PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perdarahan saluran cerna bawah dapat diartikan sebagai perdarahan yang berasal dari
saluran cerna yang letaknya setelah ligamentum Treitz. Pasien dengan perdarahan saluran cerna
bawah pada umumnya datang dengan keluhan utama perdarahan melalui rektum berwarna merah
segar (hematokezia).2
Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapi. Manifestasinya
bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam jiwa hingga perdarahan samar yang
tidak dirasakan. Pendekatan pada kasus perdarahan saluran cerna adalah dengan menentukan
beratnya perdarahan dan lokasi perdarahan. 1
Perdarahan saluran cerna bawah yang berat ditandai dengan adanya hematokezia
biasanya bersumber dari daerah proksimal hingga akhir dari ileum tetapi diantara kasus dengan
hematokezia berat ditemukan sekitar 11% bersumber dari saluran pencernaan atas yang terletak
sebelum ligamentum Treitz dan sekitar 9% bersumber dari usus kecil (small bowel) yang
letaknya berada diantara ligamentum Treitz dan ileosaecal. 4
Perdarahan divertikel kolon, angiodisplasia dan kolitis iskemik merupakan penyebab
tersering dari saluran cerna bagian bawah. Perdarahan saluran cerna bawah yang kronik dan
berulang biasanya berasal dari hemoroid dan neoplasia kolon. 1,
Sebagaimana halnya perdarahan saluran cerna bagian atas, perdarahan saluran cerna
bagian bawah yang masif dapat menimbulkan sequele yang nyata. Perdarahan saluran cerna
bagian bawah yang berulang atau kronik berhubungan dengan morbiditas dan dapat
menyebabkan kebutuhan transfusi yang lebih sering dan juga dapat menguras sumber
pembiayaan kesehatan. 1
Walaupun sebagian besar perdarahan akan berhenti sendiri, tetapi sebaiknya setiap
perdarahan saluran cerna dianggap sebagai suatu keadaan serius yang suatu setiap saat dapat
membahayakan pasien. Setiap pasien dengan perdarahan harus dirawat di rumah sakit tanpa
kecuali, walaupun perdarahan dapat berhenti secara spontan. Hal ini harus ditanggulangi dengan
seksama dan secara optimal untuk mencegah perdarahan lebih banyak, syok hemoragik dan
akibat lain yang berhubungan dengan perdarahan tersebut termasuk kematian pasien.11
Pendekatan kepada pasien tergantung pada lokasi, luas dan kecepatan perdarahan.
Pemikiran pertama pada perawatan pasien yang berdarah adalah mempertahankan volume
intravaskuler yang adekuat dan stabilitas hemodinamik.
dipertimbangkan beberapa hal diantaranya berat ringannya dan penyebab perdarahan serta
kemungkinan penyakit yang menyertainya. 7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Saluran pencernaan terdiri dari esofagus, lambung, usus kecil, usus besar (kolon) dan
berakhir pada rektum dan anus. Usus kecil terbagi atas tiga bagian yaitu duodenum, yeyunum
dan berakhir pada ileum yang berhubungan dengan kolon. Dalam praktek kedokteran saluran
pencernaan dibagi menjadi saluran cerna atas dan bawah yang dibatasi oleh ligamentum Treitz
yang merupakan hubungan antara duodenum dan yeyunum. Sehingga secara sederhana saluran
cerna atas terdiri dari esofagus, lambung, duodenum sedangkan saluran cerna bawah terdiri dari
yeyunum, ileum dan kolon termasuk rektum dan anus. Dalam kasus perdarahan saluran cerna
perlu diperhatikan lokasi dan sumber perdarahan karena gejala klinis, etiologi dan
penatalaksanaannya berbeda. 9
Rectum
Gambar 1. Saluran Cerna
Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapi. Manifestasinya
bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam jiwa hingga perdarahan samar yang
tidak dirasakan. Pendekatan pada kasus perdarahan saluran cerna adalah dengan menentukan
beratnya perdarahan dan lokasi perdarahan. 1
Hematemesis (muntah darah segar atau hitam) menunjukkan perdarahan dari saluran
cerna bagian atas, proksimal dari ligamentum Treitz. Melena (tinja hitam, bau khas) biasanya
diakibatkan oleh adanya perdarahan pada saluran cerna bagian atas, meskipun demikian
