dimana kebijakan pemerintah untuk menaikkan pajak penjualan telah
mengakibatkan turunnya investasi serta menurunkan daya beli masyarakatnya.
Selain itu, adanya peningkatan jumlah pasokan minyak akibat meningkatnya
supply minyak negara non OPEC, khususnya Amerika Serikat, ditengah
melemahnya permintaan akibat perlambatan ekonomi negara emerging market,
terutama Tiongkok berdampak pada turunnya harga minyak dunia. Kondisikondisi seperti ini tidak dapat dipungkiri turut mempengaruhi kondisi
perekonomian Indonesia. Sepanjang tahun 2014, pertumbuhan ekonomi
Indonesia melemah menjadi 5.1 % jauh di bawah pertumbuhan ekonomi pada
tahun sebelumnya yaitu 5.8 %. Nilai ekspor Indonesia hingga periode November
2014 dengan niai sebesar US$ 161.67 milyar mengalami penurunan sebesar 2.36
% jika dilihat dari periode yang sama tahun 2013. Turunnya nilai ekspor tersebut
turut dipengaruhi oleh turunnya permintaan dan harga komoditas global serta
pembatasan ekspor mineral mentah. Indonesia dengan kepemimpinan yang baru

di bawah Presiden Joko Widodo, tentu saja diharapkan dapat membawa


perubahan khususnya pertumbuhan ekonomi yang lebih baik yang tidak hanya
dirasakan oleh kelompok/golongan tertentu tetapi juga dirasakan oleh seluruh
lapisan masyarakat Indonesia. Presiden Jokowi secara tegas menyatakan akan
merealisasikan ideologi Trisakti yaitu untuk menjadikan Indonesia negara yang
berdaulat dalam politik; berdikari dalam ekonomi; serta berkepribadian dalam
kebudayaan. Guna mencapai suatu perekonomian yang berbasis kerakyatan
tersebut, tentu diperlukan suatu terobosan dalam hal diplomasi ekonomi
Indonesia dengan mitranya baik secara bilateral, regional maupun multilateral.
Hal ini sejalan dengan 9 (sembilan) agenda prioritas (NAWACITA) pemerintah
periode 2015 2019 yang salah satunya adalah untuk mewujudkan suatu negara
yang berdikari dalam ekonomi dengan cara menggerakkan sektor-sektor strategis
ekonomi domestik sesuai dengan percerminan dari ideologi Trisakti. Presiden
Joko Widodo menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2015
sebesar 5.6% hingga 5.8%. Secara keseluruhan, ekspor nonmigas Indonesia lebih
unggul dibandingkan sektor migas. Sepanjang Januari-November 2014, ekspor
nonmigas tercatat mencapai 82.69 % sedangkan ekspor migas hanya sebesar
17.31%. Kontribusi terbesar ekspor nonmigas berasal dari industri pengolahan
yang menyumbang sebesar 66.51%. Sejalan dengan hal ini, Kementerian Luar
Negeri (Kemlu) melalui perwakilan-perwakilan RI akan menjadi ujung tombak
dari pelaksanaan diplomasi ekonomi. Menlu RI dalam Pernyataan Pers Tahunan
tahun 2015 menyatakan bahwa berdasarkan visi dan misi Presiden Jokowi,
politik luar negeri Indonesia akan diprioritaskan kepada menjaga kedaulatan
Indonesia dengan memfokuskan kepada diplomasi perbatasan; peningkatan
perlindungan terhadap WNI dan BHI; serta peningkatan diplomasi ekonomi.
Dalam hal diplomasi ekonomi, Kemlu akan memprioritaskan kebijakannya pada
peningkatan diplomasi ekonomi yang berorientasikan pada kepentingan rakyat
Indonesia. Hal ini menjadikan Kemenlu melalui perwakilan Indonesia di luar
negeri sebagai pelaksana diplomasi ekonomi, yang diwakili oleh para
diplomatnya harus dapat menjadikan dirinya tidak hanya sebagai marketers,
tetapi juga sebagai opportunity seekers bagi berbagai peluang baik berupa
perdagangan, turisme, serta investasi. Diplomasi ekonomi secara singkat dapat
didefinisikan sebagai suatu kegiatan untuk mempromosikan potensi ekonomi
suatu negara. Diplomasi ekonomi juga dapat diartikan sebagai upaya pemerintah
beserta segenap pemangku kepentingan yang terlibat dalam suatu kegiatan di
bidang ekonomi, yang mencakup perdagangan komoditas, investasi, pariwisata,
ketenagakerjaan dan kerja sama teknik yang bertujuan untuk mendorong
peningkatan kesejahteraan rakyat, mendukung pembangunan nasional dan
memajukan kepentingan Indonesia di kancah global Peran perwakilan Indonesia
sangat strategis dalam pelaksanaan diplomasi ekonomi. Pejabat di perwakilan
Indonesia harus memiliki kemampuan market intelligence untuk melihat potensi
dan peluang kerja sama di negara akreditasinya. Para diplomat juga dituntut
untuk bisa menjalankan perannya sebagai trade policy intelligence dengan cara
pengamatan terhadap kebijakan ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah
setempat dan menyampaikan saran kepada pusat terkait kebijakan yang dapat
Indonesia ambil dalam menyikapi kebijakan ekonomi yang diambil oleh
pemerintah setempat. Jika kepentingan ekonomi Indonesia berpotensi terancam
dengan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah tersebut, para diplomat
kemudian harus dapat berperan sebagai negosiator untuk membela kepentingan

