Anda di halaman 1dari 15

EFEK SAMPING OBAT-OBAT ANTIPSIKOTIK

DISUSUN OLEH:
dr. ERLYN LIMOA, SpKJ

BAGIAN PSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAAN


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
MEI 2010

EFEK SAMPING OBAT ANTIPSIKOTIK


A. PENDAHULUAN
Antipsikotik adalah antagonis dopamin dan menyekat reseptor dopamin dalam
berbagai jaras di otak. Obat antipsikotik baik tipikal maupun atipikal tentunya memiliki
efek samping yang perlu diketahui agar pengobatan klinis bisa efisien dan sesuai dengan
proporsi dan tentunya agar mencapai target terapi.Untuk itu kita harus mengenali obat
antipsikotik ini terlebih dahulu, karena selain manfaatnya, antipsikotik juga mempunyai
kerugian yang menyertainya. Antipsikotik merupakan pengobatan yang terbaik untuk
penyakit skizofrenia dan penyakit psikotik lainnya. Antipsikotik digunakan secara
klinis pada tahun 1950an, ketika Chlorpromazine (CPZ), turunan dari phenotiazine, telah
disintetis di Perancis.

Walaupun dikembangkan sebagai potensial antihistamin,

chlorpromazine memiliki antipsikotik pada pemakaian klinis. CPZ digunakan sebagai


model dalam pengembangan antipsikotik, tapi semua generasi pertama (kecuali clozapine)
mempunyai efek yang menyebabkan gejala ekstrapiramidal berdasarkan atas properti
utama, antagonis kuat dari reseptor dopamin D2.Sebagai tambahan properti antipsikotik,
obat-obat ini memiliki fungsi lain, berdasarkan kemampuan memblok reseptor Dopamin
D2 (seperti antiemetik dan mengurangi beberapa kelainan gerak yang ditandai dengan
adanya gerakan yang berlebih). Antipsikotik antagonis D2 disebut dengan tipikal, (untuk
memisahkan dengan clozapine dan obat-obat

atipikal baru)

yang

mengurangi

gejalaekstrapiramidal. (1)
Obat-Obatan Antipsikotik dapat diklasifikasikan dalam kelompok tipikal dan
atipikal. Antipsikotik tipikal merupakan golongan obat yang memblokade dopamin pada
reseptor pasca-sinaptik neuron di otak, khususnya sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal
(dopamin D-2 receptor antagonist). (2)
Dopamin memiliki peran yang sangat penting dalam etiologi psikosis. Berdasarkan
penelitian menggunakan amfetamin dan methamphetamine yang mengeksaserbasi delusi
dan halusinasi pada pasien skizofrenia didapatkan bahwa dopamin merupakan peranan
penting dalam etiologi halusinasi dan delusi tersebut.

Obat-obat antipsikotik tipikal

merupakan antagonis reseptor dopamin sehingga menahan terjadinya dopaminergik pada


jalur mesolimbik dan mesokortikal. (2)
B. KLASIFIKASI
Anti-psikosis
Sinonim: neuroleptics, major tranquilizers, ataractics, anti-psychotics, antipsychotic drugs, neuroleptika. (3)
Sejak ditemukannya klorpromazin, suatu neuroleptik golongan fenotiazin pada
tahun 1950, pengobatan untuk psikosis terutama skizofrenia terus dikembangkan. Istilah
neuroleptik sebagai sinonim antipsikotik berkembang dari kenyataan bahwa obat
antipsikotik sering menimbulkan gejala saraf berupa gejala ekstrapiramidal. Dengan
dikembangkannya golongan baru yang hampir tidak menimbulkan gejala ekstrapiramidal
istilag neuroleptik tidak lagi dapat dianggap sinonim dari istilah anti-psikotik. Selanjutnya
ditemukan generasi kedua antipsikotik yakni haloperidol, yang penggunaannya cukup luas
hingga selama 4 dekade. (4)
Pada tahun 1990, ditemukan klozapin yang dikenal sebagai generasi pertama
antipsikotik golongan atipikal. Disebut atipikal karena golongan obat ini sedikit
menyebabkan reaksi ekstrapiramidal (EPS=extrapyramidal symptom) yang umum terjadi
dengan obat antipsikotik tipikal yang ditemukan lebih dahulu. Sejak ditemukan klozapin,
pengembangan obat baru golongan atipikal ini terus dilakukan. Hal ini terlihat dengan
ditemukannya obat baru yaitu risperidon, olanzapin, zolepin, ziprasidon dan lainnya. (4)
Kebanyakan antipsikosis golongan tipikal mempunyai afinitas tinggi dalam
menghambat reseptor dopamin 2, hal inilah yang diperkirakan menyebabkan reaksi
ekstrapiramidal yang kuat. Obat golongan atipikal pada umumnya mempunyai afinitas
yang lemah terhadap dopamin 2, selain itu juga memiliki afinitas terhadap reseptor
dopamin 4, serotonin, histamin, reseptor muskarinik dan reseptor alfa adrenergik.
Golongan antipsikosis atipikal diduga efektif untuk gejala positif (seperti bicara kacau,
halusinasi, delusi) maupun gejala negatif (miskin kata-kata, afek yang datar, menarik diri

