Anda di halaman 1dari 29

IDENTITAS

No.CM
Nama
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Agama
Suku
Alamat
Masuk RS
Ruang

: 01651698
: Tn. D
: 80 tahun
: SD
: buruh
: Islam
: Sunda
: Sumbersari
: 05-11-2013
: Marjan atas

Keluhan utama
Nyeri pada pada paha kanan sejak 1 jam SMRS
RPS
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada pada kanan sejak 1 jam SMRS. Nyeri
timbul saat bergerak maupun tidak. Nyeri timbul di bagian kaki kanan dengan sensasi
terbakar atau seperti ditusuk-tusuk. Sebelumnya pasien menyatakan saat pasien
menyeberang jalan di dekat rumahnya, tiba tiba pasien tertabrak motor dan kaki pasien
terbentur aspal serta pasien mendengar seperti ada suara seperti patah. Saat itu, pasien
menyatakan tidak ada banyak darah yang keluar dan tidak ada anggota tubuh lainnya yang
terbentur, pasien tidak pingsan, tidak nyeri kepala atau merasa kepala berputar, dan tidak
ada muntah.
RPD
Pasien baru pertama kali mengalami kecelakaan.
Riwayat menderita penyakit hipertensi disangkal, penyakit jantung disangkal, riwayat
penyakit DM disangkal, Riwayat benturan abdomen disangkal, riwayat batuk lama
disangkal.
RPK
Tidak ada keluarga pasien yang pernah mengalami penyakit serupa.
Riwayat operasi
Pasien tidak pernah menjalani tindakan operasi sebelumnya.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Suhu
Pernafasan

:
: tampak sakit sedang
: CM
: 120/80 mmHg
: 84 x/menit
: 36,1 C
: 24x/menit

Status Generalis
KEPALA
- Bentuk

: Simetris

- Rambut

: Hitam sedikit beruban, lurus, tidak mudah dicabut

- Mata

: Palpebra tidak oedem, konjungtiva ananemis, sklera


anikterik, pupil isokor, reflek cahaya (+/+)

- Hidung

: Tidak ada pernafasan cuping hidung, mukosa tidak


hiperemis, sekret tidak ada, tidak ada deviasi septum.

- Mulut

: Bibir tidak sianosis, gusi tidak ada pendarahan, lidah tidak


kotor,faring tidak hiperemis

- Telinga

: Liang lapang, serumen tidak ada, serumen (-)

LEHER

: Tidak ada deviasi trakhea, tidak ada pembesaran kelenjar


tiroid dan getah bening, JVP meningkat.

THORAKS
- Inspeksi

: Bentuk simetris

- Palpasi

: Tidak ada Pembesaran Kelenjar Getah Bening


Supraklavikula dan Aksila

PARU
- Inspeksi

: Simetris kiri dan kanan saat statis dan dinamis

- Palpasi

: Fremitus taktil simetris kanan-kiri

- Perkusi

: sonor pada kedua lapang paru

- Auskultasi

: Suara nafas vesikuler pada seluruh lapangan paru,


wheezing (-/-), ronkhi (-/-)

JANTUNG
- Inspeksi

: Ictus cordis tidak terlihat

- Palpasi

: Ictus cordis teraba di ICS V linea mid clavicularis sinistra.

- Perkusi

: Batas atas ICS II linea parasternalis sinistra


Batas kanan ICS IV linea parasternalis dekstra
Batas kiri ICS V linea mid clavicularis sinistra

- Auskultasi

: BJ III murni, HR 84x/menit reguler, murmur & gallop (-)

ABDOMEN
- Inspeksi

: Perut datar, simetris.