perdarahan dari usus halus atau kolon bagian kanan, juga dapat menyebabkan melena.1
Perdarahan saluran cerna bawah dapat diartikan sebagai perdarahan yang berasal dari
saluran cerna yang letaknya setelah ligamentum Treitz. Pasien dengan perdarahan saluran cerna
bawah pada umumnya datang dengan keluhan utama perdarahan melalui rektum berwarna merah
4
segar (hematokezia). Namun demikian, karena darah harus tetap berada di dalam usus selama
kurang lebih 8 jam untuk menghasilkan melena, perdarahan yang cepat dari esophagus, lambung
atau duodenum dapat pula mengakibatkan hematokezia. 2, 4
2.2 Epidemiologi
Dari seluruh kasus perdarahan saluran cerna ditemukan 20% adalah perdarahan saluran
cerna bawah. Di negara-negara bagian barat ditemukan insiden perdarahan saluran cerna bawah
yaitu sekitar 20-27 kasus per 100.000 populasi dengan angka mortalitas 10-20%. 10
Hematokezia (perdarahan merah segar) lazimnya menandakan sumber perdarahan dari
kolon, meskipun perdarahan dari saluran cerna bagian atas yang banyak juga dapat menimbulkan
hematokezia atau feses warna marun. Dalam kurun waktu dekade terakhir tampaknya pasien
akibat perdarahan saluran cerna meningkat secara signifikan. Mortalitas akibat perdarahan
saluran cerna bagian atas adalah 3,5-7%, sementara akibat perdarahan saluran cerna bagian
bawah adalah 3,6%. 1
Perdarahan saluran cerna bawah yang berat yang ditandai dengan adanya hematokezia
biasanya bersumber dari daerah proksimal hingga akhir dari ileum tetapi diantara kasus dengan
hematokezia berat ditemukan sekitar 11% bersumber dari saluran pencernaan atas yang terletak
sebelum ligamentum Treitz dan sekitar 9% bersumber dari usus kecil (small bowel) yang
letaknya berada diantara ligamentum Treitz dan ileosaecal. 4
2.3 Etiologi
Persentase
42 %
9%
9%
5%
5%
4%
3%
2%
10 %
11 %
Sedikit darah yang berwarna merah cerah pada permukaan feses dan kertas toilet sering
disebabkan oleh hemoroid, fisura ani atau fistula. Perdarahan semacam ini umumnya dicetuskan
oleh kotoran yang keras sehingga defekasi dilakukan dengan mengejan. Proktitis merupakan
sumber perdarahan rektum yang lain. Proktitis ini sering merupakan varian kolitis ulserativa
yang terbatas dan bersifat idiopatik. Pada keadaan lain, terutama pada kaum laki-laki
homoseksual atau pasien yang terinfeksi HIV, proktitis dapat disebabkan oleh infeksi
sitomegalovirus (CMV), gonore atau mikoplasma. Trauma rektum merupakan penyebab
hematokezia dan benda asing yang dimasukkan ke dalam lekukan rektum dapat menimbulkan
perforasi disamping perdarahan rektum yang akut. Harus ditekankan bahwa kelainan patologis
anus tidak meniadakan sumber-sumber kehilangan darah lainnya, dan kemungkinan adanya
sumber-sumber ini harus dicari serta dikesampingkan. 2
2.4.2
yang kronik. Angiodisplasia, yaitu suatu telangiektasia mukosa, yang biasanya mengenai kolon
asendens, merupakan sumber utama perdarahan akut atau kronik pada pasien lanjut usia. Diare
berdarah yang nyata sering dijumpai dan merupakan gejala yang tampak pada pasien colitis
ulserativa. Gejala init tidak begitu sering dijumpai pada colitis granulomatosa, tetapi darah okulta
dapat ditemukan dalam tinja. Perdarahan dapat pula menyertai diare yang disebabkan oleh
infeksi Shigella, Amoeba, Campylobacter, C. difficile dan kadang-kadang Salmonella. Pada
pasien lanjut usia, colitis iskemik dapat menyebabkan diare berdarah. Lesi ini dapat pula
dijumpai pada perempuan yang lebih muda, yang menggunakan kontrasepsi oral. 2
2.4.3
Divertikula
Perdarahan dari divertikula kolon merupakan penyebab terjadinya perdarahan
gastrointestinal bawah yang masif. Gambaran yang lazim ditemukan pada perdarahan divertikula
adalah tinja berwarna merah tua yang dikeluarkan tanpa rasa nyeri. Divertikula Meckel, yaitu
suatu anomali kongenital pada ileum bagian distal, ditemukan pada sekitar 2% populasi dan
merupakan penyebab perdarahan akut yang penting pada anak-anak serta dewasa muda.
