Anda di halaman 1dari 22

Pendiri Muhammadiyah

Posted on 8/17/2004 05.40.00 PM by Admin


KH Ahmad Dahlan (1868-1923)

Pendiri Muhammadiyah

Ahmad Dahlan (bernama kecil Muhammad Darwisy), adalah pelopor dan


bapak pembaharuan Islam. Kyai Haji kelahiran Yogyakarta, 1 Agustus 1868,
inilah yang mendirikan organisasi Muhammadiyah pada 18 November 1912.
Pahlawan Nasional Indonesia ini wafat pada usia 54 tahun di Yogyakarta, 23
Februari 1923.)
KH Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk
melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di nusantara. Ia ingin
mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut
tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak ummat Islam Indonesia untuk
kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Ia mendirikan
Muhammadiyah bukan sebagai organisasi politik tetapi sebagai organisasi
sosial kemasyarakatan dan keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan.
Pada saat Ahmad Dahlan melontarkan gagasan pendirian Muhammadiyah, ia
mendapat tantangan bahkan fitnahan, tuduhan dan hasutan baik dari
keluarga dekat maupun dari masyarakat sekitarnya. Ia dituduh hendak
mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang
menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang
Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang
hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya
dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan
perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan
tersebut. 1)
Atas jasa-jasa KH Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa
ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka Pemerintah Republik
Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional dengan surat
Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961. Penetapannya sebagai Pahlawan
Nasional didasarkan pada empat pokok penting yakni: Pertama, KH Ahmad

Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari


nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.
Kedua, dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak
memberikan ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang
menuntut kemajuan, kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan ummat,
dengan dasar iman dan Islam. Ketiga, dengan organisasinya,
Muhammadiyah telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang
amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran
Islam. Keempat, dengan organisasinya, Muhammadiyah bagian wanita
(Aisyiyah) telah mempelopori kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap
pendidikan.

Diasuh di Lingkungan Pesantren


Muhammad Darwisy lahir dari keluarga ulama dan pelopor penyebaran dan
pengembangan Islam di tanah air. Ayahnya, KH Abu Bakar adalah seorang
ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta, dan
ibunya, Nyai Abu Bakar adalah puteri dari H. Ibrahim yang juga menjabat
penghulu Kasultanan Yogyakarta pada masa itu.
Ia anak keempat dari tujuh orang bersaudara, lima saudaranya perempuan
dan dua lelaki yakni ia sendiri dan adik bungsunya. Dalam silsilah, ia
termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang
wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang
merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di
Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991). 2)Idem
Silsilahnya lengkapnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH
Abu Bakar bin KH Muhammad Sulaiman bin Kiyai Murtadla bin Kiyai Ilyas bin
Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin
Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad
Fadlul'llah (Prapen) bin Maulana 'Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana
Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).
Sejak kecil Muhammad Darwisy diasuh dalam lingkungan pesantren, yang
membekalinya pengetahuan agama dan bahasa Arab. Pada usia 15 tahun
(1883), ia sudah menunaikan ibadah haji, yang kemudian dilanjutkan dengan
menuntut ilmu agama dan bahasa arab di Makkah selama lima tahun. Ia pun
semakin intens berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam
dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, dan ibn

Taimiyah. Interaksi dengan tokoh-tokoh Islam pembaharu itu sangat


berpengaruh pada semangat, jiwa dan pemikiran Darwisy.
Semangat, jiwa dan pemikiran itulah kemudian diwujudkannya dengan
menampilkan corak keagamaan yang sama melalui Muhammadiyah.
Bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di
sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot).
Ahmad Dahlan memandang sifat ortodoks itu akan menimbulkan kebekuan
ajaran Islam, serta stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan) ummat Islam.
Maka, ia memandang, pemahaman keagamaan yang statis itu harus diubah
dan diperbaharui, dengan gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam
dengan kembali kepada al-Qur'an dan al-Hadits.
Setelah lima tahun belajar di Makkah, pada tahun 1888, saat berusia 20
tahun, Darwisy kembali ke kampungnya. Ia pun berganti nama menjadi
Ahmad Dahlan. Lalu, ia pun diangkat menjadi khatib amin di lingkungan
Kesultanan Yogyakarta.
Pada tahun 1902, ia menunaikan ibadah haji untuk kedua kalinya, sekaligus
dilanjutkan dengan memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di
Makkah hingga tahun 1904.
Sepulang dari Makkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri,
anak Kyai Penghulu Haji Fadhil. Siti Walidah, kemudian lebih dikenal dengan
nama Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri
Aisyiyah. Pasangan ini mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj
Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan
Safwan, 1991).

