Anda di halaman 1dari 6

Cervical Root Syndrome adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh iritasi atau

penekanan akar saraf servikal oleh penonjolan discus invertebralis, gejalanya


adalah nyeri leher yang menyebar ke bahu, lengan atas atau lengan bawah,
parasthesia, dan kelemahan atau spasme otot. Salah satu contoh penyakitnya
adalah Syndrome radikulopati. Radikulopati berarti terdapat proses patologik
pada radiks posterior dan anterior. Gangguan itu dapat setempat atau
menyeluruh. Etiologi Beberapa kondisi pada leher banyak disebabkan oleh
pergeseran atau penjepitan dari akar saraf atau gangguan pada foramen
intervertebralis mungkin disertai dengan tanda dan gejala dari Cervical Root
Syndrome. Kondisi tebanyak pada kasus ini disebabkan oleh proses degeneratif
dan herniasi dari discus intervertebralis. Untuk lebih jelas mengenai etiologi, kita
akan membahas sedikit mengenai anatomi daerah terkait. Pada daerah leher,
banyak terdapat jaringan yang bisa merupakan sumber nyeri. Biasanya rasa
nyeri berasal dari jaringan lunak atau ligament, akar saraf, faset artikular,
kapsul, otot serta duramater. Nyeri bisa diakibatkan oleh proses degeneratif,
infeksi/inflamasi, iritasi dan trauma. Selain itu perlu juga diperhatikan adanya
nyeri alih dari organ atau jaringan lain yang merupakan distribusi dermatomal
yang dipersarafi oleh saraf servikal. Radiks anterior dan posterior bergabung
menjadi satu berkas di foramen intervertebral dan disebut saraf spinal. Berkas
serabut sensorik dari radiks posterior disebut dermatome. Pada permukaan
thorax dan abdomen, dermatome itu selapis demi selapis sesuai dengan urutan
radiks posterior pada segmen-segmen medulla spinalis C3-C4 dan T3-T12. Tetapi
pada permukaan lengan dan tungkai, kawasan dermatome tumpang tindih oleh
karena berkas saraf spinal tidak langsung menuju ekstremitas melainkan
menyusun plexus dan fasikulus terkebih dahulu baru kemudian menuju lengan
dan tungkai. Karena itulah penataan lamelar dermatome C5-T2 dan L2-S3
menjadi agak kabur. Segala sesuatunya yang bisa merangsang serabut sensorik
pada tingkat radiks dan foramen intervertebral dapat menyebabkan nyeri
radikuler, yaitu nyeri yang berpangkal pada tulang belakang tingkat tertentu dan
menjalar sepanjang kawasan dermatome radiks posterior yang bersangkutan.
Osteofit, penonjolan tulang karena faktor congenital, nukleus pulposus atau
serpihannya atau tumor dapat merangsang satu atau lebih radiks posterior. Pada
umumnya, sebagai permulaan hanya satu radiks saja yang mengalami iritasi
terberat, kemudian yang kedua lainnya mengalami nasib yang sama karena
adanya perbedaan derajat iritasi, selisih waktu dalam penekanan, penjepitan dan
lain sebagainya. Maka nyeri radikuler akibat iritasi terhadap 3 radiks posterior ini
dapat pula dirasakan oleh pasien sebagai nyeri neurogenik yang terdiri atas
nyeri yang tajam, menjemukan dan paraestesia. Nyeri yang timbul pada vertebra
servikalis dirasakan didaerah leher dan belakang kepala sekalipun rasa nyeri ini
bisa di proyeksikan ke daerah bahu, lengan atas, lengan bawah atau tangan.
Rasa nyeri di picu/diperberat dengan gerakan/posisi leher tertentu dan akan
disertai nyeri tekan serta keterbatasan gerakan leher. Patofisiologi Discus
intervertebralis terdiri dari nucleus pulposus yang merupakan jaringan elastis,
yang dikelilingi oleh annulus fibrosus yang terbentuk oleh jaringan fibrosus.
Kandungan air dalam nucleus pulposus ini tinggi, tetapi semakin tua umur
seseorang kadar air dalam nuleus pulposus semakin berkurang terutama setelah
seseorang berumur 40 tahun, bersamaan dengan itu terjadi perubahan
degenerasi pada begian pusat discus, akibatnya discus ini akan menjadi tipis,
sehingga jarak antara vertebrae yang berdekatan mejadi kecil dan ruangan
discus menjadi sempit, selanjutnya annulus fibrosusmengalami penekanan dan