Meskipun hanya sekitar 15% dari divertikula ini yang mengandung mukosa lambung, namun
separuh lesi yang menyebabkan perdarahan akut berisi mukosa lambung. 2
Perdarahan yang cepat dengan jumlah yang lebih besar akan mengakibatkan penurunan
venous return ke jantung, penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer akibat
refleks vasokonstriksi. Hipotensi ortostatik yang lebih besar daripada 10 mmHg biasanya
menunjukkan penurunan volume darah sebesar 20 % atau lebih. Gejala yang timbul bersamaan
meliputi sinkop, kepala terasa ringan, nausea, perspirasi dan rasa haus. Kalau kehilangan darah
mendekati 40% dari volume darah, gejala syok sering terjadi disertai takikardia dan hipotensi
yang nyata. Gejala pucat tampak mencolok dan kulit penderita teraba dingin. 2
Tabel 2. Perbedaan klinis antara perdarahan saluran cerna atas dan bawah 3
Saluran pencernaan atas
Hematemesis
Melena
Darah merah gelap per rektum
Darah merah terang per
rektum
Rasio
ureum/kreatinin
meningkat
Diketahui memiliki colitis
ulseratif
Riwayat buang air besar tidak
seperti biasa
+++
++
+
Tidak pernah
Tidak pernah
Tidak pernah
++
+++
++
+/-
+/-
++
+/-
++
2.6 Diagnosis
Anamnesis yang teliti dan pemeriksaan jasmani yang akurat merupakan data penting
untuk menegakkan diagnosis yang tepat. Riwayat hemoroid atau IBD sangat penting untuk
9
dicatat. Nyeri abdomen atau diare merupakan petunjuk kepada kolitis atau neoplasma.
Keganasan kadang ditandai dengan penurunan berat badan, anoreksia, limpadenopati atau massa
yang teraba. 1
Dalam mengevaluasi perdarahan saluran cerna bawah, prosedur yang paling penting
adalah pemeriksaan colok dubur, anoskopi dan sigmoidoskopi. Pemeriksaan yang disebutkan
terakhir ini dapat mengenali lokasi perdarahan atau melihat perdarahan yang datang dari sebelah
atas daerah yang terjangkau oleh instrumen tersebut. Pada keadaan yang terakhir ini, persiapan
kolon dengan larutan lavase saline memungkinkan evaluasi kolonoskopik usus dalam beberapa
jam. Banyak kelainan kolon dapat dideteksi dan diterapi dengan polipektomi atau
elektrokoagulasi . 2
Jika perdarahan terjadi dengan cepat, arteriografi dapat membantu menentukan lokasi
perdarahan dan memungkinkan penyuntikan setempat preparat vasokonstriktor untuk
mengendalikan perdarahan. Karena arteriografi hanya dapat mendeteksi lesi yang menimbulkan
perdarahan aktif dimana kelebihan darahnya mebihi 0,5 mL/menit dan karena perdarahan
gastrointestinal cenderung intermiten, pemeriksaan arteriografi sering tidak mempunyai arti
diagnostik. Pemindaian eritrosit dilabel dengan radioaktif (technetium-99) lebih sensitif
dibandingkan dengan arteriografi dalam mendeteksi hilangnya darah sebanyak 0,1 mL/menit dan
dapat digunakan untuk mendeteksi perdarahan yang kurang berat. Namun, pemindaian
perdarahan kurang spesifik dibandingkan arteriografi dalam melokalisasi lesi sehingga jarang
menghasilkan diagnosa yang pasti. Sken perdarahan paling membantu dalam mendeteksi