Di samping itu, KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah,
janda H. Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir
Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya
dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama
Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman
Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).
Mendirikan Muhammadiyah
Semangat, jiwa dan pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, yang
diperolehnya dari Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, ibn Taimiyah
dan lain-lain selama belajar Makkah (1883-1888 dan 1902-1904), kemudian

diwujudkannya dengan menampilkan corak keagamaan yang sama melalui


Muhammadiyah. Bertujuan untuk memperbaharui pemahaman keagamaan
(ke-Islaman) di sebagian besar dunia Islam saat itu yang masih bersifat
ortodoks (kolot).
Ahmad Dahlan memandang sifat ortodoks itu akan menimbulkan kebekuan
ajaran Islam, serta stagnasi dan dekadensi (keterbelakangan) ummat Islam.
Maka, ia memandang, pemahaman keagamaan yang statis itu harus diubah
dan diperbaharui, dengan gerakan purifikasi atau pemurnian ajaran Islam
dengan kembali kepada al-Qur'an dan al-Hadits.
Dahlan sendiri sadar bahwa semaangat pembaharuannya tidak akan sertamerta dapat dipahami dan diterima keluarga dan masyarakat sekitarnya.
Tidak mudah melakukan pemharuan pada suatu sifat ortodoks yang sudah
membeku. Maka, entah terkait atau tidak, ada sebuah nasehat yang
ditulisnya dalam bahasa Arab untuk dirinya sendiri.
Bunyinya demikian: "Wahai Dahlan, sungguh di depanmu ada bahaya besar
dan peristiwa-peristiwa yang akan mengejutkan engkau, yang pasti harus
engkau lewati. Mungkin engkau mampu melewatinya dengan selamat, tetapi
mungkin juga engkau akan binasa karenanya. Wahai Dahlan, coba engkau
bayangkan seolah-olah engkau berada seorang diri bersama Allah,
sedangkan engkau menghadapi kematian, pengadilan, hisab, surga, dan
neraka. Dan dari sekalian yang engkau hadapi itu, renungkanlah yang
terdekat kepadamu, dan tinggalkanlah lainnya (diterjemahkan oleh Djarnawi
Hadikusumo).
Dalam artikel riwayat Ahmad Dahlan di situs resmi Parsyarikatan
Muhammadiyah (muhammadiyah.or.id), pesan ini disebut menyiratkan
sebuah semangat yang besar tentang kehidupan akhirat. Dan untuk
mencapai kehidupan akhirat yang baik, maka Dahlan berpikir bahwa setiap
orang harus mencari bekal untuk kehidupan akhirat itu dengan
memperbanyak ibadah, amal saleh, menyiarkan dan membela agama Allah,
serta memimpin ummat ke jalan yang benar dan membimbing mereka pada
amal dan perjuangan menegakkan kalimah Allah.
Dengan demikian, untuk mencari bekal mencapai kehidupan akhirat yang
baik harus mempunyai kesadaran kolektif, artinya bahwa upaya-upaya
tersebut harus diserukan (dakwah) kepada seluruh ummat manusia melalui
upaya-upaya yang sistematis dan kolektif.

Dijelaskan dalam artikel itu, kesadaran seperti itulah yang menyebabkan


Dahlan sangat merasakan kemunduran ummat Islam di tanah air. Hal ini
merisaukan hatinya. Ia merasa bertanggung jawab untuk membangunkan,
menggerakkan dan memajukan mereka. Dahlan sadar bahwa kewajiban itu
tidak mungkin dilaksanakan seorang diri, tetapi harus dilaksanakan oleh
beberapa orang yang diatur secara seksama. Kerjasama antara beberapa
orang itu tidak mungkin tanpa organisasi. Perkumpulan, parsyarikatan dan
gerakan dakwah: Muhammadiyah.
Dahlan pun memilih strategi yang amat baik dengan lebih dahulu membina
angkatan muda untuk turut bersama-sama melaksanakan upaya dakwah
tersebut, sekaligus meneruskan cita-citanya memajukan bangsa ini. Apalagi
ia berkesempatan mengakselerasi dan memperluas gagasannya tentang
gerakan dakwah Muhammadiyah itu dengan mendidik para calon
pamongpraja (calon pejabat) yang belajar di OSVIA Magelang dan para calon
guru yang belajar di Kweekschool Jetis Yogyakarta. Karena, ia sendiri
diizinkan oleh pemerintah kolonial untuk mengajarkan agama Islam di kedua
sekolah tersebut.
Tentu saja para calon pamongpraja tersebut dapat diharapkan mengaselerasi
dan memperluas gagasannya tersebut, karena mereka akan menjadi orang
yang mempunyai pengaruh luas di tengah masyarakat. Begitu pula para
calon guru akan segera mempercepat proses transformasi ide tentang
gerakan dakwah Muhammadiyah, kepada murid-muridnya. Guna
mengintensifkannya, Dahlan pun mendirikan sekolah guru yang kemudian
dikenal dengan Madrasah Mu'allimin (Kweekschool Muhammadiyah) dan
Madrasah Mu'allimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah). Di sekolah ini,
Dahlan mengajarkan agama Islam dan menyebarkan cita-cita
pembaharuannya.
Dahlan dikenal sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat.
Dengan gagasan-gagasan cemerlang dan kegiatan kemasyarakatannya,
Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan
masyarakat. Termasuk dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi
Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Comite Pembela Kanjeng
Nabi Muhammad saw.
Pada tahun 1912, tepatnya tanggal 18 Nopember 1912, Ahmad Dahlan pun
mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita
pembaharuan Islam. Ia punya visi untu melakukan suatu pembaharuan
dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin

mengajak ummat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan alQur'an dan al-Hadits.
Berbagai tantangan ia hadapi sehubungan dengan gagasan pendirian
Muhammadiyah itu. Bahkan ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang
menyalahi agama Islam. Kiai palsu. Sampai ada pula orang yang hendak
membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan
sabar
Dahlan teguh pada pendiriannya. Pada tanggal 20 Desember 1912, ia
mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk
mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun
1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914.
Tampaknya, Pemerintah Hindia Belanda ada kekhawatiran akan
perkembangan organisasi ini. Sehingga izin itu hanya berlaku untuk daerah
Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta
Namun, walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti
Srandakan, Wonosari, dan Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri cabang
Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan dengan keinginan
pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan
menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar
Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung
Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah.
Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah
(SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam
kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan
untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam.
Perkumpulan-perkumpulan dan Jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan
dari Muhammadiyah, yang di antaranya ialah Ikhwanul Muslimin,
Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama,
Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf
bima kan,u wal-Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi
(Kutojo dan Safwan, 1991: 33).
Gagasan pembaharuan Islam, Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad
Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, di samping juga
melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata
mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di
Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya
untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah

makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu,
pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada
pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang
Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh
pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.
Dalam bulan Oktober 1922, Ahmad Dahlan memimpin delegasi
Muhammadiyah dalam kongres Al-Islam di Cirebon. Kongres ini
diselenggarakan oleh Sarikat Islam (SI) guna mencari aksi baru untuk
konsolidasi persatuan ummat Islam. Dalam kongres tersebut,
Muhammadiyah dan Al-Irsyad (perkumpulan golongan Arab yang berhaluan
maju di bawah pimpinan Syeikh Ahmad Syurkati) terlibat perdebatan yang
tajam dengan kaum Islam ortodoks dari Surabaya dan Kudus.
Muhammadiyah dipersalahkan menyerang aliran yang telah mapan
(tradisionalis-konservatif) dan dianggap membangun mazhab baru di luar
mazhab empat yang telah ada dan mapan.
Muhammadiyah juga dituduh hendak mengadakan tafsir Qur'an baru, yang
menurut kaum ortodoks-tradisional merupakan perbuatan terlarang.
Menanggapi serangan tersebut, Ahmad Dahlan menjawabnya dengan
perkataan, "Muhammadiyah berusaha bercita-cita mengangkat agama Islam
dari keadaan terbekelakang. Banyak penganut Islam yang menjunjung tinggi
tafsir para ulama dari pada Qur'an dan Hadits. Umat Islam harus kembali
kepada Qur'an dan Hadits. Harus mempelajari langsung dari sumbernya, dan
tidak hanya melalui kitab-kitab tafsir".
Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan
dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota
Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam
Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah
Muhammadiyah, telah diselenggarakan duabelas kali pertemuan anggota
(sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah Algemeene Vergadering
(persidangan umum).

Di samping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah


Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang
mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Sebagai salah seorang
keturunan bangsawan yang menduduki jabatan sebagai Khatib Masjid Besar
Yogyakarta, ia mempunyai penghasilan cukup tinggi. Ia juga berkecimpung

sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang


batik. crs
Sekilas Profil Ahmad Dahlan
Nama:
KH Ahmad Dahlan
Nama Kecil:
Muhammad Darwisy
Lahir:
Yogyakarta, 1 Agustus 1868
Meninggal:
Yogyakarta, 23 Februari 1923
Agama:
Islam
Isteri:
- Siti Walidah (Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri
Aisyiyah, dikaruniai enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti
Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, dan Siti Zaharah).
- Nyai Abdullah, janda H. Abdullah
- Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak
- Ibu Nyai Aisyah (dikarunia satu anak)
- Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta
Ayah:
KH Abu Bakar
Ibu:
Nyai Abu Bakar (puteri dari H. Ibrahim)
Saudara:

Tujuh bersaudara
Pendidikan:
- Pesantren, Yaogyakarta, agama dan bahasa Arab, sampai 1883
- Menuntut ilmu agama dan bahasa arab di Makkah, 1883-1888, dari
pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid
Ridha, dan Ibn Taimiyah
- Memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Makkah, 1902-1904
Karir:
- Khatib Amin di lingkungan Kesultanan Yogyakarta
- Khatib Masjid Besar Yogyakarta
- Guru Agama Islam di OSVIA Magelang dan Kweekschool Jetis Yogyakarta.
- Pendiri sekolah guru Madrasah Mu'allimin (Kweekschool Muhammadiyah)
dan Madrasah Mu'allimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah)
Organisasi:
- Pendiri Persyarikatan Muhammadiyah
- Aktif di Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Comite Pembela
Kanjeng Nabi Muhammad saw.
Penghargaan:
Pahlawan Nasional (Surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961).
Sumber:
Muhammadiyah.or.id
http://arsipkorankita.blogspot.co.id/2009/08/sosok.html

A. SEJARAH BERDIRINYA MUHAMMADIYAH DI INDONESIA

Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8


Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama
Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan .
Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang
Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu
dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang
bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali
kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh
karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah
kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.

Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya,


akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya
sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu
singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke
luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut
maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah
ada diseluruh pelosok tanah air.

Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau


juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang
disebut Sidratul Muntaha. Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak lakilaki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922
dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat
tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh
KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun
1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres
Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar
tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.