- Palpasi

: Hepar dan Lien tidak membesar, Nyeri tekan (-)


Nyeri Lepas (-)

- Perkusi

: Timpani pada ke-4 kuadran abdomen

- Auskultasi

: Bising usus (+) normal

EKSTREMITAS
Akral hangat, sianosis -/Kulit lembab dan hangat (-)
Edema tungkai (-/-)

STATUS LOKALIS
3

a/r Cruris dextra

Look

Tertutup spalk dan verband

Feel

Nyeri tekan

: (+)

Suhu kulit setempat

: lebih tinggi

Krepitasi

: (+)

Pulsasi a. Poplitea

: teraba lemah

Pulsasi a. Dorsalis pedis

: teraba lemah

CRT

: <2 detik

Movement

a/r knee joint dextra


Fleksi

Aktif : Nyeri (+), gerakan terbatas


Pasif : Nyeri (+), gerakan terbatas

Ekstensi

Aktif : Nyeri (+), gerakan terbatas


Pasif : Nyeri (+), gerakan terbatas

a/r hip joint dextra


Fleksi

Aktif : Nyeri (+), gerakan terbatas


Pasif : Nyeri (+), gerakan terbatas

Ekstensi

Aktif : Nyeri (+), gerakan terbatas


Pasif : Nyeri (+), gerakan terbatas

a/r ankle joint dextra


Adduksi

Aktif : Nyeri (+), gerakan terbatas


Pasif : Nyeri (+), gerakan terbatas

Abduksi

Aktif : Nyeri (+), gerakan terbatas


Pasif : Nyeri (+), gerakan terbatas

Pronasi

Aktif : Nyeri (+), gerakan terbatas


Pasif : Nyeri (+), gerakan terbatas

Supinasi

Aktif : Nyeri (+), gerakan terbatas


Pasif : Nyeri (+), gerakan terbatas

DIAGNOSA SEMENTARA
Closed fracture trochanter minor femur dextra
PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM : tgl : 5 November 2013
Haemoglobin
: 11,3 gr/dl
Hematokrit
: 38 %
Leukosit
: 10.000/mm3
Eritrosit
: 3.80 juta/mm3
Trombosit
: 112.000/mm3
GDS
: 124 mg/dl
Ureum
: 36 mg/dl
Creatinin
: 0.9 mg/dl
Protein total
: 6.5 g/dl
Albumin
: 3.6 mg/dl
SGOT
: 30 U/L
SGPT
: 18 U/L
Kalium
: 3.6 mEq/L
Natrium
: 139 mEq/L
Klorida
: 107 mEq/L
Kalsium
: 4.24 mg/dL

Rontgen Thorax PA
Dalam batas normal.
EKG
Dalam batas normal.
Rontgen Cruris AP/Lat :

PENATALAKSANAAN
- Infus RL: D5 = 2:1 20 gtt/menit
- Inj. Cefotaxime 2 x 1 gr iv.
- Inj. Ketorolak 2x1 iv
- Ranitidin 2x1 iv
- Imobilisasi

Rencana Operasi :
5

ORIF dalam Nakrose Umum


PROGNOSA
Quo ad vitam
Quo ad fungsionam
Quo ad sanactionam

: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam

PEMBAHASAN
I. FRAKTUR
DEFINISI FRAKTUR
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan
oleh rudapaksa (Mansjoer et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku
Nursing Care Plans and Dokumentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya
kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap oleh tulang.

ETIOLOGI
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.

2) Kekerasan tidak langsung


Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan.

3) Kekerasan akibat tarikan otot


Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.

PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
7

kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf
dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang
merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur:

Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar,
waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan
kepadatan atau kekerasan tulang.

KLASIFIKASI FRAKTUR
Klasifikasi fraktur dapat sangat bervariasi, beberapa dibagi menjadi beberapa kelompok,
yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma, yaitu:
a.

Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.

b.

Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.

c.

Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.

d.

Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.

2). Fraktur Terbuka (Open/Compound),

bila terdapat hubungan antara hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. Fraktur
terbuka terbagi atas 3 derajat (menurut R.Gustilo), yaitu:

Derajat I:
1. Luka < 1cm.
2. Kerusakan jaringan sedikit, tidak ada tanda luka remuk.
3. Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau komunitif ringan.
4. Kontaminasi minimal.

Derajat II:
1. Laserasi >1cm.
2. kerusakan jaringan lunak. Tidak luas, falp/avulsi.
3. Fraktur komunitif sedang.
4. Kontaminasi sedang.

Derajat III:
1. Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot,
dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III
terbagi atas:
a. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas/falp/avulsi atau fraktur segmental yang
disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat besarnya
ukuran luka.
b. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur yang terpapar atau
kontaminasi masif.

c. Luka pada pembuluh darah arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki


tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.

Fraktur tertutup

b.

Fraktur terbuka

Berdasarkan komplit atau ketidak-klomplitan fraktur.


1).

Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang.

2).

Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang


tulang seperti:
a. Hair Line Fraktur.
b. Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
10

c.

Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks


lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.


1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan
akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan
trauma rotasi.
4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.

11

d. Berdasarkan jumlah garis patah.


1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang
yang sama.

e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.


1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen, terbagi atas:
a)

Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan


overlapping).

f.

b)

Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).

c)

Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).

Berdasarkan posisi fraktur


Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1) 1/3 proksimal
2) 1/3 medial
12

3) 1/3 distal

g. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

MANIFESTASI KLINIK
A. Deformitas
B. Bengkak/edema
C. Echimosis (Memar)
D. Spasme otot
E. Nyeri
F. Kurang/hilang sensasi
G. Krepitasi
H. Pergerakan abnormal
I. Rontgen abnormal

DIAGNOSIS
Dalam mendiagnosis fraktur dan dislokasi sendi, hal pertama yang perlu diketahui
adalah mekanisme traumanya. Hal ini penting untuk memperkirakan lokasi terjadinya
fraktur, misalnya apabila jatuh dari ketinggian dalam posisi berdiri dapat menyebabkan
fraktur pada tulang punggung ataupun ujung tumit. Kemudian yang kedua, kita harus dapat
mengenali keadaan A-B-C. Problem yang timbul berkaitan dengan fraktur biasanya
masalah sirkulasi yang berupa perdarahan atau oklusi pembuluh darah yang akan
mengancam jiwa atau anggota gerak.

13

I. Riwayat
Anamnesis dilakukan untuk mencari riwayat mekanisme trauma (posisi kejadian) dan
kejadian-kejadian yang berhubungan dengan trauma tersebut. Trauma dapat terjadi
karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dari kamar mandi pada
orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan pekerja oleh karena mesin
atau karena trauma olahraga. Penderita biasanya datang denga keluhan nyeri,
pembengkakan, gangguan fungsi anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi
atau datang dengan gejala lain. Perlu juga ditanyakan riwayat cedera atau fraktur
sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia konsumsi,
merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.

II. Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan awal, penderita perlu diperhatikan adanya:
1. Syok, anemia, perdarahn
2. Kerusakan organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang belakang atau organorgan dalam rongga thoraks, panggul, abdomen
3. Faktor predisposisi, misalnya fraktur patologis

III. Pemeriksaan Lokal


a) Inspeksi/Look

Bandingkan dengan anggota gerak yang sehat

Perhatikan posisi anggota gerak

Keadaan umum penderita secara keseluruhan

Ekspresi wajah karena nyeri

Adanya tanda-tanda anemia karena perdarahan

Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk membedakan fraktur
terbuka atau tertutup

Ekstravasasi darah subkutan dalam beberapa jam sampai beberapa hari

14

Perhatikan

ada

tidaknya

deformitas:

angulasi,

rotasi,

pemendekan,

pemanjangan, bengkak.

b) Palpasi/Feel (nyeri tekan, krepitasi)


Status neurologis dan vaskuler dibagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi
pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan
dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi. Temperatur
kulit juga dapat diperiksa. Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi pulsasi
arteri, warna kulit, pengembalian cairan kapiler (Capillary refill test).

c) Gerakan/Moving
Pergerakan dengan meminta penderita menggerakan secara aktif dan pasif sendi
proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma. Pada penderita dengan
fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri hebat sehingga uji pergerakan
tidak boleh dilakukan secara kasar, disamping itu juga dapat menyebabkan
kerusakan pada jaringan lunak seperti pembuluh darah dan saraf.

d) Pemeriksaan trauma (kepala, thoraks, abdomen, pelvis)


Pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut protokol
ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway, breathing dan circulation.
Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat disingkirkan
dengan pemeriksaan klinis dan radiologis. Saat pasien stabil, maka dilakukan
secondary survey.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Radiologi
Sebagai

penunjang,

pemeriksaan

yang

penting

adalah

pencitraan

menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan


dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan
lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi

15

untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari
bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang
dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
1) Bayangan jaringan lunak.
2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau biomekanik atau juga
rotasi.
3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.
4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup
yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang
kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga
mengalaminya.
2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di
ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari
tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.

