Anda di halaman 1dari 14

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN

PENDIDIKAN KESEHATAN
PERAN KELUARGA DALAM PERAWATAN KLIEN DI RUMAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Stase Keperawatan Jiwa
Pembimbing

: Ns. Sri Padma Sari., S.Kep., MNS

Disusun oleh:
Fida Husain
Ninda Marina
Thatit Sinubawardani

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS XXVII


JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN


PENDIDIKAN KESEHATAN
PERAN KELUARGA DALAM PERAWATAN KLIEN DI RUMAH

A. LATAR BELAKANG
Gangguan jiwa merupakan suatu penyimpangan proses pikir, alam
perasaan, dan perilaku seseorang. Secara definisi gangguan jiwa merupakan
suatu gangguan dengan tanda gejala penyimpangan baik dalam hal psikologi,
kebiasaan, dan/ atau lemahnya fungsi sosial, psikologi, fisik, genetik, maupun
gangguan biologis (Stuard & Sundeen, 1998). Pelayanan kesehatan jiwa pada
Puskesmas dan Rumah Sakit di Kota Semarang pada tahun 2014 yang
diwakili dengan jumlah kunjungan gangguan jiwa menunjukkan 28.040
kunjungan klien. Namun demikian angka ini termasuk kunjungan gangguan
jiwa bagi warga di luar Kota Semarang yang mendapatkan pelayanan di
sarana kesehatan Kota Semarang dan belum semua sarana pelayanan
kesehatan melaporkan data kasusnya (Profil Kesehatan Kota Semarang,
2014).
Gangguan

jiwa

bukan

merupakan

penyakit

yang

tidak

bisa

disembuhkan, namun kejadian relaps klien gangguan jiwa masih tinggi.


Faktor-faktor yang mempengaruhi relaps pada klien gangguan jiwa antara
lain dukungan keluarga serta kesadaran penderita akan gangguan jiwa yang
dideritanya. Temuan lain yang juga menarik adalah bahwa ternyata ditemukan
adanya hubungan yang sangat erat antara relapse dengan compliance, dan
social skills penderita (Djaprie, 2005).
Peran keluarga diperlukan dalam upaya pencegahan relaps pada klien
dengan gangguan jiwa. Keluarga diharapkan dapat menekan sekecil mungkin
angka relapse dan mengembalikan keberfungsian sosialnya. Keluarga dapat
mewujudkannya dengan memberi bantuan berupa dukungan emosional,
materi, nasehat, informasi, dan penilaian positif yang sering disebut dengan
dukungan keluarga (Aswandi, et.al, 2014).

Peran keluarga dalam merawat klien dengan gangguan jiwa akan


terlihat setelah klien pulang dari rumah sakit. Keluarga harus membantu klien
dalam beradaptasi dengan lingkungan baru. Keluarga juga harus berperan
aktif untuk mendampingi klien bersosialisasi, beraktifitas, memanfau terapi
farmakologi, peka terhadap respon emosional klien dan lain sebagainya.
Peran keluarga yang optimal akan membantu klien menemukan lingkungan
nyaman sehingga membantu klien dalam mengontrol emosi, perasaan, dan
pikiran.
Sebagai pelayan kesehatan primer, perawat jiwa harus pandai dalam
mengkaji kesiapan kognitif, afektif, fungsional keluarga dalam merawat klien
dengan gangguan jiwa di rumah. Perawat jiwa berperan sebagai edukator
maupun promotor keluarga klien gangguan jiwa, sehingga diharapkan
keluarga dapat mengetahui peran serta menjalankan perannya dalam
mendukung perawatan klien gangguan jiwa di rumah dengan maksimal.
B. TOPIK
Peran keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa di rumah
C. TUJUAN
1. Umum
Pada akhir penyuluhan keluarga dapat mengetahui informasi tentang peran
keluarga dalam perawatan klien gangguan jiwa di rumah.
2. Khusus
Setelah diberikan penyuluhan keluarga/ klien dapat:
a. Menyebutkan pengertian, fungsi, dan peran keluarga dalam merawat
klien di rumah.
b. Pengaruh dukungan keluarga terhadap klien dengan gangguan jiwa.
c. Kewajiban keluarga terhadap klien
d. Peran perawat dalam meningkatkan kemampuan keluarga dalam
perawatan klien di rumah.
D. KRITERIA KLIEN
Keluarga dari klien gangguan jiwa yang sedang berada di poliklinik jiwa
RSJD DR. Amino Gondohutomo Semarang
E. STRUKTUR KEGIATAN
1. Tempat: Poliklinik Jiwa RSJD Amino Gondohutomo Semarang
2. Hari/tanggal : Sabtu, 27 Februari 2016

