I.
Pendahuluan
Sifilis adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh Treponema pallidum.
Sifilis biasanya menular melalui hubungan seksual atau dari ibu kepada bayi, akan
tetapi sifilis juga dapat menular tanpa hubungan seksual pada daerah yang
mempunyai kebersihan lingkungan yang buruk. Treponema pallidum juga dapat
menular melalui transfusi darah.1
Meskipun insidens sifilis kian menurun, penyakit ini tidak dapat diabaikan,
karena merupakan penyakit berat. Hampir semua organ tubuh dapat diserang,
termasuk sistem kardiovaskular dan saraf. Selain itu wanita hamil yang menderita
sifilis dapat menularkan penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis
kongenital yang dapat menyebabkan kelainan bawaan dan kematian. Istilah untuk
penyakit ini yaitu raja singa sangat tepat karena keganasannya.2
II.
Epidemiologi
Asal penyakit ini tak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa. Ada
yang menganggap penyakit ini berasal dari penduduk Indian yang dibawa oleh anak
bush Columbus waktu mereka kembali ke Spanyol pada tahun 1492. Pada tahun
1494 terjadi epidemi di Napoli. Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa penularan
sifilis dan gonore disebabkan oleh sanggama dan keduanya dianggap disebabkan oleh
infeksi yang sama.2
Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996 berkisar
antara 0,04 -0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang tertinggi di
Amerika Selatan. Di Indonesia insidensnya 0,61%. Di bagian kami penderita yang
terbanyak ialah stadium laten, disusul sifilis stadium I yang jarang, dan yang langka
ialah sifilis stadium II.2
WHO memperkirakan bahwa terdapat 12 juta kasus baru pada tahun 1999,
dimana lebih dari 90% terdapat di negara berkembang.1
III.
Definisi/etiologi
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum,
merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik, selama perjalanan penyakit dapat
menyerang seluruh organ tubuh, ada masa laten tanpa manifestasi lesi di tubuh, dan
dapat ditularkan kepada bayi di dalam kandungan.1,2,3
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman
ialah
Treponema
pallidum,
yang
termasuk
ordo
Spirochaetales,
familia
IV.
Patogenesis
Stadium dini
T. pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lender,
biasanya melalui sanggama. Kuman tersebut membiak, jaringan bereaksi dengan
membentuk infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel- sel plasma, terutama di
perivaskular, pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi di kelilingi oleh T.
pallidum dan sel-sel radang. Treponema tersebut terletak di antara endotelium kapiler
dan jaringan perivaskular di sekitarnya. Enarteritis pembuluh darah kecil
menyebabkan perubahan hipertrofik endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen
(enarteritis obliterans). Kehilangan pendarahan akan menyebabkan erosi, pada
pemeriksaan klinis tampak sebagai S1.2
Sebelum S1 terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional
secara limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula penjalaran hematogen dan
menyebar ke semua jaringan di badan, tetapi manifestasinya akan tampak kemudian.
Multiplikasi ini diikuti oleh reaksi jaringan sebagai SII, yang terjadi enam sampai
delapan minggu sesudah S1. S1 akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat
tersebut jumlahnya berkurang, kemudian terbentuklah fibroblas-fibroblas dan
akhirnya sembuh berupa sikatriks. SII jugs mengalami regresi perlahan-lahan dan lalu
menghilang.2
Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi yang aktif
masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu dapat melahirkan bayi
dengan sifilis kongenital.2
Stadium lanjut
Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun, rupanya treponema dalam
keadaan dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada dalam serum penderita.
Keseimbangan antara treponema dan jaringan dapat sekonyong-konyong berubah,
sebabnya belum jelas, mungkin trauma merupakan salah satu faktor presipitasi. Pada
saat itu muncullah S III berbentuk guma. Meskipun pada guma tersebut tidak dapat
ditemukan T. pallidum, reaksinya hebat karena bersifat destruktif dan berlangsung
bertahun-tahun. Setelah mengalami mass laten yang bervariasi guma tersebut timbul
di tempat-tempat lain.2
V.
Gambaran klinis
Sifilis primer (SI)
Sifilis primer biasanya ditandai oleh tukak tunggal (disebut chancre), tetapi
bisa juga terdapat tukak lebih dari satu.3,5 Tukak dapat terjadi dimana saja di daerah
genitalia eksterna, 3 minggu setelah kontak. Lesi awal biasanya berupa papul yang
mengalami erosi, teraba keras karena terdapat indurasi. Permukaan dapat tertutup
krusta dan terjadi ulserasi. Ukurannya bervariasi dari beberapa mm sampai dengan 12 cm. Bagian yang mengelilingi lesi meninggi dan keras. Bila tidak disertai infeksi
bakteri lain, maka akan berbentuk khas dan hampir tidak ada rasa nyeri. Kelainan
tersebut dinamakan afek primer. Pada pria tempat yang sering dikenai ialah sulkus
koronarius, sedangkan pada wanita di labia minor dan mayor. Selain itu juga dapat di
ekstragenital, misalnya di lidah, tonsil, dan anus.2 Pada pria selalu disertai pembesaran
kelenjar limfe inguinal medial unilateral/bilateral.3
Seminggu setelah afek primer, biasanya terdapat pembesaran kelenjar getah
bening regional di inguinalis medialis. Keseluruhannya disebut kompleks primer.
Kelenjar tersebut solitar, indolen, tidak lunak, besamya biasanya lentikular, tidak
supuratif, dan tidak terdapat periadenitis. Kulit di atasnya tidak menunjukkan tandatanda radang akut.2
Afek primer tersebut sembuh sendiri antara tiga sampai sepuluh minggu.
Istilah syphilis d'emblee dipakai, jika tidak terdapat afek primer. Kuman masuk ke
jaringan yang lebih dalam, misalnya pada transfuse darah atau suntikan.2
Sifilis sekunder (SII)
Biasanya S II timbul setelah enam sampai delapan minggu sejak S I dan
sejumlah sepertiga kasus masih disertai S I. Lama S II dapat sampai sembilan bulan.
Berbeda dengan S I yang tanpa disertai gejala konstitusi, pada S II dapat disertai
gejala tersebut yang terjadi sebelum atau selama S II. Gejalanya umumnya tidak berat,
berupa anoreksia, turunnya berat badan, malese, nyeri kepala, demam yang tidak
tinggi, dan artralgia.2
Manifestasi klinis sifilis sekunder dapat berupa berbagai ruam pada kulit,
selaput lendir, dan organ tubuh. Dapat disertai demam, malaise. Juga adanya kelainan
kulit dan selaput lendir dapat diduga sifilis sekunder, bila ternyata pemeriksaan
serologis reaktif. Lesi kulit biasanya simetris, dapat berupa makula, papul, folikulitis,
papulaskuomosa, dan pustul. Jarang dijumpai keluhan gatal. Lesi vesikobulosa dapat
ditemukan pada sifilis kongenital.3
Kelainan kulit dapat menyerupai berbagai penyakit kulit sehingga disebut the
.
great imitator. Selain memberi kelainan pada kulit, SII dapat juga memberi kelainan
pada mukosa, kelenjar getah bening, mata, hepar, tulang, dan saraf.2 Gejala lainnya
adalah merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah,
demam dan anemia.4
Pada S II yang masih dini sering terjadi kerontokan rambut, umumnya bersifat
difus dan tidak khas, disebut alopecia difusa. Pada S II yang lanjut dapat terjadi
kerontokan setempatsetempat, tampak sebagai bercak yang ditumbuhi oleh rambut
yang tipis, jadi tidak botak seluruhnya, seolah-olah seperti digigit ngengat dan disebut
alopesia areolaris.2,5
Gejala dan tanda sifilis sekunder dapat hilang tanpa pengobatan, tetapi bila
tidak diobati, infeksi akan berkembang menjadi sifilis laten atau sifilis stadium lanjut.6
Sifilis laten
Sifilis laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis, akan tetapi
pemeriksaan serologis reaktif. Dalam perjalanan penyakit sifilis selalu melalui tingkat
laten, selama bertahun-tahun atau seumur hidup. Akan tetapi bukan berarti penyakit
akan berhenti pada tingkat ini, sebab dapat berjalan menjadi sifilis lanjut, berbentuk
gumma, kelainan susunan syaraf pusat dan kardiovaskuler.
Tes
serologik
darah
positif, sedangkan tes likuor serebrospinalis negatif. Tes yang dianjurkan ialah VDRL
dan TPHA.2,3
Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun atau
bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang infeksius
kembali muncul .4
Sifilis lanjut
Perbedaan karakteristik sifilis dini dan sifilis lanjut ialah sebagai berikut:3
1. Pada sifilis dini bersifat infeksius, pada sifilis lanjut tidak, kecuali kemungkinan
pada wanita hamil.
2. Pada sifilis dini hasil pemeriksaan lapangan gelap ditemukan Tpallidum, pada
sifilis lanjut tidak ditemukan.
3. Pada sifilis dini infeksi ulang dapat terjadi walau telah diberi pengobatan yang
cukup, sedangkan pada sifilis lanjut sangat jarang.
4. Pada sifilis dini tidak bersifat destruktif, sedangkan pda sifilis lanjut destruktif
5. Pada sifilis dini hasil tes serologis selalu reaktif dengan titer tinggi, setelah diberi
pengobatan yang adekuat akan berubah menjadi non reaktif atau titer rendah,
sedangkan pada sifilis lanjut umumnya reaktif, selalu dengan titer rendah dan
sedikit atau hampir tidak ada perubahan setelah diberi pengobatan. Titer yang
tinggi pada sifilis lanjut dijumpai pada gumma dan paresis.
Sifilis laten lanjut
Biasanya tidak menular, diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan tes
serologik. Lama masa laten beberapa tahun hingga bertahun-tahun, bahkan dapat
seumur hidup. Likuor serebrospinalis hendaknya diperiksa untuk menyingkirkan
neurosifilis asimtomatik. Demikian pula sinar-X aorta untuk melihat, apakah ada
aorititis.2
meninggalkan
sikatriks
yang
hipotrofi.
Nodus
tersebut
dalam
Neurosifilis
Pada perjalanan penyakit neurosifilis dapat asimtomatik dan sangat jarang
terjadi dalam bentuk murni.2,3 Pada semua jenis neurosifilis terjadi perubahan berupa
meningovaskular
(sifilis
serebrospinalis),
misalnya
meningitis,
Timbulnya antara delapan sampai dua betas tahun setelah infeksi pertama.
Kira-kira seperempat kasus neurosifilis berupa tabes dorsalis. Kerusakan terutama
pada radiks posterior dan funikulus dorsalis daerah torako-lumbalis. Selain itu
beberapa saraf otak dapat terkena, misalnya nervus optikus, nervus trigeminus, dan
nervus oktavus. Gejala klinis di antaranya ialah gangguan sensibilitas berupa ataksia,
arefleksia, gangguan virus, gangguan rasa nyeri pada kulit, dan jaringan dalam.
Gejala lain ialah retensi dan inkontinensia urin. Gejala tersebut terjadi berangsurangsur terutama akibat demielinisasi dan degenerasi funikulus dorsalis.2
Demensia paralitika
Penyakit ini biasanya timbul delapan sampai sepuluh tahun sejak infeksi
primer, umumnya pada umur antara tiga puluh sampai lima puluh tahun.
Sejumlah 10-15% dari seluruh kasus neurosifilis berupa demensia paralitika.
Prosesnya ialah meningoensefalitis yang terutama mengenai otak, ganglia
basal, dan daerah sekitarventrikel ketiga. Lambat laun terjadi atrofi pada korteks dan
substansi albs sehingga korteks menipis dan terjadi hidrosefalus.2
Gejala klinis yang utama ialah demensia yang terjadi berangsur-angsur dan
progresif. Mula-mula terjadi kemunduran intelektual, kemudian kehilangan
dekorum, bersikap apatis, euforia, waham megaloman, dan dapat terjadi depresif
atau maniakal.2
Gejala lain di antaranya ialah disartria, kejang-kejang umum atau fokal,
muka topeng, dan tremor terutama otot-otot muka. Lambat laun terjadi kelemahan,
ataksia, gejala-gejala piramidal, inkontinensia urin, dan akhirnya meninggal.2
4. Guma
Umumnya terdapat pada meninges, rupanya terjadi akibat perluasan pada
tulang tengkorak. Jika membesar akan menyerang dan menekan parenkim otak.
Guma dapat solitar atau multipel pada verteks atau dasar otak.2
Keluhannya nyeri kepala, mual, muntah, dan dapat terjadi konvulsi dan
gangguan visus. Gejalanya berupa udema papil akibat peninggian tekanan
intrakranial, paralisis nervus kranial, atau hemiplegia.2
Sifilis kongenital
Sifilis kongenital pada bayi terjadi, jika ibunya terkena sifilis, terutama sifilis
dini sebab banyak T. pallidum beredar dalam darah. treponema masuk secara
hematogen ke janin melalui plasenta yang sudah dapat terjadi pada saat mass
kehamilan 10 minggu.2
Sifilis yang mengenai wanita hamil gejalanya ringan. Pada tahun I setelah
infeksi yang tidak diobati terdapat kemungkinan penularan sampai 90%. Jika ibu
menderita sifilis laten dini, kemungkinan bayi sakit 80%, bila sifilis lanjut 30 %.2
Pada kehamilan yang berulang, infeksi janin pada kehamilan yang kemudian
menjadi berkurang. Misalnya pada hamil pertama akan terjadi abortus pada bulan
kelima, berikutnya lahir mati pada bulan kedelapan, berikutnya janin dengan sifilis
kongenital yang akan meninggal dalam beberapa minggu, diikuti oleh dua sampai
tiga bayi yang hidup dengan sifilis kongenital. Akhirnya akan lahir seorang atau
lebih bayi yang sehat. Keadaan ini disebut hukum Kossowitz.2
Pemeriksaan dengan mikroskop elektron tidak terlihat adanya atrofi lengkap.
Hal yang demikian saat ini tidak dianut lagi sebab ternyata infeksi bayi dalam
kandungan dapat terjadi pada saat 10 minggu masa kehamilan. Setiap infeksi
sebelum 20 minggu kehamilan tidak akan merangsang mekanisme imunitas, sebab
sistem imun bayi yang dikandung belum berkembang dan tidak tampak kelainan
histologi reaksi bayi terhadap infeksi.3
Gambaran klinis dapat dibagi menjadi sifilis kongenital dini (prekoks), sifilis
kongenital lanjut (tarda), dan stigmata.2,3 Batas antara dini dan lanjut ialah dua
tahun. Yang dini bersifat menular, jadi menyerupai S 11, sedangkan yang lanjut berbentuk gums dan tidak menular. Stigmata berarti jaringan parut atau deformitas
akibat penyembuhan kedua stadium tersebut.2
Sifilis kongenital dini
Kelainan kulit yang pertama kali terlihat pada waktu lahir ialah bula
bergerombol, simetris pada telapak tangan dan kaki, kadang-kadang pada tempat
lain di badan. Cairan bula mengandung banyak T. pallidum. Bayi tampak sakit.
Bentuk ini adakalanya disebut pemfigus sifilitika.2
Kelainan lain biasanya timbul pada waktu bayi berumur beberapa minggu dan
mirip erupsi pada S II, pada umumnya berbentuk papul atau papulo-skuamosa
yang simetris dan generalisata. Dapat tersusun teratur, misalnya anular. Pada
tempat yang lembab papul dapat mengalami erosi seperti kondilomata lata. Ragades
merupakan kelainan umum yang terdapat pada sudut mulut, lubang hidung, dan
anus; bentuknya memancar (radiating).2
Wajah bayi berubah seperti orang tua akibat turunnya berat badan sehingga
kulit berkeriput. Alopesia dapat terjadi pula, terutama pada sisi dan belakang kepala.
Kuku dapat terlepas akibat papul di bawahnya; disebut onikia sifilitika. Jika
tumbuh kuku yang bare akan kabur dan bentuknya berubah.2
Pada selaput lendir mulut dan tenggorok dapat terlihat plaques muqueuses
seperti pada S II. Kelainan semacam itu sering terdapat pada daerah
mukoperiosteum dalam kavum nasi yang menyebabkan timbulnya rinitis dan disebut
syphilitic snuffles. Kelainan tersebut disertai sekret yang mukopurulen atau
seropurulen yang sangat menular dan menyebabkan sumbatan. Pernapasan dengan
hidung sukar. Jika plaques muqueuses terdapat pada laring suara menjadi parau.
Kelenjar getah bening dapat membesar, generalisata, tetapi tidak sejelas pada S 11.
Hepar dan lien membesar akibat invavasi T. pallidum sehingga terjadi fibrosis
yang difus. Dapat terjadi udema dan sedikit ikterik (fungsi hepar terganggu).
Ginjal dapat diserang, pada urin dapat terbentuk albumin, hialin, dan granular
cast. Pada umumnya kelainan ginjal ringan. Pada paru kadang-kadang terdapat
infiltrasi yang disebut "pneumonia putih".2
Tulang sering diserang pada waktu bayi berumur beberapa minggu.
Osteokondritis pada tulang panjang umumnyaterjadi sebelum berumur enam bulan
dan memberi gambaran khas pada waktu pemeriksaan dengan sinar-X. Ujung tulang
terasa nyeri dan bengkak sehingga tidak dapat digerakkan; seolah-olah terjadi
paralisis dan disebut pseudo paralisis Parrot. Kadang-kadang terjadi komplikasi
berupa terlepasnya epifisis, fraktur patologik, dan artritis supurativa. Pada
pemeriksaan dengan sinar-X terjadi gambaran yang khas. Tanda osteokondritis
menghilang setelah dua belas bulan, tetapi periostitis menetap. Koroiditis dan uveitis
jarang. Umumnya terdapat anemia berat sehingga rentan terhadap infeksi.2
berbentuk
paralisis
VI.
Pemeriksaan penunjang
berbentuk
ramping,
gerakan
lambat,
dan
angulasi.
Hares
hati-hati
Interpretasi
Hasil reaktif : sedang terinfeksi, pernah infeksi reaksi positif semu.
Hasil non reaktif : tidak pernah terinfeksi atau pada masa inkubasi (belum
terbentuk antibodi)
Tes Elisa (Enzyme linked immuno sorbent assay)
Sinar Rontgen dipakai untuk melihat kelainan khas pada tulang, yang dapat terjadi
pada S II, S Ill, dan sifilis kongenital. Juga pada sifilis kardiovaskular, misalnya untuk melihat
aneurisms aorta.2
Pada neurosifilis, tes koloidal emas sudah tidak dipakai lagi karena tidak khas.
Pemeriksaan jumlah set dan protein total pada likuor serebrospinalis hanya menunjukkan
adanya tanda inflamasi pada susunan saraf pusat dan tidak selalu berarti terdapat neurosifilis.
Harga normal ialah 0-3 sel/mm3, jika limfosit melebihi 5/mm3 berarti ada peradangan. Harga
normal protein total ialah /20-40 mg/100 mm 3, jika melebihi 40 mg/mm 3 berarti terdapat
peradangan.2
VII.
Diagnosis banding
Diagnosis banding SI
Dasar diagnosis S I sebagai berikut. Pada anamnesis dapat diketahui mass
inkubasi; gejala konstitusi tidak terdapat, demikian pula gejala setempat yaitu tidak
ada rasa nyeri. Pada afek primer yang penting ialah terdapat erosi/ulkus yang bersih,
solitar, bulat/lonjong, teratur, indolen dengan indurasi: T. pallidum positif. Kelainan
dapat nyeri jika disertai infeksi sekunder. Kelenjar regional dapat membesar, indolen,
tidak berkelompok, tidak ada periadenitis, tanpa supurasi. Tes serologik setelah
beberapa minggu bereaksi positif lemah.2
Sebagai diagnosis banding dapat dikemukakan berbagai penyakit.
1. Herpes simpleks
Penyakit ini residif dapat disertai rasa gataV nyeri, lesi berupa vesikel di alas
kulit yang eritematosa, berkelompok. Jika telah pecah tampak kelompok erosi, sering
berkonfluensi dan polisiklik, tidak terdapat indurasi.2
1. Ulkus piogenik
Akibat trauma misalnya garukan dapat terjadi infeksi piogenik. Ulkus tampak
kotor karena mengandung pus, nyeri, tanpa indurasi. Jika terdapat limfadenitis
regional disertai tanda-tanda radang akut dapat terjadi supurasi yang serentak, dan
terdapat leukositosis pada pemeriksaan darah tepi.2
3. Skabies
Pada skabies lesi berbentuk beberapa papul atau vesikel di genitalia eksterna,
terasa gatal pada malam hari. Kelainan yang sama terdapat pula pada tempat
predileksi, misalnya lipat jari Langan, perianal. Orang-orang yang serumah juga akan
menderita penyakit yang sama.2
4. Balanitis
Pada balanitis, kelainan berupa erosi superficial pada glans penis disertai
eritema, tanpa indurasi. Faktor predisposisi: diabetes melitus dan yang tidak
disirkumsisi.2
5. Limfogranuloma venereum (L.G.V.)
Afek primer pada L.G.V. tidak khas, dapat berupa papul, vesikel, pustul,
ulkus, dan biasanya cepat hilang. Yang khas ialah limfadenitis regional, disertai tandatanda radang akut, supurasi tidak serentak, terdapat periadenitis. L.G.V. disertai gejala
konstitusi: demam, malese, dan artralgia.2
3. Karsinoma sel skuamosa
Umumnya terjadi pada orang usia lanjut yang tidak disirkumsisi. Kelainan
kulit berupa benjolan-benjolan, terdapat indurasi, mudah berdarah. Untuk diagnosis,
perlu biopsi.2
4. Penyakit Behcet
Ulkus superficial, multipel, biasanya pada skrotum/labia. Terdapat pula
ulserasi pada mulct dan lesi pada mata.2
6. Ulkus mole
Penyakit ini kini langka. Ulkus lebih dari sate, disertai tanda-tanda radang
akut, terdapat pus, dindingnya bergaung. Haemophilus Ducreyi positif. Jika terjadi
limfadenitis regional juga disertai tanda-tanda radang akut, terjadi supurasi serentak.2
Diagnosis banding S II
Dasar diagnosis S II sebagai berikut. S II timbul enam sampai delapan minggu
sesudah S I. Seperti telah dijelaskan, S II ini dapat menyerupai berbagai penyakit
kulit. Untuk membedakannya dengan penyakit lain ads beberapa pegangan. Pada
anamnesis hendaknya ditanyakan, apakah pernah menderita luka di alai genital (S I)
yang tidak nyeri.2
Klinis yang penting umumnya berupa kelainan tidak gatal. Pada S II dini
kelainan generalisata, hampir simetrik, telapak tangan/kaki jugs dikenai. Pada S II
lambat terdapat kelainan setempatsetempat, berkelompok, dapat tersusun menurut
susunan tertentu, misalnya: arsinar, polisiklik, korimbiformis. Biasanya terdapat
limfadenitis generalisata. Tes serologik positif kuat pada S II dini, lebih kuat lagi pada
S II lanjut.2
Seperti telah diterangkan, sifilis dapat menyerupai berbagai penyakit karena
itu diagnosis bandingnya sangat banyak, tetapi hanya sebagian yang akan diuraikan.2
1. Erupsi obat alergik
Pada anamnesis dapat diketahui timbulnya alergi karena obat yang dapat
disertai demam. Kelainan kulit bermacam-macam, di antaranya berbentuk eritema
sehingga mirip roseala pada S II. Keluhannya gatal, sedangkan pada sifilis biasanya
tidak gatal.2
1. Morbili
Kelainan kulit berupa eritema seperti pada S II. Perbedannya: pada morbili
disertai gejala konstitusi (tampak sakit, demam), kelenjar getah bening tidak
membesar.2
2. Pitiriasis roses
Terdiri atas banyak bercak eritematosa terutama di pinggir dengan skuama
halus, berbentuk lonjong, lentikular, susunannya sejajar dengan lipatan kulit. Penyakit
ini tidak disertai limfadenitis generalisata seperti pada S II.2
3. Psoriasis
Persamaannya dengan S II : terdapat eritema dan skuama. Pada psoriasis tidak
didapati limfadenitis generalisata; skuama berlapis-lapis serta terdapat tanda tetesan
lilin dan Auspitz.2
5. Dermatitis seboroika
Persamaannya dengan S II ialah terdapatnya eritema dan skuama.
Perbedaannya pada dermatitis seboroik; tempat predileksinya pada tempat seboroik,
skuama berminyak dan kekuning-kuningan, tidak disertai limfadenitis generalisata.2
5. Kondiloma akuminatum
Penyakit ini mirip kondiloma lata, kedua-duanya berbentuk papul.
Perbedaannya: pada kondiloma akuminata biasanya permukaannya runcing-runcing,
sedangkan papul pada kondiloma lata permukaannya datar serta eksudatif.2
6. Alopesia areata
Kebotakan setempat; penyakit ini mirip alopesia areolaris pada S II.
Perbedaannya: pada alopesia areata lebih besar (numular) dan hanya beberapa,
sedangkan alopesia areolaris lebih kecil (lentikular) dan banyak serta seperti digigit
ngengat.2
Diagnosis banding S III
Kelainan kulit yang utama pada S III ialah guma. Guma juga terdapat pada
penyakit lain: tuberkulosis, frambusia, dan mikosis profunda. Tes serologik pada S III
dapat negatif atau positif lemah, karena itu yang penting ialah anamnesis, apakah
penderita tersangka menderita S I atau S II dan pemeriksaan histopatologik.2
Mikosis dalam yang dapat menyerupai S III ialah sporotrikosis dan
aktinomikosis. Perbedaannya: pada sporotrikosis berbentuk nodus yang terletak
sesuai dengan perjalanan pembuluh getah bening, dan pada pembiakan akan ditemu-
kan jamur penyebabnya. Aktinomikosis sangat jarang di Indonesia. Penyakit ini juga
terdiri atas infiltrat yang melunak seperti guma S III. Lokalisasinya khas yakni di
leher, dada, dan abdomen. Kelainan kulitnya berbeda, yakni terdapat fistel multipel;
pada pusnya tampak butir-butir kekuningan yang disebut sulfur granules. Pada biakan
akan tumbuh Actinomyces.2
Tuberkulosis kutis gumosa mirip gums S III. Cara membedakannya dengan
pemeriksaan histopatologik. Demikian pula frambusia stadium lanjut. Guma S III
bersifat kronis dan destruktif, karena itu kelainan tersebut mirip keganasan. Cara
membedakannya dengan pemeriksaan histopatologik.2
VIII.
Diagnosis
Diagnosis
ditegakkan
berdasarkan
gejala-gejalanya.
Diagnosis
pasti
Penatalaksanaan
Pada pengobatan jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga diobati, dan
selama belum sembuh penderita dilarang bersanggama. Pengobatan dimulai sedini
mungkin, makin dini hasilnya makin balk. Pada sifilis laten terapi bermaksud
mencegah proses lebih lanjut.2
Pengobatannya menggunakan penisilin dan antibiotik lain.2,3,5
1. PENISILIN
Obat yang merupakan pilihan ialah penisilin. Obat tersebut dapat menembus
placenta sehingga mencegah infeksi Pada janin dan dapat menyembuhkan janin yang
terinfeksi; juga efektif untuk neurosifilis.2
Kadar yang tinggi dalam serum tidak diperlukan, asalkan jangan kurang dari
0,03 unit/ml. Yang penting ialah kadar tersebut hares bertahan dalam serum selama
sepuluh sampai empat betas hari untuk sifilis dini dan lanjut, dua puluh sate hari
untuk neurosifilis dan sifilis kardiovaskular. Jika kadarnya kurang dari angka tersebut,
setelah lebih dari dua puluh empat sampai tiga puluh jam, maka kuman dapat
berkembang biak.2
Menurut lama kerjanya, terdapat tiga macam penisilin:2
a. Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh empat jam, jadi
bersifat kerja singkat.
Pada sifilis lanjut dapat membahayakan jiwa penderita, misalnya: edema glotis
pada penderita dengan gums di laring, penyempitan arteria koronaria pada muaranya
karena edema dan infiltrasi, dan trombosis serebral. Selain itu juga dapat terjadi ruptur
aneurisms atau ruptur dinding aorta yang telah menipis yang disebabkan oleh
terbentuknya jaringan fibrotik yang berlebihan akibat penyembuhan yang cepat.2
Pengobatan reaksi Jarish-Herxheimer ialah dengan kortikosteroid, contohnya
dengan prednison 20-40 mg sehari. Obat tersebut juga dapat digunakan sebagai
pencegahan, misalnya pada sifilis lanjut, terutama pada gangguan aorta dan diberikan
dua sampai tiga hari sebelum pemberian penisilin serta dilanjutkan dua sampai tiga
hari kemudian.2
2. ANTIBIOTIK LAIN
Selain penisilin, masih ada beberapa antibiotik yang dapat digunakan sebagai
pengobatan sifilis, meskipun tidak seefektif penisilin.2
Bagi yang alergi terhadap penisilin diberikan tetrasiklin 4 x 500 mg/hari, atau
aeritromisin 4 x 500 mg/hri, atau doksisiklin 2 x 100 mg/hari. Lama pengobatan 15
hari bagi S I dan S II dan 30 hari bagi stadium laten. Eritromisin bagi yang hamil,
efektivitasnya meragukan. Doksisiklin absorbsinya lebih baik daripada tetrasiklin,
yakni 90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%.2
Pada penelitian terbaru didapatkan bahwa doksisiklin atau eritromisin yang
diberikan sebagai terapi sifilis primer selama 14 hari, menunjukkan perbaikan.9
Obat yang lain ialah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4 x 500 mg
sehari selama 15 hari. Juga seftriakson setiap hari 2 gr, dosis tunggal i.m. atau i.v.
selama 15 hari.2
Azitromisin juga dapat digunakan untuk S I dan S 11, terutama dinegara yang
sedang berkembang untuk menggantikan penisilin.10 Dosisnya 500 mg sehari sebagai
dosis tunggal. Lama pengobatan 10 hari. Menurut laporan Verdun dkk.
Penyembuhannya mencapai 84,4%.2
tunggal. Lama pengobatan 10 hari. Menurut laporan Verdun dkk., penyembuhannya
mencapai 84,4%.2
Pencegahan 6,8
Hindari berhubungan sex dengan lebih dari satu pasangan
Menjalani screening test bagi anda dan pasangan anda
Hindari alkohol dan obat-obatan terlarang
Gunakan kondom ketika berhubungan sexual
Sifilis tidak bisa dicegah dengan membersihkan daerah genital setelah berhubungan
sexual.8
DAFTAR PUSTAKA
at
7. Aprianti S, Pakashi RDN, Hardjoeno. Tes Sifilis dan Gonorrhoe dalam: Hardjoeno dkk.
Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik. Penerbit LETHAS, Makasar.2003.
h:353-61.
8. Dugdale DC, Vyas JM, Zieve D. Syphilis available at http//www.medlineplus.com.
Accessed on may 14, 2010.
9. Wong T et al. Serological Treatment Response to Doxycycline/Tetracycline versus
Benzathine Penicillin. Am J Med 2008 Oct; 121:903.
10. Riedner G, Rusizoka M, Todd J, Maboko L, Hoelscher M, Mmbando D et al. SingleDose Azithromycin versus Penicillin G Benzathine for the Treatment of Early Syphilis.
NEJM 2005 Volume 353:1236-1244.