B. PERKEMBANGAN MUHAMMADIYAH DI INDONESIA


Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia.
Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW. sehingga
Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi
pengikut Nabi Muhammad SAW.
Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh
penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering
menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah
tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan
pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik (ini dibuktikan dengan
jumlah lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah yang berjumlah
ribuan). Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat
pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem
kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Akan tetapi, ia juga
menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang ekstrem.
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada
perintah-perintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang
berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang maruf dan mencegah
dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut,
menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk
bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi,
umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang hidup
berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar
Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan perjuangan
dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya
organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.
Sebagai dampak positif dari organisasi ini, kini telah banyak berdiri rumah
sakit, panti asuhan, dan tempat pendidikan di seluruh Indonesia.
A. Latar Belakang Kelahiran
Muhammadiyah merupakan gerakan umat Islam yang lahir di Yogyakarta
pada tanggal 8 Djulhijah 1330 H, atau tanggal 18 Nopember 1912 M.
Muhammadiyah berasal dari bahasa Arab Muhammad yaitu nama nabi
terakhir, kemudian mendapatkan ya nisbiyah yang artinya menjeniskan.
Jadi Muhammadiyah berarti umatnya Muhammad atau pengikutnya

Muhammad. Tujuan : menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam,


sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya.
Berdasarkan situs resmi Muhammadiyah, Muhammadiyah didirikan oleh K.H.
Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah
1330 H/18 November 1912.
Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad
Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi
hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk
wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran
dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah
lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan
selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah (sekarang
dikenal dengan Madrasah Muallimin _khusus laki-laki, yang bertempat di
Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan dan Muallimaat Muhammadiyah
khusus Perempuan, di Suronatan Yogyakarta).
Pada masa kepemimpinan Ahmad Dahlan (1912-1923), pengaruh
Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: Yogyakarta,
Surakarta, Pekalongan, dan Pekajangan, daerah Pekalongan sekarang. Selain
Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada
tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim Amrullah membawa
Muhammadiyah ke Sumatera Barat dengan membuka cabang di Sungai
Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang
Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatera Barat, dan dari daerah
inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatera, Sulawesi,
dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar keseluruh
Indonesia. Terdapat pula organisasi khusus wanita bernama Aisyiyah.
Muhammadiyah adalah gerakan Islam, dakwah amar maruf nahi munkar,
berasa Islam dan bersumber pada Al-Quran dan Hadist. Gerakan
Muhammadiyah bermaksud untuk bertafaul (berpengharapan baik) dapat
mencontoh dan meneladani jejak perjuangan nabi Muhammad SAW, dalam
rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam semata-mata demi
terwujudnya izzul Islam wal muslimin, kejayaan Islam sebagai idealita dan
kemuliaan hidup sebagai realita.
Faktor utama yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil
pendalaman K.H. Ahmad Dahlan terhadap Al Quran dalam menelaah,
membahas, meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Dalam surat Ali Imran
ayat 104 dikatakan bahwa: Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian

segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang


maruf dan mencegah yang munkar, merekalah orang-orang yang
beruntung. Memahami seruan diatas, K.H. Ahmad Dahlan tergerak hatinya
untuk membangun sebuah perkumpulan, organisasi atau perserikatan yang
teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada pelaksanaan misi dakwah
Islam amar maruf nahi munkar di tengah masyarakat.
B. Visi dan Misi Muhammadiyah
1. Visi
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berlandaskan Al-Quran dan
As-Sunnah dengan watak tajdid yang dimilikinya senantiasa istiqomah dan
aktif dalam melaksanakan dakwah Islam amar maruf nahi munkar di semua
bidang dalam upaya mewujudkan Islam sebagai rahmatan lilalamin menuju
terciptanya/terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
2. Misi
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam, dakwah amar maruf nahi munkar
memiliki misi :
1. Menegakkan keyakinan tauhid yang murni sesuai dengan ajaran Allah
SWT yang dibawa oleh para Rasul sejak Nabi Adam as. hingga Nabi
Muhammad saw.
2. Memahami agama dengan menggunakan akal fikiran sesuai dengan jiwa
ajaran Islam untuk menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan
kehidupan.
3. Menyebar luaskan ajaran Islam yang bersumber pada Al-Quran sebagai
kitab Allah terakhir dan Sunnah Rasul untuk pedoman hidup umat manusia.
4. Mewujudkan amalan-amalan Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga dan
masyarakat.
C. Faktor Internal dan Eksternal Lahirnya Muhammadiyah
1. Faktor obyektif yang bersifat Internal
a) Kelemahan dan praktek ajaran Islam.
Kelemahan praktek ajaran agama Islam dapat dijelaskan melalui dua bentuk
1. Tradisionalisme

Pemahaman dan praktek Islam tradisionalisme ini ditandai dengan


pengukuhan yang kuat terhadap khasanah intelektual Islam masa lalu dan
menutup kemungkinan untuk melakukan ijtihad dan pembaharuanpembaharuan dalam bidang agama. Paham dan praktek agama seperti ini
mempersulit agenda ummat untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan
baru yang banyak datang dari luar (barat). Tidak jarang, kegagalan dalam
melakukan adaptasi itu termanifestasikan dalam bentuk-bentuk sikap
penolakan terhadap perubahan dan kemudian berapologi terhadap
kebenaran tradisional yang telah menjadi pengalaman hidup selama ini.
2. Sinkretisme
Pertemuan Islam dengan budaya lokal disamping telah memperkaya
khasanah budaya Islam, pada sisi lainnya telah melahirkan format-format
sinkretik, percampuradukkan antara sistem kepercayaan asli masyarakatbudaya setempat. Sebagai proses budaya, percampuradukkan budaya ini
tidak dapat dihindari, namun kadang-kadang menimbulkan persoalan ketika
percampuradukkan itu menyimpang dan tidak dapat dipertanggungjawabkan
dalam tinjauan aqidah Islam. Orang Jawa misalnya, meski secara formal
mengaku sebagai muslim, namun kepercayaan terhadap agama asli mereka
yang animistis tidak berubah. Kepercayaan terhadap roh-roh halus,
pemujaan arwah nenek moyang, takut pada yang angker, kuwalat dan
sebagainya menyertai kepercayaan orang Jawa. Islam, Hindu, Budha dan
animisme hadir secara bersama-sama dalam sistem kepercayaan mereka,
yang dalam aqidah Islam banyak yang tidak dapat dipertanggung jawabkan
secara Tauhid.
b) Kelemahan Lembaga Pendidikan Islam
Lembaga pendidikan tradisional Islam, Pesantren, merupakan sistem
pendidikan Islam yang khas Indonesia. Transformasi nilai-nilai keIslaman ke
dalam pemahaman dan kesadaran umat secara institusional sangat
berhutang budi pada lembaga ini. Namun terdapat kelemahan dalam sistem
pendidikan Pesantren yang menjadi kendala untuk mempersiapkan kaderkader umat Islam yang dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan
zaman. Salah satu kelemahan itu terletak pada materi pelajaran yang hanya
mengajarkan pelajaran agama, seperti Bahasa Arab, Tafsir, Hadist, Ilmu
Kalam, Tasawwuf dan ilmu falak. Pesanteren tidak mengajarkan materimateri pendidikan umum seperti ilmu hitung, biologi, kimia, fisika, ekonomi
dan lain sebagainya, yang justru sangat diperlukan bagi umat Islam untuk
memahami perkembangan zaman dan dalam rangka menunaikan tugas

sebagai khalifah di muka bumi ini. Ketiadaan lembaga pendidikan yang


mengajarkan kedua materi inilah yang menjadi salah satu latar belakang dan
sebab kenapa KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, yakni untuk
melayani kebutuhan umat terhadap ilmu pengetahuan yang seimbang
antara ilmu agama dan ilmu duniawi.
2. Faktor Objektif yang Bersifat Eksternal
a. Kristenisasi
Faktor objektif yang bersifat eksternal yang paling banyak mempengaruhi
kelahiran Muhammadiyah adalah kristenisasi, yakni kegiatan-kegiatan yang
terprogram dan sistematis untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang
muslim maupun bukan, menjadi kristen. Kristenisasi ini mendapatkan
peluang bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme
Belanda. Missi Kristen, baik Katolik maupun Protestan di Indonesia, memiliki
dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi Belanda. Bahkan kegiatan-kegiatan
kristenisasi ini didukung dan dibantu oleh dana-dana negara Belanda.
Efektifitas penyebaran agama Kristen inilah yang terutama mengguggah KH.
Ahmad Dahlan untuk membentengi ummat Islam dari pemurtadan.
b. Kolonialisme Belanda
Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi
perkembangan Islam di wilayah nusantara ini, baik secara sosial, politik,
ekonomi maupun kebudayaan. Ditambah dengan praktek politik Islam
Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan terencana ingin
menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk
melakukan perlawanan. Menyikapi hal ini, KH. Ahmad Dahlan dengan
mendirikan Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan terhadap
kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural, terutama upaya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan.
c. Gerakan Pembaharuan Timur Tengah
Gerakan Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupakan salah satu
mata rantai dari sejarah panjang gerakan pembaharuan yang dipelopori oleh
Ibnu Taymiyah, Ibnu Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin alAfgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lain sebagainya. Persentuhan
itu terutama diperolah melalui tulisan-tulisan Jamaluddin al-Afgani yang
dimuat dalam majalah al-Urwatul Wutsqa yang dibaca oleh KH. Ahmad
Dahlan. Tulisan-tulisan yang membawa angin segar pembaharuan itu,
ternyata sangat mempengaruhi KH. Ahmad Dahlan, dan merealisasikan

