Anda di halaman 1dari 25

BAB I

KASUS

I.

II.
III.

Identitas Pasien
Nama Pasien
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
Pekerjaan
Status
Agama

: Tn. S
: 62 tahun
: Laki - laki
: Jakarta Timur
: Karyawan
: Menikah
: Islam

ANAMNESIS
Keluhan Utama
:
Susah buang air kecil sejak 2 minggu SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
:
Pasien datang ke UGD RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan sulit saat BAK sejak 2
minggu yang lalu, Pasien ingin BAK tapi susah dan nyeri sehingga merasa kembung di
perut bawah. BAK tetap keluar, namun sering keluar hanya menetes sedikit demi sedikit
dan terasa bertambah nyeri semakin hari. BAK berwarna kuning terang, tidak ada darah,
kencing tidak berpasir, sering mengeluh selalu ingin BAK, namun BAK sering terasa
tidak lampias. BAK tidak bisa ditahan, tapi sulit untuk dikeluarkan, harus menunggu
hingga bisa keluar. Di malam hari, pasien mengeluh BAK semakin sering, hingga dapat
mencapai 10 kali. Demikian juga siang hari, pasien mengatakan sering sekali merasa
ingin BAK, namun susah dan nyeri.
Pagi hari sebelum masuk UGD, pasien sempat berobat ke poliklinik dan dilakukan
post dilatasi oleh dokter urologi di RSIJ. Namun, setelah dilakukan tindakan tersebut,
pasien merasa keluhan tidak membaik& bertambah nyeri terutama saat BAK.

IV.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat sulit BAK sebelumnya sudah dirasa sejak 6 bulan terakhir. BAK berpasir
disangkal, timbul benjolan di selangkangan dan di buah zakar di sangkal, riwayat
hipertensi (+).

V.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama
Riwayat Hipertensi, Asma Tuberkulosis, Diabetes Mellitus, Penyakit Ginjal dan
keganasan dikeluarga disangkal.
VI. Riwayat Pengobatan :
Os operasi prostat bulan Mei 2015 (2 bulan yg lalu). Os sudah beberapa kali
menggunakan selang untuk BAK, sempat membaik namun tidak lama, keluhan dirasa
kembali
VII. Riwayat Alergi :
OS tidak memiliki riwayat alergi makanan, debu atau obat-obatan.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Composmentis
Tanda Vital
: - Nadi
- TD
- Suhu
- RR

: 96x/menit
: 150/100 mmHg
: 36,4 oC
: 24x/menit

VIII. Status Generalis


Kepala
:
Bentuk kepala normochepal
Rambut : putih, tidak rontok
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, Pupil bulat isokor, Refleks
cahaya +/+
Hidung: sekret -/Telinga : normotia, sekret (-)
Mulut : hiperemis (-), anemis (-)
Leher

tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan tiroid


Thorax
:
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan dada simetris, retraksi dada (-), ictus cordis (-).
Palpasi : ictus cordis teraba di intercosta V linea midclavicularis, vocal fremitus
sama dikedua lapang paru.
Perkusi : sonor dikedua lapang paru

Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-), pernapasan
vesikuler, ronki -/-, wheezing -/Abdomen

Inspeksi

: Distensi abdomen (-), scar (-).

Auskultasi : bising usus (+) N, Metalic sound (-)


Perkusi
Palpasi

: Nyeri tekan (+) di supra pubis, tidak ada pembesaran hepar dan spleen

Ektremitas

IX.

: Timpani pada keempat kuadran abdomen

Superior

: Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-). Sianosis (-).

Inferior

: Akral hangat, RCT < 2 detik, edema (-). Sianosis (-)

Status Lokalis
Status Urologi
Regio Costovertebralis
Inspeksi
: Warna kulit sama dengan sekitarnya, tanda radang tidak
ada,hematom tidak ada, Bentuk pinggang simetris, tidak tampak adanya massa, scar(-),

tanda radang (-)


Palpasi bimanual
: ( -/- )
Nyeri tekan
: ( -/- )
Nyeri ketuk costovertebral : ( -/- )

Inspeksi

Regio Suprapubic
: Tampak datar, warna kulit sama dengan sekitar, tidak tampak massa/

tumor, hematom tidak ada, edema tidak ada


Palpasi : Nyeri tekan ( - ), buli-buli teraba, massa tumor tidak teraba.

Regio Genitalia Eksterna

Inspeksi

: tanda radang (-), darah (-). sekret (-). jejas (-), terpasang kateter no.16.

Palpasi

: nyeri tekan (-), Tidak teraba massa tumor.

Regio Anal
Inspeksi
: Tidak ada benjolan, tidak ada darah
RT : Tonus sfingter ani menjepit kuat, mukosa rektum licin, ampula

recti tidak kolaps.


Prostat
: Teraba masa dengan konsistensi kenyal pada arah jam 111, permukaan licin, tidak berbenjol benjol, pole atas tidak teraba, tidak
ada krepitasi.
Handschoen : feses (+), darah (-), lendir (-).

X.

XI.

HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Ureum

13 mg %

20 -30

Kreatinin

0,8 mg %

L= 0,5 1,1
P= 0,5 1,0

SGOT

24 mg%

L= < 40
P= < 31

SGPT

14 mg%

L= < 42
P= < 32

PSA

0,97

<4,40

HASIL PEMERIKSAAN USG

Vesika urinaria :
Volume pre miksi

: 652 cc

volume post miksi

: 112 cc

urine

: 112 cc

Prostat : diameter 3,2 x 4,2 x 3,0 cm 3


Kesimpulan : BPH
Rest urine 112 cc

XII. PEMERIKSAAN PATOLOGI ANATOMI


Makroskopik : keping- keping jaringan prostat sebanyak 10 cc warna coklat.
Mikroskopik : sediaan berasal dari prostat menunjukan keping- keping jaringan dengan
proliferasi asinus dan jaringan fibromuskuler. Asinus menunjukan ciri-ciri hyperplasia
dan PIN 1. stroma bersebukan padat, sel radang PMN dan menahun, setempat.
Kesimpulan : gambaran histologik sesuai dengan hiperplasia prostat. Tidak tampak tanda
ganas .

XIII. RESUME
Pasien datang ke UGD RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan sulit saat BAK
sejak 2 minggu yang lalu, Pasien ingin BAK tapi susah dan nyeri sehingga merasa
kembung di perut bawah. BAK tetap keluar, namun sering keluar hanya menetes
sedikit demi sedikit dan terasa bertambah nyeri semakin hari. BAK berwarna kuning
terang, sering mengeluh selalu ingin BAK, namun BAK sering terasa tidak lampias.
BAK tidak bisa ditahan, tapi sulit untuk dikeluarkan, harus menunggu hingga bisa
keluar. Di malam hari, pasien mengeluh BAK semakin sering, hingga dapat mencapai
10 kali. Demikian juga siang hari, pasien mengatakan sering sekali merasa ingin
BAK, namun susah dan nyeri. Pagi hari sebelum masuk UGD, pasien sempat berobat
ke poliklinik dan dilakukan post dilatasi oleh dokter urologi di RSIJ. Namun, setelah
dilakukan tindakan tersebut, pasien merasa keluhan tidak membaik& bertambah nyeri
terutama saat BAK.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis, tanda vital dalam batas normal kecuali tekanan darah meningkat
(160/100 mmHg). Status generalis dalam batas normal.
Pada pemeriksaan status lokalis, dilakukan rectal touche. Hasil yang didapat:
tonus sfingter ani baik, mukosa licin, pole atas tidak teraba, darah (-), feses (+).

Pada pemeriksaan USG , hasil kesimpulan adalah BPH retensi urin 12 cc.
pemeriksaan patologi anatomi menunjukan bahwa gambaran histologik sesuai dengan
hiperplasia prostat. Tidak tampak tanda ganas .
XIV.

DIAGNOSIS KERJA:

Retensi urin ec Benign prostatic hyperplasia

XV.

PENATALAKSANAAN

Dilakukan pemasangan DC.


Operasi pembedahan : TURP (Transuretral Resection of the Prostate)
XVI. PROGNOSIS:
Quo ad vitam
Quo ad functionam

: ad bonam
: ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.

PENDAHULUAN
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak disebelah
inferior buli-buli dam membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran,
organ ini membuntu uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran
urine keluar dari buli-buli. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada
orang dewasa 20 gram. McNeal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa
zona ,antara lain : zona perifer, merupakan 70 % bagian volume dari kelenjar prostat
dewasa muda, zona sentral, sebanyak 25 %, zona transisional, zona fibromuskuler
anterior dan zona periuretra. Sebagian besar hiperplasia prostat berasal dari zona
transisional, 60 70 % pertumbuhan karsinoma prostat (CaP) berasal dari zona
perifer, 10 20 % berasal dari zona transisional dan 5 10 % dari zona

II.

sentral(McNeal et al, 1988).


EPIDEMIOLOGI
BPH merupakan tumor jinak yang paling sering pada laki-laki dan insidennya
berdasarkan dari umur. Prevalensi dari hasil studi otopsi BPH menunjukkan
peningkatan kira-kira sebanyak 20% pada pria dengan umur 41-50 tahun, menjadi 50
% pada pria dengan umur 51-60 tahun dan menjadi > dari 90% pada pria > dari 80
tahun(Berry et al, 1984).1,2 Walaupun bukti klinis dari penyakit lebih jarang muncul,
gejala dari obstruksi prostat juga berhubungan dengan umur. Pada umur 55 tahun,
kira-kira sebanyak 25% pria mengeluhkan gejala voiding symptoms. Pada umur 75
tahun, 50% dari pria mengeluhkan penurunan dari pancaran dan jumlah dari
pembuangan urin. Faktor resiko dari BPH masih belum terlalu dimengerti. Beberapa

hasil studi menyebutkan predisposisi genetik dan beberapa studi lainnya memberi
perhatian pada perbedaan ras. Kira-kira 50% dari pria dibawah umur 60 tahun yang
telah menjalani operasi pembedahan BPH mungkin memiliki suatu bentuk genetika
dari penyakit. Bentuk ini paling banyak merupakan bentuk autosomal dominan
III.

trait(Sanda et al, 1994).


ETIOLOGI
Hingga sekarang etiologi dari BPH masih belum diketahui secara pasti, tetapi
beberapa penelitian secara laboratorium maupun klinik menyebutkan bahwa terdapat
2

faktor

yang

erat

kaitannya

dengan

BPH

yaitu;

peningkatan

kadar

dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua) (McConnell, 1995).


Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prsostat
adalah ; 1) teori dihidrotestoteron, 2) adanya ketidakseimbangan antara estrogen dan
testosteron, 3) interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat, 4) berkurangnya
kematian sel (apoptosis) dan 5) teori stem sel.
1) TEORI DIHIDROTESTOSTERON
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat
penting pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron
didalan sel prostat oleh enzim 5-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH.
DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) yang
membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis
protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai
penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan
kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5-reduktase
dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan selsel prostat pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih
banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
2) KETIDAKSEIMBANGAN ANTARA ESTROGEN TESTOSTERON
Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar
estrogen relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif
meningkat. Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam
terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan
sensitifitas

sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen, dan

menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat(apoptosis). Hasil akhir dari semua


keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya sel-sel baru akibat
rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada mempunyai
umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.
3) INTERAKSI SEL STROMA DAN EPITEL
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel
epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui mediator
(grwoth factor) tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi DHT dan
estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta
mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan
terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel st
4) BERKURANGNYA KEMATIAN SEL PROSTAT
Program kematian sel prostat (apoptosis) pada sel prostat adalah
mekanisme fisiologik untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada
apoptosis terjadi kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang
mengalami apoptosis akan difagositosis oleh sel-sel disekitarnya kemudian
didegradasi oleh enzim lisosom. Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan
antara laju proliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan
prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baru
dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat
yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara
keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan pertambahan massa
prostat.
5) TEORI SEL STEM
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk
sel-sel baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu suatu sel yang
mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat
tergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya
menurun seperti yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis.
Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya

aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun
IV.

sel epitel.
EMBRIOLOGI
Prostat berkembang sebagai multipel padat yang tumbuh dari epitelhium uretra
atas dan bawah dari pintu masuk saluran duktus mesonephric. Bagian yang simpel
dari tubulus ini mulai berkembang dari menjadi 5 bagian pada saat terakhir minggu
ke 11 dan selesai pada minggu ke 16. Mereka bercabang-cabang hingga berakhir
dengan suatu sistem pembuangan kompleks yang terdiri dari differensiansi sel
mesenchymal disekitar segmen dari sinus urogenital. Sel mesenchymal ini mulai
berkembang lagi disekitar tubulus mulai dari 16 minggu dan menjadi lebih ke perifer
untuk membentuk kapsul prostatik. Pada umur 22 minggu sel stroma muskular
berkembang secara bertahap dan proses ini berlanjut terus meningkat hingga
kelahiran.
Dari 5 bagian kumpulan sel-sel epitel, terbentuk 5 lobus; anterior, posterior,
median dan 2 lobus lateral. Awalnya, lobus-lobus ini terpisah satu sama lain, namun
nanti mereka akan bertemu tanpa ada septum pembatas diantara mereka. Tubulus dari
masing-masing lobus tidak berikatan dengan yang lainnya tapi berdampingan satu
sama lain. Tubulus lobus anterior mulai berkembang secara simultan dibandingkan
dengan lobus yang lain. Meskipun di tahap awal tubulus lobus anterior besar dan
menunjukkan banyak percabangan, nantinya banyak dari percabangan itu akan
menghilang. Mereka berlanjut untuk mengecil, jadi pada saat kelahiran mereka
menunjukkan tidak mempunyai lumen dan terlihat sebagai epitelial embrionik solid
yang kecil. Dengan kontras, tubulus dari lobus posterior terdapat beberapa yang
berkembang jadi besar dengan percabangan yang ekstensive. Tubulus-tubulus ini,
sebagaimana mereka tumbuh, lobus posterior berekstensi berkembang ke lobus
median dan lobus lateral dan membentuk bagian posterior dari kelenjar prostat, yang

V.

dapat dirasakan melalui rektal.


ANATOMI & FISIOLOGI
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-buli, di
depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri
dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Kelenjar ini terdiri
atas jaringan fibromuskuler dan glandular yang terbagi dalam beberapa daerah atau

zona, yaitu zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona preprostatik sfingter dan
zona anterior (McNeal 1970). Secara histopatologik kelenjar prostat terdiri atas
komponen kelenjar dan stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot polos,
fibroblas, pembuluh darah, saraf, dan jaringan penyanggah yang lain.
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari
cairan ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra
posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat
ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat.
Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus
prostatikus. Pleksus prostatikus (pleksus pelvikus) menerima masukan serabut
parasimpatik dari korda spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus (T10-L2 ).
Stimulus parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan
rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra
posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatik memberikan inervasi pada otot
polos prostat, kapsula prostat dan leher buli-buli. Di tempat-tempat itu banyak
terdapat reseptor adrenergik-. Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan
tonus otot polos tersebut.
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau berubah menjadi kanker ganas
dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran
VI.

kemih.
PATOFISIOLOGI HIPERPLASIA PROSTAT
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesike.
Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna
melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik buli-buli berupa hipertrofi oto detrusor, tarbekulasi, terbentuknya selula,
sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh
pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower
urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatimus.
Tekanan intravesikel yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-

ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,


hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.

Hiperplasia prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Tekanan intravesikel

Buli-buli

Ginjal dan Ureter

Hipertrofi otot detrusor

- Refluks vesiko ureter

Trabekulasi

- Hidroureter

Selula

- Hidronefrosis

Divertikel buli-buli

- Pionefrosis
- Gagal ginjal

Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya


disebabkan oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi
juga disebabkan oleh tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul
prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut
simpatis yang berasal dari nervus pudendus.
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel.
Kalau pada prostat normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, pada
BPH, rasionya meningkat menjadi 4:1, hal ini menyebabkan pada BPH terjadi

peningkatan tonus otot polos prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam
hal ini massa prostat yang menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan
tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi
prostat.
VII.

GAMBARAN KLINIS
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun

keluhan di luar saluran kemih.


VIII. KELUHAN PADA SALURAN KEMIH BAWAH(LUTS)
Lower Urinary Track Symptom terdiri atas gejala obstruksi dan gejala iritatif
seperti terlihat pada tabel di bawah.
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah,
beberapa ahli/organisasi urologi membuat sistem skoring yang secara subyektif dapat
diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan oleh WHO
adalah International Prostatic Symptom Score (I-PSS).

OBSTRUKSI

IRITASI

HESITANSI

Frekuensi ( Anyang-anyangan)

PANCARAN MIKSI LEMAH

Nokturia ( Sering kencing

INTERMITENSI (Kencing tibatiba berhenti dan lancar kembali)

malam hari)

Urgensi

yang

MIKSI TIDAK PUAS

kencing

TERMINAL

ditahan)

DRIBBLING

( Menetes setelah miksi)

Merasa
tidak

ingin
bisa

Disuria ( Rasa tidak enak saat


kencing)

Sistem skoring I-PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan


dengan keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan
kualitas hidup pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi
diberi nilai 0 sampai dengan 5, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas
hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga 7. Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan
gejala LUTS dalam 3 derajat, (1) Ringan : 0 -7 Watchfull waiting, (2) Sedang :
8 - 19 Medikamentosa, (3) Berat : 20 - 35 Operasi. Timbulnya gejala LUTS
merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk mengeluarkan urine. Pada
suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatique) sehingga jatuh ke dalam
fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urine akut. Timbulnya
dekompensasi buli-buli biasanya didahului oleh beberapa faktor pencetus antara
lain : (1) volume buli-buli tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin,menahan
kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang
mengandung diuretikum (alkoholo, kopi), dan minum air dalam jumlah yang
berlebihan, (2) massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah melakukan
aktivitas seksual atau mengalami infeksi prostat akut, dan (3) setelah
mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau
yang dapat mempersempit leher buli-buli, antara lain : golongan antikolinergik
atau adrenergik alfa.

IX.

GEJALA PADA SALURAN KEMIH BAGIAN ATAS


Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas berupa
gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan

X.

tanda hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.
GEJALA PADA LUAR SALURAN KEMIH
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis
atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba
massa kistus didaerah supra simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan
urine yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yang merupakan pertanda dari
inkontinensia paradoksa. Pada DRE (direct rectal examination) diperhatikan : (1)

tonus sfingter ani/refleks bulbo-kavernosus untuk menyingkirkan adanya kelainan


buli-buli neurogenik, (2) mukosa rektum, dan (3) keadaan prostat: kemungkinan
adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat, simteris antara lobus, volume prostat dan
batas prostat(batas atas, kiri dan kanan, sulcus teraba/tidak).
Colok dubur pada pembesaran prostat benigna menunjukkan konsistensi prostat
kenyal seperti meraba ujung hidung, halus, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak
didapatkan nodul; sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras/teraba
nodul dan mungkin di antara lobus prostat tidak simetris.
XI.

DIAGNOSIS BANDING
Kondisi obstruksi dari saluran kemih bagian bawah seperi striktur uretra,
contracture leher buli-buli, batu buli-buli atau karsinoma prostat (CaP) harus
ditunjukkan saat melakukan evaluasi laki-laki dengan kecurigaan BPH. Riwayat
melakukan tindakan pada saluran kemih, radang atau trauma harus ditanyakan untuk
menyingkirkan kemungkinan striktur uretra
atau contracture leher buli-buli. Hematuria dan nyeri biasanya berhubungan dengan
batu buli-buli. CaP mungkin dideteksi saat melakukan pemeriksaan DRE atau elevasi
dari kadar penanda tumor PSA. Infeksi saluran kemih bisa mirip gejalanya seperti
pada iritatif BPH, bisa diidentifikasi dengan pemeriksaan urinalisa dan kultur urin;

XII.

bagaimanapun juga infeksi saluran kemih bisa juga sebagai komplikasi dari BPH.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau
inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis
kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman
terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai
saluran kemih bagian atas, sedangkan gula darah dimaksudkan untuk ,mencari
kemungkinan adanya penyakit diabetes melitus yang dapat menimbulkan kelainan
persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik).
PENCITRAAN
Foto polos abdomen berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih,
adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan buli-buli
yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine. Pemeriksaan

IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya: (1) kelainan pada ginjal maupun ureter
berupa hidroureter atau hidronefrosis, (2) memperkirakan besarnya kelenjar prostat
yang ditunjukkan oleh adanya indentasi prostat/filling defect (pendesakan buli-bli
oleh kelenjar prostat) atau ureter disebelah distal yang berbentuk seperti mata kail
atau hooked fish dan (3) penyulit yng terjadi pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi,
divertikel, atau sakulasi buli-buli. Pemeriksaan ini sekarang tidak direkomendasikan
pada BPH.
PEMERIKSAAN LAIN
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat :

Residual urine yaitu jumlah sisa urine setelah miksi. Sisa urine ini dapat diukur
dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan
pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi.

Pancaran urine atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan
menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik)
atau dengan alat uroflometri ysng mrnyajikan gambaran grafik pancaran urine.
Dari uroflometri dapat diketahui lama waktu miksi, lama pancaran, waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, rerata pancaran, maksimum
pancaran, dan volume urine yang dikemihkan.

XIII. PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadangkadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa
mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat dan konsultas saja. Tujuan
terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi (2)
meningkatkan

kualitas

hidup,

(3)

mengurangi

obstruksi

infravesika,

(4)

mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu
urine setelah miksi, dan (6) mencegah progresifitas penyakit.
Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna

Obsevasi
Watchfull

Medikamentosa

waiting

adrenergik

Operasi
Prostatektomi

inhibitor

reduktase
inhibitor

Invasif Minimal

terbuka

TUBD
TUMT

TURP

Stent Uretra

TUIP

TUNA

Fitoterapi

TULP

Hormonal

Elektro
vaparosasi

WATCHFULL WAITING
Pilihan terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor I-PSS < 7, yaitu
keluhan ringan yang tidak menganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak diberikan
terapi apapun dan hanya diberi penjelasan ,mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat
memperburuk keluhannya, misalnya :
1. Jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam
2. Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau
cokelat)
3. Batasi penggunaan obat-obatan yang mengandung fenilpropanolamin
4. Kurangi makanan pedas dan asin, dan
5. Jangan menahan kencing terlalu lama
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya keluhannya
apakah menjadi lebih baik, disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium,
residu urine, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek, perlu dipikirkan
memilih terapi lain.
MEDIKAMENTOSA
Tujuan terapi ini adalah untuk :
1.
Mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik
penyebab obstruksi intravesika dengan obat-obatan penghambat -adrenergik
(adrenergik blocker)

2.

Mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara

menurunkan

kadar

hormon

testosteron/dihidrotestosteron

(DHT)

melalui

penghambat 5-reduktase.
3.
Selain kedua cara diatas, sekarang banyak dipakai terapi menggunakan
fitofarmaka yang mekanisme kerjanya belum terlalu jelas.
PENGHAMBAT RESEPTOR ADRENERGIK
Caine adalah yang pertama kali melaporkan penggunaan obat penghambat
adrenergik alfa sebagai salah satu terapi BPH. Pada saat itu dipakai
fenoksibenzamin, yaitu penghambat alfa tidak selektif yang ternyata mampu
memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi. Sayangnya obat
ini tidak disenangi oleh pasien karena komplikasi sistemiknya, antara lain hipotensi
postural dan kelainan kardiovaskular lain.
Diketemukannya obat penghambat adrenergik-1 dapat mengurangi
beberapa penyulit yang diakibatkan oleh fenoksibenzamin. Beberapa golongan obat
penghambat adrenergik-1 ini adalah : Prazosin yang diberikan 2x/hari, Terazosin,
Afluzosin dan Doksazosin yang diberikan 1x/hari. Obat-obatan ini dilaporkan dapat
memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urine.
Akhir-akhir ini telah diketemukan pula golongan penghambat adrenergik-1A, yaitu Tamsulosin yang sangat selektif terhadap otot polos prostat dan obat ini
dilaporkan mampu memperbaiki keluhan pancaran miksi tanpa menimbulkan
kardiovaskuler.
PENGHAMBAT 5-REDUKTASE
Obat ini bekerja dengan

cara

menghambat

pembentukan

dihidrotestosterone (DHT) dari testosteron yang dikatalisis oleh enzim 5-reduktase


didalam sel-sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan
replikasi sel-sel prostat menurun.
Dilaporkan bahwa pemberian obat ini, Finasteride 5mg/hari yang
diberikan 1x setelah enam bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga
28%.
FITOFARMAKA
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk
memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik tentang
kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi ini belum

diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai: anti- estrogen,


anti-androgen, menurunkan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi
basic fibroblast growth factor (bFGF) dan epidermal growth factor (IGF),
mengacaukan metabolisme prostaglandin, efek anti-inflammasi, menurunkan
outflow resistance dan memperkecil volume prostat.
Diantara fioterapi yang banyak digunakan adalah: Pygeum africanum,
Serenoa repens, Hypaxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya.
XIV. OPERASI
PEMBEDAHAN
Penyelesaian masalah pasien BPH jangka panjang saat ini yang paling baik adalah
pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non invasif lainnya
membutuhkan jangka waktu yang sangat lama untuk melihat hasil terapi
Pembedahan mempunyai indikasi pada pasien BPH dengan:
1. Tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi medikamentosa
2. Mengalami retensi urine, > 2 x
3. Infeksi saluran kemih yang berulang
4. Hematuria, > 2 x
5. Gagal ginjal
6. Timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih
bagian bawah.
XV.

PEMBEDAHAN TERBUKA
Beberapa macam teknik operasi prostatektomi terbuka adalah metode dari Millin
yaitu melakukan enukleasi kelenjar prostat melalui pendekatan retropubik
infravesika. Freyer melalui pendekatan suprapubik transvesika, atau transperineal.
Prostatektomi terbuka adalah tindakan yang paling tua yang masih banyak dikerjakan
saat ini, paling invasif dan efisien sebagai terapi BPH. Prostatektomi terbuka dapat
dilakukan melalui pendekatan suprapubik transvesikal (Freyer) atau retropubik
infravesikel (Millin). Dianjurkan untuk prostat yang sangat besar (> 100 gr).
Penyulit yang dapat terjadi setelah prostatektomi terbuka adalah: inkontinensia
urine (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograd (60-80%) dan kontarktor leher
buli-buli (3-5%)

XVI. PEMBEDAHAN ENDOUROLOGI

Saat ini tindakan TURP (Trans Uretral Recection Prostat) merupakan operasi
yang paling banyak dilakukan di seluruh dunia. Disenangi karena tidak memerlukan
insisi pada kulit perut, massa mondok lebih cepat, dan memberikan hasil yang tidak
banyak berbeda dengan operasi terbuka. Pembedahan endourologi transuretra dapat
dilakukan dengan memakai tenaga elektrik TURP atau dengan memakai energi Laser.
Operasi terhadap prostat berupa reseksi (TURP), insisi (TUIP), atau evaporasi.
TURP (Transuretral Resection of the Prostate)
Reseksi kelenjar prostate dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan
irigan (pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh
darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionic, yang dimaksudkan
agar tidak terjadi hantaran listrik saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan
harganya cukup murah yaitu H2O steril (aquades).
XVII. TINDAKAN INVASIF MINIMAL
Selain tindakan invasif seperti yang diatas, saat ini sedang dikembangkan
tindakan invasif minimal yang terutama ditujukan untuk pasien yang mempunyai
resiko tinggi terhadap pembedahan. Tindakan invasif minimal itu diantaranya adalah:
1. Thermoterapi
2. TUNA (Transurethral Needle Ablation of the Prostate)
3. Pemasangan stent (prostacath)
4. HIFU (High Intensity Focused Ultrasound)
5. Dilatasi dengan balon ( TUBD, Transurethrat Balooning Dilatation)

DAFTAR PUSTAKA
Jr, Presti C Joseph. ,MD. Neoplasms of the Prostate Gland. Page 399-417. Smiths
General Urology, fifteenth edition. Tanagho-McAninch. USA.2000.
Purnomo B Basuki. Hiperplasia Prostat BAB 5. Dasar-dasar Urologi, edisi ke 2. Jakarta.
2008.
Schwartz.Manual of Surgery,in Urology, Benign Prostatic Hyperplasia.Mc Graw Hills
Companies. 2006. Pg. 1061
Purnomo B.P. Buku Kuliah Dasar Dasar Urologi, Jakarta : CV.Sagung Seto, 2000.
Potts, J.M. Essential Urology: A Guide to Clinical Practice. Humana Press Inc., Totowa,
NJ. Pg 191
Snell, Richard S. Clinical Anatomy For Medical Students 6th edition in cavitas Pelvis
Part II.Lippincot William & Wilkins Inc. 2006. USA. Pg.350-352.
Rahardjo Djoko, Prostat Hipertrofi, Urologi BAB IV. Ilmu Bedah FKUI. Universitas
Indonesia : Jakarta. 2007.

Anda mungkin juga menyukai