3. Waktu
: 08.00 09.00 WIB
4. Jumlah klien :
5. Setting tempat : duduk berhadapan antara penyaji dengan peserta
penyuluhan

Keterangan
= Klien
= Observer
= Leader
= Fasilitator
= Media

6. Pembagian tugas
Leader
: Thatit Sinubawardhani
Fasilitator
: Fida Husain
Observer
: Ninda Marina
F. ALAT/MEDIA YANG DIGUNAKAN
1. Leaflet
2. LCD
G. TAHAP PELAKSANAAN
No
1.

Waktu
Pembukaan

Kegiatan Penyuluhan
1. Memberi salam pembukaan

5 menit

2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan

tujuan

Kegiatan Audience
1. Menjawab salam
2. Memperhatikan
3. Memperhatikan

penyuluhan
4. Menyebutkan materi yang

4. Memperhatikan

akan diberikan
5. Membagikan leaflet
2.

Pelaksanaan 1.
30 Menit

Menjelaskan
pengertian keluarga

5. Menerima dan

membaca
1. Memperhatikan

2. Menjelaskan peran keluarga


3. Menjelaskan fungsi keluarga
4. Menjelaskan pengaruh
dukungan keluarga terhadap

2. Memperhatikan
3. Memperhatikan
4. Memperhatikan

klien
5. Menjelaskan kewajiban
3.

4.

Evaluasi

keluarga terhadap klien


Menanyakan kepada audience

20 menit

tentang materi yang telah

Terminasi

diberikan
1. Mengucapkan

5 menit

5. Memperhatikan
Menjawab Pertanyaan

terimakasih 1. Mendengarkan

atas perhatian yang diberikan


2. Mengucapkan salam penutup

2. Membalas salam

H. EVALUASI
1. Persiapan
a. Mempersiapkan pre-planning 2 hari sebelum hari pelaksanaan.
b. Kontrak waktu dan tempat dengan pembimbing 2 hari sebelum hari
pelaksanaan.
c. Mempersiapkan media 1 hari sebelum hari pelaksanaan.
d. Mempersiapkan peran dan fungsi masing-masing sesuai dengan yang
direncanakan
2. Proses
a. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan.
b. Peserta tidak meninggalkan tempat penyuluhan.
c. Peserta mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan secara
benar.
3. Hasil
a. Peserta mengetahui pengertian keluarga
b. Peserta mengetahui peran keluarga
c. Peserta mengetahui fungsi keluarga
d. Peserta mengetahui pengaruh dukungan keluarga terhadap klien
e. Peserta mengetahui kewajiban keluarga terhadap klien
I. MATERI
1. Pengertian Keluarga
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, keluarga
merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah

suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Effendy, 1998). Keluarga


merupakan kumpulan dari dua orang atau lebih yang disatukan oleh
kebersamaan dan kedekatan emosional serta yang mengidentifikasi dirinya
sebagai bagian dari keluarga (Friedmand dkk, 2013). Keluarga sebagai unit
atau satu kesatuan dalam pelayanan kesehatan. Sehingga dalam
memberikan asuhan keperawatan, perawat melibatkan peran serta aktif
seluruh keluarga dalam merumuskan masalah dan kebutuhan keluarga
dalam mengatasi masalah kesehatannya (Efendi, 2009).

