Anda di halaman 1dari 26

TUKANG OJEK

Studi Tentang Perilaku Berlalulintas


di wilayah Perumnas Antang, Makassar

Skripsi Ini Diajukan untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar


Sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Hasanuddin
Oleh

SURYADI
E51105011
JURUSAN ANTROPOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012

ABSTRAK

Suryadi, E 511 050 11 dengan judul skripsi TUKANG OJEK,


Studi Tentang Perilaku Berlalu Lintas Di Wilayah Perumnas
Antang, Makassardengan pembimbing Dr. Muh. Basir Said,
MA dan Muh. Neil S.Sos, M.Si selaku konsultan I dan II.
Penelitian ini menggambarkan perilaku kehidupan sebagian kecil
masyarakat di Kelurahan Manggala Kecamatan Manggala
khususnya di Perumnas Antang yang tergabung dalam kelompok
tukang ojek.
Dalam
rangka
memperoleh
gambaran
tersebut,
penulis
menggunakan beberapa teknik dalam penelitian guna pengumpulan
data, yakni studi pustaka, observasi, wawancara, kuisioner yang di
tunjukan kepada responden atau informan, kemudian data yang di
peroleh dianalisis dengan deskriptif dengan menggunakan tabel
frekuensi.
Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat di wilayah
Perumnas Antang sangat beragam dalam aktivitas sehari-harinya
dan turut diwarnai oleh aktivitas Tukang Ojek yang terbagi dalam
dua kelompok atau pangkalan ojek, yakni Pangkalan Ojek Manggala
dan Pangkalan Ojek Ujung Bori/Blok VIII.
Ojek sebagi profesi dalam mencari kehidupan sehari-hari bagi
sebagian kecil masyarakat tersebut,dilakukan dengan disiplin yang
tinggi untuk menjaga kepercayaan masyarakat sebagai pengguna
profesi atau ojek tersebut. Namun demikian masih membutuhkan
perhatian yang lebih intensif dari instansi terkait.

Suryadi

DAFTAR ISI
Halaman Judul
Halaman Pengesahan Pembimbing
Halaman Penerimaan Tim Evaluasi
Kata Pengantar
Abstrak
Daftar Isi
Daftar Tabel
Daftar Lampiran
BAB I
PENDAHULUAN ...
A. Latar Belakang ..
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian .
1.
Tujuan Penelitian ....................................................
2.
Kegunaan Penelitian ...............................................
D. Kerangka Konseptual
1.
Sejarah Ojek............................................................
2.
Persepsi Tukang Ojek .............................................
3.
Perilaku Tukang Ojek .............................................
4.
Contoh-Contoh Kasus .............................................
E. Metode Penelitian ..
1.
Teknik Penentuan Lokasi .........................................
2.
Teknik Pengumpulan Data .......................................
a. Studi Pustaka ......................................................
b. Pengamatan (observasi) ......................................
c. Wawancara (Interview) ......................................
d. Teknik Pemilihan Informan .................................
F. Sistimatika Penulisan ..
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ....
A. Sistem Transportasi ................................................................
B. Faktor-Faktor yang Mempegaruhi Bentuk Alat
Transportasi .............................................................................
C. Sistem Pergerakan ...................................................................
D. Pengertian Perangkutan ...........................................................
E. Unsur-unsur Perangkutan ........................................................
F. Fungsi Perangkutan .................................................................
G. Mamfaat Perangkutan .............................................................
H. Aksesibilitas dan Mobilitas .....................................................
1. Aksesibilitas ................................................................
2. Mobilitas .....................................................................
I. Pengertian Ojek Sebagai Paratransit ....................................

i
ii
iii
iv
vi
vii
x
xi
1
1
6
7
7
7
8
8
10
12
13
17
18
18
18
18
19
19
20
21
21
23
28
29
29
30
30
31
31
32
33

a.
Penertian Paratransit ..................................................
33
b.
Pengertian Ojek ..........................................................
35
J. Biaya Operasional Kendaraan ...............................................
38
1. Biaya Internal ............................................................. 40
2. Biaya External ............................................................42
K. Pengaruh Perilaku Terhadap Kondisi Lalu Lintas ........... ....
42
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
44
A. Letak Geografis dan Keadaan Alam ....
44
B. Keadaan Penduduk/Demografi .....
47
1. Pemukiman Masyarakat ............................................. 47
2. Jumlah Penduduk ....................................................... 50
3. Agama ........................................................................ 50
4. Tingkat Pendidikan Penduduk ................................... 51
5. Aktivitas Keseharian Masyarakat .............................. 52
6. Aktivitas Sosial dan Ekonomi ................................... 53
7. Etnis ........................................................................... 55
BAB IV
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN .
57
A. Sejarah Singkat Tukang Ojek Di Perumnas Antang .............
57
B. Latar Belakang Kehidupan Tukang Ojek di Perumnas
Antang .... 58
1.
Latar Belakang Sosial Ekonomi ...............................
58
2.
Ojek Sebagai Pekerjaan Utama .................................
60
3.
Ojek Sebagai Alternatif Pekerjaan .............................
62
4.
Kelompok/Komunitas Tukang Ojek di Perumnas Antang 63
C. Pemahaman Berlalu Lintas ...................................................
65
1.
Pemahaman Tentang Kerawanan .............................
65
2.
Pemahaman Tentang Keselamatan Diri dan
Penumpang ....................................................... ......
68
a. Keadaan/Kondisi Kendaraan ............................. 68
b. Kepadatan Lalu Lintas ...................................... 69
c. Kondisi Jalan Yang Tidak Memadai ................... 70
3.
Pemahaman Tentang Peraturan Lalu Lintas ...............
71
D. Pandangan Masyarakat Tentang Ojek ....................................
71
1.
Pandangan Tentang Pelayanan ....................................
71
2.
Pandangan Tentang Pemahaman Berlalu lintas tukang
Ojek ............................................................................
73
E. Lokasi Tujuan Pengguna Jasa Ojek ........................................
74
BAB V
PENUTUP ... 75
A. Kesimpulan .. 75
B. Saran-Saran . 76
DAFTAR PUSTAKA .
77

LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah-masalah yang tumbuh dan berkembang di kawasan perkotaan
merupakan salah satu persoalan yang paling problematis dewasa ini. Pemerintah di

wilayah perkotaan, apalagi kota besar semacam Jakarta, Makassar, Surabaya dan
kota-kota besar lainnya harus berhadapan dengan berbagai macam persoalan yang
terus bertambah kompleks dan menumpuk sementara kemampuan dan sumberdaya
yang dimilikinya relatif terbatas. Demikian halnya dengan terbatasnya daya serap
maupun daya tampung kota. Meningkatnya angka penggangguran, semakin
eksesifnya kriminalitas, tidak memadainya sarana pelayanan publik di bidang
kesehatan, pendidikan, transportasi dan lain sebagainya adalah beberapa potret kusam
yang merefleksikan ketidakramahan kawasan perkotaan. Kota juga menjadi area
perebutan kue ekonomi ketika batasan-batasaan etika, moral, dan hukum menjadi
semakin kabur.
Sebagai contoh masalah kedisiplinan berlalu lintas yang buruk merupakan

fenomena yang terjadi di kota-kota besar di negara-negara sedang berkembang. Di


Indonesia pemerintah pernah menyerukan gerakan disiplin nasional dalam kehidupan
bermasyarakat yang dimulai dari disiplin di jalan raya. Salah satu wujudnya yaitu
dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan atau lebih dikenal sebagai UULAJR. Adanya UULAJR
diharapkan masyarakat dapat memahami dan melaksanakan undang-undang tersebut
sebagai pedoman dalam disiplin berlalu lintas, tetapi kenyataannya masih banyak
ditemui pelanggaran yang dilakukan oleh para pengguna jalan, misalnya saja
angkutan kota (angkot) yang berhenti sembarangan, berjalan melawan arus, berputar
arah sembarangan, berkendara tanpa memiliki surat-surat yang lengkap, kebutkebutan dan bermanuver di jalan yang padat.

Soekamto (1990) mengemukakan secara sosiologis yuridis perkembangan


wilayah perkotaan yang relatif pesat di Indonesia berpengaruh terhadap segi
kehidupan sosial-ekonomi, kehidupan yang tentram dan tertib, perkembangan kota,
trasnportasi dan lalu lintas.
Ditambahkan oleh Sudarso (2000) persoalan lalu lintas muncul berkait dengan
bertambahnya jumlah penduduk kota, yang berakibat juga semakin meningkatnya
pergerakan atau aktivitas di jalan raya. Lalulintas yang beraneka ragam dan
pertambahan jumlah kendaraan yang jauh lebih cepat dibandingkan pertambahan prasarana jalan, menyebabkan masalah lalu-lintas berupa kemacetan dan kecelakaan.
Perilaku pengemudi berperan besar terhadap terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Menurut Sulaksono (2005) setidaknya ada tiga hal yang menjadi penyebab
kecelakaan lalu lintas yaitu: human error, kendaraan, dan lingkungan. Faktor human
erorr atau kesalahan dari pengendara menduduki peringkat pertama (57%); faktor
kendaraan yang tidak layak pakai (30%); faktor lingkungan berupa jalan yang rusak,
baik bergelombang, berlubang, tikungan-tikungan tajam dan sebagainya (13%).
Ditambahkan oleh Bachtiar (2005) bahwa penyebab kecelakaan lalu lintas di
jalan paling banyak atau 91% disebabkan oleh faktor manusia. Faktor kedua
kecelakaan sebanyak 5 % adalah faktor kendaraan, faktor jalan 3 % dan faktor
lingkungan 1 %. Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa mayoritas faktor
perilaku manusia atau pengendara menjadi penyebab utama terjadinya kecelakaan.
Atas dasar ini maka salah upaya mentertibkan dan menciptkan lalu lintas yang aman,
lancar adalah kedisiplinan pengendara.

