Anda di halaman 1dari 25

DIARE AKUT

A. Definisi
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak
atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3x dalam 24 jam.
Sementara

untuk

bayi

atau

anak-anak,

diare

didefinisikan

sebagai

pengeluaran tinja >10g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja


noemal bayi sebesar 5-10 g/kg/24 jam (Juffrie, 2010).
Menurut Simadibrata (2006) diare adalah buang air besar (defekasi) dengan
tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja
lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gr atau 200ml/24 jam. Sedangkan
menurut Boyle (2000), diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang
hebat. Pada bayi volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare.pada 3
tahun yang volume tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume 200
g/kg/4 jam juga disebut diare. Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan
indikator untuk volume tinja.
Diare didefinisikan sebagai pengeluaran feses yang lunak dan cair. Urgensi
adalah sensasi ingin defekasi yang tidak dapat ditunda. Ini dapat
mengindikasikan adanya iritabilitas rectum tetapi dapat pula terjadi ketika
volume feses yang cair telalu banyak, sehingga menyebabkan rectum terlalu
penuh sebagai tempat penimbunan. Frekuensi hanya menggambarkan
jumlah feses yang dikeluarkan dan dapat atau tidak berbuhungan dengan
urgensi atau diare (Grace dan Borley, 2006).
B. Etiologi
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar yaitu
infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus atau infestasi parasit), malabsorpsi, alergi,
keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainnya. Penyebab yang sering
ditemukan di lapangan ataupun secara klinis adalah diare yang disebabkan
infeksi dan keracunan (Depkes RI, 2011).
a. Infeksi
Diare akut karena infeksi disebabkan oleh masuknya mikroorganisme
atau toksin melalui mulut. Kuman tersebut dapat melalui air, makanan
atau minuman yang terkontaminasi kotoran manusia atau hewan,
kontaminasi tersebut dapat melalui jari/tangan penderita yang telah
terkontaminasi (Suzanna, 1993).

Tabel kuman penyebab diare akut

Diare karena virus ini biasanya tak berlangsung lama, hanya beberapa
hari (3- 4 hari) dapat sembuh tanpa pengobatan (selft limiting disease).
Penderita akan sembuh kembali setelah enetrosit usus yang rusak diganti
oleh enterosit yang baru dan normal serta sudah matang, sehingga dapat
menyerap dan mencerna cairan serta makanan dengan baik (Mansons,
1996).
Bakteri penyebab diare dapat dibagi dalam dua golongan besar, ialah
bakteri non invasif dan bakteri invasif. Termasuk dalam golongan bakteri
noninfasif adalah: Vibrio cholerae, E.colli, sedangkan golongan bakteri
invasif adalah Salmonella sp (Vila J et al., 2000). Diare karena bakteri
invasif dan noninvasif terjadi melalui salah satu mekanisme yang
berhubungan dengan pengaturan transport ion dalam sel-sel usus berikut
ini: cAMP (cyclic Adenosin Monophosphate), cGMP (cyclic Guanosin
Monophosphate), Ca-dependet dan pengaturan ulang sitoskeleton
(Mandal et al., 2004).
b. Imunodefisiensi
Dinding usus mempunyai mekanisme pertahanan yang baik. Bila terjadi
difisiensi Ig A dapat terjadi bakteri tumbuh lama. Demikian pula defisiensi
CMI cell mediated immunity dapat menyebabkan tubuh tidak mampu

menangkal infeksi dan invasi parasit dalam usus. Hal ini mengakibatkan
bakteri, virus, parasit, dan jamur yang masuk dalam usus akan
berkembang dengan baik sehingga bakteri tumbuh dan akibat lebih lanjut
diare kronik dan malabsorsi makanan (Suharyono, 2008).
c. Malabsorpsi
makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga
timbul diare (Suharyono, 2008).
d. Alergi
Aktivasi media-media infamator dapat merusak mukosa pada intestinal
sehingga mengganggu absorbsi nutrisi.
e. Keracunan
f. Sebab-sebab lain
Penyebab lainnya seperti faktor psikologis bisa terjadi karena Stress,
cemas, ketakutan dan gugup (Suharyono, 2008).
C. Epidemiologi
Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga Departemen Kesehatan RI tahun
1996, 12% penyebab kematian adalah diare. Disebutkan akibat diare, dari
1000 bayi, 70 bayi meninggal sebelum merayakan hari ulang tahunnya yang
pertama. Ditemukan pula bahwa dari 7 bayi yang dikubur, 1 diantaranya
meninggal karena diare. Statistic menunjukkan bahwa setiap tahun diare
menyerang 50 juta penduduk Indonesia dan 2/3nya adalah balita dengan
korban sekitar 600.000 jiwa (Widjaja, 2008).
Menurut Riskesdas (2007) prevalensi tertinggi diare terdapat pada anak
balita sebesar 16,7%. Berdasarkan pola penyebab kematian semua umur,
diare

merupakan

penyebab

kematian

peringkat

ke-13.

Sedangkan

berdasarkan penyakit menular, diare merupakan penyebab kematian


peringkat ke-3 setelah TB dan pneumonia. Selain itu, didapatkan bahwa
penyebab kematian bayi (usia 29 hari-11 bulan) yang terbanyak adalah diare
(31,4%) dan pneumonia (23,8%). Demikian pula penyebab kematian anak
balita (12-59 bulan) yang terbanyak adalah diare (25,2%) dan pneumonia
(15,5%). Menurut SKDI (2007), prevalensi tertinggi diare adalah pada anak
umur 12-23 bulan, diikuti umur 6-11 bulan dan umur 23-45 bulan. Dengan
demikian, diare banyak diderita oleh kelompok umur 6-35 bulan karena anak
mulai aktif bermain dan berisiko terkena infeksi.

