Anda di halaman 1dari 5

PENATALAKSANAAN HOLISTIK PADA PELAJAR SD 9 TAHUN DENGAN

HERPES ZOSTER TANPA KOMPLIKASI

(Manuskrip Kasus Pembinaan Keluarga)

Oleh:
Fadia Nadila, S. Ked
1118011038

Pembimbing
dr. TA Larasati, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016

LATAR BELAKANG
Herpes zoster atau Shingels sudah dikenal sejak
zaman dahulu kala, penularannya ditransmisikan
melalui udara dan atau secara kontak langsung
melalui lesi kulit (Armando, 2015). Herpes zoster
adalah radang kulit akut akibat reaktivasi virus
varicella zoster (VVZ) ditandai adanya rasa nyeri
unilateral serta timbulnya lesi vesikel atau bula
yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi
ganglion serabut saraf sensorik (Wolff, 2008).
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh
dunia dan dapat muncul sepanjang tahun karena
tidak dipengaruhi oleh musim. Berdasarkan studi di
Eropa dan Amerika Utara, diperkirakan ada sekitar
1,5-3 per 1000 orang per tahun pada segala usia
dan kejadian meningkat tajam pada usia lebih dari
60 tahun yaitu sekitar 7-11 per 1000 orang per
tahun (Saragih, 2014). Insisden herpes zoster pada
anak usia 0 sampai 14 tahun adalah 110 per
100.000 orang-tahun. Herpes zoster terjadi lebih
sering setelah infeksi varicella daripada setelah
vaksinasi varicella (Leung, 2015).
Di negara berkembang lebih dari 95% populasi
dewasa seropositif untuk virus varicella zoster dan
karena itu berisiko tinggi mengidap herpes zoster.
Reaktivasi dapat terjadi pada segala usia, namun
berkaitan dengan penurunan imunitas terkait usia,
lebih sering terjadi pada orang dewasa
(CDK,2011). Di Indonesia, dari total 2232 pasien
herpes zoster pada 13 rumah sakit pendidikan di
Indonesia pada 2011-2013. Puncak kasus herpes
zoster terjadi pada usia 45-64 tahun. Insidens
herpes zoster pada anak 0.74 per 1000 orang per
tahun. Insidens ini meningkat menjadi 2,5 per 1000
orang di usia 20-50 tahun (adult age)
(Pusponegoro, 2014).
Herpes zoster biasanya diawali dengan adanya
gejala prodormal, seperti nyeri, gatal atau
kesemutan di daerah lesi dalam beberapa hari atau
minggu, alodinia atau nyeri akibat sentuhan ringan,
sebelum timbul ruam atau dapat juga ruam tidak
muncul yang dikenal dengan zoster sine herpete.
Gejala lain, seperti nyeri kepala, malaise, fotofobia
dapat timbul. Selain pruritus pada lesi, keluhan
utama sekitar 75% pasien adalah nyeri, rasa
terbakar, berdenyut atau menusuk. Gejala mungkin
menyerupai rasa sakit yang disebabkan oleh
penyakit jantung iskemik, kolesistitis atau kolik
ginjal (Wehrhahn, 2012).
Komplikasi yang paling umum dari herpes zoster
adalah postherpetic neuralgia (PHN), didefinisikan
sebagai nyeri yang menetap lebih dari jangka
waktu tertentu (90 hari digunakan dalam uji klinis