gagasan-gagasan pembaharuan ke dalam tindakan amal yang riil secara


terlembaga.
Dengan melihat seluruh latar belakang kelahiran Muhammadiyah, dapat
dikatakan bahwa KH. Ahmad Dahlan telah melakukan lompatan besar dalam
beritijtihad. Prinsip-prinsip dasar perjuangan Muhammadiyah tetap berpijak
kuat pada al-Quran dan Sunnah, namun implementasi dalam
operasionalisasinya yang memeiliki karakter dinamis dan terus berubahubah sesuai dengan perkembangan zaman Muhammadiyah banyak
memungut dari berbagai pengalaman sejarah secara terbuka (misalnya
sistem kerja organisasi yang banyak diilhami dari yayasan-yayasan Katolik
dan Protestan yang banyak muncul di Yogyakarta waktu itu.
1. C. Tokoh-Tokoh Muhammadiyah Dari Masa ke Masa
No Nama Awal Jabatan Akhir Jabatan
1 KH. Ahmad Dahlan 1912 1923
2 KH. Ibrahim 1923 1932
3 KH. Hisyam 1932 1936
4 KH. Mas Mansur 1936 1942
5 Ki Bagoes Hadikoesoemo 1942 1953
6 Buya AR Sutan Mansur 1953 1959
7 KH. M Yunus Anis 1959 1962
8 KH. Ahmad Badawi 1962 1968
9 KH. Faqih Usman 1968 1971
10 KH. AR. Fachruddin 1971 1990
11 KH. A. Azhar Basyir 1990 1995
12 Prof. Dr. H. Amien Rais 1995 2000
13 Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif 2000 2005
14 Prof. Dr. H. Din Syamsuddin 2005 Sampai Sekarang dan habis masa
jabatannya tahun 2015

D. Perkembangan Muhammadiyah Di Indonesia


1. Perkembanngan secara Vertikal
Dari segi perkembangan secara vertikal, Muhammadiyah telah berkembang
ke seluruh penjuru tanah air. Akan tetapi, dibandingkan dengan
perkembangan organisasi NU, Muhammadiyah sedikit ketinggalan. Hal ini
terlihat bahwa jamaah NU lebih banyak dengan jamaah Muhammadiyah.
Faktor utama dapat dilihat dari segi usaha Muhammadiyah dalam mengikis
adat-istiadat yang mendarah daging di kalangan masyarakat, sehingga
banyak menemui tantangan dari masyarakat.
1. Perkembangan secara Horizontal
Dari segi perkembangan secara Horizontal, amal usaha Muhamadiyah telah
banyak berkembang, yang meliputi berbagai bidang kehidupan.
Perkembangan Muhamadiyah dalam bidang keagamaan terlihat dalam
upaya-upayanya, seperti terbentukanya Majlis Tarjih (1927), yaitu lembaga
yang menghimpun ulama-ulama dalam Muhammadiyah yang secara tetap
mengadakan permusyawaratan dan memberi fatwa-fatwa dalam bidang
keagamaan, serta memberi tuntunan mengenai hukum. Majlis ini banyak
telah bayak memberi manfaat bagi jamaah dengan usaha-usahanya yang
telah dilakukan:
1. Memberi tuntunan dan pedoman dalam bidang ubudiyah sesuai dengan
contoh yang telah diberikan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.
2. Memberi pedoman dalam penentuan ibadah puasa dan hari raya dengan
jalan perhitungan hisab atau astronomi sesuai dengan jalan
perkembangan ilmu pengetahuan modern.
3. Mendirikan mushalla khusus wanita, dan juga meluruskan arah kiblat
yang ada pada amasjid-masjid dan mushalla-mushalla sesuai dengan arah
yang benar menurut perhitungan garis lintang.
4. Melaksanakan dan menyeponsori pengeluaran zakat pertanian,
perikanan, peternakan, dan hasil perkebunan, serta amengatur
pengumpulan dan pembagian zakat fitrah.
5. Memberi fatwa dan tuntunan dalam bidang keluarga sejahtera dan
keluarga berencana.
6. Terbentuknya Departemen Agama Republik Indonesia juga termasuk
peran dari kepeloporan pemimpin Muhammadiyah.

7. Tersusunnya rumusan Matan Keyakinan dan Cita-Cita hidup


Muhammadiyah, yaitu suatu rumusan pokok-pokok agama Islam secara
sederhana, tetapi menyeluruh.
Dalam bidang pendidikan, usaha yang ditempuh Muhammadiyah meliputi:
1. mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan ke dalamnya
ilmu-ilmu keagamaan, dan
2. mendirikan madrasah-madrasah yang juga diberi pendidikan pengajaran
ilmu-ilmu pengetahuan umum.
Dengan usaha perpaduan tersebut, tidak ada lagi pembedaan mana ilmu
agama dan ilmu umum. Semuanya adalah perintah dan dalam naungan
agama. Dalam bidang kemasyarakatan, usaha-usaha yang telah dilakukan
Muhammadiyah meliputi:
1. Mendirikan rumah-rumah sakit modern, lengkap dengan segala peralatan,
membangun balai-balai pengobatan, rumah bersalin, apotek, dan
sebagainya.
2. Mendirikan panti-panti asuhan anak yatim, baik putra maupun putri untuk
menyantuni mereka.
3. Mendirikan perusahaan percetakan, penerbitan, dan toko buku yang
banyak memublikasikan majalah-majalah, brosur dan buku-buku yang sangat
membantu penyebarluasan paham-paham keagamaan, ilmu, dan
kebudayaan Islam.
4. Pengusahaan dana bantuan hari tua, yaitu dana yang diberikan pada saat
seseorang tidak lagi bisa abekerja karena usia telah tua atau cacat jasmani.
5. Memberikan bimbingan dan penyuluhan keluarga mengenai hidup
sepanjang tuntunan Ilahi.
Dalam bidang politik, usaha-usaha Muhammadiyah meliputi:
1. Menentang pemerintah Hindia Belanda yang mewajibkan pajak atas
ibadah kurban. Hal ini berhasil dibebaskan.
2. Pengadilan agama di zaman kolonial berada dalam kekuasaan penjajah
yang tentu saja beragama Kristen. Agar urusan agama di Indonesia, yang
sebagian besar penduduknya beragama Islam, juga dipegang oleh orang
Islam, Muhammadiyah berjuang ke arah cita-cita itu.