E. Manifestasi Klinis
1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat,
nafsu makan berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang
disertai wial dan wiata.

3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.


4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi
lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan
disertai penurunan berat badan.
Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi
berdasarkan:
a. Kehilangan berat badan
1) Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%.
2) Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%.
3) Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%
b. Skor Mavrice King
Bagian tubuh
Yang diperiksa
Keadaan umum

Nilai untuk gejala yang ditemukan


1
2

Sehat

Gelisah, cengeng

Mengigau, koma,

Apatis, ngantuk

atau syok

Kekenyalan kulit

Normal

Sedikit kurang

Sangat kurang

Mata

Normal

Sedikit cekung

Sangat cekung

Ubun-ubun besar

Normal

Sedikit cekung

Sangat cekung

Mulut

Normal

Kering

Kering & sianosis

Sedang (120-

Lemas >40

Denyut nadi/mata

Kuat <120

140)
Keterangan
-

Jika mendapat nilai 0-2 dehidrasi ringan

Jika mendapat nilai 3-6 dehidrasi sedang

Jika mendapat nilai 7-12 dehidrasi berat

Gejala klinis
Gejala klinis

Ringan

Gejala klinis
Sedang

Berat

Baik (CM)

Gelisah

Apatis-koma

Keadaan umum
Kesadaran
Sirkulasi

Nadi

N (120)

Cepat

Cepat sekali

Biasa

Agak cepat

Kusz maull

Ubun-ubun

Agak cekung

Cekung

Cekung sekali

Mata

Agak cekung

Cekung

Cekung sekali

Normal

Oliguri

Anuri

Respirasi
Pernapasan
Kulit

Urin
Kebutuhan Cairan Anak

Tubuh dalam keadaan normal terdiri dari 60 % air dan 40 % zat padat
seperti protein, lemak dan mineral. Pada

anak

pemasukan dan

pengeluaran harus seimbang, bila terganggu

harus dilakukan koreksi

mungkin dengan cairan parentral, secara matematis keseimbangan


cairan pada anak dapat di gambarkan sebagai berikut :
Kebutuhan
Umur

Berat Badan

Total/24 jam

Cairan/Kg BB/24
jam

3 hari

3.0

250-300

80-100

10 hari

3.2

400-500

125-150

3 bulan

5.4

750-850

140-160

6bulan

7.3

950-1100

130-155

9 bulan

8.6

1100-1250

125-165

1 tahun

9.5

1150-1300

120-135

2 tahun

11.8

1350-1500

115-125

4 tahun

16.2

1600-1800

100-1100

6 tahun

20.0

1800-2000

90-100

10 tahun

28.7

2000-2500

70-85

14 tahun

45.0

2000-2700

50-60

18 tahun

54.0

2200-2700

40-50

Whaley and Wong (1997), Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil 1998),
Suharyono, Aswitha, Halimun (1998) dan Bagian Ilmu Kesehatan anak FK UI
(1988), menyatakan

bahwa jumlah cairan yang hilang menurut derajat

dehidrasi pada anak di bawah 2 tahun adalah sebagai berikut :


Derajat Dehidrasi

PWL

NWL

CWL

Jumlah

Ringan

50

100

25

175

Sedang

75

100

25

200

Berat

125

100

25

250

Keterangan :
PWL : Previous Water loss (ml/kg BB)
NWL : Normal Water losses (ml/kg BB)
CWL : Concomitant Water losses (ml/kg BB)
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun,
denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis,
samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik.
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan
cepat dan dalam. (Kusmaul).

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Anamnesis
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung
penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15
hari. Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air,
dan sering

berhubungan dengan malabsorpsi dan dehidrasi sering

didapatkan. Diare karena kelainan kolon seringkali berhubungan dengan tinja


berjumlah kecil tetapi sering, bercampur darah dan ada sensasi ingin ke
belakang. Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas,

yaitu mual, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja yang sering,
malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik. Secara
umum, pathogen usus halus tidak invasif, dan patogen ileokolon lebih
mengarah ke invasif. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya
makanan mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin yang
dihasilkan (Simadibrata, 2006).
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit
abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung atau
tidak, mata: cowong atau tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa
mulut dan lidah kering atau basah (Juffrie, 2010).
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising
usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan
ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat
dehidrasi yang terjadi (Juffrie, 2010).
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara:
obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelumdan selama
diare. Subyektif dengan menggunakan criteria WHO, Skor Maurice King, dan
lain-lain (Juffrie, 2010).
3. Laboratorium Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya
tidak diperlukan, Hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya
penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare
akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat (Juffrie, 2010).
Pemeriksaan tinja baik makroskopik maupun mikroskopik dapat dilakukan
untuk menentukan diagnosa yang pasti. Secara makroskopik harus
diperhatikan bentuk, warna tinja, ada tidaknya darah, lender, pus, lemak, dan
lain-lain.
Pemeriksaan mikroskopik melihat ada tidaknya leukosit, eritrosit, telur
cacing, parasit, bakteri, dan lain-lain (Hadi, 2002)
Pemeriksaan Laboratorium yang dapat dilakukan pada diare kronik adalah
sebagai berikut :
a. Lekosit Feses (Stool Leukocytes) : Merupakan pemeriksaan awal
terhadap diare kronik. Lekosit dalan feses menunjukkan adanya inflamasi
intestinal. Kultur Bacteri dan pemeriksaan parasit diindikasikan untuk
menentukan

adanya

infeksi.

Jika

pasien

dalam

keadaan

immunocompromisedd, penting sekali kultur organisme yang tidak biasa


seperti Kriptokokus,Isospora dan M.Avium Intracellulare. Pada pasien
yang sudah mendapat antibiotik, toksin C difficle harus diperiksa.
b. Volume Feses : Jika cairan diare tidak terdapat lekosit atau eritrosit,
infeksi enteric atau imfalasi sedikit kemungkinannya sebagai penyebab
diare. Feses 24 jam harus dikumpulkan untuk mengukur output harian.
Sekali diare harus dicatat (>250 ml/day), kemudian perlu juga ditentukan
apakah terjadi steatore atau diare tanpa malabsorbsi lemak.
c. Mengukur Berat dan Kuantitatif fecal fat pada feses 24 jam : Jika berat
feses >300/g24jam mengkonfirmasikan adanya diare. Berat lebih dari
1000-1500 gr mengesankan proses sektori. Jika fecal fat lebih dari
10g/24h menunjukkan proses malabsorbstif.
d. Lemak Feses : Sekresi lemak feses harian < 6g/hari. Untuk menetapkan
suatu steatore, lemak feses kualitatif dapat menolong yaitu >100 bercak
merak orange per lapang pandang dari sample noda sudan adalah
positif. False negatif dapat terjadi jika pasien diet rendah lemak. Test
standard untuk mengumpulkan feses selama 72 jam biasanya dilakukan
pada tahap akhir. Eksresi yang banyak dari lemak dapat disebabkan
malabsorbsi mukosa intestinal sekunder atau insufisiensi pancreas.
e. Osmolalitas Feses : Dipeerlukan dalam evaluasi untuk menentukan diare
osmotic atau diare sekretori. Elekrolit feses Na,K dan Osmolalitas harus
diperiksa. Osmolalitas feses normal adalah 290 mosm. Osmotic gap
feses adalah 290 mosm dikurangi 2 kali konsentrasi elektrolit faeces
(Na&K) dimana nilai normalnya <50 mosm. Anion organic yang tidak
dapat diukur, metabolit karbohidrat primer (asetat,propionat dan butirat)
yang bernilai untuk anion gap, terjadi dari degradasi bakteri terhadap
f.

karbohidrat di kolon kedalam asam lemak


rantai pendek. Selanjutnya bakteri fecal mendegradasi yang terkumpul
dalam suatu tempat. Jika feses bertahan beberapa jam sebelum
osmolalitas diperiksa, osmotic gap seperti tinggi. Diare dengan normal
atau osmotic gap yang rendah biasanya menunjukkan diare sekretori.

Sebalinya osmotic gap tinggi menunjukkan suatu diare osmotic.


g. Pemeriksaan parasit atau telur pada feses : Untuk menunjukkan adanya
Giardia E Histolitika pada pemeriksaan rutin. Cristosporidium dan
cyclospora yang dideteksi dengan modifikasi noda asam.
h. Pemeriksaan darah : Pada diare inflamasi ditemukan lekositosis, LED
yang meningkat dan hipoproteinemia. Albumin dan globulin rendah akan
mengesankansuatu protein losing enteropathy akibat inflamasi intestinal.

Skrining

awal

CBC,protrombin

time,

kalsium

dan

karotin

akan

menunjukkan abnormalitas absorbsi. Fe,VitB12, asam folat dan vitamin


yang larut dalam lemak (ADK). Pemeriksaan darah tepi menjadi penunjuk
defak absorbsi lemak pada stadium luminal, apakah pada mukosa, atau
hasil dari obstruksi limfatik postmukosa. Protombin time,karotin dan
kolesterol mungkin turun tetapi Fe,folat dan albumin mengkin sekali
rendaah jika penyakit adalah mukosa primer dan normal jika malabsorbsi
i.

akibat penyakit mukosa atau obstruksi limfatik.


Tes Laboratorium lainnya : Pada pasien yang diduga sekretori maka
dapat diperiksa seperti serum VIP (VIPoma), gastrin (Zollinger-Ellison
Syndrome), calcitonin (medullary thyroid carcinoma), cortisol (Addisons

j.

disease), anda urinary 5-HIAA (carcinoid syndrome).


Diare Factitia : Phenolptalein laxatives dapat dideteksi dengan alkalinisasi
feses dengan NaOH yang kan berubah warna menjadi merah. Skrining
laksatif feses terhadap penyebab lain dapat dilakukan pemeriksaan
analisa feses lainnya. Diantaranya Mg,SO4 dan PO4dapat mendeteksi

katartik osmotic seperti MgSO4, mgcitrat Na2SO4 dan Na2PO4


k. Biopsi Usus Halus diindikasikan pada
(a)

pasien dengan diare yang tidak dapat dijelaskan atau steatore,

(b)

anemia defisiensi Fe yang tidak dapat dijelaskan yang mungkin


menggambarkan absorbsi Fe yang buruk pada celiac spure dan

(c)

Osteoporosis idiopatik yang menggambarkan defisiensi terisolasi


terhadap absorbsi kalsium.

l.