vaksin), setelah onset ruam atau setelah kulit


sembuh.
Komplikasi lainnya dari herpes zoster termasuk
kebutaan sekunder zoster ophthalmic, infeksi
bakteri dari lesi kulit zoster dan infeksi luas, yang
terjadi lebih sering pada pasien imunokompresi.
Resiko herpes zoster meningkat pada bayi telah
dilaporkan pada anak yang ibunya memiliki
varicella pada kehamilan (SAGE, 2014).
TUJUAN PENULISAN
Penerapan pelayanan dokter keluarga berbasis
evidence based medicine pada pasien dengan
mengidentifikasi faktor risiko, masalah klinis, serta
penatalaksanaan pasien berdasarkan kerangka
penyelesaian masalah pasien dengan pendekatan
patient centred dan family approach.
ILUSTRASI KASUS
An. R, 9 tahun, seorang pelajar datang ke
Puskesmas Panjang pada tanggal 9 April 2016
diantar oleh ayahnya berobat dengan keluhan
bintil-bintil berkelompok pada bagian dada luar
sebelah kanan yang menjalar ke punggung kanan
sejak 1 hari yang lalu. Pasein mengeluhkan bintilbintil tersebut, terasa nyeri seperti ditusuk, panas,
perih serta gatal. Pasien juga mengeluh batuk dan
pilek dikeluhkan pasien sejak 5 hari yang lalu.
Selain itu, keluhan tidak enak badan dan nafsu
makan semakin menurun sejak 1 minggu terakhir.
Pasien mengaku sebelum timbul bintil-bintil
tersebut, keluhan seperti demam dirasakan pasien
sejak 1 minggu yang lalu, demam dirasakan tidak
terlalu tinggi, konstan, tidak disertai menggigil dan
2 hari setelah demam, timbul batuk berdahak serta
pilek. Keluhan sulit tidur 1 hari sebelum timbul
bintil-bintil, dikeluhkan pasien dikarenakan rasa
nyeri dan panas pada badan pasien. Pasien pun
mengaku keluhan yang dirasakan pasien tidak
memberat saat aktiivitas namun juga tidak
meringan saat istirahat.
Pada saat keluhan demam, batuk berdahak dan
pilek, pasien belum minum obat, melainkan hanya
dikompres, minum air hangat serta istirahat saja,
dikarenakan pasien belum merasa butuh obat.
Namun saat, keluhan bintil-bintil disertai nyeri,
panan dan gatal, barulah pasien pergi berobat ke
Puskesmas. Tiga
hari setelah berobat ke
Puskesmas, pasien juga berobat dengan orang
pintar, dengan cara disembur dengan campuran air
dan herbal pada bagian bintil-bintil di badan
pasien. Menurut Ibu pasien hal tersebut merupakan,
hal yang sering dilakukan pada penderita dampa
(herpes zoster), dengan harapan sembuh.
Menurut Ibu pasien, saat waktu kecil pasien pernah
mengalami cacar air 1 kali, saat usia 2 tahun.

Riwayat alergi obat disangkal Ibu pasien, Riwayat


alergi makanan (telur) dibenarkan Ibu pasien. Dari
6 bersaudara, hanya pasien yang diketahui alergi
pada telur, serta hanya pasien yang terkena dampa.
Di dalam keluarga, ayah pasien mengidap darah
tinggi dan asam urat sedangkan ibu pasien
mengidap diaabetes melitus.
Pasien juga jarang berolahraga, begitu juga dengan
anggota keluarga yang lain. Pasien tidak memiliki
kebiasaan merokok namun ayah pasien merokok, 1
bungkus 3 hari. Akses ke balai pengobatan cukup
dekat namun transportasi umum sulit didapat,
biasanya ditempuh dengan menggunakan motor
pribadi selama 15 menit.
Hubungan pasien dengan ayah, ibu, kakak dan adik
baik serta harmonis. Begitu pula hubungan dengan
lingkungan tetangga baik dan harmonis, pasien
sering bermain dengan tetangga sebaya, kegiatan
keagamaan yang ada di lingkungan rumah.
Dukungan keluarga untuk memotivasi pasien agar
menjaga pola makan, memerhatikan kebersihan diri
cukup baik.
Selama sakit, pasien sudah tidak masuk sekolah
selama 5 hari. Pasien mengaku belum ada temanteman yang menjenguk pasien ke rumah. Tetangga
sebaya juga tidak menjenguk. Selama sakit pasien
di rumah saja, tidak main keluar rumah. Dirasakan
pasien kesepian selama sakit, dikarenakan tidak ada
yang menjenguk.
Saat ini pasien tinggal di rumah pribadi bersama
ayah, ibu, 3 kakak dan 1 adik. Pendapatan dalam
keluarga berasal dari ayah yang bekerja sebagai
pegawai pabrik, kakak ke-2 sebagai pekerja pabrik,
kakak ke 3 dan 4 sebagai pegawai toko. Menurut
Ibu pasien penghasilan yang didapatkan keluarga
dirasa cukup untuk malangsungkan hidup seharihari.
DATA OKUPASI DAN TEMPAT KERJA
Pasien sehari-hari bekerja sebagai pelajar sekolah
dasar kelas 4. Dilakukan intervensi terhadap faktor
eksternal dan internal, dengan melakukan sebanyak
3 kali kunjungan rumah. Intervensi meliputi
edukasi terhadap pasien dan keluarganya.