menonjol keluar. Menonjolnya bagian discus ini maka jaringan sekitarnya yaitu
corpus-corpus vertebrae yang berbatasan akan terjadi suatu perubahan.
Perubahannya yaitu terbentuknya jaringan ikat baru yang dikenal dengan nama
osteofit. Kombinasi antara menipisnya discus yang menyebabkan penyempitan
ruangan discus dan timbulnya osteofit akan mempersempit diameter kanalis
spinalis. Pada kondisi normal diameter kanalis spinalis adalah 17 mm sampai 18
mm. Tetapi pada kondisi CRS, kanalis ini menyempit dengan diameter pada
umumnya antara 9 mm sampai 10 mm. Pada keadaan normal, akar-akar saraf
akan menempati seperempat sampai seperlima, sedangkan sisanya akan diisi
penuh oleh jaringan lain sehingga tidak ada ruang yang tersisa. Bila foramen
intervertebralis ini menyempit akibat adanya osteofit, maka akar-akar saraf yang
ada didalamnya akan tertekan. Saraf yang tertekan ini mula-mula akan
membengkok. Perubahan ini menyebabkan akar-akar saraf tersebut terikat pada
dinding foramen intervertebralis sehingga mengganggu peredaran darah.
Selanjutnya kepekaan saraf akan terus meningkat terhadap penekanan, yang
akhirnya akar-akar saraf kehilangan sifat fisiologisnya. Penekanan akan
menimbutkan rasa nyeri di sepanjang daerah yang mendapatkan persarafan
dari akar saraf tersebut. Tanda dan gejala Nyeri radikuler serviks ditandai dengan
nyeri leher menjalar ke sisi posterior lengan bawah, bahu dan kadang-kadang
bisa mencapai ke tangan. Memancarkan nyeri mengikuti distribusi dermatom
dari saraf yang terkena, tetapi juga mempengaruhi jaringan diinervasi oleh saraf
ini, seperti otot, sendi, ligamen dan kulit. Nyeri yang berasal dari akar serviks
keempat (C4) terlokalisir di leher dan daerah supraskapular. Nyeri dari akar
serviks kelima (C5) menjalar ke lengan bawah, sedangkan nyeri dari akar
keenam dan ketujuh (C6 dan C7) meluas ke leher, lengan bahu, dan tangan.
Komplikasi Komplikasi dari Cervical Root Syndrome adalah atrofi otot-otot leher
dan adanya kelemahan otot-otot leher dan bahu, dan ketidakmampuan tangan
untuk melakukan aktifitas. Diagnosa a.
Anamnesa Anamnesa adalah hal-hal
yang menjadi sejarah kasus pasien, juga berguna untuk menentukan diagnosa,
karena misalnya dengan pendekatan psikiatri terhadap depresinya yang kadang
merupakan factor dasar nyeri bahu ini. Gejala-gejala yang mungkin nampak
pada inspeksi dan palpasi, misalnya : 1.
Nyeri kaku pada leher 2.
Rasa
nyeri dan tebal dirambatkan ke ibu jari dan sisi radial tangan 3.
Dijumpai
kelemahan pada biceps atau triceps 4.
Berkurangnya reflex biceps 5.
Dijumpai nyeri menjalar (referred pain) di bahu yang samar, dimana nyeri bahu
hanya dirasa bertahan di daerah deltoideus bagian lateral dan infrascapula atas.
b.
Tes Khusus Untuk tes-tes khusus yang harus dilakukan sebenarnya banyak,
misalnya : 1. Tes Provokasi Tes Spurling atau tes Kompresi Foraminal, dilakukan
dengan cara posisi leher diekstensikan dan kepala dirotasikan ke salah satu sisi,
kemudian berikan tekanan ke bawah pada puncak kepala. Hasil positif bila
terdapat nyeri radikuler ke arah ekstremitas ipsilateral sesuai arah rotasi kepala.
Pemeriksaan ini sangat spesifik namun tidak sensitif guna mendeteksi adanya
radikulopati servikal. Pada pasien yang datang ketika dalam keadaan nyeri,
dapat dilakukan distraksi servikal secara manual dengan cara pasien dalam
posisi supinasi kemudian dilakukan distraksi leher secara perlahan. Hasil
dinyatakan positif apabila nyeri servikal berkurang. 2. Tes Distraksi Kepala
Distraksi kepala akan menghilangkan nyeri yang diakibatkan oleh kompresi
terhadap radiks syaraf. Hal ini dapat diperlihatkan bila kecurigaan iritasi radiks
syaraf lebih memberikan gejala dengan tes kompresi kepala walaupun penyebab
lain belum dapat disingkirkan. 3. Tindakan Valsava Dengan tes ini tekanan