Indonesia. Di bidang perdagangan, diplomasi ekonomi Indonesia akan


difokuskan pada upaya untuk membidik pasar non tradisional bagi produkproduk ekspor dari Indonesia. Selama ini ekspor dari Indonesia cenderung
terfokus pada pasar-pasar tradisional seperti Jepang, Amerika, Singapura,
Taiwan, Korea serta negara-negara di kawasan di Eropa Barat seperti Jerman,
Belanda, Inggris, Perancis, serta Italia. Dengan tidak hanya berorientasi pada
pasar tradisional, pasar-pasar non tradisional seperti negara non Uni Eropa;
Skandianavia, Turki, Kanada, Meksiko, Swedia, Panama, Portugal, serta Irlandia
berpotensi bagi peningkatan nilai perdagangan dan investasi bagi Indonesia.
Negara-negara di kawasan Amerika Latin serta Eropa Timur dan Tengah juga
merupakan pasar alternatif bagi produk ekspor dari Indonesia. Peningkatan nilai
perdagangan dan investasi dengan pasar non tradisional dan pasar alternatif
hendaknya dijalankan dengan tetap mempertahankan hubungan yang telah
terjalin dengan baik dengan pasar tradisional. Dengan berubahnya paradigma
pangsa pasar bagi pemasaran produk ekspor Indonesia dari pasar tradisional ke
pasar non tradisional serta pasar alternatif, nilai perdagangan serta investasi
Indonesia diharapkan akan mengalami peningkatan. Di bidang investasi, dalam
pidato Presiden Jokowi pada KTT APEC pada bulan November 2014, dengan
jelas disampaikan bahwa Indonesia membuka peluang masuknya investasi dalam
jumlah yang besar, khususnya bagi pembangunan infrastruktur dan konektivitas
dalam lima tahun ke depan. Presiden Jokowi menyampaikan bahwa Indonesia
akan terbuka bagi masuknya investasi dalam proyek pembangunan 24seaport dan
deep seaport; railway track dan railway network yang menghubungan pulaupulau terbesar di Indonesia; power plant untuk manufaktur dan daerahdaerah
industri serta pembuatan transportasi umum di sejumlah kota besar di Indonesia;
serta pembangunan sea toll dalam kerangka diplomasi maritim. Di bidang
pariwisata, pada event World Economic Forum tahun 2013, Indonesia
memperoleh posisi ke-70 sebagai negara dengan daya saing pariwisata.
Berdasarkan hal tersebut, pemerintah RI terus berusaha untuk dapat
memperbaiki daya saing pariwisatanya dengan menargetkan posisi ke 30 pada
tahun 2019. Pada tahun 2014, bidang pariwisata berkontribusi sebesar 3.78%
bagi perekonomian nasional. Sedangkan devisa yang ikut disumbangkan dari
sektor pariwisata adalah sebesar US$ 10.69 miliar. Target kunjungan dari
wisatawan mancanegara pada tahun 2014 mampu memenuhi target dari
pemerintah, yaitu sebesar 9.3 juta, sedangkan jumlah wisatawan dari nusantara
tercatat sebesar 251 juta. Pemerintah Indonesia selama ini menargetkan 19
negara sebagai fokus utama pariwisata Indonesia diantaranya jepang, Korea
Selatan, Rusia, Australia serta China. Tahun 2014 tercatat bahwa ada 4 (empat)
negara yang paling banyak melakukan kunjungan ke Indonesia, yaitu: Singapura,
Malaysia, Australia dan China. Pada tahun 2019, Kementerian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif menargetkan kontribusi pariwisata terhadap PDB nasional akan
menjadi 8%, devisa yang dihasilkan sebesar Rp 240 triliun, serta menciptakan 13
juta lapangan kerja. Selain itu target kunjungan wisman meningkat menjadi 20
juta wisatawan manca dan wisnus naik menjadi 275 juta, serta daya saing
pariwisata Indonesia akan meningkat berada di ranking 30 besar dunia. Target ini
tentunya akan tercapai jika ditunjang oleh pembangunan infrastruktur serta
konektifitas yang memadai sehingga akses untuk mencapai tempat-tempat
berpotensi wisata dapat diakses dengan mudah. Ketersediaan direct flight
menuju titik-titik utama pariwisata Indonesia juga merupakan hal yang sangat