perdarahan aktif, ringan atau intermiten dan dapat digunakan dalam menentukan waktu yang
lebih baik untuk dilakukannya pameriksaan arteriografi sehingga didapatkan hasil diagnostik
yang maksimal. 2,6 Sebagian ahli menganjurkan pendekatan angiografi dengan pemberian heparin
10
11
barium tidak mampu mendeteksi sampai 20% lesi yang ditemukan secara endoskopi khususnya
jejas angiodisplasia. 1
Pada perdarahan saluran cerna yang diduga berasal dari distal ligamentum Treitz dan
dengan pemeriksaan kolonoskopi memberikan hasil yang negatif maka dapat dilakukan
pemeriksaan enteroskopi atau endoskopi kapsul yang dapat mendeteksi jejas angiodisplasia di
usus halus. Bila enteroskopi, kolonoskopi, radio barium tidak dapat mengidentifikasi sumber
perdarahan dan suplementasi besi dapat mengatasi dampak kehilangan darah maka pemeriksaan
lebih lanjut tidak dapat dilanjutkan. 1
Pemeriksaan laboratorium memberikan informasi serupa dengan perdarahan saluran
cerna bagian atas meskipun azotemia jarang ditemukan pada perdarahan saluran cerna bagian
atas. Pemeriksaan segera diperlukan pada kasus-kasus yang membutuhkan transfusi lebih dari 3
unit packed red cell (PRC). 1
Pada keadaan perdarahan yang terjadi dengan cepat, nilai hematokrit mungkin tidak
mencerminkan besarnya darah yang hilang secara akurat karena ekuilibrasi dengan cairan
ekstravaskular dan hemodilusi memerlukan waktu lebih dari 8 jam. Hasil laboratorium yang
lazim ditemukan adalah leukositosis ringan dan trombositosis yang terjadi dalam waktu 6 jam
setelah mulainya perdarahan. Kadar BUN (blood urea nitrogen) dapat meninggi dan tidak
sebanding dengan peninggian kadar kreatinin, khususnya pada perdarahan gastrointestinal bagian
atas. Keadaan ini terjadi akibat pemecahan protein darah menjadi ureum oleh bakteri intestinal di
samping akibat penurunan ringan laju filtrasi glomeruler. 2
12
Angiodisplasia
13
Kolitis iskemia
Kebanyakan kasus kolitis iskemia ditandai dengan penurunan aliran darah viseral dan
tidak ada kaitannya dengan penyempitan pembuluh darah mesenteric. Umumnya pasien kolitis
iskemia berusia tua. Dan kadang-kadang dipengaruhi juga oleh sepsis, perdarahan akibat lain dan
dehidrasi.1
2.7.4
Penyakit perianal
Penyakit perianal contohnya hemoroid dan fisura ani biasanya menimbulkan perdarahan
dengan warna merah segar tetapi tidak bercampur dengan feses. Berbeda dengan perdarahan dari
varises rektum pada pasien dengan hipertensi portal kadang-kadang bias mengancam nyawa.
Polip dan karsinoma kadang-kadang menimbulkan perdarahan yang mirip dengan yang
disebabkan oleh hemoroid oleh karena itu pada perdarahan yang diduga dari hemoroid perlu
dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkan kemungkinan polip dan karsinoma kolon.1
2.7.5
Neoplasia kolon
Tumor kolon yang jinak maupun gansa yang biasanya terdapat pada pasien usia lanjut
dan biasanya berhubungan dengan ditemukannya perdarahan berulang atau darah samar.
14
Kelainan neoplasma di usus halus relatif jarang namun meningkat pada pasien IBD seperti
Crohns Disease atau celiac sprue.1
2.7.6
spp, Shigella spp, E. coli) dan terapi radiasi, baik akut maupun kronik. Kolitis dapat
menimbulkan perdarahan namun biasanya sedikit sampai sedang. Divertikular Meckel
merupakan kelainan kongenital di ileum dapat berdarah dalam jumlah yang banyak akibat dari
mukosa yang menghasilkan asam. Pasien biasanya anak-anak dengan perdarahan segar maupun
hitam yang tidak nyeri. Intususepsi menyebabkan kotoran berwarna marun disertai rasa nyeri di
tempat polip atau tumor ganas pada orang dewasa. Hipertensi portal dapat menimbulkan varises
di ileukolon dan di anorektal yang dapat menimbulkan perdarahan dalam jumlah yang besar.
Penyebab perdarahan saluran cerna bagian bawah yang lebih jarang seperti fistula autoenterik,
ulkus rektal soliter dan ulkus di saekum.1
Tabel 3. Diagnosis banding perdarahan akut saluran pencernaan bawah 3
Sering
Perubahan divertikular
Angiodisplasia kolon
Kolitis iskemik
Jarang
Karsinoma kolon distal/rectal
Irritabel Bowel Syndrome (IBD)
Sangat jarang
Divertikulum Meckel
15
2.8 Penatalaksaaan
2.8.1
Resusitasi
Pendekatan kepada pasien tergantung pada lokasi, luas dan kecepatan perdarahan.
Pemikiran pertama pada perawatan pasien yang berdarah adalah mempertahankan volume
intravaskuler yang adekuat dan stabilitas hemodinamik.
ketika mengevaluasi dan mengobati pasien dengan perdarahan gastrointestinal adalah resusitasi
yang adekuat, termasuk memastikan jalan nafas, ventilasi, memperbaiki hemodinamik, bila
ditemukan gangguan koagulasi dan trombositopeni harus diperbaiki, hal ini adalah langkah awal
dalam menstabilkan hemodinamik. 6
Tahap selanjutnya adalah mencari sumber perdarahan tersebut. Sumber perdarahan yang
paling sering ditemukan adalah berasal dari esophagus, lambung, atau duodenal.6 Oleh karena
perdarahan saluran cerna bagian atas yang hebat juga dapat menimbulkan darah segar di anus
maka pemasangan nasogastric tube (NGT) dilakukan pada kasus-kasus yang perdarahannya
kemungkinan dari saluran cerna bagian atas. 1,8
2.8.2
Medikamentosa
Beberapa perdarahan saluran cerna bagian bawah dapat diobati secara medikamentosa.
Hemoroid, fisura ani dan ulkus soliter dapat diobati dengan bulk-forming agent, sitz baths dan
menghindari mengedan. Salep yang mengandung steroid dan obat supositoria sering digunakan
namun manfaatnya masih dipertanyakan. 1
Kombinasi estrogen dan progesterone dapat mengurangi perdarahan yang timbul pada
pasien yang menderita angiodisplasia. IBD biasanya member respon terhadap obat-obatan anti
16
inflamasi. Pemberian formalin intrarektal dapat memperbaiki perdarahan yang timbul pada
proktitis radiasi. Respon serupa juga terjadi pada pemberian oksigen hiperbarik. 1
2.8.3
Terapi Endoskopi
Colonoscopic bipolar cautery, monolar cautery, heater probe application, argon plasma
coagulation, and Nd:YAG laser bermanfaat untuk mengobati angiodislasia dan perubahan
vaskuler pada kolitis radiasi. Kolonoskopi juga dapat digunakan untuk melakukan ablasi dan
reseksi polip yang berdarah atau mengendalikan perdarahan yang timbul pada kanker kolon.