intratekal dinaikkan, bila terdapat proses desak ruang di kanalis vertebralis


bagian cervical, maka dengan di naikkannya tekanan intratekal akan
membangkitkan nyeri radikuler. Nyeri syaraf ini sesuai dengan tingkat proses
patologis dikanalis vertebralis bagian cervical. Cara meningkatkan tekanan
intratekal menurut Valsava ini adalah pasien disuruh mengejan sewaktu ia
menahan nafasnya. Hasil positif bila timbul nyeri radikuler yang berpangkal di
leher menjalar ke lengan. c.
Pemeriksaan Penunjang 1.
CT scan dan MRI
CT scan menyediakan informasi yang baik pada struktur tulang, tetapi ada
keterbatasan berkaitan dengan jaringan lunak. MRI adalah pemeriksaan pilihan,
menunjukkan perubahan morfologi yang terjadi di diskus intervertebralis, saraf
tulang belakang, akar saraf dan jaringan lunak sekitarnya. Diagnosis tidak boleh
hanya didasarkan pada temuan radiologis, karena sejumlah penelitian telah
menunjukkan bahwa sekitar 30% dari pasien dengan temuan MRI tidak
menunjukkan gejala. Ketika klinis dan radiologis temuan cocok, maka akan lebih
mudah untuk membuat diagnosa yang tepat. 2.
Tes elektrofisiologi Tes
elektrofisiologi termasuk konduksi saraf dan elektromiografi (EMG). Ini berguna
ketika ada kecurigaan cacat saraf tetapi mereka tidak memberikan informasi
khusus mengenai nyeri. Fisioterapi Tujuan utama penatalaksanaan adalah
reduksi dan resolusi nyeri, perbaikan atau resolusi defisit neurologis dan
mencegah komplikasi atau keterlibatan medulla spinalis lebih lanjut. 1.
Traksi Tindakan ini dilakukan apabila dengan istirahat keluhan nyeri tidak
berkurang atau pada pasien dengan gejala yang berat dan mencerminkan
adanya kompresi radiks saraf. Traksi dapat dilakukan secara terus-menerus atau
intermiten. 2.
Cervical Collar Pemakaian cervical collar lebih ditujukan
untuk proses imobilisasi serta mengurangi kompresi pada radiks saraf, walaupun
belum terdapat satu jenis collar yang benar-benar mencegah mobilisasi leher.
Salah satu jenis collar yang banyak digunakan adalah SOMI Brace (Sternal
Occipital Mandibular Immobilizer). Collar digunakan selama 1 minggu secara
terus-menerus siang dan malam dan diubah secara intermiten pada minggu II
atau bila mengendarai kendaraan. Harus diingat bahwa tujuan imobilisasi ini
bersifat sementara dan harus dihindari akibatnya yaitu diantaranya berupa atrofi
otot serta kontraktur. Jangka waktu 1-2 minggu ini biasanya cukup untuk
mengatasi nyeri pada nyeri servikal non spesifik. Apabila disertai dengan iritasi
radiks saraf, adakalanya diperlukan waktu 2-3 bulan. Hilangnya nyeri, hilangnya
tanda spurling dan perbaikan defisit motorik dapat dijadikan indikasi pelepasan
collar. 3.
Thermoterapi Thermoterapi dapat juga digunakan untuk
membantu menghilangkan nyeri. Modalitas terapi ini dapat digunakan sebelum
atau pada saat traksi servikal untuk relaksasi otot. Kompres dingin dapat
diberikan sebanyak 1-4 kali sehari selama 15-30 menit, atau kompres
panas/pemanasan selama 30 menit 2-3 kali sehari jika dengan kompres dingin
tidak dicapai hasil yang memuaskan. Pilihan antara modalitas panas atau dingin
sangatlah pragmatik tergantung persepsi pasien terhadap pengurangan nyeri. 4.
Latihan Berbagai modalitas dapat diberikan pada penanganan nyeri leher.
Latihan bisa dimulai pada akhir minggu I. Latihan mobilisasi leher kearah
anterior, latihan mengangkat bahu atau penguatan otot banyak membantu
proses penyembuhan nyeri. Hindari gerakan ekstensi maupun flexi. Pengurangan
nyeri dapat diakibatkan oleh spasme otot dapat ditanggulangi dengan
melakukan pijatan. Modalitas fisioterapi yang digunakan dalam penanganan CRS:
1.
SWD (Short Wave Diatermy) SWD adalah alat yang menggunakan
energi listrik elektromagnetik yang dihasilkan arus bolak-balik frekuensi tinggi.