penting dalam rangka meningkatkan jumlah wisatawan. Selain itu, kebijakan


pemerintah dengan pemberian Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS) bagi 5
negara yakni; Australia, Jepang, Korea, China, dan Rusia yang mulai diterapkan
tahun 2015 merupakan salah satu trigger bagi meningkatnya jumlah wisatawan
dari negara tersebut sehingga target jumlah wisatawan mancanegara yang telah
ditetapkan pemerintah untuk 5 (lima) tahun mendatang akan dapat tercapai.
Tanggung jawab pencapaian pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan oleh
pemerintah, tentunya tidak hanya terletak di tangan pemerintah saja. Peran
pemerintah dalam mencapai tujuan tersebut akan lebih dapat ditingkatkan jika
dapat bersinergi dengan para pemangku kepentingan terkait melalui persamaan
pandangan dalam pelaksanaanya, sehingga dapat tercapai pertumbuhan ekonomi
yang maksimal dan nyata serta dapat dirasakan oleh masyarakat luas. BAB III
(PENUTUP) A. Kesimpulan dan Saran a) Menaikkan harga BBM dan
mengalokasikan dana subsidi BBM ke masyarakat miskin dan pembangunan
infrastruktur. b) Memberikan akses kepada masyarakat bawah untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikan. "Kartu Sehat dan Kartu
Pintar yang hendak diperluas Jokowi ke seluruh warga Indonesia sudah tepat
arah. Program itu sangat penting bagi rakyat kecil," ungkap mantan menteri
keuangan itu. c) Menurut survei BPS terakhir, penduduk Indonesia yang
tergolong miskin absolut masih 28,2 juta atau 11,5 persen dari total penduduk. d)
Melanjutkan reformasi birokrasi di semua kementerian dan semua level. peran
birokrasi sangat penting dalam menjalankan kebijakan pemerintah. Tanpa
birokrasi yang baik, yang melayani, dan yang tidak menghambat, berbagai
program pemerintah tidak bisa terimplementasi dengan baik. e) Menekankan
pentingnya penerapan sistem meritokrasi di semua lini. Berbagai posisi penting
di pemerintahan harus dipercayakan kepada mereka yang memiliki kapabilitas
dan integritas. Kompetensi dan integritas harus menjadi pertimbangan utama
dalam berbagai promosi jabatan. f) Pembenahan penerimaan sistem pajak secara
menyeluruh yang dilakukan bersamaan dengan penegakan hukum. Sistem
perpajakan harus bisa menutup aneka peluang bagi para wajib pajak untuk
melakukan penghindaran atau tax avoider. DAFTAR PUSTAKA Berita Resmi
Statistik, Badan Pusat Statistik, Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia
November 2014, No. 02/01/Th. XVIII, 2 Januari 2015 Paparan Orientasi
Penempatan dan Pejabat Perbantuan pada Perwakilan Ri di Luar Negeri oleh
Sekretaris Direktorat Jenderal Multilateral tanggal 29 Januari 2015

Anda mungkin juga menyukai