Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

BAB II
STOMATITIS AFTOSA REKUREN

2.1 Macam-macam SAR


Stomatitis aftosa rekuren secara klinis terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu stomatitis
aftosa minor, mayor dan herpetiformis:

Stomatitis aftosa minor


- Jenis stomatitis aftosa ini merupakan bentuk lesi yang paling sering ditemukan.
- Lesi ditemukan pada mukosa yang tidak berkeratin
- Lesi berbentuk erosi, bulat, berdiameter 5 7 mm, disertai kelim merah di sekitar
lesi, warna lesi putih-kekuningan, berjumlah satu atau lebih.

Gb 1. Stomatitis aftosa minor


(Cawson dan Odell, 2008)

Stomatitis aftosa mayor


- Jenis stomatitis aftosa ini lebih jarang ditemukan.
- Lesi berdiameter di atas 1 cm
- Kadang lesi menyerupai lesi ganas.
- Ulkus dapat bertahan hingga beberapa bulan.
- Lesi ditemukan pada mukosa yang terlibat dalam pengunyahan, seperti dorsum
-

lidah atau gingiva.


Terbentuk jaringan parut setelah terjadi penyembuhan.

Gb 2. Stomatitis aftosa mayor


(Lamey dan Lewis, 1991)

Stomatitis aftosa herpetiformis


- Jenis stomatitis aftosa ini jarang ditemukan.
- Lesi ditemukan pada mukosa yang tidak berkeratin.
- Lesi berdiameter 1 2 mm.
- Jumlah lesi 10 100 buah.

Beberapa lesi ada yang bergabung menjadi satu lesi dengan tepi tidak beraturan.
Di sekitar lesi multiple tersebut ditemukan daerah eritematosa yang luas.

Gb 3. Stomatitis aftosa herpetiformis


(Cawson dan Odell, 2008)
2.2 Etiologi dan faktor predisposisi
Meskipun etiologi stomatitis aftosa rekuren tidak diketahui, namun ada beberapa
faktor predisposisi
yang berkaitan dengan munculnya lesi dan dapat mempermudah terjadinya lesi. Berbagai
faktor
predisposisi tersebut antara lain: faktor genetik, trauma, hormonal, stres, gangguan
imunologi, defisisiensi hematologi, bukan perokok (Cawson dan Odell, 2008).
Faktor genetik
Telah ada bukti yang menunjukkan bahwa faktor genetik merupakan faktor predisposisi.
Dari riwayat keluarga dapat diketahui adanya pengaruh faktor genetik ini, dan kelihatannya
penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak kembar bila dibandingkan dengan yang tidak
kembar.
Trauma

Beberapa pasien mengira bahwa lesi terjadi akibat trauma, sebab gejala awalnya
didahului oleh sikat gigi yang menyodok mukosa mulut. Letak lesinya tergantung pada
daerah yang terlibat dalam trauma tersebut. Namun demikian, lesi biasanya ditemukan di
daerah yang terlindung, jarang ditemukan pada mukosa yang berperan pada pengunyahan.
Faktor hormonal
Pada beberapa wanita, stomatitis aftosa dihubungkan dengan fase luteal dalam siklus
haid. Namun terapi hormonal yang diberikan ternyata tidak cukup efektif.
Stres
Beberapa pasien menghubungkan eksaserbasi ulserasi dengan saat mereka mengalami
stres. Ada berbagai macam penelitian yang melaporkan adanya hubungan tersebut. Stres
sendiri sulit untuk diukur, dan ada juga penelitian yang tidak menemukan adanya hubungan
tersebut.
Gangguan imunologi
Oleh karena etiologi stomatitis aftosa rekuren tidak diketahui, ada kecenderungan untuk
menganggapnya sebagai kelainan autoimun. Telah banyak bentuk gangguan imunologi yang
dilaporkan, tetapi hasil yang ditemukan berlawanan dengan teori yang diajukan. Hingga kini
belum ditemukan teori imunopatogenesis yang tepat yang mendukung gambaran klinisnya.
Adanya kemungkinan bahwa faktor alergi terkait dengan timbulnya stomatitis aftosa juga
belum dapat dipastikan. Pada sebagian besar pasien yang ada tidak ditemukan perubahan
bermakna pada kadar immunoglobulin terkait. Beberapa penelitian lain tidak berhasil
menemukan kompleks imun yang beredar.
Stomatitis aftosa rekuren sendiri juga tidak memiliki gambaran yang menunjukkan
adanya keterkaitan dengan penyakit autoimun. Stomatitis aftosa rekuren tidak memberikan
respon pada pengobatan imunosupresif dan bertambah parah jika ada ganguan fungsi imun
sebagaimana ditemukan pada infeksi HIV (Cawson dan Odell, 2008; Regezi dkk, 2008).
Defisiensi hematologi
Telah dilaporkan bahwa defisiensi yang terjadi pada vitamin B12, asam folat dan Fe
dapat ditemukan pada penderita stomatitis aftosa rekuren hingga mencapai jumlah 20%nya.
Defisiensi seperti ini sering ditemukan pada penderita stomatitis aftosa rekuren yang lesinya