Frekuensi yang diperbolehkan pada penggunaan SWD adalah 27 MHz dengan


panjang gelombang 11 m. Energi elektromagnetik yang dipancarkan dari emitter
akan menyebar sehingga kepadatan gelombang semakin berkurang pada jarak
semakin jauh. Berkurangnya intensitas energi elektromagnetik juga disebabkan
oleh penyerapan jaringan. Dalam kasus ini penulis menggunakan modalitas
fisioterapi berupa Short Wave Diatermy ( SWD ). Pemberian SWD diharapkan
dapat merangsang serabut syaraf tipe II dan tipe III, sehingga akan menghalangi
masuknya impuls nosiseptif di tingkat medulla spinalis sehingga nyeri akan
berkurang dan selanjutnya akan memutus siklus nyeri, kemudian akan
memberikan efek relaksasi otot-otot lain yaitu mempengaruhi aliran darah lokal
yang membuat spasme otot berkurang sehingga terapi relaksasi dan nyeri dapat
terhambat. 2.
Ultra Sonic Gelombang ultra sonic adalah gelombang yang
tidak dapat didengar oleh manusia. Merupakan gelombang longitudinal yang
gerakan partikelnya dari arah ke dan dari dan perambatannya memerlukan
media penghantar. Media pengahantar harus elastis agar partikel bisa merubah
bentuk dan kembali ke bentuk semula untuk memungkinkan gerakan ke dan
dari. Dari sini dijumpai daerah padat atau compression dan daerah renggang
atau refraction. Dalam penggunakan modalitas ultra sonic beberapa ahli
membuktikan bahwa ultra sonic efektif untuk mengurangi nyeri, karena ultra
sonic dapat meningkatkan ambang rangsang, mekanisme dari efek termal
panas. Selain itu pembebasan histamin, efek fibrasi dari ulta sonic terhadap
gerbang nyeri dan dari suatu percobaan ditemukan bahwa pemakaian ultra
sound dengan pulsa rendah.
Efek Ultra sonic Efek mekanik Efek
yang pertama kali didapat oleh tubuh adalah efek mekanik. Gelombang ultra
sonic menimbulkan adanya peregangan dan perapatan didalam jaringan dengan
frekuensi yang sama dengan frekuensi dari ultra sonic. Efek mekanik ini juga
disebut dengan micro massage. Pengaruhnya terhadap jaringan yaitu
meningkatkan permeabilitas terhadap jaringan dan meningkatkan metabolisme.
Micro massage adalah merupakan efek terapeutik yang penting karena semua
efek yang timbul oleh terapi Ultra Sonic diakibatkan oleh micro massage ini. Efek termal Panas yang dihasilkan tergantung dari nilai bentuk gelombang yang
dipakai, intensitas dan lama pengobatan. Yang paling besar yang menerima
panas adalah jaringan antar kulit dan otot. Efek termal akan memberikan
pengaruh pada jaringan yaitu bertambahnya aktivitas sel, vasodilatasi yang
mengakibatkan penambahan oksigen dan sari makanan dan memperlancar
proses metabolisme. Efek biologi Efek biologi merupakan respon fisiologi
yang dihasilkan dari pengaruh mekanik dan termal. Pengaruh biologi ultra sonic
terhadap jaringan antara lain:
Memperbaiki sirkulasi darah Pemberian ultra
sonic akan menyebabkan kenaikan temperatur yang menimbulkan vasodilatasi
sehingga aliran darah ke daerah yang diobati menjadi lebih lancar. Hal ini akan
memungkinkan proses metabolisme dan pengangkutan sisa metabolisme serta
suplai oksigen dan nutrisi menjadi meningkat.
Relaksasi otot Rileksasi otot
akan mudah dicapai bila jaringan dalam keadaan hangat dan rasa sakit tidak
ada. Pengaruh termal dan mekanik dari ultra sonic dapat mempercepat proses
pengangkutan sel P (zat asam laktat) sehingga dapat memberikan efek rileksasi
pada otot.
Meningkatkan permeabilitas jaringan Energi ultra sonic mampu
menambah permeabilitas jaringan otot dan pengaruh mekaniknya dapat
memperlunak jaringan pengikat.
Mengurangi nyeri Nyeri dapat berkurang
dengan pengaruh termal dan pengaruh langsung terhadap saraf. Hal ini akibat
gelombang pulsa yang rendah intensitasnya memberikan efek sedatif dan