HASIL
Data Klinis
Pemeriksaan Fisik :
Keluhan bintil-bintil pada dada kanan bagian luar
yang menjalar punggung kanan terasa nyeri, panas,
gatal. Kekhawatiran keluhan terus berlanjut, tidak
bisa sembuh dan bekas luka tampak. Harapan bisa
sembuh dan bekas luka memudar.
Penampilan normal, tampak sakit sedang. Berat
badan 29 kg, tinggi badan 121 cm., IMT 19,86
(normal). Nadi 92 x/menit, frekuensi nafas
14x/menit, suhu 36,90C. Mata, telinga, hidung dan
mulut dalam batas normal. Tenggorokan, leher
dalam batas normal. Thoraks lateral dextra terdapat
vesikel herpetiformis diatas permukaan kulit yang
kemerahan. Pada abdomen, paru, dan jantung,
KGB dalam batas normal. Ekstremitas superior
dekstra et sinistra dalam batas normal. Ekstremitas
inferior dekstra et sinistra dalam batas normal.
Pemeriksaan Khusus :
Tidak ada
Pemeriksaan penunjang :
Tidak ada
Data Keluarga
Bentuk keluarga pada pasien ini adalah keluarga
inti. Menurut siklus Duvall, siklus keluarga ini
berada pada tahap IV (tahap keluarga dengan anak
usia sekolah), tahap V (tahap keluarga dengan anak
usia remaja) dan tahap VI (tahap keluarga dengan
anak meninggalkan keluarga). Tidak ada gangguan
fungsi pada keluarga ini.
Genogram :
Genogram Keluarga : An. R
Tanggal dibuat
: 13 April 2016
Pembuat
: Fadia Nadila

METODE
Studi ini adalah Case Report. Data primer
diperoleh melalui anamnesis (autoanamnesis dan
alloanamnesis), pemeriksaan fisik dan tes
laboratorium di puskesmas. Kunjungan rumah,
melengkapi data keluarga, data okupasi dan
psikososial serta lingkungan. Penilaian berdasarkan
diagnosis holistik dari awal, proses dan akhir studi
secara kuantitatif dan kualitatif.

Gambar 1. Genogram An. R

masuk kerumah juga sempit berupa gang yang


menanjak.

Hubungan Antar Keluarga


Tn. A, 50 th

An. M, 6 th

Ny. F, 48 th

An. R, 9 th

Tn. A, 22 th

An. S, 16 th

Ny. I, 21 th

Keterangan gambar :
Hubungan dekat
Gambar 2. Family Mapping An.R
Family Apgar Score:
Adaptation
:2
Partnership
:2
Growth
:1
Affection
:2
Resolve
:2
Total Family Apgar score 9 (nilai 8-10, fungsi
keluarga baik).
Data Lingkungan Rumah
Pasien tinggal dengan ayah, ibu, 3 orang kaka dan
1 adik. Tinggal di dalam satu rumah yang
berukuran 8m x 6m tidak bertingkat, memiliki 4
kamar tidur, seluruh anggota keluarga tidur dalam
kamar masing-masing, kecuali adik yang tidur
bersama pasien. Lantai keramik, dinding tembok,
penerangan dan ventilasi cukup. Kondisi dalam
rumah cukup terang dan tsirkulasi baik karena
pencahayaan sinar matahari yang cukup dan
ventilasi yang cukup. Kebersihan didalam rumah
cukup bersih. Penataan barang di dalam rumah
cukup teratur. Rumah sudah menggunakan listrik,
Mereka tinggal di daerah lingkungan yang jarak
antara rumah yang berdekatan.
Sumber air minum dari sumur, limbah dialirkan ke
got, memiliki satu kamar mandi dan satu jamban
yang sangat dekat dengan dapur. Bentuk jamban
jongkok. Lantai kamar mandi kasar, pencahayaan
cukup. Tempat sampah berada di luar rumah.
Setiap 1x/hari pasien secara bergantian dengan
anggota keluarga lainnya membuang sampah di
tempat pembuangan sampah umum. Lingkungan
tempat tinggal pasien cukup padat. Jalan untuk

DIAGNOSTIK HOLISTIK AWAL


Aspek 1. Aspek personal : Keluhan bintil-bintil
pada dada kanan bagian luar yang menjalar
punggung kanan terasa nyeri, panas, gatal.
Kekhawatiran keluhan terus berlanjut, tidak bisa
sembuh dan bekas luka tampak. Harapan bisa
sembuh dan bekas luka memudar.Persepsi pasien
penyakit ini bisa sembuh namun lama.
Aspek 2. Diagnosis klinis awal:
- Herpes Zoster tanpa komplikasi (ICD X:
B02.9)
Aspek 3. Risiko Internal
- Alergi makanan (telur)
- Faktor keturunan hipertensi dalam keluarga
yaitu ayah pasien (ICD X: Z82.4)
- Faktor keturunan diabetes melitus dalam
keluarga yaitu ibu pasien (ICD X: Z83.3)
- Pengetahuan yang kurang tentang herpes
zoster, serta psikologis pasien yang merasa
bosan menghadapi penyakitnya
Aspek 4. Psikososial Keluarga
- Keadaan lingkungan pasien yang terpapar
debu dar ppabrik serta truk (ICD X: Z60.9)
Skala fungsional : derajat 4 yaitu mampu
melakukan pekerjaan ringan sehai-hari di dalam
dan diluar rumah.
INTERVENSI
Nonfarmakologi :
1 Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai
penyakit herpes zoster, komplikasi serta
rencana tatalaksananya
2 Edukasi dan motivasi pasien untuk merawat
luka herpes zoster
3 Edukasi pasien mengenai kebersihan diri (pola
hidup bersih dan sehat)
4 Edukasi dan motivasi mengenai perlunya
dukungan dari semua anggota keluarga
terhadap kesembuhan penyakit pasien.
5 Meminta anggota keluarga untuk melakukan
pengawasan terhadap makanan pasien, dan
membantu merawat luka pasien
6 Edukasi kepada keluarga untuk melakukan
tindakan pencegahan penyakit
Farmakologi : Asyclovir 4 x 400mg, Paracetamol
3 x 375mg (3/4 tab), Ambroxol 3 x 30mg, CTM 3 x
4mg, Bedak salicyl setelah mandi.
DAFTAR PUSTAKA
1 Armando, S. Nicoletta, V. Sara, P, et al.
2015. Herpes Zoster: New Preventive
Perspectives. J Dermatolog Clin Res 3(1):
1042-1046.

4
5

Straus, SE. Oxman, MN. Schmader, KE.


Chapter 194-Varicella and Herpes Zoster.
In: Wolff K. Goldsmith, LA. Katz, SI.
Gilchrest, BA. Paller, AS. Leffell, DJ.
Editor. 2008. Fitzpatricks Dermatology In
General Medicine 7th Edition Vol. 1 & 2.
New York. McGraw-Hill. p.1885-1898.

Leung, AKC. Barankin, B. 2015.


Herpes Zoster in Childhood. Open
Journal of Pediatrics 5(1): 39-44.
Saragih IV. 2014. Herpes Zoster Pada
Geriatri. Medula Unila.2014;2(1) : 14-21.
Cermin
Dunia
Kedokteran.
2011.
Gabapentin Sekali Sehari untuk Neuralgia

Pasca Herpes Zoster. CDK 184 2012; 38


(3): 230.
Pusponegoro,
EHD.
Nilasari,
H.
Luminatang, H. 2014. Buku Panduan
Herpes Zoster Di Indonesia 2014. FK UI:
Jakarta.
Wehrhahn, MC. Dwyer, DE. 2012. Herpes
zoster: epidemiology, clinical features,
treatment and prevention. Aust Prescr
2012;35:1437.
SAGE. 2014. Herpes zoster vaccines.
SAGE Working Group on Varicella and
Herpes Zoster Vaccines

Anda mungkin juga menyukai