Di Indonesia menurut data Dephub kesalahan terbesar (86,8%) setiap


kecelakaan disebabkan oleh faktor pengemudi, sedangkan data statistik Polri
mencatat angka sebesar 84%. Karena itu, budaya dan mental pengemudi kendaraan
yang bersifat aggressive driving (pengendaraan agresif) harus segera diperbaiki
dengan membudayakan cara mengemudi yang benar berdasarkan penguasaan teknis
dan mental pengemudi atau populer dikenal sebagai defensive driving (pengendaraan
defensif). Diharapkan disiplin berlalu lintas dapat tumbuh dan dimiliki oleh semua
pengendara dengan kesadaran yang tinggi sehingga dapat terwujud keamanan,
keselamatan, ketertiban, dan kelancaran berlalu lintas. Selain itu harapan yang tinggi
juga dibebankan pada pemerintah agar masalah kedisiplinan berlalu lintas terus
menerus disosialisaikan ke masyarakat sejak TK hingga perguruan tinggi. Masyarakat
sebagai subjek hukum harus patuh dan disiplin terhadap aturan hukum yang telah
ditetapkan oleh pemerintah, dengan kedisiplinan yang baik maka akan tercapai
masyarakat yang teratur dan sejahtera.
Namun kenyataan yang terjadi, Indonesia merupakan salah satu negara yang
paling buruk dalam bidang keselamatan lalu lintas. Penelitian yang dilakukan oleh
Asian Development Bank (ADB) menyebutkan, Indonesia adalah negara yang paling
buruk dalam bidang keselamatan lalu lintas se-Asia Pasifik di bawah Laos dan Nepal.
Pada wilayah karisidenan Surakarta Kecelakaan Lalu Lintas cenderung
meningkat. Kepolisin Surakarta mencatat pada tahun 2008 lalu, kecelakaan lalulintas di Polwil Surakarta menduduki peringkat tertinggi dibanding lima Polwil

lainnya di Jawa Tengah. Pada tri wulan pertama 2009, angka tersebut cenderung naik.
Hal tersebut disampaikan (detikcom, 2008).
Perilaku pengendara yang tidak disiplin dalam berlalu lintas dan sering
menyebabkan terjadinya kecelakaan disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya
faktor karakterisk pengendara yaitu kurangnya kontrol diri. Menurut Calhoun dan
Acocella (2000) kontrol diri merupakan pengaturan untuk mengatur diri sendiri baik
secara fisik, kebiasaan dan proses psikologi. Kontrol diri merupakan hal yang penting
dalam diri individu. Dua alasan pentingnya kontrol diri. Pertama, individu hidup di
dalam kelompok. Setiap orang berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya agar
kebutuhan setiap pihak dapat terpenuhi, oleh karena itu individu harus dapat
mengontrol dirinya agar tidak mengganggu kenyamanan orang lain. Kedua, setiap
manusia dari berbagai latar belakang budaya mempunyai tujuan yang berhubungan
dengan tujuan, kebaikan dan keinginan lainnya kontrol diri dibutuhkan untuk
memenuhi tujuan-tujuan tersebut. (Averill dalam Sarafino, 2000) menyatakan bahwa
bila individu mempunyai kontrol diri yang baik, maka akan mampu mengatur
perilaku dengan kemampuan internalnya dan bila tidak mampu mengatur perilakunya
maka akan menggunakan sumber eksternalnya. Pada kehidupan seseorang terdapat
berbagai macam stimulus yang diterima, oleh karena itu diharapkan mampu untuk
memilah mana stimulus yang harus diterima dan mana stimulus yang harus ditolak
atau dibuang. Individu harus mampu mengantisipasi dan mengatasi semua peristiwa
atau masalah yang terjadi dalam kehidupannya agar tidak menjadi semakin besar dan
rumit juga harus mampu mengartikan semua peristiwa atau kejadian-kejadian dalam

kehidupannya agar dapat menjalani hidup dengan mudah dan dapat memikirkan
langkah-langkah yang harus diambil dalam menjalani hidupnya. Hidup selalu
dihadapkan pada pilihan dimana harus dapat memilih yang terbaik.
Oleh karena itu pengendara kendaraan bermotor diharapkan memiliki kontrol
diri yang tinggi, karena dengan memiliki kontrol diri yang tinggi individu diharapkan
mampu mengendalikan perilaku yang menyimpang khususnya tidak disiplin dalam
berlalu lintas. Kontrol diri berperan mencegah terjadinya kecelakaan bermotor karena
dengan kemampuan mengontrol diri maka individu akan dapat mengatur dan
mengarahkan bentuk-bentuk perilakunya melalui pertimbangan yang rasional
sehingga dapat membawa ke arah perilaku yang positif.
Kenyataan yang selama ini terjadi menunjukkan data-data atau kasus
kecelakaan lalu lintas yang terjadi penyebabnya didominasi oleh faktor manusia
(pengendara) diantaranya yaitu kurangnya kontrol diri. Fakta ini dapat diinterpretasi
dan menjadi asumsi yang menarik bahwa sifat dasar dan karakteristik manusia
berperan secara langsung terhadap keselamatan pengendara sepeda bermotor. Namun
hal tersebut perlu dibuktikan lagi secara empiris. Berdasarkan uraian-uraian di atas
maka rumusan masalah yang muncul dalam penelitian ini adalah: Apakah ada
hubungan antara Perilaku dengan disiplin berlalu lintas pada pengendara kendaraan
bermotor? Mengacu dari rumusan masalah tersebut maka penulis tertarik untuk
mengkaji secara empirik dengan melakukan penelitian berjudul: Tukang Ojek,
Studi Tentang Perilaku Berlalu Lintas di Wilayah Perumnas Antang, Makassar
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian singkat di atas maka masalah pokok yang dikaji dalam
penelitian ini adalah :
1. Mengapa mengojek menjadi pilihan hidup ?
2. Bagaimana pemahaman tukang ojek mengenai peraturan berlalu lintas ?
3. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap perilaku berlalulintas tukang ojek ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian :
1. Menjelaskan mengenai ojek, mengapa dijadikan pilihan hidup/pekerjaan.
2. Menjelaskan segala bentuk pemahaman di kalangan tukang ojek mengenai
peraturan dalam berlalu lintas.
3. Menjelaskan persepsi masyarakat terhadap perilaku berlalu lintas dari tukang
ojek itu sendiri.

2. Manfaat Penelitian :
a. Bagi penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini memberikan wacana pemikiran dan sumbangan informasi
berupa data-data empirik tentang Perilaku berlalu lintas. Selain dapat bermanfaat bagi
Ilmu Antropologi yang penulis dalami, dalam artian sebagai bahan masukan bagi
pelaksanaan studi-studi serupa dikemudian hari, juga diharapkan dapat bermanfaat
bagi penentu kebijakan yang terkait dengan masalah penelitian ini. Diharapkan

penjelasan yang dipaparkan dapat berguna sebagai data awal ataupun pelengkap bagi
instansi terkait untuk menentukan kebijakan khususnya dalam pengembangan
teknologi pada bidang transportasi dimasa yang akan datang.
b. Bagi Kepolisian
Bagi Kepolisian hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
berkaitan dengan Perilaku berlalu lintas pada pengendara kendaraan bermotor
sehingga Kepolisian dapat mengambil kebijakan yang dapat meningkatkan kontrol
diri dan kedisiplinan pada pengendara bermotor serta dapat mencegah terjadinya
kecelakaan.
D. Kerangka Konseptual
a. Sejarah Ojek
Ojek atau ojeg adalah transportasi umum informal di Indonesia yang berupa
sepeda motor atau sepeda, namun lebih lazim berupa sepeda motor. Disebut informal
karena keberadaannya tidak diakui pemerintah dan tidak ada izin untuk
pengoperasiannya. Penumpang biasanya satu orang namun kadang bisa berdua.
Dengan harga yang ditentukan dengan tawar menawar dengan supirnya dahulu
setelah itu sang supir akan mengantar ke tujuan yang diinginkan penumpangnya.
Ojek banyak digunakan oleh penduduk kota-kota besar misalnya di Jakarta.
Karena kelebihannya dengan angkutan lain yaitu lebih cepat dan dapat melewati selasela kemacetan di kota. Selain itu dapat menjangkau daerah-daerah dengan gang-gang
yang sempit dan sulit dilalui oleh mobil. Biasanya mereka mangkal di persimpangan
jalan yang ramai, atau di jalan masuk kawasan permukiman.

Ojek sepeda jarang sekali ditemukan namun di Jakarta yaitu di Kota dan
Tanjung Priok masih banyak ojek sepeda yang beroperasi walaupun hanya berjarak
pendek.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Susunan J.S. Badudu dan Sutan
Mohammad Zain), "ojek" adalah sepeda motor yang dibuat menjadi kendaraan umum
untuk diboncengi penumpang. Gambaran ini kurang tepat. Sebab, jauh sebelum
sepeda motor, orang sudah mengenal "ojek". Dan kendaraan yang dipakai adalah
sepeda.
Kamus Umum Bahasa Indonesia (Sususnan Poerwadarminta dan Pusat
Bahasa) menggambarkan "ojek" sebagai sepeda yang ditaksikan. Menurut kamus
tersebut kata ini berasal dari bahasa Jawa.Boleh jadi, "ojek" berasal dari kata
"obyek". Sebagaimana diketahui, kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia di
paruhan pertama tahun 60-an begitu sulit. Orang tidak bisa hidup melulu dari gaji.
Karena itu orang harus mempunyai sumber penghasilan yang lain; berdagang,
menjadi perantara dsb. Pada masa itu melakukan pekerjaan sampingan terkenal
dengan istilah "mengobyek".
Orang-orang kecil tentu hanya bisa mengobyek dengan mengandalkan tenaga
dan keringatnya. Karena itu, mereka yang memiliki sepeda akan memboncengkan
orang lain untuk mendapat imbalan upah. Jadi, "ojek" adalah sarana orang kecil
dalam "mengobyek". (sumber: Wikipedia dalam cheeoche.blogspot.com)
b. Persepsi Tukang Ojek

Persepsi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia yang
berkaitan dengan kognisi. Persepsi seseorang, antara lain, dipengaruhi oleh
pengalaman nyata dalam kehidupannya. Dipahami secara demikian, maka persepsi
tukang ojek merupakan hasil interaksi mereka dengan peri kehidupannya sebaga
tukang ojek. Dalam kaitan dengan itu ada 3 hal yang mendapat perhatian khusus,
yaitu persepsi tukang ojek terhadap pekerjaannya, persepsi tukang ojek terhadap
penumpang dan persepsi tukang ojek terhadap sesama tukang ojek. Dari hasil
pengamatan sepintas di kedua lokasi di atas, terlihat adanya sedikit variasi pandangan
tukang ojek dalam melihat pekerjaannya.
Pandangan pertama, ada yang melihat pekerjaan tersebut sebagai sekedar
pelarian karena tidak adanya alternatif, sebagian lagi melihatnya sebagai warisan
keluarga yang sudah ditekuni sejak lama, dan sebagian lagi menganggapnya sebagai
sekedar pengisi waktu luang. Variasi persepsi tersebut dapat ditelusuri dari latar
belakang sosial ekonomi para tukang ojek. Mereka yang menganggap pekerjaan
mengojek sebagai pelarian adalah mereka yang terkena dampak krisis ekonomi.
Sebelumnya mereka bekerja di sektor formal seperti karyawan pabrik, sopir, dan
sebagainya. Karena himpitan krisis di mana gaji yang diterima relatif kecil sementara
harga berbagai kebutuhan hidup terus menanjak, maka mereka pun beralih pekerjaan.
Pemilihan pekerjaan sebagai tukang ojek pun merupakan bagian dari gambling.
Karenanya, perilaku mereka sangat nekad.
Pandangan kedua, ditemui khusus di lokasi Pangkalan Ojek Manggala.
Mereka kebanyakan masyarakat asli Kampung Nipa-nipa dan pekerjaan ojek adalah

pekerjaan keluarga. Yaitu bahwa bapak dan anak sama-sama mengojek, baik secara
paralel maupun bergantian untuk menghidupi keluarganya dan hal itu sudah lama
dijalani. Adanya latar sosial yang homogen inilah yang nantinya dapat dipakai
sebagai dasar atas berbagai kekhasan yang dijumpai di pangkalan tersebut. Kedua
kelompok pandangan di atas mewakili mereka yang menjadikan ojek sebagai
pekerjaan tetap di mana nafkah hidupnya bergantung.
Sementara itu, yang menganut pandangan ketiga adalah mereka yang
menjalani pekerjaan mengojek sebagai pekerjaan sampingan. Kebanyakan dari
mereka memiliki pekerjaan tetap di sektor formal. Mengojek adalah pekerjaan yang
mereka lakukan sebelum atau setelah jam kantor.
Walaupun terdapat variasi persepsi dalam melihat pekerjaannya, hampir
semua tukang ojek terutama mereka yang menjadikan ojek sebagai pekerjaan
tetapnya mengaku bahwa pekerjaan sebagai tukang ojek adalah pekerjaan yang
menyenangkan sekaligus menjanjikan. Selain karena tingkat penghasilan yang relatif
tinggi dibandingkan dengan pekerjaan di sektor lain yang menuntut kualifikasi
serupa, mereka sangat menikmati kebebasan sebagai tukang ojek.
Dapat disimpulkan bahwa pandangan tukang ojek terhadap pekerjaannya agak
variatif, baik di pangkalan Ojek Manggala yang begitu teratur maupun di pangkalan
Ojek Blok VIII yang agak semrawut. Di kedua pangkalan ojek, iklim kompetisi tidak
tampak. Hal itu disebabkan karena adanya pengaturan yang disepakati bersama
dengan sistem antrian. Semua ojek mendapatkan kesempatan yang sama, apapun

kualitas motornya. Sistem tersebut sekaligus mendorong adanya distribusi pendapatan


relatif.
Mengenai pandangan terhadap pengguna, terdapat dua blok pandangan yang
agak berbeda. Di pangkalan Ojek Manggala, sangat kelihatan adanya interaksi yang
akrab antara tukang ojek dengan pengguna. Mereka sudah saling mengenal sehingga
perlakuan terhadap pengguna pun lebih manusiawi. Artinya, pengguna benar-benar
dilihat tidak sekedar sebagai partner transaksi ekonomis, tetapi juga sebagai sesama
manusia. Apabila ada sesama tukang ojek yang kurang hati-hati, maka akan
diperingatkan oleh tukang ojek lainnya. Kondisi serupa tidak dijumpai di pangkalan
ojek Blok VIII. Sifat transaksional murni ditambah dengan rendahnya saling
mengenal dan jalinan interaksi menyebabkan buruknya perlakukan terhadap
pengguna. Mereka dapat memotong jalan seenaknya, menempuh arah yang
berlawanan dengan arah lalu lintas, menjemput pengguna secara bersama-sama dan
sebagainya. Hal itu tentu saja sangat membahayakan keselamatan pengguna.
Pandangan tukang ojek terhadap sesamanya. Pada aspek ini tidak dijumpai
kondisi yang sangat kontras. Di kedua pangkalan ojek, para tukang ojek adalah juga
satu keluarga besar yang terikat oleh hubungan darah, persamaan latar belakang
sosial budaya (orang Bugis-Makassar), serta aturan dan norma yang disepakati
bersama. Solidaritas di antara mereka sangat tinggi. Tegasnya, di kedua pangkalan
tersebut benar-benar terlihat adanya kekeluargaan dalam pengertian yang
sesungguhnya.
c. Perilaku Tukang Ojek

Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan
dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau
genetika. Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat
diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Dalam sosiologi, perilaku
dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya
merupakan suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar. Perilaku tidak boleh
disalahartikan sebagai perilaku sosial, yang merupakan suatu tindakan dengan tingkat
lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku yang secara khusus ditujukan
kepada orang lain. Penerimaan terhadap perilaku seseorang diukur relatif terhadap
norma sosial dan diatur oleh berbagai kontrol sosial. Dalam kedokteran perilaku
seseorang dan keluarganya dipelajari untuk mengidentifikasi faktor penyebab,
pencetus atau yang memperberat timbulnya masalah kesehatan. Intervensi terhadap
perilaku seringkali dilakukan dalam rangka penatalaksanaan yang holistik dan
komprehensif. (infosos.wordpress.com)
Perilaku seseorang merupakan ekspresi cara pandangnya. Atau dapat juga
dipahami sebagai respons ragawi terhadap rangsangan dari luar. Dalam tulisan ini,
penulis beranggapan bahwa perilaku tukang ojek merupakan fungsi pandangannya
sebagaimana telah diuraikan di atas ditambah rangsangan lingkungan lainnya. Untuk
keperluan sistematika, perilaku tukang ojek dapat dibagi ke dalam perilaku terhadap
pengguna dan perilaku terhadap sesama.
Terhadap pengguna jasa ojek, dijumpai kedua pangkalan tersebut. Di
pangkalan ojek Manggala maupun Blok VIII pengguna diperlakukan sebagai

konsumen yang berdaulat. Mereka diperlakukan dengan ramah dan keselamatan


mereka benar-benar diperhatikan. Ada 2 pola melayani pengguna di pangkalan ini,
yaitu pertama, pengguna mendatangi tukang ojek, dan kedua, tukang ojek yang
mendatangi pengguna. Pola kedua biasanya hanya untuk penumpang yang harus
menyeberang.
Kondisi tersebut yang terjadi di kedua pangkalan ojek. Di sana, antara tukang
ojek terdapat interaksi yang sangat akrab. Mereka selalu mengisi kekosongan dengan
bersenda gurau atau permainan-permainan ringan. Tidak ada nuansa konflik dalam
interaksi mereka. Yang ada adalah suasana kekeluargaan.

d. Contoh Kasus
Contoh kasus yang pertama ada di kota Makassar sendiri, Salah satu pemicu
kemacetan di Kota Makassar disebabkan rendahnya kedisiplinan pengguna
jalan.Karena itu,Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin meminta Satlantas
Polrestabes menindak pengendara yang melanggar. Ilham mengungkapkan,
kecenderungan pengguna jalan di Makassar, tidak mematuhi aturan yang ada maupun
memarkir kendaraan di tempat tertentu.
Larangan parkir di badan jalan kerap dilanggar. Memang harus ada
penindakan tegas biar ada perubahan perilaku pengendara. Lagian kan ada regulasi
yang mengatur sisa menjalankannya, tandasnya, kemarin. Kemacetan di Makassar
diakibatkan banyaknya badan jalan yang dijadikan sebagai lahan parkir. Di samping
itu, pertumbuhan jumlah kendaraan setiap tahun yang sangat signifikan, tidak
berbanding lurus dengan pembangunan infrastruktur jalan.
Pemerintah Kota (Pemkot) akan mem-back up Satlantas dan Dishub untuk
menegakkan aturan, dengan menambah atau memperbanyak rambu-rambu lalu lintas
di titik tertentu,seperti tanda larangan parkir di badan jalan. Langkah selanjutnya,
melakukan rekayasa lalu lintas serta larangan kendaraan besar (truk) melintas pada
siang hari di jalan-jalan tertentu, di antaranya Jalan Veteran, papar Ilham,yang juga
Ketua DPD Partai Demokrat Sulsel di balai kota,kemarin. Mengenai tim yang
menertibkan pelanggar lalu lintas,dia mengaku dalam waktu dekat segera berjalan.
Tim ini terdiri atas aparat Satlantas Polrestabes,Dishub,dan Pemkot.

Sementara itu, anggota DPRD Makassar Mujiburrahman saat dimintai


tanggapan,mengatakan,penindakan tegas bagi siapa pun yang melanggar aturan harus
dijalankan, guna memberikan efek jera. Kemacetan di Makassar sebenarnya masih
bisa dihindari bila pengendara disiplin, baik sopir petepete, becak maupun
pengendara roda dua, harus mematuhi aturan, yakni jangan berhenti di sembarang
jalan,ungkap politikus Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK) ini.
Muji, yang membidangi masalah pembangunan dan perparkiran, juga
meminta pihak terkait memberikan tindakan atau peringatan kepada pemilik toko,
restoran, serta tempat usaha lain yang tidak memiliki tempat parkir khusus. Kami
berulang kali turun ke lapangan meminta harus menyediakan lahan parkir khusus
yang tidak menggunakan badan jalan.
Kenyataannya, kami masih banyak menjumpai di depan toko,seperti di sekitar
Jalan Ratulangi,papar dia. Berdasarkan pantauan, badan jalan yang sering dijadikan
lahan parkir, di antaranya di depan Toko Alaska Jalan Pengayoman, depan Toko
Agung Jalan Ratulangi,di depan restoran, dan gedung tempat pertemuan di sejumlah
kawasan.
Bahkan, berdasarkan data Dinas Perhubungan 2010, jalan yang menjadi
langganan tempat parkir sudah mencapai 80% dari total jalanan di Makassar.
Akibatnya,pada waktu tertentu kemacetan sulit terhindari karena terjadi penyempitan
ruas jalan. (bahasa.makassarkota.go.id)
Salah satu bentuk aktivitas sektor informal di kawasan perkotaan adalah jasa
ojek yang dapat dijumpai hampir di semua lorong kawasan pemukiman, terutama di

daerah pinggiran kota. Umumnya jasa usaha ini ditekuni oleh mereka yang tidak
memiliki modal usaha yang cukup bahkan sama sekali tidak memiliki modal usaha
kecuali tenaga dengan tingkat keterampilan yang pas-pasan. Mereka bekerja hampir
sepanjang hari dan beberapa di antaranya menggunakan sistem rotasi atau pergantian.
Artinya, satu ojek (sepeda motor) bisa digunakan oleh beberapa orang pada waktu
yang telah disepakati bersama. Ada juga yang menggunakan sistem persewaan,
sehingga ada setoran dalam jumlah tertentu dan pada waktu tertentu pula (biasanya
harian) yang harus diberikan kepada pemilik ojek.
Dengan karakter tersebut, penghasilan riil yang diterima oleh tukang ojek juga
pas-pasan untuk tidak mengatakan relatif rendah. Jumlahnya pun tidak pasti. Hal ini
nampaknya bisa digunakan sebagai penjelas mengapa sektor usaha tersebut memiliki
tingkat persaingan yang tinggi walaupun agak terselubung yang tidak jarang berakhir
dengan tindakan kekerasan seperti perkelahian bahkan pembunuhan, baik antar
tukang ojek maupun antar tukang ojek dengan pengguna. Tingkat kompetisi tersebut
makin terasa untuk kawasan operasi yang tidak memiliki aturan atau kesepakatan
bersama tentang pengelolaannya. Dampak negatifnya juga dirasakan oleh pengguna
berupa kurang terjaminnya kenyamanan dan keselamatan karena perilaku kebutkebutan guna mengejar setoran.
Untuk menghindari kondisi tersebut, maka beberapa pangkalan menegakkan
aturan main sendiri. Misalnya sistem antrian dan penentuan tarif. Aturan tersebut
bersifat mengikat ke dalam maupun keluar. Artinya, baik tukang ojek yang menjadi
anggota maupun tukang ojek dari pangkalan lain serta pengguna harus mentaati

aturan tersebut. Berbagai aturan tersebut, lagi-lagi dan sampai tingkatan tertentu,
justru menimbulkan problema tersendiri yang semakin memperpanjang daftar
masalah di kawasan perkotaan.
Contoh kasus lalu lintas yang ketiga ada di kota Depok. Keberadaan lampu
lalu lintas seharusnya membantu menertibkan pengguna jalan di persimpangan jalan.
Tetapi, tidak untuk lampu merah di persimpangan Gas Alam, Depok. Keberadaan
lampu lalu lintas belum cukup untuk mengatasi kemacetan. Para pengguna jalan
justru seperti mengabaikan lampu lalu lintas ini.
Masalah yang sering terjadi dialami oleh para pengguna jalan dari arah tol
Cijago dan Cisalak yang menuju ke Jl. Juanda. Meski lampu lalu lintas masih
menyala merah, mereka merangsek hingga tengah persimpangan untuk mendapat
giliran maju pertama. Tidak hanya dilakukan oleh pengendara sepeda motor saja,
tetapi juga mobil dan kendaraan lain.
Hal ini tentu membahayakan pengendara dari arah Jl. Juanda menuju Jl. Raya
Bogor. Mereka yang mendapat giliran maju setelah arus dari arah Jl. Raya Bogor
menuju Cisalak, harus ekstra hati-hati karena sering diserobot oleh pengendara dari
arah Cijago dan Cisalak.
Menurut Samsul, tukang ojek yang biasa mangkal di sekitar perempatan itu,
sering terjadi insiden lalu lintas di tempat itu. Kecelakaan juga terjadi di perempatan
itu.