analgetik pada ujung saraf sensorik sehingga mengurangi nyeri. Dan dasar dari
pengurangan rasa nyeri ini diperoleh dari, perbaikan sirkulasi darah, normalisasi
dari tonus otot, berkurangnya tekanan dalam jaringan, berkurangnya derajat
keasaman.
Mempercepat penyembuhan Pemberian Ultra sonic mampu
mempercepat proses penyembuhan jaringan lunak . Adanya peningkatan suplai
darah akan meningkatkan zat antibodi yang mempercepat penyembuhan dan
perbaikan pembuluh darah untuk memperbaiki jaringan.
Pengaruh
terhadap saraf parifer Menurut beberapa penelitian bahwa Ultra Sonic dapat
mendepolarisasikan saraf efferent, ditunjukkan bahwa getaran Ultra Sonic
dengan intensitas 0,5-3 w/cm2 dengan gelombang kontinyu dapat
mempengaruhi exitasi dari saraf perifer. Efek ini berhubungan dengan efek
panas. Sedangkan dari aspek mekanik tidak terlalu berpengaruh. 3.
Terapi
Latihan Dengan metode PNF Terapi Latihan merupakan salah satu pengobatan
dalam fisioterapi yang dalam pelaksanaanya menggunakan latihan-latihan
gerakan tubuh baik secara aktif maupun pasif. Atau pula dapat didefinisikan
sebagai suatu usaha untuk mempercepat proses penyembuhan dari suatu cidera
yang telah merubah cara hidupnya yang normal. Hilangnya suatu fungsi atau
adanya hambatan dalam melakanakan suatu fungsi dapat menghambat
kemampuan dirinya untuk hidup secara independentyaitu dalam melaksanakan
aktifitas kerja. Tujuan dari Terapi latihan adalah (1) Memajukan aktifitas
penderita, (2) Memperbaiki otot yang tidak efisien dan memperoleh kembali
jarak gerak sendi yang normal tanpa memperlambat usaha mencapai gerakan
yang berfungsi dan efisien, (3) Memajukan kemampuan penderita yang telah ada
untuk dapat melakukan gerakan-gerakan yang berfungsi serta bertujuan,
sehingga dapat beraktifitas normal. Jenis terapi latihan yang digunakan untuk
kondisi CRS adalah Terapi latihan dengan menggunakan metode Propioceptif
Neuromusular Fasilitation (PNF) berusaha memberikan rangsangan sedemikian
sehingga diharapkan timbul reaksi-reaksi yang sesuai dengan perangsangan
yang akhirnya gerakan-gerakan yang diinginkan tercapai. Tujuan PNF adalah
untuk meningkatkan kekuatan otot. Berdasarkan prinsip PNF dari teori
pergerakan yang menyatakan bahwa PNF dapat memperbaiki kekuatan dan
kondisi system neuro musuloseletal. Tehnik ini bermanfaat untuk assisted otototot yang lemah sekaligus strengthening otot-otot yang lebih kuat tanpa
melupakan prinsip-prinsip dasar PNF dan teknik PNF. Adapun prinsip-prinsip
dasar yang berhubungan dengan kasus CRS ini antara lain: Tahanan
maksimal (optimal) Tahanan maksimal maksudnya adalah tahanan maksimal
yang masih bisa dilawan oleh penderita dengan baik sehingga memungkinkan
penderita untuk mempertahankan suatu posisi (kontraksi isometric) dengan
gerakan yang halus. Tahanan ini tergantung toleransi pasien. Pegangan pada
lumbrical akan mempermudah dalam memberikan tahanan rotasi. Tahanan
diberikan sejak awal gerakan sampai titik lemah gerakan. Faktor-faktor mekanis
seperti cara kerja lever. letak as dan gaya berat (gravitasi) sangat
mempengaruhi terhadap besar-kecilnya tahanan yang diberikan. Manual
contact Manual contact dimaksudkan agar pasien mengerti arah gerakan yang
diminta oleh terapis dan sebaiknya dilakukan dengan kedua tangan sehingga
mudah untuk memberikan tahanan ataupun assisted. Stimulasi verbal
(komando) Rangsangan suara dapat memacu semangat aktivitas penderita.
Dalam memberikan aba-aba kepada penerita harus jelas dan sering diulangulang. Body position dan body mechanic Terapis berdiri pada grove dan
menghadap ke pasien sehingga memungkinkan selalu memperhatikan pasien

