Anda di halaman 1dari 23

BAB II

LANDAS AN TEORI

II.1 Pengertian Piutang


Pada dasarnya perusahaan lebih memilih untuk melakukan penjualan secara tunai,
karena penerimaan kas yang didapat dari penjualan tunai dapat digunakan segera sebagai
sumber dana bagi kegiatan operasional perusahaan. Perusahaan melakukan penjualan
secara kredit untuk menarik minat lebih banyak pelanggan dan meningkatkan volume
penjualan. Piutang merupakan suatu pos yang terdapat dalam kegiatan aktiva lancar
yang dapat dengan cepat diuangkan menjadi kas.
Pengertian piutang menurut Wibowo dan AbubakarArif (2005;151), yaitu:
Piutang adalah klaim terhadap sejumlah uang yang diharapkan akan diperoleh pada
masa yang akan datang.
Sedangkan Indriyo dan Basri (2002;81) mendefinisikan bahwa :
Piutang meliputi semua klaim dalam bentuk uang terhadap perorangan, organisasi,
badan atau debitur lainnya. Piutang juga timbul dari beberapa jenis transaksi, yang
paling umum adalah penjualan barang atau jasa yang dilakukan secara kredit.
Berdasarkan definisi yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa piutang
merupakan klaim perusahaan dalam bentuk uang yang diharapkan akan diperoleh pada
masa yang akan datang atas penyerahan barang atau jasa kepada pihak lain.
Jenis piutang menurut Warren, Reeve, dan Fees yang diterjemahkan oleh
Farahmita, A., Amanaugrahani, Hendrawan, T. (2008;356) diklasifikasikan sebagai
berikut :

1. Piutang dagang (Account Receivable)


Transaksi paling umum yang menciptakan piutang adalah penjualan barang
dagang/jasa secara kredit. Piutang usaha (account receivables) semacam ini
normalnya diperkirakan akan tertagih dalam periode waktu 30-60 hari. Piutang
usaha diklasifikasikan dalam neraca sebagai aktiva lancar.
2. Wesel tagih (Notes Receivable)
Sepanjang wesel tagih dapat ditagih dalam setahun, maka biasanya
diklasifikasikan dalam neraca sebagai aktiva lancar. Wesel tagih (notes
receivable) adalah jumlah yang terutang bagi pelanggan, dimana pelanggan
dimaksud telah menerbitkan surat hutang formal pada perusahaan.
3. Piutang lain (Other Receivable)
Piutang lain-lain biasanya disajikan secara terpisah dalam neraca. Jika piutang ini
diharapkan akan tertagih dalam satu tahun, maka piutang tersebut dikategorikan
sebagai aktiva lancar. Jika penagihannya lebih dari satu tahun, maka
dikategorikan sebagai piutang tidak lancar.

II.2

Kebijakan Piutang dan Penjualan Kredit


Kredit mengandung pengertian adanya suatu kepercayaan dari seseorang atau

badan yang diberikan kepada seseorang atau badan lain atas penundaan pembayaran atas
barang atau jasa yang manfaatnya dirasakan saat ini dengan pembayaran yang dilakukan
di masa yang akan datang. Pemberian kredit dilakukan menurut prosedur dan kebijakan
yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dengan adanya kebijakan kredit diharapkan
pembeli dapat menepati jangka waktu pembayaran yang telah ditentukan.
Kebijakan penjualan kredit menyangkut kegiatan untuk menentukan seberapa
besar perusahaan dapat melakukan penjualan kredit dan kepada siapa saja perusahaan
dapat menjual secara kredit. Dalam hal ini, perusahaan harus menilai/mengevaluasi
kemampuan baik pelanggan likuiditas, aktivitas, solvabilitas maupun profitabilitasnya.
Analisis ini tidak hanya menyangkut tingkat kepercayaan financial kepada pelanggan,
tetapi juga menyangkut estimasi jumlah kredit yang mampu ditanggung oleh pelanggan.
Oleh karena itu, perusahaan biasanya akan menetapkan batas kredit yang boleh
diberikan kepada pelanggan.