Sigmoidoskopi dapat mengatasi perdarahan hemoroid internal dengan ligasi maupun teknik
termal. 1
2.8.4 Terapi Angiografi
Bilamana kolonoskopi gagal atau tidak dapat dikerjakan maka angiografi dapat
digunakan untuk melakukan tindakan terapeutik. Embolisasi arteri secara selektif dengan
polyvinyl alcohol atau mikrokoil telah menggantikan vasopressin intraartery untuk mengatasi
perdarahan saluran cerna bagian bawah. Embolisasi angiografi merupakan pilihan terkahir
karena dapt menimbulkan infark kolon sebesar 13-18%. 1
2.8.5
Terapi Bedah
Pada beberapa diagnostik (seperti divertikel Meckel atau keganasan) bedah merupakan
pendekatan utama setelah keadan pasien stabil. Bedah emergensi menyebabkan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi dan dapat memperburuk keadaan klinis. Pada kasus-kasus dengan
perdarahan berulang tanpa diketahui sumber perdarahannya maka hemikolektomi kanan atau
hemikolektomi subtotal dapat dipertimbangkan dan memberikan hasil yang baik. 1
17
Tanda-tanda vital
atau hemodinamik
Resusitasi
tidak stabil
Tes darah
Golongan darah dan cross match
Infus NaCl
Berkurang perdarahan
Aktif berkurang
Kemungkinan
perdarahan
Di SCBA
Perdarahan aktif
Presumed lower source
Endoskopi
SCBA segera
Normal
Kolonoskopi segera atau
scintigrafy eritrosit plus
angiografi
Endoskopi elektif
Lokasi perdarahan
Tak teridentifikasi
Endoskopi SCBA
OMD follow trough
Enteroskopi
Kauterisasi elektrik
Injeksi zat skleratik
Hemoclips
Angiografi
Embolisasi
Capsule endoskopi
Lokasi
perdarahan
ditemukan
18
Perdarahan cukup
banyak perlu
transfusi darah
Perdarahan berulang
kehilangan cairan
Pertimbangan;
Suplemen zat besi
Angiografi
Enteroskopi operasi
Bedah
Gambar 3. Penatalaksanaan pasien dengan perdarahan akut saluran cerna bagian bawah. 1
2.9 Komplikasi
Sebagaimana halnya perdarahan saluran cerna bagian atas, perdarahan saluran cerna
bagian bawah yang masif dapat menimbulkan sequele yang nyata. Perdarahan saluran cerna
bagian bawah yang berulang atau kronik berhubungan dengan morbiditas dan dapat
menyebabkan kebutuhan transfusi yang lebih sering dan juga dapat menguras sumber
pembiayaan kesehatan. Perdarahan yang persisten biasanya berasal dari usus halus dan tidak
dapat dijangkau dengan tindakan terapi endoskopi, hanya dapat dilakukan diagnosis saja. 1
2.10
Prognosis
Untuk menentukan prognosis perlu dipertimbangkan beberapa hal diantaranya berat
ringannya dan penyebab perdarahan serta kemungkinan penyakit yang menyertainya. Perdarahan
ringan dan sedang yang dapat diatasi dengan terapi konservatif mempunyai prognosis yang baik.
Demikian pula perdarahan masif yang segera mendapat pertolongan dan dapat diatasi atau
dihentikan perdarahannya mempunyai prognosis baik. Sebaliknya perdarahan massif yang
tidapat diatasi secara konservatif mempunyai prognosis yang kurang baik. 7
19
Tumor di kolon yang jinak misalnya polip yang menyebabkan perdarahan ringan atau
sedang dan masih dapat dilakukan polipektomi endoskopik mempunyai prognosis baik. Tumor
kolon ganas umumnya mempunyai prognosis yang jelek, apalagi yang sudah mengalami
metastasis. 7
Selain perdarahan segar dari saluran cerna bagian bawah yang disebabkan beberapa
penyakit tersebut diatas, apakah penderita juga menderita penyakit lain yang menyertainya.