baru muncul di usia pertengahan ataupun bertambah parah sesudahnya (Sook Bin Woo dan
Greenberg, 2008).
Kondisi seperti ini bersifat laten pada sebagian besar pasien yang ditemukan,
hemoglobinnya masih dalam batas normal dan gejala utamanya adalah mikrositosis ataupun
makrositosis pada sel darah merah. Bagi penderita yang memang diketahui mengalami
defisiensi vitamin B12 dan asam folat, pemberian vitamin yang bersangkutan untuk
menanggulangi defisiensi dapat meredakan lesi stomatitis aftosa rekuren yang timbul.
Bukan perokok
Telah lama diketahui bahwa stomatitis aftosa rekuren terjadi terutama pada orang yang
bukan perokok. Stomatitis aftosa rekuren dapat muncul kembali bila kebiasaan merokok
dihentikan.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa etiologi stomatitis aftoa rekuren tetap tidak jelas.
Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa stomatitis aftosa rekuren adalah bentuk penyakit
autoimun. Tidak jelas juga apakah gangguan imunologi yang ditemukan merupakan
penyebab atau akibat. Pada sebagian kecil pasien ditemukan hubungan yang jelas antara
stomatitis aftosa rekuren dengan defisiensi hematologi. Defisiensi hematologi tersebut dapat
terjadi sebagai akibat dari penyakit yang terjadi di usus halus ataupun penyebab malapsorpsi
lainnya (Regezi dkk, 2008).

2.3 Gambaran klinis SAR


Gambaran khas stomatitis aftosa rekuren terdiri dari (Cawson dan Odell, 2008):

Onsetnya sering ditemukan pada anak-anak, tetapi mencapai puncaknya pada masa

remaja atau dewasa muda.


Lesi muncul pada saat yang bervariasi, tetapi secara relatif dapat ditentukan pada

interval tertentu.
Sebagaian besar penderitanya terlihat sehat.
Pada sebagian kecil kasus ditemukan gangguan hematologi.
Sebagian besar pasien yang ditemukan bukan perokok.
Biasanya lesi bersifat self-limiting.
Stomatitis aftosa rekuren lebih banyak ditemukan pada penderita perempuan

dibandingkan laki-laki. Frekuensi lesi mencapai puncaknya saat dewasa muda/usia di

atasnya, kemudian menurun perlahan. Stomatitis aftosa rekuren jarang ditemukan pada
lansia, terutama yang sudah tidak bergigi. Namun
demikian, para lansia juga masih bisa mengalaminya jika pada mereka ditemukan gangguan
hematologi. Sebagian besar penderita yang ditemukan memiliki pekerjaan sebagai petugas
administrasi, semi-profesional dan bukan perokok. Kadang, stomatitis aftosa dapat muncul
kembali jika kebiasaan merokok dihentikan.
Riwayat lesi pada umumnya berupa rasa nyeri yang muncul dalam interval 3 4 minggu.
Kadang ada yang berlangsung terus-menerus, tetapi ada juga yang muncul kembali setelah
beberapa bulan. Stomatitis aftosa minor yang soliter dapat bertahan hingga 7 10 hari,
kemudian sembuh tanpa membentuk jaringan parut. Stomatitis aftosa umumnya terjadi pada
mukosa yang tidak berkeratin seperti mukosa bukal, sulkus, bagian lateral lidah. Sedangkan
stomatitis aftosa tipe mayor terjadi pada bagian mukosa yang terlibat dalam pengunyahan.
Rasa nyeri yang terjadi pada stomatitis aftosa mayor dapat mengganggu fungsi makan
(Neville dkk, 1999).
2.4 Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat lesi, pemeriksaan klinis, bila perlu
pemeriksaan darah untuk mencari kemungkinan adanya gambaran abnormal pada MCV
(mean corpuscular volume). Diagnosis stomatitis aftosa rekuren ditentukan berdasarkan
riwayat rekurensi lesi dan sifat lesi yang dapat sembuh sendiri. Kedua hal tersebut perlu
ditanyakan dalam anamnesis (Sook Bin Woo dan Greenberg, 2008; Neville dkk,2008).
Beberapa hal yang dapat ditanyakan saat melakukan anamnesis antara lain:

Riwayat lesi
Riwayat terjadinya lesi merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu perlu
diperhatikan:
- Adanya rekurensi
- Jenis stomatitis aftosa: apakah minor, mayor ataupun herpetiformis
- Usia pada saat onset: anak-anak atau remaja
- Adanya riwayat penyakit serupa dalam keluarga
- Lesi hanya ditemuka di mukosa yang tidak berkeratin
- Ada tanda dan gejala penyakit Behcet (lesi ditemukan di ocular, genital, kulit,

persendian)
Pemeriksaan
Perhatikan gambaran klinisnya:
- Erosi berbatas tegas dengan tepi teratur, disertai kelim merah di sekitarnya

Bila ditemukan jaringan parut atau palatum molle ikut terlibat, maka kondisi

tersebut menunjukkan adanya sebuah stomatitis aftosa tipe mayor


Penyakit lain yang mempunyai bambaran khas dapat disingkirkan, seperti: lichen

planus ataupun prnyakit vesikulobulosa lainnya.


Pemeriksaan khusus
Pemeriksaan ini digunakan untuk menyingkirkan adanya kemungkinan penyakit
yang melatarbelakangi timbulnya lesi, terutama pada pasien yang onsetnya pada
lansia. Untuk itu perlu diperiksa antara lain:
- Status anemia, Fe, asam folat, vitamin B-12
- Adanya riwayat diare, konstipasi atau feces bercampur darah yang menunjukkan
adanya kelainan pada saluran pencernaan, misalnya coeliac disease atau
malabsorpsi

Pemeriksaan darah rutin dapat memberikan informasi lainnya dan biasanya temuan yang
paling penting adalah MCV yang abnormal. Jika ada makrositik atau mikrositik, diperlukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk mencari terapi yang tepat terhadap penyebabnya.

BAB III
PENATALAKSANAAN RASA NYERI PADA STOMATITIS AFTOSA
REKUREN

Untuk stomatitis aftosa rekuren, penatalaksanaannya dibagi ke dalam dua tahap yaitu
pengendalian faktor predisposisi, pengobatan simtomatis dan perawatan suportif.
3.1 Pengendalian faktor predisposisi
Faktor predisposisi dapat diketahui dengan cara mengumpulkan informasi tentang: faktor
genetik yang kemungkinan berperan, trauma yang terlibat, faktor hormonal yang berperan,
juga kondisi stres dan faktor imunologi. Dari faktor sistemik perlu juga diperhatikan usia
penderita, dalam usia pertengahan atau lansia. Pada lansia kemungkinan adanya keterlibatan

kondisi sistemik lebih besar bila dibandingkan pasien di usia pertengahan. Dari faktor lokal
perlu diperhatikan adanya trauma ataupun faktor lain yang dapat mengiritasi mukosa, seperti
tepi gigi, karies ataupun tambalan yang tajam. Perlu dihindari makanan yang tajam dan
merangsang. Juga perlu diperhatikan untuk memperbaiki kondisi oral hygiene (Lamey dan
Lewis, 1991; Regezi dkk,2008).
Biasanya, peningkatan frekuensi lesi akan membuat pasien datang untuk memeriksakan
diri. Pada umumnya pasien terlihat sehat, tetapi perlu pemeriksaan hematologi untuk
penderita lansia (Cawson dan Odell, 2008).
3.2 Pengobatan simtomatik
Tujuan dari pengobatan simtomatik yang dilakukan adalah: untuk mengurangi rasa nyeri,
mempersingkat perjalanan lesi, dan memperpanjang interval bagi kemunculan lesi.
Obat yang dapat digunakan antara lain: anestetikum (benzocaine 4% dalam borax
glycerine), obat kumur antibiotika (chlorhexidine gluconate 0,2%, larutan tetrasiklin 2%),
anti inflamasi dan anti udema (sodium hyaluronat), obat muko-adhesive dan anti inflamasi
(bentuk kumur atau gel), kortikosteroid topikal (triamcinolone in orabase).
Kortikosteroid tidak mempercepat penyembuhan lesi, tetapi dapat mengurangi rasa sakit
pada peradangan yang ada. Sedangkan pada triamcinolone in orabase, kortikosteroid
dicampur dengan media
orabase yang dapat membuatnya melekat pada mukosa mulut yang selalu basah. Jika
pengolesan obat ini dilakukan dengan tepat, maka orabase akan menyerap cairan dan
membentuk gel adesif yang dapat bertahan melekat pada mukosa mulut selama satu jam atau
lebih. Namun, pengolesan pada erosi/ulser agak sedikit sulit untuk dilakukan. Gel yang
terjadi akan membentuk lapisan pelindung di atas ulkus, sehingga pasien akan merasa lebih
nyaman. Kortikosteroid akan dilepaskan secara perlahan. Selain itu obat ini juga memiliki
sifat anti inflamasi.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan di Inggris dan Amerika Serikat, obat kumur
tetrasiklin secara bermakna dapat menurunkan frekuensi dan keparahan stomatitis aftosa. Isi
kapsul tetrasiklin (250 mg) dilarutkan dalam 15 mL air matang, ditahan selama 2 3 menit
dalam mulut, dikumur tiga kali sehari. Pada beberapa pasien, penggunaan selama 3 hari dapat
meredakan stomatitis aftosa rekuren (Cawson dan Odell, 2008).

Obat kumur chlorhexidine 0,2% juga dapat digunakan untuk meredakan durasi dan
ketidaknyamanan pada stomatitis aftosa. Cara penggunaannya adalah tiga kali sehari sesudah
makan, ditahan dalam mulut selama minimal 1 menit
Kadang pemberian vitamin B-12 atau asam folat sudah cukup untuk meredakan
stomatitis aftosa frekuren.
3.3 Perawatan suportif
Untuk perawatan suportif dapat dilakukan dengan pengaturan diet, pemberian obat
kumur salin hangat dan anjuran untuk beristirahat dengan cukup.
Terapi biasanya dilakukan secara empiris dan paliatif. Namun demikian, tidak ada satu
obatpun yang dapat benar-benar menghilangkan lesi dengan sempurna. Penderita perlu diberi
tahu bahwa kelainan tersebut tidak dapat diobati, tetapi dapat diredakan dan biasanya dapat
sembuh sendiri.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengobatan lesi ini adalah:
-

Sifat lesi ringan / parah dan lamanya berlangsung


Ukuran lesi kecil / besar / kombinasi
Dengan meningkatnya usia, keparahan lesi berkurang/bertambah, frekuensi

meningkat
Tidak ada terapi definitif untuk stomatitis aftosa rekuren
Terapi bersifat simtomatik dan berbeda untuk setiap individu.

Dalam menentukan strategi penatalaksanaan, maka stomatitis aftosa rekuren


diklasifikasikan ke dalam tiga tipe, yaitu: Tipe A, tipe B, tipe C.
Tipe A

Berlangsung hanya beberapa hari


Timbul 2 3 kali dalam satu tahun
Rasa nyeri masih dapat ditolerir
Apa pemicunya, ini yang ditanggulangi dulu

Operator perlu mengidentifikasi:

Apa saja perawatan yang sudah pernah dijalani, efektif atau tidak?
Bila efektif dan aman dilanjutkan

Tipe B

Timbul setiap bulan

Lesi bertahan 3 10 hari

Pada tipe ini:

Lesi sangat nyeri, sehingga menyebabkan diet normal berubah, kondisi oral hygiene
juga berubah

Bila pemicunya dapat ditemukan (OH, stress, trauma, diet), maka pengobatan dapat

didiskusikan dengan pasien


Bila ada gejala prodromal (kesemutan) ditanggulangi dulu

Tipe C

Lesi sangat nyeri


Lesi bersifat kronis, satu lesi belum sembuh, sudah timbul lagi lesi baru
Lesi tipe ini sebaiknya dirujuk ke dokter gigi spesialis penyakit mulut, dan diperlukan
kerjasama dengan spesialis lain tergantung dari gejala yang timbul
Obat yang digunakan:
- Kortikosteroid topikal yang poten
- Kortikosteroid sistemik
-

BAB IV
RINGKASAN

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai