Tugas AIK
Tugas AIK
Pendiri Muhammadiyah
Di samping itu, KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah,
janda H. Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir
Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya
dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama
Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman
Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).
Mendirikan Muhammadiyah
Semangat, jiwa dan pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, yang
diperolehnya dari Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, ibn Taimiyah
dan lain-lain selama belajar Makkah (1883-1888 dan 1902-1904), kemudian
mengajak ummat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan alQur'an dan al-Hadits.
Berbagai tantangan ia hadapi sehubungan dengan gagasan pendirian
Muhammadiyah itu. Bahkan ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang
menyalahi agama Islam. Kiai palsu. Sampai ada pula orang yang hendak
membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan
sabar
Dahlan teguh pada pendiriannya. Pada tanggal 20 Desember 1912, ia
mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk
mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun
1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914.
Tampaknya, Pemerintah Hindia Belanda ada kekhawatiran akan
perkembangan organisasi ini. Sehingga izin itu hanya berlaku untuk daerah
Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta
Namun, walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti
Srandakan, Wonosari, dan Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri cabang
Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan dengan keinginan
pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan
menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar
Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung
Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah.
Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah
(SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam
kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan
untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam.
Perkumpulan-perkumpulan dan Jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan
dari Muhammadiyah, yang di antaranya ialah Ikhwanul Muslimin,
Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama,
Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf
bima kan,u wal-Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi
(Kutojo dan Safwan, 1991: 33).
Gagasan pembaharuan Islam, Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad
Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, di samping juga
melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata
mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di
Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya
untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah
makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu,
pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada
pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang
Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh
pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.
Dalam bulan Oktober 1922, Ahmad Dahlan memimpin delegasi
Muhammadiyah dalam kongres Al-Islam di Cirebon. Kongres ini
diselenggarakan oleh Sarikat Islam (SI) guna mencari aksi baru untuk
konsolidasi persatuan ummat Islam. Dalam kongres tersebut,
Muhammadiyah dan Al-Irsyad (perkumpulan golongan Arab yang berhaluan
maju di bawah pimpinan Syeikh Ahmad Syurkati) terlibat perdebatan yang
tajam dengan kaum Islam ortodoks dari Surabaya dan Kudus.
Muhammadiyah dipersalahkan menyerang aliran yang telah mapan
(tradisionalis-konservatif) dan dianggap membangun mazhab baru di luar
mazhab empat yang telah ada dan mapan.
Muhammadiyah juga dituduh hendak mengadakan tafsir Qur'an baru, yang
menurut kaum ortodoks-tradisional merupakan perbuatan terlarang.
Menanggapi serangan tersebut, Ahmad Dahlan menjawabnya dengan
perkataan, "Muhammadiyah berusaha bercita-cita mengangkat agama Islam
dari keadaan terbekelakang. Banyak penganut Islam yang menjunjung tinggi
tafsir para ulama dari pada Qur'an dan Hadits. Umat Islam harus kembali
kepada Qur'an dan Hadits. Harus mempelajari langsung dari sumbernya, dan
tidak hanya melalui kitab-kitab tafsir".
Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan
dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota
Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam
Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah
Muhammadiyah, telah diselenggarakan duabelas kali pertemuan anggota
(sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah Algemeene Vergadering
(persidangan umum).
Tujuh bersaudara
Pendidikan:
- Pesantren, Yaogyakarta, agama dan bahasa Arab, sampai 1883
- Menuntut ilmu agama dan bahasa arab di Makkah, 1883-1888, dari
pembaharu dalam dunia Islam, seperti Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid
Ridha, dan Ibn Taimiyah
- Memperdalam ilmu agama kepada beberapa guru di Makkah, 1902-1904
Karir:
- Khatib Amin di lingkungan Kesultanan Yogyakarta
- Khatib Masjid Besar Yogyakarta
- Guru Agama Islam di OSVIA Magelang dan Kweekschool Jetis Yogyakarta.
- Pendiri sekolah guru Madrasah Mu'allimin (Kweekschool Muhammadiyah)
dan Madrasah Mu'allimat (Kweekschool Istri Muhammadiyah)
Organisasi:
- Pendiri Persyarikatan Muhammadiyah
- Aktif di Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Comite Pembela
Kanjeng Nabi Muhammad saw.
Penghargaan:
Pahlawan Nasional (Surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961).
Sumber:
Muhammadiyah.or.id
http://arsipkorankita.blogspot.co.id/2009/08/sosok.html
9. HAMKA, nama singkatan dari Haji Abdul Malik Karim Amrullah ( Maninjau,
Sumatera Barat 16 Februari 1908 Jakarta, 24 Juli 1981), tokoh dan
pengarang Islam. Putera seorang ulama terkemuka, terkenal dengan Haji
Rasul dan medapat gelar doctor dari Al- Azhar ( 1955), membawa
pembaharuan dalam soal agama di Minangkabau , pendidikan formal SD
tetapi banyak belajar sendiri , terutama dalam bidang agama. Keahlian
dalam Islam diakui oleh Internasional sehingga mendapat gelar kehormatan
dari Al-Azhar tahun 1955 dan Universitas Kebangsaan Malaysia ( 1976).
Tahun 1924 beliau merantau di pulau Jawa, untuk belajar antara lain kepada
H.O.S. Tjokroaminoto dan aktif dalam organisasi Muhammadiyah. Karya
tulisnya adalah, Di Bawah Lindungan Kabah, Tenggelamnya Kapal van der
Wijck, Merantau ke Deli, Di Dalam Lembah Kehidupan.
10. H. Abul Karim Oei ( Oei Tjen Hien ), lahir di Padang Panjang, 1905,
mantan anggota parlemen RI dan mendirikan organisasi etnis Tionghoa Islam
dengan nama Persatuan Islam Tionghoa Indonesia/ PITI. Mantan komisaris
BCA dan akktif dalam pembauran / asimilasi Gagasannya, kesadaran harus
hidup keluar dari lingkungan etnisnya.
Sumber:
https://tonijulianto.wordpress.com/tag/latar-belakang-kelahiranmuhammadiyah/