2. Peran Keluarga
Sesuai dengan fungsi keluarga dalam perawatan kesehatan, keluarga
mempunyai peranan penting di bidang kesehatan, antara lain: (Efendi,
2009) (40)
a. Mengenal masalah kesehatan
Keluarga memiliki peran untuk mengenal perubahan-perubahan
yang dialami anggota keluarga dan masalah kesehatan yang meliputi
pengertian, tanda dan gejala, serta penyebabnya. (Efendi, 2009)
(Suprajitno, 2004)
b. Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat
Keluarga memiliki peran untuk menentukan anggota keluarga
yang mempunyai kemampuan dalam memutuskan tindakan kesehatan
yang akan dilakukan terhadap klien (Suprajitno, 2004). Keputusan yang
diambil keluarga perlu mendapat pertimbangan dari petugas kesehatan,
sehingga keputusan yang tepat diharapkan dapat mengatasi masalah
kesehatan klien. (Efendi, 2009)
c. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit
Keluarga yang telah mengetahui keadaan penyakit (sifat,
penyebaran,

komplikasi,

prognosis

dan

perawatannya)

dapat

memberikan perawatan kepada anggota keluarganya yang sakit (Efendi,


2009). Selain itu keluarga juga perlu memiliki kemampuan melakukan
tindakan untuk pertolongan pertama (Suprajitno, 2004).
d. Menciptakan suasana rumah yang sehat

Keluarga memiliki peran untuk memodifikasi lingkungan untuk


menjamin

kesehatan

keluarganya

(Suprajitno,

2004).

Untuk

melakukannya keluarga perlu memahami manfaat pemeliharaan


lingkungan, pentingnya higiene sanitasi dan upaya pencegahan penyakit
(Efendi, 2009).
e. Merujuk pada fasilitas kesehatan masyarakat
Keluarga memiliki peran untuk memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan di sekitar bagi anggota keluarganya (Suprajitno, 2004). Oleh
sebab itu keluarga perlu mengetahui keberadaan fasilitas kesehatan dan
keuntungan yang dapat diperoleh dari fasilitas kesehatan tersebut
(Efendi, 2009).
Menurut Marsh dkk (2012) peran keluarga dalam menangani
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa antara lain:
a. Pendampingan pengobatan
b. Fahami dan normalkan pengalaman penderita
c. Pusatkan pada kelebihan-kelebihan dan kekuatan penderita
d. Pelajari tentang sakit jiwa dan sumber-sumber yang berkaitan
e. Ciptakan lingkungan yang mendukung penderita
f. Tingkatkan kemampuan memecahkan masalah
g. Bantu memulihkan perasaan sedih dan kehilangan penderita
h. Kembangkan harapan yang realistis
3. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman, terdapat 5 fungsi dasar keluarga dalam
tatanan masyarakat, yaitu:
a. Fungsi afektif (affective function), merupakan fungsi internal
keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh,
memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung.
b. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisasi (sosialization and social
placement function), adalah proses perkembangan dan perubahan
individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial dan
belajar berperan di lingkungan sosial.
c. Fungsi reproduksi (reproductive function), adalah fungsi keluarga
meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya
manusia.
d. Fungsi ekonomi (economic function), adalah fungsi keluarga untuk
memenuhi kebutuhan keluarga, seperti sandang, pangan dan papan.

e. Fungsi perawatan kesehatan (health care function), adalah


kemampuan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang
mengalami masalah kesehatan.
4. Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Klien
Dukungan keluarga mempunyai pengaruh yang cukup penting
terhadap klien gangguan jiwa. Pengaruh dukungan keluarga terhadap
klien yaitu berfungsinya dengan baik peran, fungsi dan kewajiban
keluarga dalam perawatan klien dirumah. Apabila dukungan keluarga
dilaksanakan dengan semestinya hal ini akan menekan angka
kekambuhan klien. Hal ini dikarenakan keluarga selalu memantau
keadaan klien baik situasi emosi klien, stresor klien dan juga
keteraturan minum obat.
5. Kewajiban Keluarga Terhadap Klien
Keluarga mempunyai peranan penting dalam perawatan klien
gangguan jiwa di rumah. Kewajiban keluarga terhadap klien dengan
gangguan jiwa dalam perawatannya di rumah antara lain:
a. Membantu klien menyadari masa transisi
Masa transisi yang dimaksud yaitu ketika klien pulang dari
rumah sakit jiwa (RSJ) dan kembali ke rumah. Segala hal yang ada
di rumah/ lingkungan semula dapat menjadi faktor pemicu yang
memudahkan klien kembali mengalami gangguan jiwa, karena itu
pengobatan dan pengelolaan klien dirumah sangat penting.
Beberapa waktu saat klien tiba dirumah setalah menerima
perawatan di RSJ merupakan masa terapai transisi. Keluarga harus
mengetahui masa terapi transisi karena keluarga berfungsi sebagai
terapis yang mengajari dan membimbing klien agar dapat
beradaptasi