3. Ikut memelopori berdirinya Partai Islam Indonesia. Pada tahun 1945


termasuk menjadi pendukung utama berdirinya partai Islam Masyumi
dengan gedung Madrasah Mualimin Muhammadiyah Yogyakarta sebagai
tempat kelahirannya.
4. Ikut menanamkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air Indonesia di
kalangan umat Islam Indonesia dengan menggunakan bahasa Indonesia
dalam tabligh-tablighnya, dalam khotbah ataupun tulisan-tulisannya.
5. Pada waktu Jepang berkuasa di Indonesia, pernah seluruh bangsa
Indonesia diperintahkan untuk menyembah dewa matahari, tuhan bangsa
Jepang. Muhammadiyah pun diperintah untuk melakukan Sei-kerei,
membungkuk sebagai tanda hormat kepada Tenno Heika, tiap-tiap pagi
sesaat matahari sedang terbit. Muhammadiyah menolak perintah itu.
6. Ikut aktif dalam keanggotaan MIAI (Majelis Islam Ala Indonesia) dan
menyokong sepenuhnya tuntutan Gabungan Politik Indonesia (GAPI) agar
Indonesia mempunyai parlemen di zaman penjajahan. Begitu juga pada
kegiatan-kegiatan Islam Internasional, seperti Konferensi Islam Asia Afrika,
Muktamar Masjid se-Dunia, dan sebagainya, Muhammadiyah ikut aktif di
dalamnya.
7. Pada saat partai politik yang bisa amenyalurkan cita-cita perjuangan
Muhammadiyah tidak ada, Muhammadiyah tampil sebagai gerakan dakwah
Islam yang sekaligus mempunyai fungsi politik riil. Pada saat itu, tahun
1966/1967, Muhammadiyah dikenal sebagai ormaspol, yaitu organisasi
kemasyarakatan yang juga berfungsi sebagai partai politik.
Dengan semakin luasnya usaha-usaha yang dilakukan oleh Muhammadiyah,
dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang berkedudukan sebagai badan
pembantu pemimpin persyarikatan. Kesatuan-kesatuan kerja tersebut
berupa majelis-majelis dan badan-badan. Selain majelis dan lembaga,
terdapat organisasi otonom, yaitu organisasi yang bernaung di bawah
organisasi induk, dengan amasih tetap memiliki kewenangan untuk
mengatur rumah tangganya sendiri. Dalam persyarikatan Muhammadiyah,
organisasi otonom (Ortom) ini ada beberapa buah, yaitu:
1. Aisyiyah
2. Nasyiatul Aisyiyah
3. Pemuda Muhammadiyah

4. Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM)


5. Ikatan Mahasiswa Muhamadiyyah (IMM)
6. Tapak Suci Putra Muhamadiyah
7. Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan
Organisasi-organisasi otonom tersebut termasuk kelompok Angkatan Muda
Muhammadiyah (AMM). Keenam organisasi otonom ini berkewajiban
mengemban fungsi sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal
usaha Muhammadiyah.
E. Pemikiran/Gagasan Tokoh-Tokoh Muhammadiyah
1. K.H. Ahmad Dahlan, lahir di Yogjakarta 1 Agustus 1868, ia berasal adari
elit keagamaan kesultanan Yogjakarta, menjadi haji tahun 1890,
sekembalinya dari Mekkah, gagasanya memperbaharui Islam melalui
organisasi yang dibentuknya. Hingga tahun 1925 Muhammadiyah telah
mendirikan 50 buah sekolah dengan jumlah murid 4000 orang, balai
pengobatan dan panti asuhan.
2. K.H. Ibrahim,lahir 7 Mei 1874 di Yogjakarta, beliau adik Nyai Ahmad
Dahlan. Pada masa ini Muhammadiyah mengalami perkembangan yang
pesat. Gagasannya adalah 1) kaum ibu supaya rajin beramal dan beribadah,
senantiasa mengingat Allah, rajin menjalankan perintah agama Islam, 2)
pengajian model sorogan, yaitu belajar prifat bersifat sindividual terutama
untuk anak-anak muda, dan model weton, yaitu cara mengajar mengaji kyai
membaca sedang santri-santrinya mendengarkan dengan memegang
kitabnya masing-masing, 3) konggres mulai diadakan secara bergiliran
diseluruh kota Indonesia, seperti konggres Muhammadiyah ke 15di
Surabaya, kemudian berturut-turut setelah itu di selenggarakan di kota
Pekalongan, Solo, Bukittinggi, Makasar dan Semarang, 4) bea siswa, khitanan
massal, memperbaiki badan perkawinan dan menjodohka putra-putri
Muhammadiyah, penurunan gambar KH. Ahmad Dahlan, karena ada indikasi
mengkultuskan beliau, 5) member kebebasan pada golongan muda untuk
mengekspresikan cara-cara berdakwah.
3. KH. Hisyam, lahir Yogjakarta, 10 November 1883, pada pereode ini
perekembangan sekolah sekolah Muhammadiyah tumbuh subur bak jamur,
karena beliau lebih memperhatikan tentang pendidikan dan pengajaran
.Gagasannya, tentang 1) ketertiban administrasi dan menejemen organisasi,
2) modernisasi sekolah-sekolah Muhammadiyah, sampai masa berakhir