agar dalam melakukan latihan di rumah sama seperti yang diajarkan terapis. Traksi dan aproksimasi. Traksi adalah tarikan yang membuat saling menjauhnya
segmen yang satu terhadap segmen yang lain atau usaha mengulur segmen
pada suatu ekstrimitas. Aproximasi adalah saling menekanya atau memberikan
tekanan pada suatu segmern atau ekstrimitas. Aproximasi bertujuan untuk
stabilisasi sendi. Pola gerak Pola gerak pada ekstrimitas atas adalah flksiabduksi-eksoroasi, fleksi-adduksi-eksorotasi, ektsensi, abduksi-eksorotasi,
ekstensi-abduksi-endorotasi, ekstensi-adduksi-endorotasi. Teknik yang digunakan
pada kasus ini adalah repeated contration. Repeated contration adalah suatu
teknik isotonic untuk kelompok agonis, yang dilakukan pada bagianbagian
tertentu, dari lintasan gerakan dengan jalan memberikan restrech yang
disusun dengan kontraksi isotonic. Dan tujuan dari teknik ini antara lain
memperbaiki kekuatan otot dan daya tahan, memperbaiki lingkup gerak sendi
secara aktif, menurunkan ketegangan atau penguluran antagonis, serta
penguatan (strengtening).
Dengan traksi cervical. Dengan traksi cervical
diharap terjadi penambahan ruangan pada intervertebralis maka penyempitan
yang dapat menekan akar saraf dapat berkurang, serta diperoleh relaksasi otototot leher. Dalam percobaan traksi yang diberikan pada susunan vertebrae
cervicalis. oleh Olachis dan Strohm disebutkan bahwa dalam keadaan lordosis
servical normal. Traksi diberikan dengan tarikan diperoleh regangan jarak antara
prosessus spinosus pada vertebrae yang berbatasan sebesar 1-1,5 mm. Copy the
BEST Traders and Make Money : http://ow.ly/KNICZ

Copy the BEST Traders and Make Money : http://ow.ly/KNICZ

Anda mungkin juga menyukai