Pemeriksaan Laboratorium
1)

Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan


tulang.

2)

Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan


osteoblastik dalam membentuk tulang.

3)

Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase

(LDH-5),

Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap


penyembuhan tulang.

16

Pemeriksaan lain-lain
(1)

Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan


mikroorganisme penyebab infeksi.

(2)

Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.

(3)

Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.

(4)

Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma
yang berlebihan.

(5)

Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada


tulang.

(6)

MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

PENATALAKSANAAN MEDIK
Penanganan awal fraktur dan dislokasi sendi berupa immobilisasi. Immobilisasi adalah
suatu tindakan untuk memfiksasi dan mencegah pergerakan bagian tubuh yang cidera.
Tujuan immobilisasi:

mengatasi nyeri

merelaksasi otot

mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut

Prinsip immobilisasi:

memfiksasi bagian yang tidak stabil diantara dua bagian yang stabil

mencegah pergerkan tiga dimensi (vertikal, horizontal, dan rotasi)

A.

Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Kuman belum
terlalu jauh meresap dilakukan:
1) Pembersihan luka

17

2) Exici
3) Hecting situasi
4) Antibiotik

B.

Seluruh Fraktur

Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk mentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.

Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting tulang)
adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasfanatomis
Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk
mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur, namun
prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter melakukan reduksi
fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilaugan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan
kasus, roduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai
mengalami penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk
menjalani prosedur; harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan
analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan anastesia.
Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut
Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan
dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara gips,
biadi dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga
18

reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x


harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam
kesejajaran yang benar.
Traksi. Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imoblisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Sinar-x digunakan untuk memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen
tulang. Ketika tulang sembuh, akan terlihat pembentukan kalus pada sinar-x.
Ketika kalus telah kuat dapat dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan
imobilisasi.
Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka.
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam
bentuk pin, kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang
yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke
rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang
kuat bagi fragmen tulang.

Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimun.
Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus
diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat
digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur.

Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi.

Segala upaya

diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan

19

imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis.


pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah
ortopedi

diberitahu

segera

bila

ada

tanda

gangguan

neurovaskuler.

Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan berbagai


pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi peredaan nyeri,
termasuk analgetika). Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk
meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi
dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian
fungsi dan harga-diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan
sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan mobilisasi
lebih awal. Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur,
menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan,
dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan.

20

II. FRAKTUR FEMUR


a. Definisi

Fraktur yang terjadi pada tulang femur.


Mekanisme trauma yang berkaitan dengan terjadinya fraktur pada femur antara
lain:

(I) pada jenis Femoral Neck fraktur karena kecelakaan lalu lintas, jatuh pada tempat yang
tidak tinggi, terpeleset di kamar mandi dimana panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi.
Sering terjadi pada usia 60 tahun ke atas, biasanya tulang bersifat osteoporotik, pada pasien
awal menopause, alkoholism, merokok, berat badan rendah, terapi steroid, phenytoin, dan
jarang berolahraga, merupakan trauma high energy;
(2) Femoral Trochanteric fraktur karena trauma langsung atau trauma yang bersifat
memuntir;
(3) Femoral Shaft fraktur terjadi apabila pasien jatuh dalam posisi kaki melekat pada dasar
disertai putaran yang diteruskan ke femur. Fraktur bisa bersifat transversal atau oblik
karena trauma langsung atau angulasi. Fraktur patologis biasanya terjadi akibat metastasis
tumor ganas. Bisa disertai perdarahan masif sehingga berakibat syok
b. Ruang lingkup
Fraktur tulang femur terdiri atas: Femoral Head fracture, Femoral Neck fracture,
Intertrochanteric fracture, Subtrochanteric fracture, Femoral Shaft fracture,
Supracondylar/Intercondylar Femoral fracture (Distal Femoral fracture)
Femoral Head fraktur
Berdasarkan klasifikasi Pipkin: (1) Tipe 1: fraktur dibawah fovea; (2) Tipe 2: fraktur diatas
fovea; (3) Tipe 3: tipe 1 atau tipe 2 ditambah fraktur femoral neck; (4) Tipe 4: tipe 1 atau
tipe 2 ditambah fraktur acetabulum
Femoral Neck fraktur
Berdasarkan klasifikasi Pauwel: (1) Tipe 1: sudut inklinasi garis fraktur <30; (2) Tipe 2:
sudut inklinasi garis fraktur 30-50; (3) Tipe 3 : sudut inklinasi garis fraktur > 70
Berdasarkan klasifikasi Garden: (1) Garden 1: Fraktur inkomplet atau tipe abduksi/valgus
atau impaksi; (2) Garden 2: fraktur lengkap, tidak ada pergeseran; (3) Garden 3: fraktur
lengkap, disertai pergeseran tapi masih ada perlekatan atau inkomplet disertai pergeseran
tipe varus; (4) Garden 4: Fraktur lengkap disertai pergeseran penuh
Trochanteric fraktur
Diklasifikasikan menjadi 4 tipe (1) Tipe 1: fraktur melewati trokanter mayor dan minor
tanpa pergeseran; (2) Tipe 2: fraktur melewati trokanter mayor disertai pergeseran

