Refarat
Fakultas Kedokteran
Oktober 2015
Oleh :
Mei Asrina
K1A2 10 020
Pembimbing :
dr. Hj. Andi Hasnah Suaib, Sp. An.
Triple manuver
Pada Triple Airway Manuever terdapat tiga perlakuan yaitu:
a
Kepala ditengadahkan dengan satu tangan berada di bawah leher, sedangkan tangan
yang lain pada dahi. Leher diangkat dengan satu tangan dan kepala ditengadahkan ke
bawah.
c Menarik / mengangkat dasar lidah dari dinding pharyinx posterior.
Manuver Heimlich
Manuever Heimlich (The Committee on Trauma: American College of Surgeon
(Yayasan Essentia Medica, 1983: 22) ini merupakan metode yang paling efektif untuk
mengatasi obstruksi saluran pernapasan atas akibat makanan atau benda asing yang
terperangkap dalam pharynx posterior atau glottis.3
C ANATOMI
Ada dua gerbang untuk masuk ke jalan nafas pada manusia yaitu hidung yang menuju
nasofaring (pars nasalis), dan mulut yang menuju orofaring (pars oralis). Kedua bagian ini di
pisahkan oleh palatum pada bagian anteriornya, tapi kemudian bergabung di bagian posterior
dalam faring (gambar 5-1). Faring berbentuk U dengan struktur fibromuskuler yang
memanjang dari dasar tengkorak menuju kartilago krikoid pada jalan masuk ke esofagus.
Bagian depannya terbuka ke dalam rongga hidung, mulut, laring, nasofaring, orofaring dan
laringofaring (pars laryngeal). Nasofaring dipisahkan dari orofaring oleh garis imaginasi
mengarah ke posterior. Pada dasar lidah, secara fungsional epiglotis memisahkan orofaring
dari laringofaring (atau hipofaring). Epiglotis mencegah terjadinya aspirasi dengan menutup
glotis- gerbang laring- pada saat menelan. Laring adalah suatu rangka kartilago yang diikat
oleh ligamen dan otot. Laring disusun oleh 9 kartilago: tiroid, krikoid, epiglotis, dan
(sepasang) aritenoid, kornikulata dan kuneiforme.1
Batas hipofaring disebelah superior adalah tepi atas epiglottis, batas anterior ialah
laring, batas inferior ialah esofagus, serta batas posterior ialah vertebra cervical.Bila
hipofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak langsung atau
dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama yang tampak
dibawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini
Daerah yang sering mengalami sumbatan jalan napas adalah hipofaring, terjadi pada
pasien koma ketika otot lidah dan leher yang lemas tidak dapat mengangkat dasar lidah dari
dinding belakang faring. Ini terjadi jika kepala pada posisi fleksi atau posisi tengah. Oleh
karena itu ekstensi kepala merupakan langkah pertama yang terpenting dalam resusitasi,
karena gerakan ini akan meregangkan struktur leher anterior sehingga dasar lidah akan
terangkat dari dinding belakang faring. Kadang-kadang sebagai tambahan diperlukan
pendorongan mandibula kedepan untuk meregangkan leher anterior, lebih-lebih jika
sumbatan hidung memerlukan pembukaan mulut. Hal ini akan mengurangi regangan struktur
leher tadi. Kombinasi ekstensi kepala, pendorongan mandibula kedepan dan pembukaan
mulut merupakan gerak jalan napas tripel. Pada kira-kira 1/3 pasien yang tidak sadar
rongga hidung tersumbat selama ekspirasi karena palatum molle bertindak sebagai katup.
Selain itu rongga hidung dapat tersumbat oleh kongesti, darah atau lendir Jika dagu terjatuh,
maka usaha inspirasi dapat menghisap dasar lidah ke posisi yang menyumbat jalan napas.