dari lingkungan, inisiatif menurun) pasien skizofrenia. Golongan antipsikosis tipikal


umumnya hanya berespons untuk gejala positif. (4)

Penggolongan: (3)
I.

Obat anti-psikosis tipikal (typical anti psychotics)

1. Phenothiazine
-

Rantai Aliphatic

Chlorpromazine (Largactil)
Levomepromazine (Nozinan)

Rantai Piperazine:

Perphenazine (Trilafon)
Trifluoperazine (Stelazine)
Fluphenazine (Anatensol)

Thioridazine (Malleril)

2. Butyrophenone

Haloperidol (Haldol, Serenace, dll)

3. Diphenyl-butyl-piperidine

Pimozide (Orap)

II.

Rantai Piperidine

Obat anti-psikosis atipikal (Atypical anti psychotics)

1. Benzamide: Sulpiride (Dogmatil)


2. Dibenzodiazepine

Clozapine (Clozaril)
Olanzapine (Zyprexa)
Quetiapine (Seroquel)

3. Benzisoxazole (Risperdal)
Antipsikotik potensi rendah (dahulu dipakai istilah "dosis terapeutik tinggi"),
seperti chlorpromazine, thioridazine, perazin, rupanya lebih baik bila gejala sasaran adalah
hiperaktivitas motorik, kegelisahan, kegaduhan, agitasi atau untuk pasien yang agresif dan
destruktif. (5)

Antipsikotik potensi tinggi (istilah dahulu adalah "dosis terapeutik rendah"), seperti
flufenazin, trifluoperazin, perfenazin, haloperidol, pimozid, rupanya lebih manjur untuk
gejala skizofrenia, seperti: gangguan proses berpikir (non-realistik, waham dan sebagainya)
dan gangguan persepsi. (5)
C. FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK
Kerja farmakologis Antagonis reseptor dopamine: Antipsikotik tipikal
Sebagian besar antagonis reseptor dopamine tidak lengkap diabsorpsi setelah
pemberian per oral meskipun sediaan cair diabsorpsi dengan lebih efisien dibandingkan
dengan sediaan lain. Waktu paruh obat ini berkisar antara 10 hingga 20 jam dan dapat
diberikan dalam satu dosis oral harian ketika orang tersebut berada dalam kondisi yang
stabil dan telah menyesuaikan dengan efek simpang apa pun. Banyak obat juga tersedia
dalam bentuk parenteral yang dapat diberikan secara intramuskular dalam situasi gawat
darurat. (4)
Obat antipsikotik tipikal mengurangi gejala psikotik dengan menghambat
pengikatan dopamine pada reseptor dopamine D2. Efek antipsikotik tampak berasal dari
inhibisi neurotransmisi dopaminergik pada tonjolan dopamine mesokortikal, sedangkan
efek samping parkinson terjadi akibat blokade jaras nigrostriatal. Inhibisi jalur
tuberoinfundibular bertanggung jawab terhadap efek endokrin obat. Obat ini mengurangi
gejala psikotik akibat gangguan psikiatrik primer, seperti skizofrenia atau keadaan medis
lain. (4)
Farmakokinetik
a. Absorpsi dan distribusi
Umumnya obat antipsikotik mudah diabsorpsi tetapi tidak sempurna. Sebagian
besar mengalami first-pass metabolism. Ketersediaan hayati klorpromazin dan tioridazin
yang diberikan oral 25-35%, sedangkan haloperidol yang kurang mengalami metabolisme,
berjumlah 65%. (6)

Antipsikotik umumnya sangat larut lipid dan terikat protein (92-99%). Mempunyai
volume distribusi yang besar (biasanya > 7L/kg). Metabolit klorpromazin dikeluarkan urin
berminggu-minggu sesudah dosis terakhir dari obat yang diberikan jangka panjang. (6)
b. Metabolisme
Umumnya antipsikotik dimetabolisasi sempurna dengan berbagai proses. Meskipun
beberapa metabolit tetap aktif, misalnya 7-hidroksiklorpromazin dan haloperidol yang
direduksi, metabolit dianggap tidak begitu penting dari kerja obat ini. Pengecualian adalah
mesoridazin, metabolit utama tioridazin. (6)
c. Ekskresi
Sedikit sekali dari obat-obat ini yang diekskresikan tanpa perubahan karena hampir
dimetabolisasikan sempurna menjadi substansi yang lebih polar. Waktu paruh eliminasi
(ditetapkan dengan bersihan metabolik) berkisar antara 10-24 jam. (6)
Farmakodinamik Antipsikosis tipikal (klorpromazin dan derivat fenotiazin):
Efek farmakologik klorpromazin dan antipsikosis lainnya meliputi efek pada
susunan saraf pusat, sistem otonom, dan sistem endokrin. Efek ini terjadai karena
antipsikosis

menghambat

berbagai

reseptor

diantaranya

dopamin,

-adrenergik,

muskarinik, histamin H1 dan reseptor serotonin 5HT2 dengan afinitas yang berbeda.
Klorpromazin misalnya selain memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin, juga memiliki
afinitas yang tinggi terhadap reseptor -adrenergik, sedangkan risperidon memiliki afinitas
yang tinggi terhadap reseptor serotonin 5HT2. (7)
Antipsikosis tipikal lainnya (haloperidol)
Farmakokinetik: Haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncaknya dalam
plasma tercapai dalam waktu 2-6 jam sejak menelan obat, menetap sampai 72 jam dan
masih dapat ditemukan dalam plasma sampai berminggu-minggu. Ekskresi haloperidol
lambat melalui ginjal, kira-kira 40% obat dikeluarkan selama 5 hari sesudah pemberian
dosis tunggal. (7)

Farmakodinamik: Haloperidol memperlihatkan antipsikosis yang kuat dan efektif untuk


fase mania pemyakit manik depresif dan skizofrenia. (7)
Antipsikosis atipikal
Dibenzodiazepin
Klozapin
Farmakokinetik: Klozapin diabsorpsi secara cepat dan sempurna pada pemberian per oral;
kadar puncak plasma tercapai pada kira-kira 1,6 jam setelah pemberian obat. Obat ini
dimetabolisme hampir sempurna sebelum dieksresi lewat urin dan tinja, dengan waktu
paruh rata-rata 11,8 jam. (7)
Risperidon
Farmakokinetik: Di plasma risperidon terikat dengan albumin dan alfa 1 glikoprotein.
Risperidon secara ekstensif di metabolisme di hati oleh enzim CYP 2D6 menjadi
metabolitnya 9-hidroksirisperidon. Risperidon dan metabolitnya dieliminasi lewat urin dan
saebagian kecil lewat feses. (7)
Farmakodinamik: Risperidon yang merupakan derivat dari benzisoksasol mempunyai
afinitas yang tinggi terhadap reseptor serotonin (5HT2), dan aktivitas menengah terhadap
reseptor dopamin (D2), alfa 1 dan alfa 2 adrenergik dan reseptor histamin. Aktivitas
antipsikosis diperkirakan melalui hambatan terhadap reseptor serotonin dan dopamin. (7)
Olanzapin
Farmakokinetik: Olanzapin diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral, dengan kadar
plasma tercapai setelah 4-6 jam pemberian, metabolisme di hepar oleh enzim CYP 2D6,
dan diekskresi lewat urin. (7)
Farmakodinamik: Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin, struktur kimianya
mirip dengan klozapin. Olanzapin memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin (D2, D3,
D4 dan D5), reseptor serotonin (5TH2), muskarinik, histamin (H1) dan reseptor alfa 1. (7)