Misalnya menderita penyakit hati kronis (sirosis hati, karsinoma hati), kegagalan faal ginjal,
kegagalan faal jantung, diabetes mellitus, dan lain-lain. Bila juga ada penyakit lain yang
menyertainya maka mempunyai prognosis yang kurang baik. 7
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1. Perdarahan saluran cerna bawah dapat diartikan sebagai perdarahan yang berasal dari
saluran cerna yang letaknya setelah ligamentum Treitz dimana pada umumnya pasien
datang dengan keluhan utama perdarahan melalui rektum berwarna merah segar
(hematokezia).
2. Perdarahan divertikel kolon, angiodisplasia dan kolitis iskemik merupakan penyebab
tersering dari saluran cerna bagian bawah.
3. Pemeriksaan kolonoskopi merupakan prosedur diagnostik yang terpilih sebab
akurasinya yang tinggi dalam menentukan sumber perdarahan sekaligus dapat
menghentikan perdarahan sebagai tindakan teraupetik
4. Pendekatan kepada pasien tergantung pada lokasi, luas dan kecepatan perdarahan.
Pemikiran pertama pada perawatan pasien yang berdarah adalah mempertahankan
volume intravaskuler yang adekuat dan stabilitas hemodinamik..
5. Untuk menentukan prognosis perlu dipertimbangkan beberapa hal diantaranya berat
ringannya dan penyebab perdarahan serta kemungkinan penyakit yang menyertainya.
3.2 Saran
21
1. Perlu dilakuan penelitian secara khusus tentang prevalensi perdarahan SCBB di Riau
dan faktor-faktor yang mempengaruhinya karena masih kurangnya penelitian di
bidang ini.
2. Tenaga medis perlu meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam melakukan
pemeriksaan awal sehingga dapat mendiagnosa kasus lebih dini sehingga
penatalaksaan yang diberikan dapat lebih bermanfaat yang pada akhirnya dapat
menurunkan angka mortalitas akibat perdarahan SCBB.
3. Perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai segala hal yang menyangkut
perdarahan SCBB, terutama mengenai faktor-faktor penyebabnya yang sangat
berkaitan dengan gaya hidup sehingga angka kejadiannya dapat ditekan dan berikan
penjelasan mengenai gejala klinis yang menggambarkan terjadinya perdarahan SCBB
sehingga penanganan yang diberikan tepat waktu .
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Ed/4. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI, 2006.
2. Richter JM, Isselbacher KJ. Perdarahan Saluran Makanan. Dalam: Prinsip-prinsip Ilmu
Penyakit Dalam Harrison. Volume I, Edisi 13. Jakarta: EGC.1999.
3. Davey P. At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga, 2005.
4. Savides TJ, Jensen DM. Acute Lower Gastrointestinal Bleeding. In: Current Diagnosis
and Treatment in Gastroenterology. 2nd Edition. Singapore: Mcgraw Hill. 2003.
5. Laine L. Gastrointestinal Bleeding. In: Harrisons Principles of Internal Medicine Vol I,
15th ed. USA: McGraw-Hill, 2001.
6. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. Lower Gastro intestinal. In: Schwartzs
Principles of Surgery. USA: McGraw Hill, 2005.
7. Hadi S. Hematokezia. Dalam: Gastroenterologi Hepatologi. Jakarta: CV. Sagung Seto,
1990.
8. Rana
A.
Lower
Gastrointestinal
Bleeding.
April
2009.
Diunduh
dari:
2008.
Diunduh
dari:
http://emedicine.medscape.com/article/417858-overview
9. Friedman L. Lower Gastrointestinal Bleeding. Juli
http://knol.google.com/k/lawrence-friedman/lower-gastrointestinal
bleeding/Xrv5Q6Ad/RMsTBA#
10. Cagir B, Cirincione E. Lower Gastrointestinal Bleeding, Surgical Treatment. Department
of
Surgery,
Guthrie
Clinic.
Sep
2008.
Diunduh
dari:
http://emedicine.medscape.com/article/195246-overview.
11. Mansjoer A., Triyanti K, Savitri R, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Ed/3. Jakarta:
Media Aesculapius, 2005.
23
24