Enteroskopi Usus Halus Memerlukan keterampilan khusus yang dapat

membantu menidentifikasi lesi pada usus halus.


m. Protosigmoidoskopi dengan Biopsi Mukosa : Pemeriksaan ini dapat
membantu

dalam

mikroskopik,melanosis
anthraguinone laksatif.
n. Rangkaian Pemeriksaan

mendeteksi
coli

dan

Usus

IBD
indikasi

Halus

termasuk

colitus

penggunaan

kronis

Pemeriksaan

yang

optimal

diperlukan bagi klinisi untuk mengetahui segala sesuatu ayng terjadi di


abdomen. Radiologis dapat melakukan flouroskopi dalam memeriksa
keseluruhan bagian usus halus atau enteroclysis yang dapat menjelaskan
dalam 6 jam pemeriksaan dengan interval 30 menit. Tube dimasukkan ke
usus halus melewati ligamentum treitz, kemudian diijeksikan suspensi

barium melalui tube dan sesudah itu 1-2 liter 0,5% metil selulosa
diinjeksikan.
o. Imaging Penyebab diare dapat secara tepat dan jelas melalui
pemeriksaan imaging jika diindikasikan. Klasifikasi pada radiografi plain
abdominal

dapat

mengkonfirmasi

pankreatitis

kronis.

Studi

Seri

Gastrointestinal aatas atau enterokolosis dapat membantu dalam


mengevaluasi Chrons disease, Limfoma atau sindroma carcinoid.
Kolososkopi dapat membantu mengevaluasi IBD. Endoskopi dengan
biopsy usus halus berguna dalam mendiagnosa dugaan malabsorbsi
akibat penyakit pada mukosa. Endoskopi dengan aspirasi duodenum dan
biopsy usus halus berguna pada pasien AIDS, Cryptosporidium,
Mccrosporida, Infeksi M Avium Intraseluler. CT Abdominal dapat
menolong dalam mendeteksi pankreatitis kronis atau endokrin pancreas.
(Kearney David et al.1996)
G. Pentalaksanaan
1. Medis
Dasar pengobatan diare adalah:
a. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah
pemberiannya.
1) Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan
peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO 3 dan
glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan
kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan
dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l.
Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan
tajin

disebut

formula

yang

tidak

lengkap

karena

banyak

mengandung NaCl dan sukrosa.


2) Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat,
dengan rincian sebagai berikut:
-

Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg

1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus


set berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus
1 ml=20 tetes).

7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt


(infusset berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set
infus 1 ml=20 tetes).

16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit

Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg

1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15


tts atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg

1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15


tts atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15


tts atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).

16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.

Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg

Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24


jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian

glukosa 5% + 1 bagian

NaHCO3 1 %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6
tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).

Untuk bayi berat badan lahir rendah


Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4
bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1 %).

b. Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan
berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:
-

Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan


lemak tak jenuh

Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)

Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan


misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak
yang berantai sedang atau tak jenuh.

c. Obat-obatan

Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan


cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.
d. Penatalaksanaan diare berdasarkan derajat dehirasi
a. Dehidrasi Ringan Sedang
Tahap rehidrasi
Mengganti defisit. Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat
dilakukan dengan pemberian oralit sesuai dengan defisit yang terjadi:
Dehidrasi ringan ( 5% ) : 50 ml/kg ( 4 6 jam pada bayi )
( 3% ) : 30 ml/kg ( 4 6 jam pada anak besar )
Dehidrasi sedang ( 5 10% ) : 50 100 ml /kg ( 4 6 jam pad bayi )
( 6% ) : 60 ml/kg ( 4 6 jam pada anak besar )
Tahap rumatan
Dalam tahap rumatan ini meliputi untuk memenuhi kebutuhan cairan
rumatan dan
kebutuhan

perubahan

cairan

rumatan

yang

disebabkan

oleh

kehilangan cairan yang sedang berjalan ( ongoing losses )


Kebutuhan Rumatan
Terdapat beberapa model untuk menghitung kebutuhan cairan
rumatan : berdasarkan
berat badan, luas permukaan, atau pengeluaran kalori yang seperti
kita ketahui bahwa 1 ml air diperlukan setiap 24 jam bagi setiap kalori
yang dikeluarkan dan bahwa kebutuhan metabolic menentukan
penggunaannya dari cadangan tubuh. Kalori yang dikonsumsi setiap
kesatuan berat badan, atau tingkat metabolik menurun dengan
bertambah besarnya dan usia anak.
Tabel kebutuhan rumatan kalori dan air per BB

Untuk mengganti kehilangan cairan yang sedang berjalan ( ongoing


losses ) karena

diare : 10 ml/kg bb (untuk diare infantile) dan 25 ml/kg bb (untuk


kholera) untuk setiap diare cair yang terjadi disamping pemberian
makanan dan minuman sebagaimana biasanya sebelum diare.
Oralit merupakan cairan elektrolitglukosa yang sangat esensial
dalam pencegahan dan rehidrasi penderita dengan dehidrasi ringan
sedang.
Rehidrasi dapat dilakukan dengan cara:
1. Upaya rehidrasi oral

2. Terapi cairan standar (iso-hiponatremi)

Untuk neonatus ( < 3 bulan ):


30 ml/kg/2jam ( D10% NaCL 0,18% )
70ml/kg/6jam ( D10% NaCL 0,18% )
Untuk diare dengan penyakit penyerta:
30 ml/kg/2jam
70ml/kg/6jam
Untuk dehidrasi hipernatremi ( Kadar Na > 150 mEq/l )
Defisit (70ml ) + rumatan ( 100ml ) + 2 hari ongoing losses :
+ 320 ml/kg dalam waktu 48 jam

b. Dehidrasi Berat
Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk
bayi dan anak
dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh ( somnolenkoma,

pernafasan

Kussmaul,

gangguan

dinamik

sirkulasi

memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral.


Terapi rehidrasi parenteral memerlukan 3 tahap :
1. Terapi awal.
Bertujuan untuk memperbaiki dinamik sirkulasi dan fungsi ginjal
dengan cara re-ekspansi dengan cepat volume cairan ekstraseluler.
Idealnya adalah bahwa seluruh cairan yang diberikan hendaknya
tetap berada didalam ruang vaskuler. Untuk itu larutan elektrolit
dengan kadar Na yang sama dengan darah lebih dianjurkan. Perlu
penambahan glukosa dalam cairan, karena penderita yang sakit peka
untuk terjadinya hipoglikemi dan penambahan basa untuk koreksi
asidosis.
2. Terapi lanjutan.
Segera setelah sirkulasi dapat dipulihkan kembali, terapi cairan
berikutnya untuk mengkoreksi secara menyeluruh sisa defisit air dan
Na serta mengganti kehilangan abnormal dari cairan yang sedang
berjalan ( ongoing losses ) serta kehilangan obligatorik (kebutuhan
rumatan). Walaupun pemberian K sudah dapat dimulai, namun hal ini
tidak esensial, dan biasanya tidak diberikan sebelum 24 jam.
Perkecualian dalam hal ini adalah bila didapatkan hipokalemia yang
berat dan nyata. Pada saat tercapainya tahap ini, kadang perlu
diketahui

nilai

elektrolit

serum

sehingga

terapi

cairan

dapat

dimodifikasi sesuai dengan kadar Na yang ada (isonatremi,


hiponatremi atau hipernatremi).
Dehidrasi Isonatremi ( Na 130 149 mEq/l )
Pada gangguan elektrolit ini tidak saja terdapat kehilangan eksternal
Na dari cairan ekstraseluler tetapi juga Na dari cairan ekstraseluler
yang masuk kedalam cairan intraseluler sebagai kompensasi dari
kehilangan K intraseluler. Dengan demikian pemberian Na dalam
jumlah yang sama dengan kehilangannya Na dari cairan ekstraseluler

akan berlebihan dan akan menghasilkan kenaikan dari Na tubuh total


dari penderita; Na intraseluler yang berlebihan kelak akan kembali ke
dalam cairan ekstraseluler apabila diberikan K, dengan akibat
terjadinya ekspansi ke ruang ekstraseluler. Untuk menghindari hal ini,
hanya 2/3 dari perkiraan hilangnya Na dan air dari cairan ekstraseluler
yang perlu diganti pada 24 jam pertama pemberian cairan.
Pada tahap ini disamping mengganti defisit, keseluruhan cairan dan
elektrolit yang diberikan perlu mencakup pula penggantian kehilangan
cairan yang normal (ongoing normal losses) maupun yang abnormal
(ongoing abnormal losses) yang terjadi melalui diare ataupun muntah.
Sesudah tahap penggantian defisit (sesudah 3-24 jam) tahap
berikutnya adalah tahap rumatan yang bertujuan untuk mengganti
sisa kehilangan cairan dan elektrolit secara menyeluruh dan
dimulainya pemberian K.
Kebutuhan Na dan air pada tahap ini dapat diperkirakan dengan
menambah 25% pada kebutuhan rumatan normal yang diperkirakan
dan dengan menambah kebutuhan bagi kehilangan abnormal yang
sedang berjalan (ongoing abnormal losses). Kehilangan K mungkin
sama dengan kehilangan Na namun hampir keseluruhan K yang
hilang adalah berasal dari cairan ekstraseluler dan harus diganti
dengan memberikannya ke dalam ruang ekstraseluler. Apabila K
diberikan dengan kecepatan sebanding dengan pemberian Na, maka
dapat dipastikan bahwa akan terjadi hiperkalemi. Dengan demikian
biasanya penggantian K dilakukan dalam waktu 3 - 4 hari. K juga
jangan diberikan apabila terdapat kenaikan K serum atau sampai
ginjal berfungsi dengan baik, dalam keadaan asidosis berat
pemberian K harus berhati-hati. Kecuali pada keadaan yang
hipokalemia berat, kadar K yang diberikan hendaknya tidak melebihi
40 m Eq/L dan kecepatan pemberiannya tidak melebihi 3 m Eq/kg/24
jam14.
Dehidrasi Hiponatremi ( Na < 130mEq/l )
Keadaan ini timbul karena hilangnya Na yang relatif lebih besar dari
pada air. Kehilangan (defisit) Na ekstraseluler dapat dihitung dengan
formula berikut :

Karena pasien mengalami dehidrasi, keseluruhan cairan tubuh yang


diperkirakan adalah 50 - 55% dari berat badan waktu masuk dan
bukan 60% seperti nilai biasanya. Walaupun Na pada prinsipnya
merupakan kation ekstraseluler, cairan tubuh keseluruhan (total)
adalah

yang

dipakai

untuk

menghitung

defisit

Na.

Hal

ini

memungkinkan bagi penggantian Na yang hilang dari cairan


ekstraseluler, untuk Defisit Na (mEq) = (nilai Na normal - nilai Na yang
diperiksa)

total

cairan

tubuh

(dalam

L).

ekspansi

cairan

ekstraseluler yang terjadi pada saat penggantian dan untuk


mengganti hilangnya Na dari tempat penimbunan pertukaran Na
seperti pada tulang.
Terapi dehidrasi hiponatremi adalah sama seperti pada dehidrasi
isonatremi, kecuali pada kehilangan natrium yang berlebihan
pemberian Na perlu diperhitungkan adanya kehilangan ekstra dari ion
tsb. Pemberian jumlah ekstra dari Na yang diperlukan untuk
mengganti kehilangan ekstra dapat dibagi rata dalam beberapa hari
sehingga koreksi bertahap dari hiponatremi dapat tercapai pada saat
volume telah bertambah. Kadar Na seyogyanya tidak dinaikkan
secara mendadak dengan pemberian larutan garam hipertonis kecuali
bila terlihat gejala keracunan air seperti kejang. Gejala jarang timbul
kecuali bila serum Na berkurang dibawah 120 m Eq/L dan hal ini
biasanya cepat dikontrol dengan pemberian larutan Nacl 3% pada
kecepatan 1 ml/menit sampai maksimum 12 ml/kg berat badan.
Larutan hipotonis perlu dihindarkan terutama pada tahap awal
pemberian cairan karena adanya resiko terjadinya hiponatremi
simptomatik.
Dehidrasi hipertonis ( Na > 150 mEq/l )
Hiperosmolalitas yang berat dapat mengakibatkan kerusakan otak,
dengan perdarahan yang tersebar luas dan trombosis atau efusi
subdural. Kerusakan serebral ini dapat mengakibatkan kerusakan
syaraf yang menetap. Bahkan tanpa kerusakan tersebut yang nyata,
sering pula timbul kejang pada pasien dengan hipernatremi.
Diagnosis dari kerusakan serebral sekunder karena hipernatremi di

topang dengan ditemukan kenaikan kadar protein dalam cairan


serebrospinal.
Kejang sering pula timbul pada saat pemberian cairan karena
kembalinya Na serum menjadi normal. Hal ini dapat terjadi oleh
kenaikan jumlah Na dalam sel otak pada saat terjadinya dehidrasi,
yang

dalam

gilirannya

akan

menimbulkan

perpindahan

yang

berlebihan dari air ke dalam sel otak pada saat rehidrasi sebelum
kelebihan Na sempat dikeluarkan, kejadian ini dapat dihindari dengan
melakukan koreksi hipernatremi secara pelan dalam waktu beberapa
hari. Itulah sebabnya terapi cairan perlu disesuaikan agar Na serum
kembali normal tidak melebihi 10 m Eq/24 jam.
Defisit Na pada dehidrasi hipernatremi adalah relatif kecil dan volume
cairan ekstraseluler relatif masih tetap tak berubah sehingga jumlah
air dan Na yang diberikan pada tahap ini perlu dikurangi bila
dibandingkan pada dehidrasi hipo-isonatremi. Jumlah yang sesuai
adalah pemberian 60 - 75 ml/kg/24 jam dari larutan 5% dektrosa yang
mengandung kombinasi bikarbonat dan khlorida.
Jumlah dari cairan dan Na rumatan perlu dikurangi dengan sekitar
25%

pada

tahap

ini

karena

mempunyai

ADH

(antidiuretic

penderita

dengan

hormone)

yang

hipernatremi
tinggi

yang

menimbulkan berkurangnya volume urin.


Penggantian dan kehilangan abnormal yang sedang berjalan (ongoing
abnormal losses) tidak memerlukan modifikasi. Apabila timbul kejang,
dapat diberikan Nacl 3% 3 - 5 ml/kg intravena atau manitol hipertonik.
Pada pengobatan dehidrasi hipertonis dengan memberikan sejumlah
besar air, dengan atau tanpa garam, sering menimbulkan ekspansi
volume cairan ekstraseluler sebelum terjadi ekskresi Cl yang nyata
atau koreksi dari asidosis. Sebagai akibatnya dapat terjadi sembab
dan gagal jantung yang memerlukan digitalisasi.
Hipokalsemia kadang terlihat pula selama pengobatan dehidrasi
hipernatremi, hal ini dapat dicegah dengan memberikan jumlah yang
cukup kalium. Tetapi sekali timbul diperlukan pemberian kalsium (0,5
ml/kg kalsium glukonat 10%) intravena. Komplikasi lain adalah
terjadinya kerusakan tubulus ginjal dengan gejala azotemia dan
berkurangnya kemampuan konsentrasi ginjal, sehingga memerlukan

modifikasi

cara

pemberian

terapi

cairan.

Walaupun dehidrasi

hipernatremi dapat secara berhasil ditangani, pengelolaannya tetap


sulit dan sering terjadi kejang, meskipun cara pemberian terapi yang
terencana dengan baik.
3. Terapi akhir (pencegahan dan terapi defisiensi nutrisi)
Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi
kebutuhan penderita akan kalori , namun hal ini tidaklah menjadi
masalah besar karena hanya menyangkut waktu yang pendek.
Apabila penderita telah kembali diberikan diet sebagaimana biasanya,
segala kekurangan tubuh akan lemak, protein akan segera dapat
dipenuhi. Itulah sebabnya mengapa pada pemberian terapi cairan
diusahakan agar penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan
makanan/minuman sebagai mana biasanya bahkan pada dehidrasi
ringan sedang yang tidak memerlukan terapi cairan parenteral makan
dan minum tetap dapat dilanjutkan (continued feeding).
Mengobati Kausa Diare
Sebagian besar kasus diare tidak memerlukan pengobatan dengan
antibiotika oleh karena pada umumnya sembuh sendiri (self limiting).
Antibiotika hanya diperlukan pada sebagian kecil penderita diare
misalnya kholera, shigella, karena penyebab terbesar dari diare pada
anak adalah virus (Rotavirus). Kecuali pada bayi berusia di bawah 2
bulan karena potensi terjadinya sepsis oleh karena bakteri mudah
mengadakan translokasi kedalam sirkulasi, atau pada anak/bayi yang
menunjukkan secara klinis gejala yang berat serta berulang atau yang
menunjukkan gejala diare dengan darah dan lendir yang jelas atau
gejala sepsis.
Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain:
Kolera : Tetrasiklin 50mg/kg/hari dibagi 4 dosis ( 2 hari )
Furasolidon 5mg/kg/hari dibagi 4 dosis ( 3 hari )
Shigella : Trimetoprim 5-10mg/kg/hari
Sulfametoksasol 25-50mg/kg/hari
Dibagi 2 dosis ( 5 hari )
Asam Nalidiksat : 55mg/kg/hari dibagi 4 ( 5 hari )
Amoebiasis : Metronidasol 30mg/kg/hari dibagi 4 dosis ( 5-10 hari)

Untuk kasus berat : Dehidro emetin hidrokhlorida 1-1,5


mg/kg ( maks 90mg ) ( im ) s/d 5 hari tergantung reaksi (
untuk semua umur )
Giardiasis : Metronidasol 15mg/kg/hari dibagi 4 dosis ( 5 hari )
Antisekretorik Antidiare.
Salazar-Lindo E dkk dari Department of Pediatrics, Hospital National
Cayetano Heredia, Lima, Peru, melaporkan bahwa pemakaian
Racecadotril (acetorphan) yang merupakan enkephalinase inhibitor
dengan efek anti sekretorik serta anti diare ternyata cukup efektif dan
aman bila diberikan pada anak dengan diare akut oleh karena tidak
mengganggu motilitas usus sehingga penderita tidak kembung. Bila
diberikan bersamaan dengan cairan rehidrasi akan memberikan hasil
yang lebih baik bila dibandingkan dengan hanya memberikan cairan
rehidrasi

saja.

Pemberian

obat

loperamide

sebagai

antisekresiantidiare walaupun cukup efektif tetapi sering kali disertai


komplikasi kembung dengan segala akibatnya.
Probiotik.
Probiotik (Lactic acid bacteria) merupakan bakteri hidup yang
mempunyai efek yang menguntungkan pada host dengan cara
meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik di dalam lumen saluran
cerna sehingga seluruh epitel mukosa usus telah diduduki oleh bakteri
probiotik melalui reseptor dalam sel epitel usus, sehingga tidak
terdapat tempat lagi untuk bakteri patogen untuk melekatkan diri pada
sel epitel usus sehingga kolonisasi bakteri patogen tidak terjadi.
Dengan mencermati fenomena tersebut bakteri probiotik dapat
dipakai sebagai cara untuk pencegahan dan pengobatan diare baik
yang disebabkan oleh Rotavirus maupun mikroorganisme lain,
pseudomembran colitis maupun diare yang disebabkan oleh karena
pemakaian

antibiotika

yang

tidak

rasional

rasional

(antibiotic

associated diarrhea).
Mikroekologi mikrobiota yang rusak oleh karena pemakaian antibotika
dapat dinormalisir kembali dengan pemberian bakteri probiotik.
Mekanisme kerja bakteri probiotik dalam meregulasi kekacauan atau

gangguan keseimbangan mikrobiota komensal melalui 2 model kerja


rekolonisasi bakteri probiotik dan peningkatan respon imun dari
sistem imun mukosa untuk menjamin terutama sistem imun humoral
lokal mukosa yang adekuat yang dapat menetralisasi bakteri patogen
yang berada dalam lumen usus yang fungsi ini dilakukan oleh
secretory IgA (SIgA).
e. Penatalaksanaan diare akut di rumah
1. Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk
mencegah dehidrasi. Gunakan cairan rumah tangga yang
dianjurkan seperti oralit, makanan cair dan atau air matang. Jika
anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum makan makanan
padat lebih baik diberikan oralit dan air matang daripada makanan
cair. Berikan larutan ini sebanyak anak mau dan teruskan hingga
diare berhenti.
2. Ajarkan orang tua tentang pemberian suplementasi Zinc. Dosis
Zinc diberikan sesuai aturan: anak di bawah usia 6 bulan diberikan
10 mg, anak usia di atas 6 bulan diberikan 20 mg. Zinc diberikan
selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari
diare.
3. Anjurkan orangtua tetap memberikan nutrisi untuk mkurang gizi.
ASI tetap diberikan selama terjadinya diare pada diare akut cair
maupun berdarah dan frekuensi pemberian lebih sering dari
biasanya. Bila anak sudah mendapatkan makanan tambahan
sebaiknya makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan
menu yang sama pada saat anak sehat.
4. Nasihat orangtua atau pengasuh harus membawa anak ke
petugas kesehatan bila:
-

Muntah terus menerus sehingga diperkirakan pemberian oralit tidak


bermanfaat

Mencret yang hebat dan terus-menerus sehingga diperkirakan pemberian


oralit kurang berhasil

Terdapat tanda-tanda dehidrasi (seperti mata tampak cekung, ubun-ubun


cekung pada bayi, bibir dan lidah kering, tidak tampak air mata meskipun
menangis, turgor berkurang yaitu bila kulit perut dicubit tetap berkerut,
nadi melemah sampai tidak teraba, tangan dan kaki teraba dingin,

kencing berkurang, rasa haus yang nyata sampai kejang atau kesadaran
menurun (Wulandari, 2012).
H. Asuhan Keperawatan
Masalah klien diare yang perlu diperhatikan ialah resiko terjadinya
gangguan sirkulasi darah, kebutuhan nutrisi, resiko komplikasi, gangguan
rasa aman dan nyaman, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai
proses penyakit.
Mengingat diare sebagian besar menular, maka perlu dilakukan
penataan lingkungan sehingga tidak terjadi penularan pada klien lain.
a. Data fokus
1) Hidrasi
-

Turgor kulit

Membran mukosa

Asupan dan haluaran

2) Abdomen
-

Nyeri

Kekauan

Bising usus

Muntah-jumlah, frekuensi dan karakteristik

Feses-jumlah, frekuensi, dan karakteristik

Kram

Tenesmus

b. Diagnosa keperawatan
-

Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan


ketidakseimbangan antara intake dan out put.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kontaminasi usus


dengan mikroorganisme.

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi yang


disebabkan oleh peningkatan frekuensi BAB.

Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, tidak


mengenal lingkungan, prosedur yang dilaksanakan.

Kecemasan keluarga berhubungan dengan krisis situasi atau


kurangnya pengetahuan.

c. Intervensi

1) Tingkatkan dan pantau keseimbangan cairan dan elektrolit


-

Pantau cairan IV

Kaji asupan dan keluaran

Kaji status hidrasi

Pantau berat badan harian

Pantau kemampuan anak untuk rehidrasi

Melalui mulut

2) Cegah iritabilitas saluran gastro intestinal lebih lanjut


-

Kaji kemampuan anak untuk mengkonsumsi melalui mulut


(misalnya: pertama diberi cairan rehidrasi oral, kemudian
meningkat ke makanan biasa yang mudah dicerna seperti:
pisang, nasi, roti atau asi.

Hindari memberikan susu produk.

Konsultasikan dengan ahli gizi tentang pemilihan makanan.

3) Cegah iritasi dan kerusakan kulit


-

Ganti popok dengan sering, kaji kondisi kulit setiap saat.

Basuh perineum dengan sabun ringan dan air dan paparkan


terhadap udara.

Berikan salep pelumas pada rektum dan perineum (feses yang


bersifat asam akan mengiritasi kulit).

4) Ikuti tindakan pencegahan umum atau enterik untuk mencegah


penularan infeksi (merujuk pada kebijakan dan prosedur institusi).
5) Penuhi kebutuhan perkembangan anak selama hospitalisasi.
-

Sediakan mainan sesuai usia.

Masukan rutinitas di rumah selama hospitalisasi.

Dorong pengungkapan perasaan dengan cara-cara yang


sesuai usia.

6) Berikan dukungan emosional keluarga.


-

Dorong untuk mengekspresikan kekhawatirannya.

Rujuk layanan sosial bila perlu.

Beri kenyamanan fisik dan psikologis.

7) Rencana pemulangan.
-

Ajarkan orang tua dan anak tentang higiene personal dan


lingkungan.

Kuatkan informasi tentang diet.

Beri informasi tentang tanda-tanda dehidrasi pada orang tua.

Ajarkan orang tua tentang perjanjian pemeriksaan ulang.

DAFTAR PUSTAKA

Adyanastri, Festy. 2012. Etiologi dan Gambaran Klinis Diare Akut Di RSUP Fr.
Kariadi Semarang. Fakultas Kedokteran. Semarang: Universitas Diponegoro.
Arjatmo T. 2001. Keadaan Gawat yang mengancam jiwa. Jakarta: gaya baru
Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatik. Jakarta:
EGC.
Depkes RI. 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta.
Hadi,S.,2002.Gastroenterologi.Bandung: Penerbit Alumni.
Juffrie,M.,et al,2010.Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi jilid 1. Jakarta : Balai
Penerbit IDAI.
Kearney David et al. Chronic Diarrhea. Current Diagnosis & Treatment in
Gastroenterology, Prentice-Hall International,Inc,1996:14-17.
Kementrian Kesehatan RI. 2011. Situasi Diare Di Indonesia. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
Mandal B.k, EGL Wilkins, EM Dunbar. Dan R.T Mayon-White. 2004. Lecture
notes penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga.

McQuaid Kenneth. Chronic Diarrhea. In Lawrence M (Eds). Current Medical


Diagnosis & Treatment 37thEd. Prentice Hall International Inc, 1998 : 544
Sachasin Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatik. Alih bahasa : Manulang
R.F. Jakarta, EGC
Simadibrata,M.,Daldiyono. 2006. Diare Akut.In: Sudoyo, Aru W,et al, ed.Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi VI.Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,408-413.
Suharyono. 2008. Diare Akut, Klinik dan Laboratorik Cetakan Kedua. Jakarta:
Rineka Cipta.
Suzanna, Park and Ralph A. Giannela. 1993. Approach to the adult patient with
acute diarrhoea In: Gastroenerology Clinics of North America. XXII (3).
Philadelphia: WB Saunders.
Vila J, Vargas M, Ruiz J, Corachan M, De Anta MTJ, Gascon J: Quinolon. 2000.
Resisten in Enterotoxigenic E.colli causing Diarrhea in Travelers to India in
Comparison with other Geographycal Areas. Antimicrobial Agents and
Chemotherapy.
Widjaja, M.C. 2008. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta:
Kawan Pustaka.
Wulandari, Ade. 2012. Penanganan Diare Di Rumah Tangga Merupakan Upaya
Penekanan

Angka

Kesakitan

Diare

pada

Anak

http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/JHS/article/download/860/802,
pada tanggal 14 April 2016.

Balita,
diakses

Anda mungkin juga menyukai