Quetiapin
Farmakokinetik: Absorpsinya cepat setelah pemberian oral, kadar plasma maksimal
tercapai setelah 1-2 jam pemberian. Metabolismenya lewat hati oleh enzim CYP 3A4.
Ekskresi sebagian besar lewat urin dan sebagian kecil lewat feses. (7)
Farmakodinamik: Obat ini memiliki afinitas terhadap reseptor dopamin (D2), serotonin
(5HT2), dan bersifat agonis parsial terhadap reseptor serotonin 5HT1A yang diperkirakan
mendasari efektivitas obat ini untuk gejala positif maupun negatif skizofrenia. (7)
Ziprasidon
Farmakokinetik: Absorpsinya cepat setelah pemberian oral. Metabolismenya di hati dan
diekskresi sebagian kecil lewat urin dan sebagian besar lewat feses. Obat ini juga tersedia
dalam sediaan injeksi IM yang digunakan untuk mendapatkan efek yang cepat pada
keadaan akut (agitasi). (7)
Farmakodinamik: Obat ini dikembangkan dnegan harapan memiliki spektrum skizofrenia
yang luas, baik gejala positif, negatif maupun gejala afektif dengan efek samping yang
minimal terhadap prolaktin, metabolik, ganggaun seksual dn efek antikolinergik. Obat ini
memperlihatkan afinitas terhadap reseptor serotonin (5HT2A) dan dopamin (D2). (7)

D. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI


Indikasi utama dari obat antipsikotik adalah terapi dari semua fase dari skizofrenia,
mencakup akut, gejala kemerah-merahan dari psikosis, pencegahan relaps dan defisit
gejala. Kegunaan lain yang penting mencakup fase psikosis dan profilaksis dari mania,
depresi dengan ciri-ciri psikotik, psikosis, peradangan, dan serangan beberapa dementia,
terapi dari psikosis dalam kaitan dengan L-dopa atau agonis dopamin lainnya pada
penyakit Parkinson, terapi gangguan obsesif-kompulsif resisten, perilaku yang melukai diri
sendiri, antiemesis, antipruritus, dan lain-lain. Beberapa penelitian terbaru mengusulkan
obat-obat antipsikotik boleh digunakan untuk mencegah onset dari skizofrenia dengan cara
mengaturnya bagi individu yang berada pada fase prodromal dari sakitnya. Obat-obat

antipsikotik atipikal telah dicoba pada dasar eksperimen pada pasien dengan terapi depresi
non-psikotik resisten dan beberapa gangguan kepribadian seperti borderline, schizoid, dan
gangguan kepribadian skizotipal. (8)
Indikasi Antipsikotik Atipikal: (9)
a. Antipsikotik atipikal diindikasikan untuk gangguan psikotik, mencakup skizofrenia,
gangguan skizoafektif, gangguan psikotik singkat, gejala psikotik bercampur
dengan gangguan mood, penyalahgunaan zat, sindrom otak organik, dementia, dan
gangyuan kepribadian.
b. Clozapine telah menunjukkan menjadi lebih efektif untuk gejala-gejala positif pada
terapi resisten pasien psikotik.
Kontraindikasi Antipsikotik: (3)
-

Penyakit hati (hepato-toksik)

Penyakit darah (hemato-toksik)

Epilepsi (menurunkan ambang kejang)

Kelainan jantung (menghambat irama jantung)

Febris yang tinggal (thermoregulator di SSP)

Ketergantungan alcohol (penekanan SSP meningkat)

Penyakit SSP (Parkinson, tumor otak dll)

Gangguan

kesadaran

disebabkan

CNS-depressant

(kesadaran

makin

memburuk)

E. EFEK SAMPING
1. Efek tingkah laku: Antipsikotik merupakan obat yang tidak disenangi. Semakin
kuat perasaan tersebut, semakin kurang kelainan jiwa pasien tersebut. Penderita
mulai menghentikan obat karena efek sampingnya yang berkurang jika dosis siang
hari kecil dan lebih besar pada malam hari. Keadaan "pseudodepresi" yang
mungkin akinesia akibat obat biasanya berkurang jika diobati dengan obat
antiparkinson. "Pseudodepresi" lain mungkin disebabkan penggunaan dosis tinggi

pada pasien yang setengah sembuh, sehingga gejala akan berkurang setelah dosis
dikurangi. Keadaan toxic-confusional terjadi bila menggunakan dosis sangat tinggi
yang mempunyai sifat antimuskarinik yang kuat. (6)
Contoh obat antipsikotik yang menyebabkan efek tingkah laku yaitu klozapin dan
thioridazone. (7)
2. Efek Neurologik: Reaksi ekstrapiramidal yang terjadi pada awal pengobatan
termasuk sindrom Parkinson, akatisia (kegelisahan yang tak terkontrol), dan
reaksi distonik akut. Sindrom Parkinson dapat diobati jika perlu dengan obat
antiparkinson konvensional tipe antimuskarinik atau dengan amantadin. Sindrom
ini bersifat terbatas, sehingga perlu dipikrkan penghentian obat antiparkinson setiap
3-4 bulan. Obat ini juga dapat responsif untuk akatisia dan reaksi distonia, tetapi
lebih baik menggunakan antihistamin sedatif dengan sifat antikolinergik, seperti
difenhidramin, yang dapat diberikan parenteral atau oral sebagai kapsul atau eliksir.
(6)
Contoh obat antipsikotik yang menyebabkan reaksi ekstrapiramidal yaitu
haloperidol, dibenzoksazepin, dan risperidon. (7)
Tardiv diskinesia, dari namanya sudah dapat diketahui, merupakan sindrom yang
terjadinya lambat dalam bentuk gerakan koreoatetoid abnormal. Ini merupakan efek
yang tidak dikehendaki dari obat antipsikotik. Hal ini disebabkan defisiensi
kolinergik yang relatif akibat supersensitif reseptor dopamin di putamen-kaudatus.
Wanita tua yang diobati jangka panjang mudah mendapatkan gangguan tersebut
walaupun dapat terjadi dipelbagai tingkat umur pria ataupun wanita. Prevalensi
bervariasi tetapi tardiv diskinesia diperkirakan terjadi 20-40% pasien yang berobat
lama. Pengenalan awal perlu karena kasus lanjut sulit diobati. Banyak terapi yang
diajukan tetapi evaluasinya sulit karena perjalanan penyakit sangat beragam dan
kadang-kadang terbatas. Disepakati bahwa pada tahap awal adalah mencoba
mengurangi sensitivitas reseptor dopamin dengan menghentikan obat antipsikotik
atau mengurangi dosis. Tahap kedua adalah menghilangkan semua obat yang
bekerja sebagai antikolinergik pusat saraf, terutama obat-obat antiparkinson dan
antidepresan trisiklik. Kedua tindakan di atas dianggap sudah cukup memperbaiki
keadaan. Jika masih gagal, penambahan diazepam dosis 30-40 mg/hari akan

memperbaiki keadaan dengan meningkatkan aktivitas GABAergik. Pemakaian


reserpin perlu dipertimbangkan, meskipun mempunyai risiko peningkatan
sensitivitas reseptor atau timbulnya reaksi depresi. (6)
Contoh obat antipsikotik yang menyebabkan tardiv diskinesia yaitu olanzapine
(tetapi minimal), quetiapin (tetapi minimal dan haloperidol. (7)
Kejang, sebagai komplikasi klorpromazin, jarang terjadi pada obat potensi tinggi,
walaupun perlu mendapat perhatian. (6)
Dibenzoksazepin hati-hati digunakan pada pasien dengan riwayat kejang karena
dapat menurunkan ambang bangkitan pasien. Obat antipsikotik lain yang dapat
menyebabkan efek samping berupa kejang yaitu klozapin. (7)
3. Efek Sistem Saraf Otonom: Umumnya pasien toleran dengan efek samping
antimuskarinik daripada obat antipsikotik. Yang merasa sangat terganggu atau
kesulitan seperti terjadinya retensi urin, diberi betanekol, suatu kolinomimetik yang
bekerja perifer. Hipotensi ortostatik atau gangguan ejakulasi-komplikasi terapi
dengan klorpromazin atau mesoridazin perlu diganti obatnya dengan efek
penghambatan adrenoreseptor yang lebih ringan. (6)
Contoh obat antipsikotik yang dapat menyebabkan efek samping pada system saraf
otonom yaitu klozapin, chlorpromazine dan thioridazine. (3) (7)
4. Efek Metabolik dan endokrin: Penambahan berat dapat terjadi dan perlu mengatur
makanan. Hiperprolaktinemia pada wanita merupakan akibat sindrom amenorrheagalactorrhea dan infertilitas; pada pria dapat terjadi hilang libido, impoten, dan
infertil. (6)
Contoh obat antipsikotik yang dapat menyebabkan efek samping metabolik dan
endokrin yaitu risperidon, olanzapin, dan quetiapin. (7)
5. Reaksi toksik atau alergi: Agranulositosis, ikterus kolestatik, dan erupsi kulit terjadi
(jarang) pada penggunaan antipsikoyik potensi tinggi. (6)
Klozapin, berbeda dengan antipsikotik lainnya, dapat menyebabkan agranulositosis
pada sekelompok kecil pasien, 1-2% dari yang mendapat pengobatan. Efek sangat
berbahaya ini dapat terjadi cepat, biasanya antara minguu keenam dan kedelapan

belas sejak terapi dimulai. Tidak diketahui apakah ini merupakan reaksi imun,
tetapi bersifat reversibel setelah penghentian obat. Karena risiko ini, penghitungan
darah setiap minggu merupakan keharusan unuk pasien yang diobati clozapin. (6)
Contoh lain obat antipsikotik yang dapat menyebabkan efek samping reaksi toksik
atau alergi yaitu haloperidol. (7)
6. Komplikasi Mata: Deposit pada bagian anterior mata (kornea dan lensa) merupakan
komplikasi biasa dari terapi klorpromazin. Dapat mempercepat proses penuaan
lensa. Tioridazin merupakan antipsikotik, yang menyebabkan deposit retina yang
menyerupai retinitis pigmentosa pada kasus lanjut. Deposit biasanya dikaitkan
dengan penglihatan menjadi "coklat". Dosis harian maksimum tioridazin dibatasi
sampai 800 mg/hari untuk mengurangi kemungkinan komplikasi ini. (6)
7. Toksisitas pada jantung: Tipridazin dengan dosis lebih dari 300 mg per hari hampir
selalu memperlihatkan kelainan gelombang T, yang biasanya reversibel. Takar
lanjak tioridazin akan menyebabkan aritmia ventrikular, hambatan konduksi
jantung, dan mati mendadak; belum jelas apakah tioridazin dapat menyebabkan
gangguan yang sama jika digunakan dalam dosis terapi. Adanya kemungkinan
terjadinya efek aditif antimuskarinik dan efek seperti kuinidin dari trisiklik
antidepresan, kombinasi dengan tioridazin perlu pertimbangan yang baik. (6)
Contoh obat antipsikotik yang dapat menyebabkan efek samping toksisitas pada
jantung yaitu ziprasidon. (7)
8. Penggunaan dalam kehamilan: Dismorfogenesis: Meskipun obat antipsikotik aman
digunakan selama kehamilan, kealpaan dapat terjadi dengan adanya peningkatan
risiko kecil dalam pengobatan. Pertanyaan apakah akan menggunakan obat ini
selama hamil atau mengadakan aborsi karena fetus sudah terpapar obat ini,
keputusan dilakukan secara individual. (6)
Haloperidol sebaiknya tidak diberikan pada wanita hamil sampai terdapat bukti
bahwa obat ini tidak menimbulkan efek teratogenik. (7)
9. Sindrom Neuroleptik Maligna: Gangguan yang mengancam jiwa ini terjadi pada
pasien yang sangat sensitif pada efek ekstrapiramidal dari antipsikotik. Simtom
awal berupa kaku otot. Jika pengeluaran keringat terganggu, biasanya selama

pengobatan dengan obat antikolinergik, dapat timbul demam yang mencapai taraf
berbahaya. Leukositosis stres dan demam tinggi yang berhubungan dengan sindrom
dapat dikira karena ada proses infeksi. Instabilitas otonom dengan perubahan
tekanan darah dan pulsus, adalah manifestasi midbrain. Kreatin kinase (CK)
isoenzim biasanya meningkat, menunjukkan kerusakan otot. Sindrom ini akibat
penghambatan reseptor dopamin pascasinaptik yang berlebihan. Selanjutnya akan
terjadi sindrom ekstrapiramidal hebat. Pada permulaan, pengobatan sindrom
ekstrapiramidal dengan obat antiparkinson akan bermanfaat. Penggunaan relaksan
otot lain, seperti dantrolen atau agonis dopamin seperti bromokriptin dilaporkan
juga berguna. Jika demam tetap ada, pendinginan dengan tindakan fisik harus
dicoba. Beberapa bentuk minor sindrom ini sekarang banyak ditemukan. (6)
Sindrom Maligna Neuroleptik ini merupakan efek samping dari obat antipsikotik
khususnya pada long acting dimana risiko ini lebih besar. (3)
10. Antipsikotik tipikal-atipikal mempunyai efek "cardiac sudden death" yang
sebanding. Demikian kesimpulan hasil dari studi yangdilakukan oleh RayWA., dkk
dan dipublikasikan dalam jurnal New England Journal of Medicine tahun 2009.
Disebutkan obat-obat antipsikotik tipikal mempunyai korelasi baik secara invitro
maupun invivo meningkatkan risiko "cardiac sudden death". Hal ini dikarenakan
adanya efek penghambatan terhadap repolarisasi kalium dan perpanjangan interaval
QT, yang merupakan salah satu penyebab penting terjadinya taki-aritmia dan dapat
menyebabkan terjadinya cardiac sudden death. (10)
Contoh obat antipsikotik yang dapat menyebabkan efek samping ini yaitu
ziprasidon. (7)

F. KESIMPULAN
Ant ipsikot ik

adalah

ant agonis

dopamin

dan

menyekat

resept or

dopamin dalam berbagai jaras di otak. Obat antipsikotik baik tipikal maupun atipikal
tentunya memiliki efek samping yang perlu diketahui agar pengobatan klinis bisa efisien
dan sesuai dengan proporsi dan tentunya agar mencapai target terapi.Untuk itu kita harus
mengenali obat antipsikotik ini terlebih dahulu, karena selain manfaatnya, antipsikotik juga

mempunyai kerugian yang menyertainya. Antipsikotik merupakan pengobatan yang terbaik


untuk penyakit skizofrenia dan penyakit psikotik lainnya.
Berikut efek samping dari obat antipsikotik:
1. Efek tingkah laku
2. Efek Neurologik
3. Efek Sistem Saraf Otonom
4. Efek Metabolik dan endokrin
5. Reaksi toksik atau alergi
6. Komplikasi Mata
7. Toksisitas pada jantung
8. Penggunaan dalam kehamilan
9. Sindrom Maligna Neuroleptik
10. Antipsikotik tipikal-atipikal mempunyai efek "cardiac sudden death"

DAFTAR PUSTAKA

1. www.scribd.com. [Online] http://www.scribd.com/doc/51292520/Obat-antipsikotik2.


2. Refarat-Jiwa-Antipsikotik-Tipikal. http://www.scribd.com. [Online]
http://www.scribd.com/doc/61975557/Refarat-Jiwa-Antipsikotik-Tipikal.
3. Maslim, Rusdi. Panduan praktis penggunaan klinis obat psikotropik (psychotropic medication).
3. Jakarta : PT Nuh Jaya, 2007. hal. 10.
4. Sadock, Benjamin J. dan Sadock, Virginia A. Buku ajar psikiatri klinis. 2. Jakarta : EGC,
2010. hal. 498.
5. Maramis, Willy F. dan Maramis, Albert A. Catatan ilmu kedokteran jiwa. 2. Surabaya :
Airlangga University Press, 2009.
6. Katzung, Bertram G. Farmakologi dasar dan klinik. 6. Jakarta : EGC, 1997.
7. Gunawan, Sulistia Gan, [penyunt.]. Farmakologi dan terapi. 5. Jakarta : Badan penerbit FKUI,
2011.
8. Gelder, Michael G., Lpez-Ibor, Juan J. dan Andreasen, Nancy, [penyunt.]. New oxford
textbook of psychiatry. Oxford : Oxford University Press.
9. Albers, Lawrence J., Hahn, Rhoda K. dan Reist, Christopher. Handbook of psychiatric
drugs. California : Current clinical strategies publishing, 2005.
10. KTW. Antipsikotik Tipikal Dan Atipikal Mempunyai Efek "Cardiac Sudden Death" Yang
Sebanding. http://www.kalbe.co.id. [Online] 11 4 2011.
http://www.kalbe.co.id/index.php?mn=news&tipe=detail&detail=21132.

Anda mungkin juga menyukai