Sumbatan jalan napas oleh dasar lidah bergantung kepada posisi kepala dan mandibula serta
dapat saja terjadi lateral, terlentang atau telungkup. Walaupun gravitasi dapat menolong
drainase benda asing cair, gravitasi ini tidak akan meringankan sumbatan jaringan lunak
hipofaring, sehingga gerak mengangkat dasar lidah seperti diterangkan diatas tetap
diperlukan.3
Penyebab lain sumbatan jalan napas adalah benda asing, seperti muntahan atau daah
dijalan napas atas yang tidak dapat ditelan atau dibatukkan keluar oleh pasien yang tidak
sadar. Laringospame biasanya disebabkan oleh rangsangan jalan nafas atas pada pasien stupor
atau koma dangkal. Sumbatan jalan nafas bawah dapat disebabkan oleh bronkospasme,
sekresi bronkus, sembeb mukosa, inhalasi isi lambung atau benda asing.4
a
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Sianosis, merupakan tanda hipoksemia akibat obstruksi jalan nafas yang lebih
berat.
2.
3.
4.
5.
Pemeriksaan airway
Letakkan pasien pada posisi terlentang pada alas keras ubin atau selipkan papan kalau
pasien diatas kasur. Jika tonus otot menghilang, lidah akan menyumbat faring dan epiglotis
akan menyumbat laring. Lidah dan epiglotis penyebab utama tersumbatnya jalan nafas pada
pasien tidak sadar. Untuk menghindari hal ini dilakukan beberapa tindakan, yaitu: 5
Chin Lift
Chin Lift
Jaw Thrust
Pegang pada angulus mandibulae, dorong mandibula ke depan (ventral). Manuver ini
aman dilakukan pada pasien trauma. Tidak boleh memberi bantal pada pasien tidak sadar
karena akan membuat posisi kepala fleksi dan tidak boleh menyangga leher untuk
mengekstensikan kepala karena bahaya cedera pada cervical spine.
Ketika memeriksa jalan napas dokter harus memastika bahwa peralatan penyokong
leher dan tulang belakang ada pada tempatnya jika terdapat kemungkinan adanya trauma dan
menentukan apakah jalan napas paten, terlindungi dan berada pada posisi yang adekuat. 2
Jika henti jantung terjadi diluar rumah sakit, letakkan pasien dalam posisi terlentang,
lakukan manuever triple airway (kepala tengadah, rahang didorong kedepan, mulut dibuka)
dan kalau rongga mulut ada cairan, lendir atau benda asing lainnya, bersihkan dahulu
sebelum memberikan nafas buatan.3
Pasien tidak sadar hendaknya diletakan horisontal, tetapi kalau diperlukan
pembersihan jalan nafas maka pasien dapat diletakkan dengan posisi kepala dibawah (head
down tilt) untuk mengeluarkan benda asing cair oleh gravitasi. Jangan meletakkan pasien
pada posisi telungkup karena muka sukar dicapai, menyebabkan sumbatan mekanis dan
mengurang kekembungan dada.4
Posisi lurus terlentang ditopang dianjurkan utnuk pasien koma diawasi yang
memerlukan resusitasi. Peninggian bahu dengan meletakkan bantal atau handuk yang dilipat
dibawahnya mempermudah ekstensi kepala. Akan tetapi jangan sekali-kali meletakkan bantal
dibawah kepala pasienyang tidak sadar (dapat menyebabkan leher fleksi sehingga
menyebabkan sumbatan hipofaring) kecuali pada intubasi trakea.4
Pada kasus trauma pertahankanlah kepala-leher-dada pada satu garis lurus.