secara

mental

dengan

lingkungan

yang

baru.

Pengawasan dilakukan oleh keluarga untuk mendeteksi situasi


emosional

dan

kemampuan

beradaptasi

klien.

Perubahan

lingkungan yang diduga atau diyakini berkaitan dengan stressor


klien juga perlu dilakukan oleh keluarga. Keluarga
mengajari klien untuk beradaptasi.

juga

perlu

b. Memantau terapi farmakologi


Klien yang telah diperbolehkan pulang kerumah tetap
memperoleh terapi farmakologi yang perlu diminum dalam jangka
waktu yang relatif lama untuk mencegah kekambuhan. Klien
diharuskan meminum obat secara rutin tanpa terlewatkan.
Kewajiban keluarga adalah memantau kepatuhan klien dalam
meminum obat. Selain memantau klien, keluarga juga berkewajiban
menyadarkan klien terhadap kepatuhan minum obat sehingga klien
mampu mengontrol sendiri kepatuhan meminum obat.
c. Peka Terhadap Kemungkinan Reaksi Emosional Penderita
Keluarga merupakan orang terdekat dan paling intens
berinteraksi dengan klien. Keluarga
perlu

peka

klien

gangguan

mental

terhadap setiap keputusan, tingkah laku dan sikap

yang akan terespon secara emosional atau fisik oleh anggota


keluarga yang sakit. Respon yang dimaksud bukan hanya gejala
yang terlihat tetapi juga yang bersifat laten.
d. Garda Terdepan dan Tumbuhkan Keterbukaan
Klien yang telah kembali kerumah memiliki beban yang
perlu diatasi oleh klien seperti rasa malu dan rendah diri karena
stigma negatif dari masyarakat sekitar. Klien merasa dirinya akan
menjadi bahan gunjingan, mungkin jadi bahan olokan, atau akan
ditolak dalam kegiatan sosial dan kekhawatiran lepasnya peran
penting di masyarakat maupun lingkungan kerja. Belum lagi terjadi
semua hal tersebut, bayangan dan perasaan negatif ini saja sudah
cukup membebani klien. Keluarga harus segera menyadari hal ini
dan melakukan perlindungan terhadap perasaan negatif ini dengan
menjadi yang terdepan memberi rasa aman, rasa positif, rasa
memerlukan klien, dan bersikap terbuka. Perilaku sederhana yang
dapat dilakukan seperti tidak berbisik-bisik dengan anggota
keluarga lain didepan klien. Hal ini akan membuka peluang klien
untuk

menciptakan

prasangka

negatif

tentang

dirinya,

menumbuhkan rasa curiga, dan akhirnya suasana tidak sehat karena

hubungan dan interaksinya

tumbuh berdasarkan prasangka.

Perilaku yang didasari prasangka pastilah salah.


e. Terbuka terhadap Lingkungan Sosial
Keluarga bertanggung jawab untuk menyampaikan
pengetahuan

terhadap

orang

sekitar

selain

keluarga

yang

berinteraksi dengan klien. Mengidentifikasi dan mengenali orang


penting klien diluar keluarga dan mengoptimalkan perannya dalam
perubahan komunitas interaksi klien. Sebelum klien tiba di rumah
keluarga menjelaskan secara terbuka tentang apa yang terjadi dan
peran yang diharapkan atas mereka.
f. Geser Aspek Nilai Kehidupan ke Nilai yang Menguatkan
Keluarga berperan dalam memberikan harapan
realistis

terhadap

anggota keluarga.