kepemimpinannya tahun 1932 telah berdiri 103 volkschool, 47


Standaardschool, 69 hollandschool Inlandsche School ( HIS), dan 25 Schael
School , yaitu sekolah lima tahun yang menyambung ke MULO ( Meer
Uitgedbreid lager Onderwijs) setara dengan SMP saat ini., 5) menerima
subsidi dari pemerintah Hindia Belanda.
4. Mas Mansyur, lahir Surabaya 25 Juni 1896, pahlawan nasional dan
anggota 4 serangkai dalam pergerakan Nasional Indonesia. Gagasannya, 1)
membentuk majlis diskusi bersama (Tawsir al- Afkar) berdiri karena latar
belang kekolotan masyarakat Surabaya 2) membebaskan tanah air dari
penjajahan, 3) menerbitkan majalah Suara Santri, 4) memperbolehkan bunga
bank.
5. Ki Bagus Hadikoesoemo, lahir Yogjakarta, dengan nama R Hidayat, 24
November 1890, merupakan tokoh kuat patriotik, anggota BPUPKI dan PPKI.
Gagasanya, 1) sangat besar peranannya dalam mukodimah UUD 1945,
dengan memberikan landasan ketuhanan, kemanusiaan, keberadaban, dan
keadilan, 2) merumuskan pokok-pokok pikiran KH. Ahmad Dahlan yang
dijadikan muqodimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, 3) memperlakukan
hukum agama Islam, 4) menentang penghormatan kepada dewa matahari
pada masa pemerintahan Jepang,
6. Prof. Dr. Amin Rais, lahir di Solo, 26 April 1944, ia politikus yang pernah
menjabat ketua MPR pereode 1999 -2004, seorang yang kritis pada
kebijakan pemerintah, dijuluki King Maker dalam jabatan Presiden
Indonesia saat awal reformasi. Gagasanya, 1) mendirikan PAN dan membawa
organisasi ke partai politik, 2) mendukung evaluasi kontrak karya terhadap
PT Freeport Indonesia.
7. Prof. Dr.Ahmad Syafii Maarif, lahir Sijunjung Sumatera Barat, 31 Mei
1935, tokoh ilmuwan yang mempunyai komitmen kebangsaan yang kuat,
sikap yang plural, kritis dan bersahaja. Gagasannya tertuang dalam tulisantulisannya seperti dalam buku Dinamika Islam dan Islam Mengapa Tidak ?
8. Prof. Dr. Din Syamsudin, lahir Sumabawa Besar, Nusatengara Tenggara
Barat, 31 Agustus 1958, politisi yang saat ini masih menjabat sebagai ketua
Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Gagasannya, ia memandang bahwa
terorisme lebih relevan bila dikaitkan dengan isu poliik dibanding dengan isu
idilogi, ia juga tidak senang bila sebagian kelompok umat Islam
menggunakan label Islam dalam melakukan aksi terorisme, menurutnya, aksi
terorisme yang mengatasnamakan Islan akan merugikan umat Islam baik
dalam tingkat internal umat Islam atau pada skala global

9. HAMKA, nama singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah ( Maninjau,
Sumatera Barat 16 Februari 1908 Jakarta, 24 Juli 1981), tokoh dan
pengarang Islam. Putera seorang ulama terkemuka, terkenal dengan Haji
Rasul dan medapat gelar doctor dari Al- Azhar ( 1955), membawa
pembaharuan dalam soal agama di Minangkabau , pendidikan formal SD
tetapi banyak belajar sendiri , terutama dalam bidang agama. Keahlian
dalam Islam diakui oleh Internasional sehingga mendapat gelar kehormatan
dari Al-Azhar tahun 1955 dan Universitas Kebangsaan Malaysia ( 1976).
Tahun 1924 beliau merantau di pulau Jawa, untuk belajar antara lain kepada
H.O.S. Tjokroaminoto dan aktif dalam organisasi Muhammadiyah. Karya
tulisnya adalah, Di Bawah Lindungan Kabah, Tenggelamnya Kapal van der
Wijck, Merantau ke Deli, Di Dalam Lembah Kehidupan.
10. H. Abul Karim Oei ( Oei Tjen Hien ), lahir di Padang Panjang, 1905,
mantan anggota parlemen RI dan mendirikan organisasi etnis Tionghoa Islam
dengan nama Persatuan Islam Tionghoa Indonesia/ PITI. Mantan komisaris
BCA dan akktif dalam pembauran / asimilasi Gagasannya, kesadaran harus
hidup keluar dari lingkungan etnisnya.
Sumber:
https://tonijulianto.wordpress.com/tag/latar-belakang-kelahiranmuhammadiyah/

Anda mungkin juga menyukai