Ekstensikan kepala sedang, jangan maksimum. Jangan memutar kepala korban kesamping,
jangan memfleksikan kepalanya. Jika korban harus dimiringkan untuk membersihkan jalan
nafasnya, pertahankanlah kepala-leher-dada tetap dalam satu garis lurus, sementara penolong
lain memiringkan korban Posisi mantap dianjurkan utnuk pasien koma bernafas spontan.4
lidah dengan dinding faring bagian posterior (Gambar 5-4). Pasien yang sadar atau dalam
anestesi ringan dapat terjadi batuk atau spasme laring pada saat memasang jalan nafas
artifisial bila refleks laring masih intact. Pemasangan oral airway kadang-kadang difasilitasi
dengan penekanan refleks jalan nafas dan kadang-kadang dengan menekan lidah dengan
spatel lidah. Oral airway dewasa umumnya berukuran kecil (80 mm/Guedel No 3), medium
(90 mm/Guedel no 4), dan besar (100 mm/Guedel no 5). 4
Panjang nasal airway dapat diperkirakan sebagai jarak antara lubang hidung ke
lubang telinga, dan kira-kira 2-4 cm lebih panjang dari oral airway. Disebabkan adanya
resiko epistaksis, nasal airway tidak boleh digunakan pada pasien yang diberi antikoagulan
atau anak dengan adenoid. Juga, nasal airway jangan digunakan pada pasien dengan fraktur
basis cranii. Setiap pipa yang dimasukkan melalui hidung (nasal airway, pipa nasogastrik,
pipa nasotrakheal) harus dilubrikasi.Nasal airway lebih ditoleransi daripada oral airway pada
pasien dengan anestesi ringan.5
Jalan napas buatan orofaringeal dan nasofaringeal dapat menjaga agar aliran udara
terjamin. Jalan napas buatan orofaringeal harus diolesi dengan jelli atau air sebelum
dimasukkan, tapi jangan dengan parafin cair. Pasanglah dengan bagian konkaf menghadap
keatas kemudian putarlah masuk kedalam faring. Pada pasien yag kedua rahangnya
mengatup, jalan napas buatan nasofaringeal kadang-kadang membantu, pasanglah dengan
hati-hati untuk mencegah perdarahan hidung. Jika jalan napas hidung tidak adekuat ,
pasanglah pipa endotrakea melalui hidung sampai ujungnya melewati epiglottis. Jangan
memaksa untuk membuka mulut, karena berbahaya. Pasien yang mulutnya tertutup rapat
dibaringkan dalam posisi koma jika intubasi tidak mungkin digunakan, atau lebih disukai
intubasi endotrakeal dengan menggunakan relaksan. 11
Krikotiroidotomi digunakan untuk memberi akses jalan napas darurat jika tindakan
yang lebih aman dan kurang invasif (intubasi oral atau nasotrakeal) tidak dapat dilakukan
atau jika merupakan kontraindikasi. Untuk anak dibawah usia 12 tahun, krikotidiodotomi
dengan jarum adalah pilihan bedah jalan napas.kontraindikasi absolut adalah jalan napas oral
atau nasal dapat dilakukan, cedera atau fraktur pada kartilago krikoid atau laring yang
signifikan, transeksi jalan napas parsial atau komplet, pasien berusia kurang dari 12 tahun
(merupakan pilihan utama krikotiriodotomi). Dan yang relatif adalah massa, pembengkakan
atau selulitis dileher, hematoma leher, koagulopati. 13
Face Mask Design dan Teknik
Penggunaan face mask dapat memfasilitasi pengaliran oksigen atau gas anestesi dari
sistem breathing ke pasien dengan pemasangan face mask dengan rapat (gambar 5-5).
Lingkaran dari face mask disesuaikan dengan bentuk muka pasien. Orifisium face mask dapat
disambungkan ke sirkuit mesin anestesi melalui konektor. Face mask yang transparan dapat
mengobservasi uap gas ekspirasi dan muntahan. Facemask yang dibuat dari karet berwarna
hitam cukup lunak untuk menyesuaikan dengan bentuk muka yang tidak umum. Retaining
hook dipakai untuk mengkaitkan head scrap sehingga face mask tidak perlu terus dipegang.