Harapan

yang

yang
tidak

realistik terlalu tinggi menjatuhkan klien secara mental. Jatuh


dari tempat tinggi tentu lebih menyakitkan. Harapan yang tinggi
bisa menghancurkan

mental klien

yang memandang harapan

tersebut adalah segala-galanya. Berikan alternatif harapan lain, dan


ajari untuk belajar bersyukur dan puas dengan apa yang sudah
diterima. Sandaran nilai agama juga merupakan alternatif utama.
Islam misalnya mengajarkan bahwa apa yang kita raih milik Allah
dan semuaakan kembali lagi kepada pemilik-Nya. Begitu juga
dengan nilai-nilai agama lain tentunya mengajarkan nilai-nilai yang
menguatkan.
g. Senantiasa Belajar dan Mengikuti Pengetahuan Baru
Pengetahuan senantiasa berkembang, cara-cara baru relatif
lebih sempurna. Kewajiban keluarga adalah selalu

belajar

dan

mencari pengetahuan dari sumber yang bisa dipercaya dan pada


bidangnya.
h. Meningkatkan Partisipasi Anggota Keluarga Lain sebagai Support
Riwayat sakit mental atau kekambuhan sakit mental
merupakan faktor resiko bunuh diri. Penelitian menunjukkan bahwa
orang yang bunuh diri atau usaha bunuh diri mempunyai riwayat

gangguan kejiwaan atau sudah pernah di rawat-inapkan di rumah


sakit (HIMH, 2012). Peran keluarga juga bertambah

berkaitan

dengan faktor resiko bunuh diri ini. Peran keluarga sangat penting
dan telah didukung dengan berbagai penelitian mengenai peran
keluarga ini antara lain Knitzer,Steinbergh, & Fleich, (1993) yang
menyatakan bahwa partisipasi keluarga mendorong peningkatan
fokus keluarga.
6. Peran Perawat dalam Meningkatkan Kemampuan Keluarga dalam
Perawatan Klien di Rumah
Peran merupakan seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh
orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem
(Kusnanto, 2004). Menurut Nursalam, keperawatan merupakan bentuk
pelayanan profesional berupa pemenuhan kebutuhan dasar yang
diberikan kepada individu yang sehat maupun sakit yang mengalami
gangguan fisik, psikis, dan sosial agar dapat mencapai derajat kesehatan
yang optimal (Nursalam, 2005). Adapun peran perawat profesional di
ruang perawatan intensif adalah sebagai berikut: (Kusnanto, 2004)
(Asmadi, 2008) (Ali, 2004).
a. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan pada anggota
keluarga yang sakit (care giver)
Peran perawat sebagai care giver yaitu memberikan asuhan
keperawatan kepada klien yang meliputi tindakan keperawatan,
observasi, meningkatkan kesehatan klien, pendidikan kesehatan,
dan berperan dalam pemenuhan kebutuhan keluarga klien di ruang
perawatan intensif (Kusnanto, 2004) (Asmadi, 2008) (Ali, 2004).
Selain itu, keluarga klien kritis dapat mengalami masalah fisik dan
psikologis

yang

disebabkan

oleh

kondisi

klien

sehingga

membutuhkan dukungan mental, salah satunya oleh perawat.


(Greenwood, 2015)
b. Perawat sebagai pembela untuk melindungi klien (client advocate)

Peran sebagai advocate (pembela klien) mengharuskan perawat


bertindak

sebagai

narasumber

dan

fasilitator

dalam

tahap

pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus

dijalani oleh klien. Dalam menjalankan peran sebagai advocate,


perawat harus dapat melindungi dan memfasilitasi keluarga dalam
pelayanan keperawatan (Kusnanto, 2004).
c. Perawat sebagai pemberi konseling (counsellor)

Peran perawat sebagai counsellor yaitu memberikan bimbingan/


konseling kepada klien, keluarga dan masyarakat tentang masalah
kesehatan klien di ruang perawatan intensif. Konseling diberikan
kepada keluarga dalam mengintegrasikan pengalaman kesehatan
dengan pengalaman yang lalu, pemecahkan masalah difokuskan
pada masalah keperawatan, mengubah perilaku hidup ke arah
perilaku hidup sehat (Kusnanto, 2004).
d. Perawat sebagai pendidik (educator)