Suatu analisis kredit menggambarkan suatu proses penilaian atau evaluasi tentang
apakah konsumen dapat menerima kredit atau tidak. Arief Sugiono (2009;35)
mengemukakan bahwa:
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya risiko atas tidak tertagihnya piutang, yang
dapat dikendalikan oleh pihak manajemen didalam perusahaan disebut sebagai credit
policy variables
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya risiko atas tidak tertagihnya piutang adalah
sebagai berikut:
a. Kredit standar (credit standard)
M enurut Arief Sugiono (2009;35) memberikan definisi sebagai berikut:
Standar kredit yang ditetapkan oleh perusahaan merupakan tolak ukur di dalam
menetapkan tingkat resiko yang secara optimal dapat ditanggung oleh perusahaan
atas kredit macet yang mungkin timbul sebagai akibat dari pemberian kredit yang
dilakukannya.
Standar kredit adalah salah satu kriteria yang dipakai perusahaan untuk menyeleksi
para pelanggan yang akan diberikan kredit dan berapa jumlah yang harus diberikan.
Standar kredit merupakan besarnya resiko yang terkandung dalam pemberian kredit
yang dapat diterima, jika perusahaan menjual secara kredit hanya kepada pelanggan
yang terutang saja, maka perusahaan akan menderita kerugian yang sedikit saja yang
disebabkan oleh utang yang tak dapat ditagih (bad debts). Sebaliknya, perusahaan
mungkin akan kehilangan penjualan dan laba yang tidak jadi diterimanya dari
penjualan yang hilang ini mungkin lebih besar daripada biaya yang dihindarinya.

10

M enurut M andala, M anurung dan Rahardja Prathama (2004;193) kriteria penilaian


kredit yang digunakan untuk menilai kelayakan pelanggan adalah 5C yaitu:
1. Character
Perusahaan melakukan penilaian terhadap karakter calon debitur. Ini
merupakan ukuran kemauan debitur untuk memenuhi kebutuhannya.
2. Capacity
Perusahaan melakukan penilaian subyektif atas kemampuan calon debitur
dalam menggerakan usahanya. Kemampuan ini diukur dengan catatan prestasi
bisnis perusahaan calon debitur di masa lampau, yang di dukung dengan
pengamatan di lapangan.
3. Capital
Perusahaan melakukan penyidikan terhadap pemodalan yang dimiliki calon
debitur yang tidak hanya dilihat dari besar kecilnya modal tersebut tetapi
bagaimana modal tersebut di distribusikan dan kecukupan modal yang tersedia.
4. Collateral
Jaminan sangat dibutuhkan untuk menghindari atau mengurangi resiko
kerugian bila terjadi hal-hal buruk dari usaha yang dikelola oleh calon debitur.
Penilaian jaminan biasanya hanya dinilai dari sisi financial tetapi juga dari
kualitas assets yang dimiliki calon debitur.
5. Condition
Kreditur perlu memperhatikan apakah calon debitur dapat mempertahankan
kelangsungan hidupnya di tengah-tengah kondisi perekonomian yang fluktuatif
untuk memastikan bahwa calon debitur dapat melunasi kewajibannya.
b. Syarat Kredit (Credit Term)
Syarat kredit menurut M ardiyanto (2009;130) mencakup dua hal:
(1) Periode kredit (kapan penagihan dimulai serta berapa lama batas waktu
penagihan). (2) Diskon yang akan diberikan kepada pelanggan yang membayar pada
periode diskon.
Dalam syarat kredit ditentukan oleh jangka waktu kredit yang diberikan kepada
pelanggan dan besar cash discount yang diberikan seandainya konsumen tersebut
membayar lebih cepat atau sebelum suatu tenggang waktu tertentu berakhir.Sebagai
contoh 2/10 n/40, persyaratan ini menunjukkan bahwa perusahaan akan memberikan
diskon sebesar 2% apabila utang akan dibayar dalam tempo 10 hari dengan
maksimal jangka waktu pembayaran selama 40 hari.
11

Dalam menetapkan persyaratan kredit, perusahaan harus mempertimbangkan


pertambahan keuntungan yang akan diperoleh dengan biaya modal yang harus
dikorbankan sebagai akibat dari bertambahnya besarnya dana yang tertanam dalam
piutang dagang.
c. Kebijakan Penagihan (Collection Policy)
Brealey, Myers, & M arcus yang diterjemahkan oleh Sabran, Bob. (2008;170)
mendifinisikan kebijakan penagihan sebagai berikut:
Kebijakan penagihan adalah prosedur untuk menagih dan mengawasi piutang.
Kebijakan mengenai penagihan yaitu sampai sejauh mana tindakan atau kelonggaran
yang diberikan perusahaan atas piutang yang tidak dibayar pada waktunya.
Kebijakan penagihan merujuk pada prosedur-prosedur yang digunakan untuk
menagih piutang. Keseimbangan biaya dan manfaat harus selalu diperhitungkan
dalam menetapkan kebijakan penagihan yang akan dijalankan.
Perubahan

kebijakan

penagihan

mempengaruhi jumlah

penjualan,

periode

penagihan, persentase piutang tak tertagih, dan persentase pelanggan yang


mengambil diskon.
M enurut Brealey, Myers, & M arcus yang diterjemahkan oleh Sabran, Bob.
(2008;170) manajemen kredit melibatkan lima langkah, yaitu:
1. M enetapkan syarat penjualan di mana akan berencana menjual barang.
2. M emutuskan bukti apa yang diperlukan untuk menunjukkan bahwa pelangan
berutang uang.
3. M enentukan pelanggan mana yang tampaknya akan membayar tagihan
mereka. Ini disebut analisis kredit.
4. M emutuskan kebijakan kredit.
5. M enagih uang pada saat jatuh tempo. Ini disebut kebijakan penagihan.

12

Dengan menurunkan standar pemberian kredit, mungkin akan meningkatkan


permintaan, yang juga akan meningkatkan penjualan dan laba. Namun terdapat biaya
dengan adanya penambahan piutang, serta meningkatnya resiko piutang tidak tertagih

II.3 Pengakuan dan Pencatatan Piutang


Salah satu masalah dalam pemahaman mengenai piutang dalam akuntansi adalah
menentukan saat pengakuan pendapatan. Pengakuan pendapatan ini berkaitan erat
dengan pengakuan piutang usaha. M enurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI, 2009:23.2)
Perusahaan dapat mengakui pendapatan hanya bila besar kemungkinan manfaat
ekonomi masa depan akan mengalir ke dalam perusahaan, dan manfaat ini dapat diukur
dengan nilai.
Akuntansi piutang usaha tetap berpedoman pada sistem akuntansi yang lazim
digunakan. Untuk itu setiap transaksi harus dilakukan pencatatan piutang dengan tujuan
untuk mencatat mutasi piutang perusahaan kepada setiap debitur. M utasi piutang ini
disebabkan oleh transaksi penjualan kredit, penerimaan pelunasan dari debitur, retur
penjualan dan penghapusan piutang. Oleh karena itu setiap diadakannya transaksi harus
disertai bukti-bukti atau dokumen pokok yang digunakan sebagai dasar untuk pencatatan
akuntansi.
Pada umumnya piutang usaha timbul dari transaksi penjualan secara kredit,
sehingga pengakuan terhadap piutang senantiasa berpengaruh terhadap laba, saat
berpindahnya hak milik atas barang dari penjual kepada pembeli, saat diselesaikannya
itulah suatu transaksi penjualan barang dianggap terjadi. Piutang yang timbul dari
penyerahan barang/jasa secara kredit diakui dengan cara mendebet piutang dan
mengkredit rekening penjualan, sedangkan penerimaan kas atau pembayaran dari debitur
13

diakui atau dicatat dengan cara mendebet rekening kas/ bank dan mengkredit rekening
piutang, seperti di bawah ini :
(D) Piutang usaha

xxxx

(K) Penjualan

xxxx

mencatat transaksi penjualan secara kredit


(D) Kas/bank

xxxx

(K) Piutang usaha

xxxx

mencatat penerimaan kas dari debitur

II.4 Perlakuan Akuntansi Atas Piutang Tak Tertagih


Dalam mengantisipasi jumlah piutang yang tidak dapat ditagih, perusahaan
melakukan estimasi atau taksiran piutang yang tidak dapat ditagih setiap akhir periode.
M enurut Reeve, Warren, dan Fees (2005;321) terdapat metode akuntansi yang
digunakan untuk mencatat piutang tak tertagih :
There are two methods of accounting for receivables that appear to be uncollectible.
The allowance method provides an expense for uncollectible receivable in advance of
their write-off. The other procedure, called direct write-off, recognized the expense only
when accounting are judge to be worthless.
Berdasarkan pernyataan di atas, terdapat dua metode akuntansi untuk mencatat
piutang tak tertagih, yaitu:
1. M etode Penghapusan Langsung (Direct Write-off Method)
Penggunaan metode ini didasarkan pada adanya indikasi bahwa piutang usaha tidak
dapat ditagih lagi dan tidak bernilai lagi. Pencatatan kerugian piutang dilakukan jika ada
kepastian bahwa debitur tidak mampu membayar kewajibannya kepada perusahaan.
14

Kelemahan dari metode ini adalah tidak dapat dibandingkannya pendapatan dan beban
periode yang bersangkutan dan nilai piutang yang dilaporkan bukan merupakan nilai
yang dapat direalisasikan. Ayat jurnal untuk menghapus piutang tak tertagih tersebut
adalah :
(D) Beban piutang tak tertagih

xxxx

(K) Piutang

xxxx

untuk menghapus piutang tak tertagih


(D) Piutang

xxxx

(K) Beban piutang tak tertagih

xxxx

untuk menimbulkan kembali piutang yang telah dihapus sebelumnya


(D) Kas/ bank

xxxx

(K) Piutang

xxxx

untuk mencatat penerimaan kas


2.M etode Penyisihan (Allowance Method)
Perusahan-perusahaan besar umumnya menggunakan metode penyisihan untuk
mengestimasi besarnya piutang usaha tidak tertagih. M etode penyisihan mencatat beban
atas dasar estimasi dalam periode akuntansi, di mana penjualan kredit dilakukan. Piutang
tak tertagih harus dicatat pada periode yang sama seperti penjualan untuk mendapatkan
penandingan yang tepat atas beban dan pendapatan serta nilai dari piutang yang tercatat
pada neraca merupakan nilai yang dapat direalisasi.
Jurnal-jurnal akuntansi yang berhubungan dengan metode ini adalah sebagai berikut :
(D)Beban piutang tak tertagih

xxxx

(K) Cadangan piutang tak tertagih

xxxx

pada saat pembentukan cadangan


15

(D) Cadangan piutang tak tertagih

xxxx

(K) Piutang

xxxx

pada saat penghapusan piutang tak tertagih


(D) Piutang

xxxx
(K) Cadangan piutang tak tertagih

xxxx

untuk menimbulkan kembali piutang yang telah dihapuskan


(D) Kas/ bank
(K) Piutang

xxxx
xxxx

untuk mencatat penerimaan kas


Estimasi atas piutang tak tertagih dapat didasarkan pada (1) Jumlah penjualan, di mana
piutang usaha timbul akibat adanya penjualan. Perusahaan dapat menggunakan jumlah
penjualan selama satu periode sebagai dasar estimasi piutang tak tertagih dengan
persentase tertentu. (2) Jumlah piutang, di mana perusahaan menentukan lamanya waktu
piutang usaha tersebut beredar. Untuk itu, perusahaan membuat skedul umur piutang
(Aging Schedule). Skedul ini menunjukkan jumlah piutang dan umur piutang.
M enurut Kasmir (2003;71) ada beberapa metode penyisihan piutang antara lain:
1.Pendekatan Laporan Laba Rugi
M enurut metode ini penyisihan piutang ragu-ragu dihitung dengan cara mengalikan
taksiran persentase yang tidak terbayar dengan jumlah penjualan periode tertentu.
Dalam menaksir jumlah persentase ini biasanya didasarkan atas pengalaman masa lalu.
Dari pengalaman ini dapat diketahui rata-rata persentase yang tidak terbayar dari
jumlah penjualan periode tersebut. Hasil dari perkalian ini merupakan beban dari satu
16

perusahaan untuk periode tersebut dan ini dapat dilakukan dengan mendebet perkiraan
biaya piutang dan mengkredit penyisihan piutang.
2.Pendekatan Neraca
M enurut metode ini penyisihan piutang ragu-ragu dihitung dengan menggunakan saldo
piutang usaha. Dengan metode ini jumlah dari piutang tak tertagih adalah dengan
mengalikan saldo piutang usaha dengan persentase piutang tak tertagih.

II.5 Analisis Rasio Keuangan


Pengertian rasio menurut Hendra S. Raharjaputra (2009;196) adalah:
M embandingkan antara satu angka dengan angka lainnya yang memberikan suatu
makna. Keuntungan dengan menggunakan rasio adalah meringkas suatu data historis
perusahaan sebagai bahan perbandingan.
M enurut Sofyan Syafri (2010;297), rasio adalah :
Angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan
pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan.
Rasio finansial atau rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan perusahaan
untuk menilai kinerja suatu perusahaan berdasarkan perbandingan data keuangan yang
terdapat pada pos laporan keuangan (neraca, laporan laba/rugi, laporan aliran kas). Rasio
menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship) antara
suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain.
Analisis rasio dapat digunakan untuk membimbing investor dan kreditor untuk
membuat keputusan atau pertimbangan tentang pencapaian perusahaan dan prospek di
masa datang. Salah satu cara pemrosesan dan penginterpretasian informasi akuntansi,

17

yang dinyatakan dalam artian relatif maupun absolut untuk menjelaskan hubungan
tertentu antara angka yang satu dengan angka yang lain dari suatu laporan keuangan.
Analisis rasio keuangan menggunakan data laporan keuangan yang telah ada
sebagai dasar penilaiannya. M eskipun didasarkan pada data dan kondisi masa lalu,
analisis rasio keuangan dimaksudkan untuk menilai resiko dan peluang di masa yang
akan datang. Pengukuran dan hubungan satu pos dengan pos lain dalam laporan
keuangan yang tampak dalam rasio-rasio keuangan dapat memberikan kesimpulan yang
berarti dalam penentuan tingkat kesehatan keuangan suatu perusahaan.
Analisis rasio menurut Dermawan Sjahrial (2009;38) pada dasarnya terdiri dari tiga
macam perbandingan, yaitu :
1. Perbandingan

Eksternal

(Cross

Sectional

Analysis)

yaitu

dengan

cara

membandingkan rasio-rasio keuangan beberapa perusahaan pada suatu saat yang


sama termasuk membandingkan rasio-rasio dengan perusahaan lain yang sejenis atau
dapat pula dibandingkan dengan rasio rata-rata industri.
2. Perbandingan Internal (Time Series Analysis) yaitu dengan cara membandingkan
kinerja keuangan perusahaan dalam beberapa periode dengan menggunakan analisa
rasio keuangan.
3. Combined Analysis yaitu merupakan gabungan antara cross sectional analysis dan
time series analysis.
II.2.1 Tujuan Analisis Rasio Keuangan
Tujuan analisis rasio-rasio keuangan menurut M ahmud M .Hanafi (2004) adalah
sebagai berikut :

18

M elihat likuiditas, yaitu kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban


jangka pendek.
M elihat kemampuan perusahaan menggunakan asetnya dengan efektif.
M elihat kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban totalnya.
M elihat kemampuan perusahaan menghasilkan profitabilitas.
M elihat seberapa jauh tujuan kemakmuran pemegang saham tercapai.

II.2.2 Keunggulan dan Keterbatasan Analisis Rasio Keuangan


Analisis rasio memiliki beberapa keunggulan dibanding teknik analisis lainnya.
Keunggulan-keunggulan tersebut menurut Sofyan Syafri Harahap (2010;298) adalah
sebagai berikut :
Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca
dan ditafsirkan.
M erupakan pengganti yang lebih sederhana dan informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.
M engetahui posisi keuangan di tengah industri lain.
M enstandarisir ukuran perusahaan.
Lebih mudah membandingkan perusahaan dengan perusahaan lain, atau melihat
perkembangan perusahaan secara periodic atau time series.
Lebih mudah melihat trend perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang
akan datang.
Terlepas dari keunggulannya, analisis rasio keuangan juga memiliki keterbatasanketerbatasan menurut Pahala Nainggolan (2006;117),yaitu :

Penafsiran dari rasio sulit dan kompleks.


Rasio hanya menggambarkan suatu perbandingan dari suatu kuantitas secara
mudah sehingga diperlukan pemahaman tersendiri mengenai apa yang
diperbandingkan dan apa arti nilai perbandingan atau rasio itu.
Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan juga menjadi
keterbatasan teknik ini, contohnya :
o Bahan perhitungan rasio atau laporan keuangan ini banyak mengandung
tafsiran yang dapat dinilai bias atau subyektif.
o Nilai yang terkandung dalam laporan keuangan dan rasio adalah nilai
perolehan (cost), bukan harga pasar.
o Klasifikasi dalam laporan keuangan bisa berdampak pada angka rasio.
o M etode pencatatan yang tergambar dalam standar akuntansi bisa
diterapkan berbeda oleh perusahaan yang berbeda.

19

II.2.3 M acam-M acam Rasio Keuangan


Perusahaan dikatakan mempunyai kinerja yang baik atau tidak dapat diukur dari
tingkat likuiditas, solvabilitas, profitabilitas dan stabilitas. M enurut Hendra S.
Raharjaputra (2009;194) likuiditas, solvabilitas, tingkat profitabilitas dan stabilitas
adalah sebagai berikut:
1.

Likuiditas: kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban


keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau pada saat ditagih. Perusahaan
yang mampu memenuhi kewajiban tersebut disebut dalam keadaan
likuid,sebaliknya bagi perusahaan yang tidak mampu memenuhi kewajibannya
disebut illikuid.
Kewajiban keuangan suatu perusahaan pada dasarnya dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu:
a.Kewajiban keuangan yang berhubungan dengan pihak luar perusahaan
(kreditur);
b. Kewajiban keuangan yang berhubungan dengan proses produksi (intern
perusahaan).
2. Solvabilitas: menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi
kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, baik kewajiban
jangka pendek, maupun kewajiban jangka panjangnya.
Perusahaan yang insolvabel maupun yang illikuid menunjukkan keadaan
keuangan yang kurang baik, karena dengan kondisi seperti itu perusahaan akan
mengalami kesulitan. Perusahaan yang illikuid akan segera mengalami kesulitan
keuangan walaupun dalam keadaan solvabel, sebaiknya bagi perusaan yang
insolvabel tetapi likuid tidak akan mengalami kesulitan dalam jangka pendek,
kecuali saat perusaan tersebut dibubarkan.
3. Profitabilitas: menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menciptakan laba
atau keuntungan. M odal perusahaan pada dasarnya diperoleh dari modal sendiri
(equity) dan modal dari luar (short and long term liabilities). Kewajiban
perusaan dalam menciptakan laba adalah tuntutan para pemodal tersebut untuk
memperoleh dividen, bunga kupon obligasi, ataupun kewajiban perusahaan
lainnya.
4. Stabilitas: menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menjalankan usahanya
dengan stabil, yaitu dengan mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar
beban bunga dan pokok atas utang-utangnya, membayar dividen dan kewajiban
intern perusahaan.

20

M enurut Sofyan Syafri (2010;301) jenis rasio keuangan yang sering digunakan
adalah:
1. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban
jangka pendeknya pada saat jatoh tempo. Likuiditas berkaitan dengan kemampuan
perusahaan untuk mengubah aktiva menjadi kas atau kemampuan untuk memperoleh kas
yang akan digunakan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek perusahaan.
Untuk menilai likuiditas perusahaan terdapat beberapa analisis rasio yang dapat
digunakan sebagai alat untuk menganalisis dan menilai posisi likuiditas perusahaan,
yaitu :
a. Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio lancar menurut M ahmud M .Hanafi dan Abdul Haim (2009;77) adalah :
Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi hutang jangka
pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar (aktiva yang akan berubah
menajadi kas dalam waktu satu tahun atau satu siklus bisnis).
Rasio lancar ini menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) kreditor
jangka pendek, atau kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang
tersebut. Tetapi suatu perusahaan dengan current ratio yang tinggi belum tentu
menjamin akan dapat dibayarnya hutang perusahaan yang sudah jatuh tempo
karena proporsi atau distribusi dari aktiva lancar yang tidak menguntungkan,
misalnya jumlah persediaan yang relatif tinggi dibandingkan taksiran tingkat
penjualan yang akan datang sehingga tingkat perputaran persediaan rendah dan
menunjukkan adanya over investment dalam persediaan tersebut atau adanya
saldo piutang yang besar yang mungkin sulit untuk ditagih.
21

Adapun formulasi dari Rasio lancar (current ratio) adalah sebagai berikut :
Rasio Lancar =

Aktiva Lancar

X 100%

Hutang Lancar
(Sawir,2001: 8)
b. Rasio Cepat (Quick Ratio)
Rasio ini disebut juga sebagai acid test ratio, yaitu perbandingkan antara aktiva
lancar dikurangi persediaan dengan utang lancar (M unawir 2001: 74).
Rasio ini merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajibannya dengan tidak memperhitungkan persediaan, karena menganggap
persediaan memerlukan waktu lama untuk direalisir menjadi kas, walaupun pada
kenyataannya mungkin persediaan lebih likuid dari piutang. Rasio ini lebih tajam
dari pada current ratio karena hanya membandingkan aktiva yang sangat likuid.
Jika current ratio tinggi tapi quick ratio rendah, hal ini menunjukkan adanya
investasi yang sangat besar dalam persediaan.
Adapun formulasi dari quick ratio adalah sebagai berikut :
Quick Ratio =

Aktiva Lancar Persediaan

X 100%

Utang Lancar
(Sawir,2001: 10)
c. Rasio Kas (Cash Ratio)
Rasio kas ini merupakan pengukuran rasio likuiditas berdasarkan perbandingan
antara kas yang ada di perusahaan dan di bank (termasuk surat berharga seperti
deposito) dan total utang lancar. Rasio ini menunjukkan kemampuan kas
perusahaan untuk melunasi utang lancarnya tanpa harus mengubah aktiva lancar
bukan kas menjadi kas.
22

Adapun formulasi dari Cash ratio adalah sebagai berikut :

Cash ratio =

Kas

X 100%

Utang Lancar

2. Rasio Aktivitas
Rasio ini menggambarkan pendayagunaan harta atau sarana modal yang dimiliki
perusahaan. Rasio ini bertujuan untuk mengukur efektivitas perusahaan dalam
mengoperasikan dana.

a. Perputaran Piutang (Account Receivable Turn Over)


Rasio ini menunjukkan berapa kali piutang usaha dapat berputar dalam setahun.
Piutang mempunyai hubungan yang erat terhadap volume penjualan kredit. Posisi
piutang dan taksiran waktu pengumpulannya dapat dinilai dengan menghitung
tingkat perputaran piutang.
Adapun formulasi dari account receivable turn over adalah sebagai berikut :
Account Receivable Turn Over =

Penjualan Bersih_
Piutang Usaha

X 100%

b. Average Collection Period


Rasio ini menunjukkan jumlah hari rata-rata yang diperlukan untuk menagih
piutang dari pelanggan perusahaan. Perusahaan yang memiliki average collection
period kecil menunjukkan keefektifan penagihan piutang usahanya dan hal ini
menunjukkan kondisi likuiditas perusahaan yang baik. Sebaliknya semakin besar

23

nilai average collection period yang dimiliki perusahaan maka semakin besar juga
resiko kemungkinan piutang tidak tertagih.
Adapun formulasi dari account receivable in days adalah sebagai berikut :
Average Collection Period =

_____ _ ___360 _________


Account Receivable Turn Over

X 100%

c. Inventory Turn Over


Rasio ini menunjukan berapa kali terjadinya penggantian persediaan dalam satu
tahun serta tersimpannya persediaan tersebut di dalam gudang.
Adapun formulasi dari Inventory Turn Over adalah sebagai berikut :
Inventory Turn Over =

__Harga Pokok Persediaan__


Persediaan

X 100%

d. Inventory Days In Hand


Rasio ini menunjukkan periode hari rata-rata yang diperlukan oleh perusahaan
untuk menjual persediaannya. Semakin singkat inventory days in hand maka
semakin baik kondisi likuiditas perusahaan tersebut.
Adapun formulasi dari account receivable in days adalah sebagai berikut :
Inventory Days In Hand =

_____ _ ___360 _________


Inventory Days In Hand

X 100%

3. Solvabilitas Perusahaan
Rasio solvabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban
jangaka panjangnya atau kewajiban-kewajiban apabila perusahaan dilikuidasi.

24

a. Rasio Hutang atas Aktiva ( Debt Ratio )


Rasio ini menunjukkan perbandingan total hutang dengan total aktiva. Para
kreditur menginginkan debt ratio yang rendah karena semakin tinggi rasio ini
semakin besar resiko para kreditur.
Debt Ratio =

Total Hutang
Total Aktiva

X 100%

b. Rasio Hutang atas M odal (Debt to Equity Ratio)


Rasio ini menunjukkan sampai sejauh mana modal pemilik dapat menutupi
hutang-hutang kepada pihak luar. Rasio ini disebut juga rasio Leverage. Rasio ini
merupakan salah satu rasio yang penting karena berkaitan dengan masalah trading
on equity, yang dapat memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap
rentabilitas modal sendiri dari perusahaan tersebut.
Debt to Equity Ratio =

Total Hutang
Total M odal

X 100%

4. Profitabilitas Perusahaan
Untuk menilai profitabilitas perusahaan terdapat beberapa rasio yang dapat digunakan
sebagai alat untuk menganalisa dan menilai posisi profitabilitas perusahaan, yaitu :
a. Gross Profit Margin
Rasio gross profit margin atau margin keuntungan kotor berguna untuk
mengetahui keuntungan kotor perusahaan dari setiap barang yang dijual. Gross
profit margin sangat dipengaruhi oleh harga pokok penjualan. Apabila harga
pokok penjualan meningkat maka gross profit margin akan menurun, begitu pula
sebaliknya. Dengan kata lain, rasio ini mengukur efisiensi pengendalian harga

25

pokok atau biaya produksinya, mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk


berproduksi secara efisien.
Formulasi dari gross profit margin atau GPM adalah sebagai berikut:
GPM =

Penjualan harga Pokok Penjualan

X 100%

Penjualan
(Sawir,2001: 18)
b. Net Profit Margin
Profit margin menurut M ahmud M ahmud M .Hanafi dan Abdul Haim (2009;83)
adalah:
Rasio yang menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan
laba bersih pada tingkat penjualan tertentu.
Net Profit Margin (NPM) menggambarkan besarnya laba bersih yang diperoleh
perusahaan pada setiap penjualan yang dilakukan. Dengan kata lain ratio ini
mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan.
Formulasi dari net profit margin adalah sebagai berikut:
NPM =

Laba Setelah Pajak

X 100%

Penjualan

(Sawir,2001: 18)
c. Return on Investment
Return on Investment atau return on assets menunjukkan kemampuan perusahaan
menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan. Dengan mengetahui rasio ini,
akan dapat diketahui apakah perusahaan efisien dalam memanfaatkan aktivanya

26

dalam kegiatan operasional perusahaan. Rasio ini juga memberikan ukuran yang
lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukkan efektifitas
manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh pendapatan.
Return On Investment (ROI) itu sendiri adalah salah satu bentuk dari ratio
profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan
dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk
operasi perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Dengan demikian Return
On Investment (ROI) menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari operasi
perusahaan (Net Operating Income) dengan jumlah investasi atau aktiva yang
digunakan untuk menghasilkan keuntungan operasi tersebut (Net Operating
Assets).
Formulasi dari return on investment atau ROI adalah sebagai berikut:

ROI =

Laba Setelah Pajak

X 100%

Total Aktiva
(M unawir,2001: 89)
d. Return on Equity
Return on equity atau return on net worth mengukur kemampuan perusahaan
memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan atau untuk
mengetahui besarnya kembalian yang diberikan oleh perusahaan untuk setiap
rupiah modal dari pemilik. Rasio ini dipengaruhi oleh besar kecilnya utang
perusahaan, apabila proporsi utang makin besar maka rasio ini juga akan makin
besar.

27

Formulasi dari return on equity atau ROE adalah sebagai berikut:

ROE =

Laba Setelah Pajak

X 100%

M odal sendiri
(Sawir,2001: 20)

II.6.

Pengendalian dan Pengawasan Piutang Dagang


Prinsip-prinsip pengendalian internal dapat digunakan untuk membentuk

pengendalian dalam rangka melindungi piutang. Sebagai contoh, fungsi persetujuan


kredit, fungsi penjualan, fungsi akuntansi, dan fungsi penagihan harus dipisahkan.
Individu-individu

yang bertanggung jawab

menangani penjualan

harus

dipisahkan dari individu-individu yang menangani akuntansi untuk piutang dan


persetujuan kredit. Dengan begitu, fungsi akuntansi dan persetujuan kredit bertindak
sebagai pemeriksa independen atas fungsi penjualan. Karyawan yang menangani
akuntansi tidak boleh terlibat dalam penagihan piutang. Pemisahan fungsi-fungsi ini
mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan dan penyalahgunaan dana. (Niswonger,
warren, reeve, fees; 1994)
Pengendalian intern yang memadai bagi perusahaan sangat penting untuk
miminimalkan kerugian atas piutang. A ging Schedule menurut Weston dan Brigham
(1996;482) adalah sebagai berikut:
Laporan yang menunjukan berapa lama umur piutang dengan memberikan persentase
pada kelompok piutang yang belum jatuh tempo dan kelompok piutang yang jatuh
temponya telah melewati periode tertentu.

28

Aging schedule (daftar umur piutang) merupakan salah satu alat pengendalian
intern perusahaan yang memuat jumlah piutang dari masing-masing pelanggan dan
mengklasifikasikannya ke dalam golongan umur piutang masing-masing pelanggan
berdasarkan waktu jatuh temponya. Pembuatan aging schedule itu perlu dilakukan oleh
perusahaan terutama yang mempunyai piutang yang nilainya sangat material.
Pengawasan piutang sangat penting dilakukan karena tanpa pengawasan
perusahaan akan menanggung resiko-resiko yang mungkin terjadi dalam mengadakan
investasi dalam bentuk piutang. Resiko-resiko yang timbul antara lain:
1. Kemungkinan terjadinya kelambatan dalam penerimaan piutang.
2. Kemungkinan piutang tidak dapat dibayar sekaligus.
3. Kemungkinan piutang tidak dapat dibayar seluruhnya.
4. Resiko yang mungkin timbul karena tertanamnya modal dalam piutang dalam jangka
waktu lama.
Untuk menghindari atau paling tidak memperkecil resiko yang akan timbul maka
diperlukan pengawasan terhadap piutang. Pengawasan piutang dapat dilakukan dengan
pengawasan terhadap pemberian kredit.

II.7

Evaluasi Perubahan Kebijakan dalam Kebijakan Kredit


Perusahaan dapat menetapkan perubahan di dalam kebijakan kredit dengan

menggunakan metode Sartoris-Hill. M enurut Arief Sugiono (2009;41) metode Sartoris


Hill menjelaskan:
M etode Sartoris Hill mengadakan pendekatan Net Present Value (NPV) di dalam
menganalisis perubahan kebijakan kredit yang akan diambil. Dalam metode ini diadakan

29

penyatuan komponen modal kerja yang berkaitan dengan perubahan dalam kebijakan
kredit dengan tujuan tercapainya nilai perusahaan yang maksimal bagi para pemiliknya".
Sartoris Hill menyusun model keputusan kebijakan kredit yang menyatukan
semua elemen dari manajemen aktiva lancar dengan tujuan memaksimumkan nilai
perusahaan. Sartoris Hill menggunakan pendekatan arus kas menurut net present value
di dalam menganalisis alternatif kebijakan kredit. M etode ini cukup fleksibel dalam
memperhitungkan perbedaan biaya, potongan tunai, harga, kerugian karena piutang
ragu-ragu dan laju pertumbuhan penjualan baik secara keseluruhan maupun kombinasi
beberapa faktor.
Rumus yang digunakan dalam metode ini adalah sebagai berikut:

P0 Q 0 (1 b0 )

P0 Q 0 * P0 Q 0

C Q w
t
t0
NPV 0 =
0 0
+
1
K
(
1
K
)
(
)

0
0

P1Q1 (1 b1 )

P1 Q1 * P1Q1

NPV 1 = (1 K )t C 1Q1 w (1 + K )t1


1
1

Keterangan :
P

= harga jual / unit

= harga pokok / unit

= unit penjualan / hari

= persentase kredit macet

= periode penagihan rata-rata

= tingkat bunga / hari

= persentase working capital lainnya terhadap penjualan


30

Anda mungkin juga menyukai