Beberapa macam mask untuk pediatrik di disain untuk mengurangi dead space. 2
Ventilasi yang efektif memerlukan jalan nafas yang bebas dan face mask yang
rapat/tidak bocor. Teknik pemasangan face mask yang tidak tepat dapat menyebabkan
reservoir bag kempis walaupun klepnya ditutup, hal ini menunjukkan adanya kebocoran
sekeliling face mask. Sebaliknya, tekanan sirkuit breathing yang tinggi dengan pergerakan
dada dan suara pernafasan yang minimal menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. 2
Bila face mask dipegang dengan tangan kiri, tangan kanan digunakan untuk melakukan
ventilasi dengan tekanan positif dengan memeras breathing bag. Face mask dipasang dimuka
pasien dan sedikit ditekan pada badan face mask dengan ibu jari dan telunjuk. Jari tengah dan
jari manis menarik mandibula untuk ekstensi joint atlantooccipital. Tekanan jari-jari harus
pada mandibula, jangan pada jaringan lunak yang menopang dasar lidah karena dapat terjadi
obstruksi jalan nafas. Jari kelingking ditempatkan dibawah sudut jaw dan digunakan
untuk jaw thrust manuver yang paling penting untuk dapat melakukan ventilasi pasien.2
Pada situasi yang sulit, diperlukan dua tangan untuk mendapatkan jaw thrust yang
adekuat dan face mask yang rapat. Karena itu diperlukan seorang asisten untuk memompa
bag (gambar 5-8). Obstruksi selama ekspirasi dapat disebabkan karena tekanan kuat dari face
mask atau efek ball-valve dari jaw thrust. Kadang-kadang sulit memasang face maks rapat
kemuka. Membiarkan gigi palsu pada tempatnya (tapi tidak dianjurkan) atau memasukkan
gulungan kasa ke rongga mulut mungkin dapat menolong mengatasi kesulitan ini. Ventilasi
tekanan normalnya jangan melebihi 20 cm H2O untuk mencegah masuknya udara ke
lambung.2
Kebanyakan jalan nafas pasien dapat dipertahankan dengan face mask dan oral atau
nasal airway. Ventilasi dengan face mask dalam jangka lama dapat menimbulkan cedera
akibat tekanan pada cabang saraf trigeminal atau fasial. Bila face mask dan ikatan mask
digunakan dalam jangka lama maka posisi harus sering dirubah untuk menghindari cedera.
Hindari tekanan pada mata, dan mata harus diplester untuk menghindari resiko aberasi
kornea.4
Teknik dan Bentuk Laryngeal Mask Airway (LMA)
LMA terdiri dari pipa dengan lubang yang besar, yang di akhir bagian proksimal
dihubungkan dengan sirkuit nafas dengan konektor berukuran 15 mm, dan dibagian distal
terdapat balon berbentuk elips yang dapat dikembangkan lewat pipa. Balon dikempiskan
dulu, kemudian diberi pelumas dan masukan secara membuta ke hipofaring, sekali telah
dikembangkan, balon dengan tekanan rendah ada di muara laring.Pemasangannya
memerlukan anestesi yang lebih dalam dibandingkan untuk memasukan oral airway.Posisi
ideal dari balon adalah dasar lidah di bagian superior, sinus pyriforme dilateral, dan spincter
oesopagus bagian atas di inferior.Jika esophagus terletak di rim balon, distensi lambung atau
regurgitasi masih mungkin terjadi.Variasi anatomi mencegah fungsi LMA yang adekuat pada
beberapa pasien. Akan tetapi, jika LMA tidak berfungsi semestinya dan setelah mencoba
memperbaiki masih tidak baik, kebanyakan klinisi mencoba dengan LMA lain yang
ukurannya lebih besar atau lebih kecil. Karena penutupan oleh epiglotis atau ujung balon
merupakan penyebab kegagalan terbanyak, maka memasukkan LMA dengan penglihatan
secara langsung dengan laringoskop atau bronchoskop fiberoptik (FOB) menguntungkan
pada kasus yang sulit.Demikian juga, sebagian balon digembungkan sebelum insersi dapat
sangat membantu.Pipa di plester seperti halnya TT.LMA melindungi laring dari sekresi faring
(tapi tidak terhadap regurgitasi lambung) dan LMA harus tetap dipertahankan pada tempatnya
sampai reflek jalan nafas pasien pulih kembali.Ini biasanya ditandai dengan batuk atau
membuka mulut sesuai dengan perintah. LMA yang dapat dipakai lagi, dapat di autoklaf,
dibuat dari karet silikon (bebas latek) dan tersedia dalam berbagai ukuran (tabel 5-3).6
LMA memberikan alternatif untuk ventilasi selain face mask atau TT. Kontraindikasi
untuk LMA adalah pasien dengan kelainan faring (misalnya abses), sumbatan faring,
lambung yang penuh (misalnya kehamilan, hernia hiatal), atau komplians paru rendah
(misalnya penyakit restriksi jalan nafas) yang memerlukan tekanan inspirasi puncak lebih
besar dari 30 cm H2O. Secara tradisional, LMA dihindari pada pasien dengan bronkhospasme
aatau resistensi jalan nafas tinggi, akan tetapi, bukti-bukti baru menunjukkan bahwa karena
tidak ditempatkan dalam trakhea, penggunaan LMA dihubungkan dengan kejadian
bronchospasme lebih kurang dari pada dengan TT. Walaupun hal ini nyata tidak sebagai
penganti untuk trakheal intubasi, LMA membuktikan sangat membantu terutama pada pasien
dengan jalan nafas yang sulit (yang tidak dapat diventilasi atau diintubasi) disebabkan mudah
untuk memasangnya dan angka keberhasilannya relatif besar (95-99%). LMA telah
digunakan sebagai pipa untuk jalur stylet ( gum elastik, bougie), ventilasi jet stylet, fleksibel
FOB, atau TT diameter kecil (6,0 mm).7
Tersedia LMA yang telah dimodifikasi untuk memfasilitasi penempatan TT yang lebih
besar dengan atau tanpa menggunakan FOB. Pemasukannya dapat dilakukan dibawah
anestesi topikal dan blok saraf laringeal bilateral jika jalan nafas harus bebas seraya
pasiennya sadar.4
Esophageal Tracheal Combitube (ETC)
Teknik & Bentuk Pipa
Pipa kombinasi esophagus tracheal (ETC) terbuat dari gabungan 2 pipa, masingmasing dengan konektor 15 mm pada ujung proksimalnya.Pipa biru yang lebih panjang ujung
distalnya ditutup.Pipa yang tranparant berukuran yang lebih pendek punya ujung distal
terbuka dan tidak ada sisi yang perporasi. ETC ini biasanya dipasangkan secara buta melalui
mulut dan dimasukkan sampai 2 lingkaran hitam pada batang batas antara gigi atas dan
bawah. ETC mempunyai 2 balon untuk digembungkan, 100 ml untuk balon prosikmal dan 15
ml untuk balon distal, keduanya harus dikembungkan secara penuh setelah pemasangan.Pipa
yang bening yang lebih pendek dapat digunakan untuk dekompresi lambung. Pilihan lain, jika
ETC masuk ke dalam trakhea, ventilasi melalui pipa yang bening akan langsung gas ke
trachea. Meskipun pipa kombinasi masih rerdaftar sebagai pilihan untuk penanganan jalan
nafas yang sulit dalam algoritma Advanced Cardiac Life Support, biasanya jarang digunakan
oleh dokter anestesi yang lebih suka memakai LMA atau alat lain untuk penanganan pasien
dengan jalan nafas yang sulit.2
dicoba untuk memastikan tidak beracun.Bentuk dan kekakuan dari TT dapat dirubah dengan
pemasangan mandren.Ujung pipa diruncingkan untuk membantu penglihatan dan
pemasangan melalui pita suara. Pipa Murphy memiliki sebuah lubang (mata Murphy) untuk
mengurangi resiko sumbatan pada bagian distal tube bila menempel dengan carina atau
trachea.6
Tahanan aliran udara terutama tergantung dari diameter pipa, tapi ini juga dipengaruhi
oleh panjang pipa dan lengkungannya.Ukuran TT biasanya dipola dalam milimeter untuk
diameter internal atau yang tidak umum dalam scala Prancis (diameter external dalam
milimeter dikalikan dengan 3). Pemilihan pipa selalu hasil kompromi antara memaksimalkan
flow dengan pipa ukuran besar dan meminimalkan trauma jalan nafas dengan ukuran pipa
yang kecil.6
Kebanyakan TT dewasa memiliki sistem pengembungan balon yang terdiri dari katup,
balon petunjuk (pilot balloon), pipa pengembangkan balon, dan balon (cuff).Katup mencegah
udara keluar setelah balon dikembungkan.Balon petunjuk memberikan petunjuk kasar dari
balon yang digembungkan.Inflating tube dihubungkan dengan klep.Dengan membuat trakhea
yang rapat, balon TT mengijinkan dilakukannya ventilasi tekanan positif dan mengurangi
kemungkinan aspirasi. Pipa yang tidak berbalon biasanya digunakan untuk anak-anak untuk
meminimalkan resiko dari cedera karena tekanan dan post intubasi croup.7
Ada 2 tipe balon TT yaitu balon dengan tekanan tinggi volume rendah dan tekanan
rendah volume tinggi.Balon tekanan tinggi dikaitkan dengan besarnya iskhemia mukosa
trachea dan kurang nyaman untuk intubasi pada waktu lama. Balon tekanan rendah dapat
meningkatkan kemungkinan nyeri tenggorokan (luas area kontak mukosa), aspirasi, ekstubasi
spontan, dan pemasangan yang sulit ( karena adanya floppy cuff). Meskipun demikian,
karena insidensi rendah dari kerusakan mukosa, balon tekanan rendah lebih dianjurkan.5
Tekanan balon tergantung dari beberapa faktor: volume pengembangan, diameter
balon yang berhubungan dengan trachea, trachea dan komplians balon, dan tekanan intratorak
(tekanan balon dapat meningkat pada saat batuk). Tekanan balon dapat menaik selama anetesi
umum sebagai hasil dari difusi dari N2O dari mukosa tracheal ke balon TT.7
TT telah dimodifikasi untuk berbagai penggunaan khusus.Pipa yang lentur, spiral,
wire reinforced TT (armored tubes), tidak kinking dipakai pada operasi kepala dan leher,
atau pada pasien dengan posisi telungkup. Jika pipa lapis baja menjadi kinking akibat tekanan
yang ekstrim ( contoh pasien bangun dan menggigit pipa), lumen pipa akan tetutup dan pipa
TT harus diganti. Pipa khusus lainnya termasuk pipa mikrolaringeal, RAE tube, dan lubang
pipa ganda (double lumen tube). Semua TT memiliki garis yang dilekatkan dan bersifat
radiogopak yang mengijinkan dapat dilihatnya ETT pada trachea.8
Rigid Laryngoscope
Laringoskop adalah instrumen untuk pemeriksaan laring dan untuk fasilitas intubasi
trachea. Handle biasanya berisi batre untuk cahaya bola lampu pada ujung blade, atau untuk
energi fiberoptic bundle yang berakhir pada ujung blade. Cahaya dari bundle fiberoptik
tertuju langsung dan tidak tersebar.6
Laringoskop dengan lampu fiberoptic bundle dapat cocok digunakan diruang MRI.
Blade Macintosh dan Miller ada yang melengkung dan bentuk lurus.Pemilihan dari blade
tergantung dari kebiasaan seseorang dan anatomi pasien. Disebabkan karena tidak ada blade
yang cocok untuk semua situasi, klinisi harus familier dan ahli dengan bentuk blade yang
beragam.7
Laringoskop Khusus
Dalam 15 tahun terakhir, terdapat 2 laringskop baru yang telah dibuat, untuk
membantu dokter anestesi menjamin jalan nafas pada pasien dengan jalan nafas yang sulitLaringokop Bullard dan laringoskop Wu
Keduanya memiliki sumber cahaya fiberoptic dan blade yang melengkung dengan
ujung yang panjang, dan didisain untuk membantu melihat muara glotis pada pasien dengan
lidah besar atau yang memiliki muara glotis sangat anterior.Banyak dokter anestesi percaya
bahwa alat ini untuk mengantisipasi pasien yang memiliki jalan nafas sulit. Bagaimanapun
juga, seperti halnya alat-alat lain yang digunakan jalan nafas pasien, pengalaman
penggunaannya harus dilakukan pada pasien normal sebelum digunakan pada saat penting
dan memergensi pada pasien dengan jalan nafas sulit.7
Flexible Fiberoptic Bronchoscope (FOB)
Dalam beberapa situasi, -misalnya pasien dengan tulang cervical yang tidak stabil,
pergerakan yang terbatas pada temporo mandibular join, atau dengan kelainan kongenital
atau kelainan didapat pada jalan nafas atas- laringoskopi langsung dengan penggunakan rigid
laringoskop mungkin tidak dipertimbangkan atau tidak dimungkinkan. Suatu FOB yang
feksibelmemungkin visualisasi tidak langsung dari laring dalam beberapa kasus atau untuk
beberapa situasi dimana direncanakan intubasi sadar (awake intubation). FOB dibuat dari
fiberglass ini mengalirkan cahaya dan gambar oleh refleksi internal-contohnya sorotan
cahaya akan terjebak dalam fiber dan terlihat tidak berubah pada sisi yang berlawanan.
Pemasangan pipa berisi 2 bundel dari fiber, masing-masing berisi 10.000 15.000 fiber.2
Manipulasi langsung untuk memasangkan pipa dilakukan dengan kawat yang kaku.
Saluran aspirasi digunakan untuk suction dari sekresi, insuflasi oksigen atau penyemprotan
anestesi lokal. Saluran aspirasi sulit untuk dibersihkan, akan tetapi, sebagai sumber infeksi
sehingga memerlukan kehati-hatian pada pembersihan dan sterilisasi telah digunakan.9
PEMBAHASAN JURNAL
A. DEFINISI KESULITAN JALAN NAFAS
Definisi standar untuk kesulitan jalan nafas tidak dapat ditemukan pada literatur yang
tersedia. Untuk Pedoman praktek ini, kesulitan jalan napas didefinisikan sebagai situasi klinis
di mana seorang anastesiologi yang dilatih secara konvensional mngalami kesulitan dengan
ventilasi face mask pada jalan nafas bagian atas, kesulitan dengan intubasi trakeal, atau
keduanya.14
Deskripsi yang dapat dikategorikan atau dinyatakan sebagai nilai numerik adalah yang
sangat diinginkan, karena jenis informasi ini memudahkan untuk analisis agregat dan
Perbandingan lintas-studi. Deskripsi yang disarankan meliputi, namun tidak terbatas pada: 14
1. Kesulitan menggunakan face mask atau Supraglottic Airway (SGA) (misalnya,
Laryngeal Mask Airway (LMA), Intubating LMA (ILMA), Laringeal tube): Hal ini
tidak memungkinkan pada seorang anestesi dalam memberikan ventilasi yang adekuat
karena satu atau lebih masalah berikut: masker atau segel SGA yang tidak adekuat,
kebocoran gas yang berlebihan, atau resistensi yang berlebihan terhadap masuknya
atau keluarnya gas. Tanda ventilasi yang tidak adekuat antara lain termasuk (namun
tidak terbatas pada) Pergerakan dada yang tidak ada atau tidak adekuat, suara napas
yang tidak ada atau tidak adekuat, tanda-tanda auskultasi dari obstruksi berat,
sianosis, masuknya udara kedalam lambung atau dilatasi, saturasi oksigen (SpO2)
yang tidak adekuat, Tidak adanya atau tidak adekuatnya penghembusan karbon
dioksida, tidak adanya atau tidak adekuatnya pengukuran spirometri dari aliran gas
yang dihembuskan, dan perubahan hemodinamik yang berhubungan dengan
hipoksemia atau hiperkarbia (misalnya, hipertensi, takikardia, aritmia).
2. Kesulitan penempatan: Penempatan SGA membutuhkan beberapa usaha, dengan ada
atau tidak adanya kelainan pada trakea.
3. Kesulitan Laringoskopi: Tidak mungkin untuk memvisualisasikan setiap bagian dari
pita suara setelah beberapa usaha pada laringoskopi konvensional.
4. Kesulitan intubasi trakea: Intubasi trakea membutuhkan beberapa usaha, dengan
adanya atau tidak adanya kelainan trakea.
5. Kegagalan intubasi: Penempatan endotrakeal tube gagal setelah beberapa usaha.
B. PEDOMAN.
1. Pemeriksaan Fisik
Riwayat saluran napas atau pemeriksaan fisik dapat memberikan indikasi untuk diagnostik
tambahan yang dilakukan pada beberapa pasien. Penelitian observasional dan kasus laporan
menunjukkan bahwa tes diagnostik tertentu (misalnya, radiografi, computed tomography
scan, fluoroskopi) dapat mengidentifikasi berbagai jenis yang diperoleh atau bawaan pada
pasien dengan kesulitan jalan napas. 14
pengelolaan
airway
yang
sulit
(yaitu,
unit
penyimpanan
portable),
(2)
menginformasikan pasien dengan mengetahui atau menduga adanya kesulitan airway, (3)
menetapkan suatu individu untuk memberikan bantuan ketika jalan nafas yang sulit ditemui,
(4) preanesthetic preoxygenation menggunakan sungkup, dan (5) pemberian oksigen
tambahan pada proses manajemen jalan nafas yang sulit. 14
o Identifikasi pendekatan utama atau pilihan untuk: (1) intubasi terjaga, (2) pasien yang
dapat diventilasi secara adekuat tetapi sulit untuk diintubasi, dan (3) situasi yang
mengancam jiwa di mana pasien tidak dapat diventilasi atau diintubasi.
o Identifikasi pendekatan alternatif yang dapat digunakan jika pendekatan utama gagal
atau tidak layak.
Pasien tidak kooperatif atau pasien pediatrik dapat membatasi pilihan untuk
pengelolaan airway yang sulit, khususnya pilihan yang melibatkan intubasi
terjaga. Manajemen airway pada pasien tidak kooperatif atau Pasien pediatrik
mungkin memerlukan pendekatan (misalnya, upaya intubasi setelah induksi
anestesi umum) yang mungkin tidak dianggap sebagai pendekatan primer pada
pasien kooperatif.
Pembedahan yang menggunakan infiltrasi anestesi lokal atau blokade saraf
regional sebagai alternatif untuk manajemen langsung pada airway yang sulit,
tetapi pendekatan ini tidak mewakili solusi yang pasti untuk adanya jalan nafas
yang sulit, juga tidak menyingkirkan kebutuhan untuk preformulated strategi
untuk intubasi jalan napas yang sulit.
Konfirmasi pada intubasi trakea dengan menggunakan kapnografi atau monitoring
end-tidal karbon dioksida. 14
D. STRATEGI UNTUK EKSTUBASI DARI KESULITAN BERNAFAS
Tujuan pedoman ini, strategi ekstubasi telah dianggap secara logis menjadi
perpanjangan dari strategi intubasi. 14
1. Algoritma Pada Kesulitan Jalan Nafas
1. Menilai kemungkinan dan dampak klinis dari dasar manajemen masalah:
Kesulitan pada kerjasama pasien atau persetujuan dari pasien.
Kesulitan ventilasi mask,
Kesulitan penempatan supraglottic airway
Kesulitan laringoskopi
Kesulitan intubasi, dan
kesulitan operasi pada airway akses
2. Secara aktif mencari peluang untuk memberikan oksigen tambahan selama manajemen
airway.
3. Pertimbangkan relatif dari manfaat dan kelayakan pilihan manajemen dasar:
Intubasi terjaga dibanding intubasi setelah induksi pada anastesi umum,
Teknik noninvasif dibanding teknik invasif (misalnya, bedah atau airwa percutaneus)
untuk awal pendekatan untuk intubasi,
Laringoskopi yang dibantu video sebagai pendekatan awal untuk intubasi, dan
Pengawetan dibanding ablasi pada ventilasi spontan.
2. Rekomendasi Ekstubasi
Strategi ini tergantung pada prosedur pembedahan, kondisi pasien, serta keahlian dan
pilihan ahli anestesi.
Dianjurkan bahwa strategi ekstubasi kesulitan airway harus mencakup pertimbangan:
ekstubasi,
rencana tata laksana airway yang dapat dilaksanakan jika pasien tidak dapat
Abnormalitas
a. Relatif Panjang
incisura
mandibularis
penutupan rahang
c. Hubungan antara incisura maxillaries c. Pasien tidak mampu membuat incisura
dan incisura mandibularis saat protrusi mandibularis berada di depan incisura
volunteer mandibula
d. Jarak antar incisura
maxillaris
d. Kurang dari 3 cm
f. Bentuk palatum
g. Jarak thyromental
h. Panjang leher
i. Tebal leher
h. Pendek
i. Tebal
Intubasi sadar
Fiberoptic Intubation
Supraglottic airway
Bronkoskopi
Two person mask ventilation
Videolaringoskop
DAFTAR PUSTAKA
1
2
of Surgeons : Amerika.
Mc Grath BA., Bates, L., Atkinson D., Moore, A. Guidelines : Multidisciplinary
Guidelines for the Management of Tracheostomy and Laryngectomy Airway Emergencies.
5
6
791-811.
Galvin I, Drummond GB, Nirmalan M. Distribution of blood flow andventilation in the
lung: gravity is not the only factor. British Journal ofAnaesthesia; 2007, 98: 420-8.
Wang, H.E. Emergency airway management: The need to refine And redefine The
An Update on Airway