Anda di halaman 1dari 2

TAQLID ()

Kata taqlid berasal dari bahasa Arab yakni kata kerja Qallada, yaqallidu, taglidan,
artinya meniru menurut seseorang dan sejenisnya.
Adapun taqlid yang dimaksud dalam istilah ilmu ushul fiqih adalah :

Menerima perkataan orang lain yang berkata, dan kamu tidak mengetahui alasan
perkataannya itu
Secara garis besar, taqlid adalah menerima atau mengambil perkataan orang lain yang
tidak beralasan dari Al-Quran Hadis, Ijma dan Qiyas.
Para ulama membagi hukum taqlid menjadi tiga, yaitu:
a) Haram, yaitu taqlid kepada adat istiadat yang bertentangan dengan Al-Quran dan AsSunah, taqlid kepada seseorang yang tidak diketahui kemampuannya, dan taqlid kepada
pendapat seseorang sedang ia mengetahui bahwa pendapat orang itu salah.
b) Boleh, yaitu taqlid kepada mujtahid, dengan syarat bahwa yang bersangkutan selalu
berusaha menyelidiki kebenaran masalah yang diikuti. Dengan kata lain, bahwa taqlid seperti ini
sifatnya hanya sementara.
c) Wajib, yaitu taqlid kepada orang yang perkataan, perbuatan dan ketetapannya dijadikan
hujjah, yaitu Rasulullah saw.
Para ulama ushul fiqh sepakat melarang taqlid dalam tiga bentuk berikut ini:
1. Semata-mata mengikuti tradisi nenek moyang yang bertentangan dengan Al-Quran dan
Hadist. Contohnya, tradisi nenek moyang tirakatan selama tujuh malam di makam, dengan
keyakinan bahwa hal itu akan mengabulkan semua keinginannya, padahal perbuatan tersebut
tidak sesuai dengan firman Allah, antara lain dalam surah Al-Ahzab [33] :64.
2. Mengikuti seseorang atau sesuatu yang tidak diketahui kemampuan dan keahliannya dan
menggandrungi itu melebihi kecintaannya kepada dirinya sendiri. Hal ini disinggung oleh Allah
dalam surah Al-Baqarah [2]: 165-166.
3. Mengikuti pendapat seseorang, padahal diketahui bahwa pendapat tersebut salah. Firman
Allah yang menjelaskan hal ini terdapat dalam surah Al-Taubah [9]: 31.
Menurut Al-Dahlawy, taqlid yang dibolehkan adalah taqlid dalam artian mengikuti
pendapat orang alim, karena belum ditemukan hukum Allah dan Rasul berkenaan dengan suatu
perbuatan. Namun, seseorang yang bertaqlid tersebut harus terus belajar mendalami pengetahuan
hukum islam. Bila pada suatu saat orang yang bersangkutan menemukan dalil bahwa apa yang
ditaqlidinya selama ini bertentangan dengan syariat Allah, ia harus meninggalkan pendapat yang
ditaqlidinya tadi.
ITTIBA (
)
Kata Itibbaaa berasal dari bahasa Arab, yakni dari kata kerja atau fiilIttabaa,
Yattbiu Ittibaan, yang artinya adalah mengikut atau menurut.
Ittiba yang dimaksud di sini adalah:

Menerima perkataan orang lain yang berkata yang berkata, dan kamu mengetahui alasan
perkataannya.
Di samping ada juga yang memberi definisi :

menerima perkataan seseorang dengan dalil yang lebih kuat.


Jika kita gabungkan definisi-definisi di atas, dapat kita simpulkan bahwa, ittiba adalah
mengambil atau menerima perkataan seorang fakih atau mujtahid, dengan mengetahui alasannya
serta tidak terikat pada salah satu mazhab dalam mengambil suatu hukum berdasarkan alasan
yang diaagap lebih kuat dengan jalan membanding.
Dari pengertian tersebut di atas, jelaslah bahwa yang dinamakan ittiba bukanlah
mengikuti pendapat ulama tanpa alasan agama. Adapun orang yang mengambil atau mengikuti
alasan-alasan, dinamakan Muttabi.
Hukum ittiba adalah Wajib bagi setiap muslim, karena ittiba adalah perintah oleh Allah,
sebagaimana firmannya:



.
( : )
Ikuti apa yang diturunkan padamu dari Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti selain Dia sebagai
pemimpin. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran. (QS. Al-Araf:3)
Dalam ayat tersebut kita diperintah mengikuti perintah-perintah Allah. Kita telah
mengikuti bahwa tiap-tiap perintah adalah wajib, dan tidak terdapat dalil yang merubahnya.
Di samping itu juga ada sabda Nabi yang berbunyi:

( )

Wajib atas kamu mengikuti sunnahku dan perjalanan/sunnah Khulafaur Rasyidin sesudahku.
(HR.Abu Daud)
Kalangan ushuliyyin mengemukakan bahwa ittiba adalah mengikuti atau menerima
semua yang diperintahkan atau dilarang atau dibenarkan oleh Rasulullah. Dalam versi lain,
ittiba diartikan mengikuti pendapat orang lain dengan mengetahui argumentasi pendapat yang
diikuti.
Ittiba dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Ittiba kepada Allah dan Rasul-Nya, dan
b. Ittiba kepada selain Allah dan Rasul-Nya.
Sumber : arjunae.blogspot.com/2014/02/makalah-ushul-fiqh-taqlid-ittiba-dan.html

Anda mungkin juga menyukai