Memang enggak setiap hari ada kecelakaan, tapi kalo yang nyaris kecelakaan
sering, ungkapnya, Meski ada pos polisi, tapi petugas kepolisisan jarang terlihat. Di
sini kalo enggak ada petugas (Polisi) yang jaga, pada nunggunya di tengah-tengah.
Jadi kalo sudah ijo dari arah Juanda, yang dari sini (Gas Alam) malah pada maju.

Menurut salah satu pengendara motor, Rudi, perlu perhatian lebih dari
petugas kepolisian, Petugas Polisi harus lebih perhatian. Padahal ada pos Polisi di
sini tapi jarang ada yang jaga, terangnya. (cijagodepokdepoklik.com)
E. Metode Penelitian
Dalam setiap penelitian Antrpologi yang bersifaf kualitatif dengan tipe
deskriptif dan relevan dengan kenyataan sekarang. Metode penelitian yang dimaksud
digunakan untuk menentukan lokasi penelitian dan memperoleh data lapangan yang
valid. Adapun beberapa metode atau teknik penelitian yang digunakan adalah :
1. Teknik Penentuan Lokasi
Lokasi penelitian ditentukan secara purposive. Maksudnya adalah lokasi
ditentukan dengan sengaja yaitu di wilayah Perumnas Antang, Makassar. Dengan
alasan di tempat tersebut komunitas tukang ojeknya memiliki perilaku atau cara
mereka berinteraksi yang cukup unik di tiap pangkalan ojek.
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam rangka pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini,
dilakukan dengan beberapa cara antara lain sebagai berikut :
a. Studi Pustaka

Studi pustaka dimaksudkan untuk memberikan pemahaman awal bagi peneliti,


terutama hal-hal yang berkenaan dengan hasil-hasil penelitian yang telah lampau
untuk menghindari kekeliruan pemahaman. Studi pustaka juga digunakan untuk
mengumpulkan bahan bacaan sebagai literatur seperti buku, internet, makalah dan
hasil-hasil penelitian lain yang berkenaan dengan masalah yang akan dikaji.
b. Pengamatan (Observasi)
Dalam penelitian ini menggunakan observasi partisipasi (pengamatan
langsung), yaitu teknik

pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara

langsung terhadap objek yang akan diteliti, guna memperoleh gambaran lengkap
mengenai objek penelitian.

c. Wawancara (Interview)
Wawancara (Interview), yaitu teknik pengumpulan data melalui wawancara
mendalam (Indepth Interview) atau melakukan tanya jawab dengan para informan
yang mengetahui permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, sehingga
permasalahan-permasalahan yang muncul di kemudian hari dapat terselesaikan secara
baik tanpa harus ada kekerasan.
Life history, yaitu teknik pengumpulan data melalui wawancara dengan para
informan, dengan kata lain informan bercerita mengenai jalan hidupnya bagaimana
awalnya menjadi tukang ojek sampai seperti sekarang.
d.Teknik Pemilihan Informan

Pemilihan informan dilakukan dengan sengaja (purposive sampling) yaitu


pada tukang ojek yang masih aktif mengojek serta ada di Pangkalan Ojek Manggala
dan Pangkalan Ojek Blok VIII wilayah Perumnas Antang, Makassar. Juga beberapa
warga atau tokoh masyarakat yang sering menggunakan jasa tukang ojek. Hal ini
dilatari atas pertimbangan bahwa informan yang bersangkutan dianggap mampu
memberikan keterangan atau informasi yang valid berkenaan dengan penelitian ini.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran singkat, penelitian ini dibagi
dalam lima bab yang secara garis besarnya bab demi bab disusun
sebagai berikut:
Bab I

: Berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah,


kerangka konseptual, tujuan dan kegunaan penelitian, metode
penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II

: Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang berkaitan dengan


Tukang

Ojek

dan

Lalu

Lintas

serta

berisi

tentang

studi

pustaka/tinjauan pustaka dan tinjauan penelitian terdahulu.


Bab III

: Berisi tentang gambaran umum lokasi penelitian, Dalam Bab ini


secara umum digambarkan letak geografis dan keadaan alam lokasi
penelitian, keadaan penduduk atau demografi, mata pencaharian,
serta sistem kepercayaan dan komunitas-komunitas pengojek
diwilayah Perumnas Antang, Kotamadya Makassar.

Bab IV

: Berisi tentang hasil dan pembahasan, yang diperoleh peneliti


berdasarkan data di lapangan.

Bab V : Bab ini menguraikan tentang kesimpulan yang dapat diambil dari

analisa

yang

terdapat

pada

bab-bab

sebelumnya,

beberapa

keterbatasan yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian, dan saran


saran untuk penelitian berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
.

Anda mungkin juga menyukai