21

trokanter minor; (3) Tipe 3: fraktur disertai fraktur komunitif; (4) Tipe 4: fraktur disertai
fraktur spiral
Femoral Shaft fraktur
Klasifikasi OTA: (1) Tipe A: Simple fraktur, antara lain fraktur spiral, oblik, transversal;
(2) Tipe B: wedge/butterfly comminution fraktur; (3) Tipe C: Segmental communition
Klasifikasi Winquist-Hansen: (1) Type 0: no communition; (2) Tipe 1: 25% butterfly; (3)
Tipe 2: 25-50% butterfly; (4) Tipe 3: >50% communition; (5) tipe segmental ; (6) Tipe 5 :
segmental dengan bone loss
Supracondylar/Intercondylar Femoral fraktur (Distal Femoral fraktur)
Klasifikasi Neer, Grantham, Shelton (1) Tipe 1: fraktur suprakondiler dan kondiler bentuk
1; (2) Tipe II A : fraktur suprakondiler dan kondiler dengan sebagian metafise (bentuk Y);
Tipe II B : bagian metafise lebih kecil; (3) fraktur suprakondiler komunitif dengan fraktur
kondiler tidak total
Untuk penegakkan diagnosis diperlukan diperlukan pemeriksaan fisik. Pada fraktur tipe
femoral neck dan trochanteric, ditemukan pemendekkan dan rotasi eksternal. Selain itu
ditemukan nyeri dan bengkak. Juga dinilai gangguan sensoris daerah jari I dan II, juga
pulsasi arteri distal. Untuk pemeriksaan penunjang berupa foto roentgen posisi
anteroposterior dan lateral. Sedangkan pemeriksaan laboratorium antara lain hemoglobin,
leukosit, trombosit, CT, BT.
c. Indikasi Operasi
Pada fraktur femur anak, dilakukan terapi berdasarkan tingkatan usia. Pada anak usia baru
lahir hingga 2 tahun dilakukan pemasangan bryant traksi. Sedangkan usia 2-5 tahun
dilakukan pemasangan thomas splint. Anak diperbolehkan pulang dengan hemispica.
Pada anak usia 5-10 tahun ditatalaksana dengan skin traksi dan pulang dengan hemispica
gips. Sedangkan usia 10 tahun ke atas ditatalaksana dengan pemasangan intamedullary
nails atau plate dan screw.
Untuk fraktur femur dewasa, tipe Femoral Head, prinsipnya adalah reduksi dulu dislokasi
panggul. Pipkin I, II post reduksi diterapi dengan touch down weight-bearing 4-6 minggu.
Pipkin I, II dengan peranjakan >1mm diterapi dengan ORIF. Pipkin III pada dewasa muda
dengan ORIF, sedangkan pada dewasa tua dengan endoprothesis. Pipkin IV diterapi
dengan cara yang sama pada fraktur acetabulum.
Tipe Femoral Neck, indikasi konservatif sangat terbatas. Konservatif berupa pemasangan
skin traksi selama 12-16 minggu. Sedangkan operatif dilakukan pemasangan pin, plate dan
screw atau arthroplasti (pada pasien usia >55 tahun), berupa eksisi arthroplasti,
hemiarthroplasti dan arthtroplasti total.
Fraktur Trochanteric yang tidak bergeser dilakukan terapi konservatif dan yang bergeser
dilakukan ORIF. Penanganan konservatif dilakukan pada supracondylar dan intercondylar,
femur atau proksimal tibia. Beban traksi 9 kg dan posisi lutut turns selama 12 minggu.

22

Sedangkan untuk intercondylar, untuk terapi konservatif, beban traksi 6 kg, selama 12-14
minggu.
Fraktur Shaft femur bisa dilakukan ORIF dan terapi konservatif. Terapi konsevatif hanya
bersifat untuk mengurangi spasme, reposisi dan immobilisasi. Indikasi pada anak dan
remaja, level fraktur terlalu distal atau proksimal dan fraktur sangat kominutif. Pada anak,
Cast bracing dilakukan bila terjadi clinical union.
d. Kontraindikasi Operasi
Pada pasien dengan fraktur terbuka, diperlukan debridement hingga cukup bersih untuk
dilakukan pemasangan ORIF. Kontraindikasi untuk traksi, adanya thromboplebitis dan
pneumonia. Atau pada pasien yang kondisi kesehatan tidak memungkinkan untuk operasi.
f. Pemeriksaan Penunjang
Foto roentgen, CT Scan dan MRI. Jika perlu dilakukan foto perbandingan.
Teknik Terapi Konservatif Operasi
Pemasangan skeletal traksi

Pasien berbaring posisi supine, Mikulicz line, dengan fleksi pada art genu.
Prosedur aseptik/antiseptik

Approach, pada distal femur 1 inchi inferior tubercle adduktor. Pada proximal tibia
1 inchi inferior dan 5 inchi inferior tubercle tibia.

Anestesi lokal dengan lidokain 1%. Anestesi disuntikkan hingga ke periosteum.

Insisi dengan pisau no.11. Approach bagian medial untuk distal femur dan lateral
untuk proksimal tibia

Wire diinsersikan dengan menggunakan hand drill, untuk menghindari nekrosis


tulang sekitar insersi pin (bila menggunakan alat otomatis). Jenis wire yang bisa
digunakan disini adalah Kirschner wire no.5

Pemasangan K-Nail (Kuntscher-Nail) secara terbuka pada fraktur femur 1/3 tengah
> Adapun teknik pemasangan K-nail adalah sebagai berikut:

Pasien tidur miring ke sisi sehat dengan fleksi sendi panggul dan lutut

- Approach posterolateral dari trochanter mayor ke condylus lateral sepanjang 15cm di


atas daerah fraktur
- Fascia lata dibelah dan m. vastus lateralis dibebaskan secara tajam dan septum
intermuskularis disisihkan ke anterior
-

Ligasi a/v perforantes

Bebaskan periosteum untuk mencapai kedua fragmen fraktur.

23

Bebaskan kedua fragmen fraktur dari darah dan otot

- Ukur panjang K-nail. Pasang guide ke arah fragmen proksimal dan Ietakkan di tengah,
dengan posisi fleksi dan adduksi sendi panggul. Bagian kulit yang tertembus dibuat
sayatan.
-

K-nail dipasang dengan guide menghadap posteromedial

- Ujung proksimal K-nail dibenamkan 1-2 cm di atas tulang, jika terdapat rotational
instability, beri anti rotation bar, atau pakai cerelage wiring atau ganti K-nail
-

Pemasangan K-nail sebaiknya setelah 7-14 hari pasca trauma.

Cara lain pemasangan K-nail dengan bantuan fluoroscopy.

Plating pada fraktur fmur 1/3 tengah

Pasien tidur miring ke sisi sehat dengan fleksi sendi panggul dan lutut
Approach posterolateral dari trochanter mayor ke condylus lateral sepanjang 15cm
di atas daerah fraktur

Fascia lata dibelah dan m. vastus lateralis dibebaskan secara tajam dan septum
intermuskularis disisihkan ke anterior

Ligasi a/v perforantes

Bebaskan periosteum untuk mencapai kedua fragmen fraktur.

Bebaskan kedua fragmen fraktur dari darah dan otot

Reduksi fragmen fraktur

Pemasangan plate (Broad Plate) pada permukaan anterior atau lateral dengan
memakai 8 screw pada masing-masing fragmen fraktur.

g. Komplikasi Operasi
Komplikasi pada fraktur femur, termasuk yang diterapi secara konservatif antara lain,
bersifat segera: syok, fat embolism, neurovascular injury seperti injury nervus pudendus,
nervus peroneus, thromboembolism, volkmann ischemic dan infeksi.
Komplikasi lambat: delayed union, non union, decubitus ulcer, ISK dan joint stiffness.
Pada pemasangan K-nail adventitious bursa, jika fiksasi terlalu panjang dan fiksasi tidak
rigid jika terlalu pendek.
h. Mortalitas
Mortalitas berkaitan dengan adanya syok dan embolisme.
i. Perawatan Pasca Bedah

24

Pasien dengan pemasangan traksi, rawat di ruangan dengan fasilitas ortopedi. Sedangkan
pada pasien dengan pemasangan ORIF, rawat di ruangan pemulihan, cek hemoglobin pasca
operasi.
j. Follow up
Untuk Follow up pasien dengan skeletal traksi, lakukan isometric exercise sesegera
mungkin dan jika edema hilang, lakukan latihan isotonik.
Pada fraktur femur 1/3 proksimal traksi abduksi >30 dan exorotasi. Pada 1/3 tengah posisi
abduksi 30 dan tungkai mid posisi, sedangkan pada 1/3 distal, tungkai adduksi < 30 dan
kaki mid posisi. Pada fraktur distal perhatikan ganjal lutut, berikan fleksi ringan, 15.
Setiap harinya, perhatikan arah, kedudukan traksi, posterior dan anterior bowing. Periksa
dengan roentgen tiap 2 hari sampai accepted, kemudian tiap 2 minggu. Jika tercapai
clinical union, maka dilakukan weight bearing, half weight bearing dan non weight
bearing dengan jarak tiap 4 minggu.
Sedangkan untuk follow up pasca operatif, minggu ke-1 > hari pertama kaki fleksi dan
ektensi, kemudian minggu selanjutnya miring-miring. Minggu ke-2 jalan dengan tongkat
dan isotonik quadricep. Fungsi lutut harus pulih dalam 6 minggu.
Pada pasien anak, follow up dengan roentgen, jika sudah terjadi clinical union, pasang
hemispica dan pasien boleh kontrol poliklinik.

25

III. PROSES PENYEMBUHAN TULANG


Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh
untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara
ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium
penyembuhan tulang, yaitu:
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur.
Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai
tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 48
jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro
kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah
mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam
lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi
proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang
menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama
8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Selsel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk
tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast
dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati.
Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk
kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang
yang imatur (anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada
tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4) Stadium Empat-Konsolidasi
26

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah


menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan
osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat
dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen
dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal
diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak
dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur
yang mirip dengan normalnya

KOMPLIKASI
1) Komplikasi Awal
a. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan
parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf,
dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
embebatan yang terlalu kuat.
c. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak
yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan

27

menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan


gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.

d. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya Volkmans Ischemia.
f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
2) Komplikasi Dalam Waktu Lama
a. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan supai darah ke tulang.
b. Nonunion
Nonunion

merupakan

kegagalan

fraktur

berkonsolidasi

dan

memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.
Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi
fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga
disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion

28

Malunion

merupakan

penyembuhan

tulang

ditandai

dengan

meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).


Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Thompson JC.Netters Concise Atlas of Orthopaedic Anatomy. 1 st edition.


Philadelphia; Mosby Elsevier. 2001.
2. Mer-C. Basic on Emergency. 2007. Jakarta.
3. Purwadianto, Agus, dkk. 2000. Kedaruratan Medik Edisi Revisi. Jakarta Binarupa
Aksara.
4. Canale ST and Beaty JH. Editors. Campbells Operative Orthopaedics. 11th ed.
Philadelhia, Pennsylvania; Mosby Elsivier. 2007.
5. Moore KL, and Agur, AMR. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta;HIpokrates .2002.

29

Anda mungkin juga menyukai