Peran perawat sebagai educator yaitu membantu meningkatkan


pengetahuan keluarga terkait penyakit yang diderita dan tindakan
medis yang akan dilakukan kepada klien (Kusnanto, 2004) (Ali,
2004).
e. Perawat sebagai anggota tim kesehatan yang dituntut untuk dapat
bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain (collaborator)
Peran perawat sebagai collaborator yaitu bekerjasama dengan
tim kesehatan lain dan keluarga dalam menentukan rencana maupun
pelaksanaan asuhan keperawatan guna memenuhi kebutuhan
kesehatan klien (Kusnanto, 2004). Dalam kondisi tertentu, perawat
perlu memfasilitasi keluarga klien kritis untuk berdiskusi dengan
dokter mengenai pilihan perawatan yang terbaik bagi klien.
(Greenwood, 2015)
f. Perawat sebagai koordinator agar dapat memanfaatkan sumber-

sumber dan potensi klien (coordinator)


Peran perawat sebagai coordinator yaitu memanfaatkan semua
sumber-sumber dan potensi yang ada, baik materi maupun klien
secara terkoordinasi sehingga tidak ada intervensi yang terlewatkan
maupun tumpang tindih (Kusnanto, 2004) (Ali, 2004). Dalam
menjalankan peran sebagai coordinator, perawat dapat melakukan
hal-hal berikut: (Kusnanto, 2004)
a) Mengoordinasi seluruh pelayanan keperawatan.

b) Mengatur tenaga keperawatan yang bertugas.


c) Mengembangkan sistem pelayanan keperawatan.
g. Perawat sebagai pembaru yang selalu dituntut untuk mengadakan
perubahan-perubahan (change agent)
Peran perawat sebagai change agent yaitu mengadakan inovasi
dalam cara berfikir, bersikap, bertingkah laku dan meningkatkan
keterampilan klien dan keluarga agar menjadi sehat (Kusnanto,
2004).
h. Perawat

sebagai

sumber

informasi

yang

dapat

membantu

memecahkan masalah klien (consultant)


Peran perawat sebagai consultant yaitu berkaitan dengan
permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan keperawatan
yang diberikan.(Kusnanto, 2004)
J. DAFTAR PUSTAKA
Ali Z. (2010). Pengantar keperawatan keluarga. Ariani F, editor. Jakarta:
EGC.
Asmadi. (2008). Konsep dasar keperawatan. Mardella EA, editor. Jakarta:
EGC.
Efendi F, Makhfudli. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas: teori dan
praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Effendy N. (1998). Dasar-dasar deperawatan kesehatan masyarakat. Edisi 2.
Asih Y, editor. Jakarta: EGC.
Friedman MM, Bowden VR, Jones EG. (2013). Buku ajar keperawatan
keluarga: riset, teori & praktik. Edisi 5. Estu Tiar, editor. Jakarta:
EGC.
Greenwood B, Media D. (2015) Role of critical care nursing [Internet]. [cited
2016 Feb 17]. Available from: http://work.chron.com/role-criticalcare-nursing-21019.html
Hunter Institute Of Mental Health / HIMH. (2012). Mental

illness

and

Suicide. Di akses di www.responseability.org/ pada 17 Februari 2016.


Knitzer, J., Steinberg, Z., & Fleisch, B. (1993). At the Schoolhouse
Door: An Examinatio of Programe and Policies for Children with
Behavioral and Emotional Problems. New York: Bank.
Kusnanto. (2004). Pengantar profesi dan praktik keperawatan profesional.
Ester M, editor. Jakarta: EGC.

Marsh., D. & Schenk, S. & Cook., A. (2012). Families and Mental Illness.
Diadaptasi oleh National Alliance on Mental Illness / NAMI.
Diakses di :www.namigc.org/ pada 17 Februari 2016.
Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu
keperawatan: pedoman skripsi, tesis, dan instrumen penelitian
keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Suprajitno. (2004). Asuhan keperawatan keluarga: aplikasi dalam praktik.
Ester M, editor. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai