KASUS
I.
II.
III.
Identitas Pasien
Nama Pasien
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
Pekerjaan
Status
Agama
: Tn. S
: 62 tahun
: Laki - laki
: Jakarta Timur
: Karyawan
: Menikah
: Islam
ANAMNESIS
Keluhan Utama
:
Susah buang air kecil sejak 2 minggu SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
:
Pasien datang ke UGD RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan sulit saat BAK sejak 2
minggu yang lalu, Pasien ingin BAK tapi susah dan nyeri sehingga merasa kembung di
perut bawah. BAK tetap keluar, namun sering keluar hanya menetes sedikit demi sedikit
dan terasa bertambah nyeri semakin hari. BAK berwarna kuning terang, tidak ada darah,
kencing tidak berpasir, sering mengeluh selalu ingin BAK, namun BAK sering terasa
tidak lampias. BAK tidak bisa ditahan, tapi sulit untuk dikeluarkan, harus menunggu
hingga bisa keluar. Di malam hari, pasien mengeluh BAK semakin sering, hingga dapat
mencapai 10 kali. Demikian juga siang hari, pasien mengatakan sering sekali merasa
ingin BAK, namun susah dan nyeri.
Pagi hari sebelum masuk UGD, pasien sempat berobat ke poliklinik dan dilakukan
post dilatasi oleh dokter urologi di RSIJ. Namun, setelah dilakukan tindakan tersebut,
pasien merasa keluhan tidak membaik& bertambah nyeri terutama saat BAK.
IV.
V.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama
Riwayat Hipertensi, Asma Tuberkulosis, Diabetes Mellitus, Penyakit Ginjal dan
keganasan dikeluarga disangkal.
VI. Riwayat Pengobatan :
Os operasi prostat bulan Mei 2015 (2 bulan yg lalu). Os sudah beberapa kali
menggunakan selang untuk BAK, sempat membaik namun tidak lama, keluhan dirasa
kembali
VII. Riwayat Alergi :
OS tidak memiliki riwayat alergi makanan, debu atau obat-obatan.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Composmentis
Tanda Vital
: - Nadi
- TD
- Suhu
- RR
: 96x/menit
: 150/100 mmHg
: 36,4 oC
: 24x/menit
Auskultasi : bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-), pernapasan
vesikuler, ronki -/-, wheezing -/Abdomen
Inspeksi
: Nyeri tekan (+) di supra pubis, tidak ada pembesaran hepar dan spleen
Ektremitas
IX.
Superior
Inferior
Status Lokalis
Status Urologi
Regio Costovertebralis
Inspeksi
: Warna kulit sama dengan sekitarnya, tanda radang tidak
ada,hematom tidak ada, Bentuk pinggang simetris, tidak tampak adanya massa, scar(-),
Inspeksi
Regio Suprapubic
: Tampak datar, warna kulit sama dengan sekitar, tidak tampak massa/
Inspeksi
: tanda radang (-), darah (-). sekret (-). jejas (-), terpasang kateter no.16.
Palpasi
Regio Anal
Inspeksi
: Tidak ada benjolan, tidak ada darah
RT : Tonus sfingter ani menjepit kuat, mukosa rektum licin, ampula
X.
XI.
13 mg %
20 -30
Kreatinin
0,8 mg %
L= 0,5 1,1
P= 0,5 1,0
SGOT
24 mg%
L= < 40
P= < 31
SGPT
14 mg%
L= < 42
P= < 32
PSA
0,97
<4,40
Vesika urinaria :
Volume pre miksi
: 652 cc
: 112 cc
urine
: 112 cc
XIII. RESUME
Pasien datang ke UGD RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan sulit saat BAK
sejak 2 minggu yang lalu, Pasien ingin BAK tapi susah dan nyeri sehingga merasa
kembung di perut bawah. BAK tetap keluar, namun sering keluar hanya menetes
sedikit demi sedikit dan terasa bertambah nyeri semakin hari. BAK berwarna kuning
terang, sering mengeluh selalu ingin BAK, namun BAK sering terasa tidak lampias.
BAK tidak bisa ditahan, tapi sulit untuk dikeluarkan, harus menunggu hingga bisa
keluar. Di malam hari, pasien mengeluh BAK semakin sering, hingga dapat mencapai
10 kali. Demikian juga siang hari, pasien mengatakan sering sekali merasa ingin
BAK, namun susah dan nyeri. Pagi hari sebelum masuk UGD, pasien sempat berobat
ke poliklinik dan dilakukan post dilatasi oleh dokter urologi di RSIJ. Namun, setelah
dilakukan tindakan tersebut, pasien merasa keluhan tidak membaik& bertambah nyeri
terutama saat BAK.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis, tanda vital dalam batas normal kecuali tekanan darah meningkat
(160/100 mmHg). Status generalis dalam batas normal.
Pada pemeriksaan status lokalis, dilakukan rectal touche. Hasil yang didapat:
tonus sfingter ani baik, mukosa licin, pole atas tidak teraba, darah (-), feses (+).
Pada pemeriksaan USG , hasil kesimpulan adalah BPH retensi urin 12 cc.
pemeriksaan patologi anatomi menunjukan bahwa gambaran histologik sesuai dengan
hiperplasia prostat. Tidak tampak tanda ganas .
XIV.
DIAGNOSIS KERJA:
XV.
PENATALAKSANAAN
: ad bonam
: ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
PENDAHULUAN
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak disebelah
inferior buli-buli dam membungkus uretra posterior. Bila mengalami pembesaran,
organ ini membuntu uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran
urine keluar dari buli-buli. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada
orang dewasa 20 gram. McNeal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa
zona ,antara lain : zona perifer, merupakan 70 % bagian volume dari kelenjar prostat
dewasa muda, zona sentral, sebanyak 25 %, zona transisional, zona fibromuskuler
anterior dan zona periuretra. Sebagian besar hiperplasia prostat berasal dari zona
transisional, 60 70 % pertumbuhan karsinoma prostat (CaP) berasal dari zona
perifer, 10 20 % berasal dari zona transisional dan 5 10 % dari zona
II.
hasil studi menyebutkan predisposisi genetik dan beberapa studi lainnya memberi
perhatian pada perbedaan ras. Kira-kira 50% dari pria dibawah umur 60 tahun yang
telah menjalani operasi pembedahan BPH mungkin memiliki suatu bentuk genetika
dari penyakit. Bentuk ini paling banyak merupakan bentuk autosomal dominan
III.
faktor
yang
erat
kaitannya
dengan
BPH
yaitu;
peningkatan
kadar
aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun
IV.
sel epitel.
EMBRIOLOGI
Prostat berkembang sebagai multipel padat yang tumbuh dari epitelhium uretra
atas dan bawah dari pintu masuk saluran duktus mesonephric. Bagian yang simpel
dari tubulus ini mulai berkembang dari menjadi 5 bagian pada saat terakhir minggu
ke 11 dan selesai pada minggu ke 16. Mereka bercabang-cabang hingga berakhir
dengan suatu sistem pembuangan kompleks yang terdiri dari differensiansi sel
mesenchymal disekitar segmen dari sinus urogenital. Sel mesenchymal ini mulai
berkembang lagi disekitar tubulus mulai dari 16 minggu dan menjadi lebih ke perifer
untuk membentuk kapsul prostatik. Pada umur 22 minggu sel stroma muskular
berkembang secara bertahap dan proses ini berlanjut terus meningkat hingga
kelahiran.
Dari 5 bagian kumpulan sel-sel epitel, terbentuk 5 lobus; anterior, posterior,
median dan 2 lobus lateral. Awalnya, lobus-lobus ini terpisah satu sama lain, namun
nanti mereka akan bertemu tanpa ada septum pembatas diantara mereka. Tubulus dari
masing-masing lobus tidak berikatan dengan yang lainnya tapi berdampingan satu
sama lain. Tubulus lobus anterior mulai berkembang secara simultan dibandingkan
dengan lobus yang lain. Meskipun di tahap awal tubulus lobus anterior besar dan
menunjukkan banyak percabangan, nantinya banyak dari percabangan itu akan
menghilang. Mereka berlanjut untuk mengecil, jadi pada saat kelahiran mereka
menunjukkan tidak mempunyai lumen dan terlihat sebagai epitelial embrionik solid
yang kecil. Dengan kontras, tubulus dari lobus posterior terdapat beberapa yang
berkembang jadi besar dengan percabangan yang ekstensive. Tubulus-tubulus ini,
sebagaimana mereka tumbuh, lobus posterior berekstensi berkembang ke lobus
median dan lobus lateral dan membentuk bagian posterior dari kelenjar prostat, yang
V.
zona, yaitu zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona preprostatik sfingter dan
zona anterior (McNeal 1970). Secara histopatologik kelenjar prostat terdiri atas
komponen kelenjar dan stroma. Komponen stroma ini terdiri atas otot polos,
fibroblas, pembuluh darah, saraf, dan jaringan penyanggah yang lain.
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari
cairan ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra
posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada saat
ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat.
Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus
prostatikus. Pleksus prostatikus (pleksus pelvikus) menerima masukan serabut
parasimpatik dari korda spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus (T10-L2 ).
Stimulus parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan
rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan prostat ke dalam uretra
posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem simpatik memberikan inervasi pada otot
polos prostat, kapsula prostat dan leher buli-buli. Di tempat-tempat itu banyak
terdapat reseptor adrenergik-. Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan
tonus otot polos tersebut.
Jika kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau berubah menjadi kanker ganas
dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran
VI.
kemih.
PATOFISIOLOGI HIPERPLASIA PROSTAT
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesike.
Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna
melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan
anatomik buli-buli berupa hipertrofi oto detrusor, tarbekulasi, terbentuknya selula,
sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh
pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower
urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatimus.
Tekanan intravesikel yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-
Hiperplasia prostat
Tekanan intravesikel
Buli-buli
Trabekulasi
- Hidroureter
Selula
- Hidronefrosis
Divertikel buli-buli
- Pionefrosis
- Gagal ginjal
peningkatan tonus otot polos prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam
hal ini massa prostat yang menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan
tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi
prostat.
VII.
GAMBARAN KLINIS
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
OBSTRUKSI
IRITASI
HESITANSI
Frekuensi ( Anyang-anyangan)
malam hari)
Urgensi
yang
kencing
TERMINAL
ditahan)
DRIBBLING
Merasa
tidak
ingin
bisa
IX.
X.
tanda hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.
GEJALA PADA LUAR SALURAN KEMIH
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis
atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba
massa kistus didaerah supra simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan
urine yang selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yang merupakan pertanda dari
inkontinensia paradoksa. Pada DRE (direct rectal examination) diperhatikan : (1)
DIAGNOSIS BANDING
Kondisi obstruksi dari saluran kemih bagian bawah seperi striktur uretra,
contracture leher buli-buli, batu buli-buli atau karsinoma prostat (CaP) harus
ditunjukkan saat melakukan evaluasi laki-laki dengan kecurigaan BPH. Riwayat
melakukan tindakan pada saluran kemih, radang atau trauma harus ditanyakan untuk
menyingkirkan kemungkinan striktur uretra
atau contracture leher buli-buli. Hematuria dan nyeri biasanya berhubungan dengan
batu buli-buli. CaP mungkin dideteksi saat melakukan pemeriksaan DRE atau elevasi
dari kadar penanda tumor PSA. Infeksi saluran kemih bisa mirip gejalanya seperti
pada iritatif BPH, bisa diidentifikasi dengan pemeriksaan urinalisa dan kultur urin;
XII.
bagaimanapun juga infeksi saluran kemih bisa juga sebagai komplikasi dari BPH.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau
inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam mencari jenis
kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan sensitifitas kuman
terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.
Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang mengenai
saluran kemih bagian atas, sedangkan gula darah dimaksudkan untuk ,mencari
kemungkinan adanya penyakit diabetes melitus yang dapat menimbulkan kelainan
persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik).
PENCITRAAN
Foto polos abdomen berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih,
adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan bayangan buli-buli
yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda dari suatu retensi urine. Pemeriksaan
IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya: (1) kelainan pada ginjal maupun ureter
berupa hidroureter atau hidronefrosis, (2) memperkirakan besarnya kelenjar prostat
yang ditunjukkan oleh adanya indentasi prostat/filling defect (pendesakan buli-bli
oleh kelenjar prostat) atau ureter disebelah distal yang berbentuk seperti mata kail
atau hooked fish dan (3) penyulit yng terjadi pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi,
divertikel, atau sakulasi buli-buli. Pemeriksaan ini sekarang tidak direkomendasikan
pada BPH.
PEMERIKSAAN LAIN
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat :
Residual urine yaitu jumlah sisa urine setelah miksi. Sisa urine ini dapat diukur
dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan
pemeriksaan ultrasonografi setelah miksi.
Pancaran urine atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu dengan
menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik)
atau dengan alat uroflometri ysng mrnyajikan gambaran grafik pancaran urine.
Dari uroflometri dapat diketahui lama waktu miksi, lama pancaran, waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, rerata pancaran, maksimum
pancaran, dan volume urine yang dikemihkan.
XIII. PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadangkadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa
mendapatkan terapi apapun atau hanya dengan nasehat dan konsultas saja. Tujuan
terapi pada pasien hiperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi (2)
meningkatkan
kualitas
hidup,
(3)
mengurangi
obstruksi
infravesika,
(4)
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu
urine setelah miksi, dan (6) mencegah progresifitas penyakit.
Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna
Obsevasi
Watchfull
Medikamentosa
waiting
adrenergik
Operasi
Prostatektomi
inhibitor
reduktase
inhibitor
Invasif Minimal
terbuka
TUBD
TUMT
TURP
Stent Uretra
TUIP
TUNA
Fitoterapi
TULP
Hormonal
Elektro
vaparosasi
WATCHFULL WAITING
Pilihan terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor I-PSS < 7, yaitu
keluhan ringan yang tidak menganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak diberikan
terapi apapun dan hanya diberi penjelasan ,mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat
memperburuk keluhannya, misalnya :
1. Jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam
2. Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau
cokelat)
3. Batasi penggunaan obat-obatan yang mengandung fenilpropanolamin
4. Kurangi makanan pedas dan asin, dan
5. Jangan menahan kencing terlalu lama
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya keluhannya
apakah menjadi lebih baik, disamping itu dilakukan pemeriksaan laboratorium,
residu urine, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek, perlu dipikirkan
memilih terapi lain.
MEDIKAMENTOSA
Tujuan terapi ini adalah untuk :
1.
Mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik
penyebab obstruksi intravesika dengan obat-obatan penghambat -adrenergik
(adrenergik blocker)
2.
menurunkan
kadar
hormon
testosteron/dihidrotestosteron
(DHT)
melalui
penghambat 5-reduktase.
3.
Selain kedua cara diatas, sekarang banyak dipakai terapi menggunakan
fitofarmaka yang mekanisme kerjanya belum terlalu jelas.
PENGHAMBAT RESEPTOR ADRENERGIK
Caine adalah yang pertama kali melaporkan penggunaan obat penghambat
adrenergik alfa sebagai salah satu terapi BPH. Pada saat itu dipakai
fenoksibenzamin, yaitu penghambat alfa tidak selektif yang ternyata mampu
memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi. Sayangnya obat
ini tidak disenangi oleh pasien karena komplikasi sistemiknya, antara lain hipotensi
postural dan kelainan kardiovaskular lain.
Diketemukannya obat penghambat adrenergik-1 dapat mengurangi
beberapa penyulit yang diakibatkan oleh fenoksibenzamin. Beberapa golongan obat
penghambat adrenergik-1 ini adalah : Prazosin yang diberikan 2x/hari, Terazosin,
Afluzosin dan Doksazosin yang diberikan 1x/hari. Obat-obatan ini dilaporkan dapat
memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urine.
Akhir-akhir ini telah diketemukan pula golongan penghambat adrenergik-1A, yaitu Tamsulosin yang sangat selektif terhadap otot polos prostat dan obat ini
dilaporkan mampu memperbaiki keluhan pancaran miksi tanpa menimbulkan
kardiovaskuler.
PENGHAMBAT 5-REDUKTASE
Obat ini bekerja dengan
cara
menghambat
pembentukan
PEMBEDAHAN TERBUKA
Beberapa macam teknik operasi prostatektomi terbuka adalah metode dari Millin
yaitu melakukan enukleasi kelenjar prostat melalui pendekatan retropubik
infravesika. Freyer melalui pendekatan suprapubik transvesika, atau transperineal.
Prostatektomi terbuka adalah tindakan yang paling tua yang masih banyak dikerjakan
saat ini, paling invasif dan efisien sebagai terapi BPH. Prostatektomi terbuka dapat
dilakukan melalui pendekatan suprapubik transvesikal (Freyer) atau retropubik
infravesikel (Millin). Dianjurkan untuk prostat yang sangat besar (> 100 gr).
Penyulit yang dapat terjadi setelah prostatektomi terbuka adalah: inkontinensia
urine (3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograd (60-80%) dan kontarktor leher
buli-buli (3-5%)
Saat ini tindakan TURP (Trans Uretral Recection Prostat) merupakan operasi
yang paling banyak dilakukan di seluruh dunia. Disenangi karena tidak memerlukan
insisi pada kulit perut, massa mondok lebih cepat, dan memberikan hasil yang tidak
banyak berbeda dengan operasi terbuka. Pembedahan endourologi transuretra dapat
dilakukan dengan memakai tenaga elektrik TURP atau dengan memakai energi Laser.
Operasi terhadap prostat berupa reseksi (TURP), insisi (TUIP), atau evaporasi.
TURP (Transuretral Resection of the Prostate)
Reseksi kelenjar prostate dilakukan transuretra dengan mempergunakan cairan
irigan (pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak tertutup oleh
darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionic, yang dimaksudkan
agar tidak terjadi hantaran listrik saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan
harganya cukup murah yaitu H2O steril (aquades).
XVII. TINDAKAN INVASIF MINIMAL
Selain tindakan invasif seperti yang diatas, saat ini sedang dikembangkan
tindakan invasif minimal yang terutama ditujukan untuk pasien yang mempunyai
resiko tinggi terhadap pembedahan. Tindakan invasif minimal itu diantaranya adalah:
1. Thermoterapi
2. TUNA (Transurethral Needle Ablation of the Prostate)
3. Pemasangan stent (prostacath)
4. HIFU (High Intensity Focused Ultrasound)
5. Dilatasi dengan balon ( TUBD, Transurethrat Balooning Dilatation)
DAFTAR PUSTAKA
Jr, Presti C Joseph. ,MD. Neoplasms of the Prostate Gland. Page 399-417. Smiths
General Urology, fifteenth edition. Tanagho-McAninch. USA.2000.
Purnomo B Basuki. Hiperplasia Prostat BAB 5. Dasar-dasar Urologi, edisi ke 2. Jakarta.
2008.
Schwartz.Manual of Surgery,in Urology, Benign Prostatic Hyperplasia.Mc Graw Hills
Companies. 2006. Pg. 1061
Purnomo B.P. Buku Kuliah Dasar Dasar Urologi, Jakarta : CV.Sagung Seto, 2000.
Potts, J.M. Essential Urology: A Guide to Clinical Practice. Humana Press Inc., Totowa,
NJ. Pg 191
Snell, Richard S. Clinical Anatomy For Medical Students 6th edition in cavitas Pelvis
Part II.Lippincot William & Wilkins Inc. 2006. USA. Pg.350-352.
Rahardjo Djoko, Prostat Hipertrofi, Urologi BAB IV. Ilmu Bedah FKUI. Universitas
Indonesia : Jakarta. 2007.