Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PENDAHULUAN

UROLITHIASIS (BATU GINJAL)

Oleh :
Krisna Tri Haryono
G4D014060

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
2015

A. Pengertian
Urolithiasis adalah suatu gangguan yang mengacu pada adanya batu (kalkuli) di
traktus urinarius. Batu dapat ditemukan di setiap bagian ginjal sampai ke kandung kemih
dan ukurannya bervariasi, mulai dari deposit granuler yang kecil, yang disebut pasir atau
kerikil, sampai batu sebesar kandung kemih yang berwarna oranye (Smeltzer & Bare,
2005).
B. Penyebab
Batu yang terbentuk pada traktus urinarius dapat terjadi akibat meningkatnya
konsentrasi substansi tertentu seperti kalium oksalat, kalsium fosgat, dan asam urat yang
meningkat. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urin
dan status cairan pasien. Batu asam urat dapat dijumpai pada pasien gout. Batu sruvit
biasanya mengacu pada batu infeksi, terbentuk pada urin kaya amonia-alkalin persisten
akibat UTI kronik (Smeltzer & Bare, 2005).
C. Faktor Risiko
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan batu mencakup infeksi,
stasis urin, periode imobilitas (drainase renal yang lambat dan perubahan metabolisme
kalsium). Selain itu hiperkalsemia (kalsium serum tinggi) dan hiperkalsuria (kalsium urin
tinggi) juga dapat menjadi pencetus pembentukan batu kalsium (Smeltzer & Bare, 2005).
D. Manifestas Klinis
Manifestasi yang timbul akibat adanya batu dalam traktus urinarius bergantung
pada letak terjadinya obstruksi. Beberapa batu dapat menyebabkan sedikit gejala, namun
secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal, sedangkan yang lain
menyebabkan nyeri yang luar biasa dan ketidaknyamanan (Smeltzer & Bare, 2005).
1. Batu yang terjebak di ureter
Batu yang tejebak di area ini akan menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut, dan
kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. Pasien sering merasa ingin berkemih,
namun hanya sedikit urin yang keluar, dan biasanya mengandung darah akibat aksi
abrasive batu. Umumnya pasien akan mengeluarkan batu dengan ukuran diameter 0,51 cm secara spontan.
2. Batu yang terjebak di kandung kemih

Batu yang terjebak di area ini biasanya menyebabkan gejala iritasi dan
berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria. Jika batu menyebabkan
obstruksi pada leher kandung kemih, akan terjadi retensi urin. Jika infeksi
berhubungan dengan adanya batu, maka kondisi ini jauh lebih serius, disertai sepsis
yang mengancap kehidupan pasien (Smeltzer & Bare, 2005).
E. Pathway

F. Pengkajian Keperawatan
Pasien yang diduga engalami batu ginjal dikaji terhadap adanya nyeri dan
ketidaknyamanan. Keparahan dan lokasi nyeri ditentukan bersamaan dengan radiasi
nyeri. Pasien juga dikaji akan adanya gejala yang berhubungan seperti mual, muntah,
diare, dan distensi abdomen. Selain itu pengkajian keperawatan mencakup observasi
tanda-tanda infeksi traktus urinarius (menggigil, demam, dysuria, sering berkemih) dan
obstruksi (sering berkemih dengan jumlah urin sedikit, oliguria, atau anuria). Kemudian
urin diobservasi akan adanya darah dan disaring untuk kemungkinan adanya batu atau
kerikil.
Riwayat juga perlu diperhatikan untuk mengetahui faktor predisposisi penyebab
timbulnya batu, seperti riwayat adanya penyakit batu pada keluarga, kanker atau
gangguan pada sumsum tulang, atau diet tinggi kalsium atau purin. Faktor lain adalah
mencakup episode dehidrasi, imobilisasi yang lama, dan infeksi. Pengetahuan pasien

tentang batu ginjal da upaya untuk mencegah kejadian dan kekambuhan juga dikaji
(Smeltzer & Bare, 2005).
G. Diagnosa
Diagnosa yang dapat timbul antara lain adalah :
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi, obstruksi dan abrasi traktus urinarius
2. Kurang pengetahuan tentang pencegahan kekambuhan batu renal
(Smeltzer & Bare, 2005)
H. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan yang dapat dilakukan antara lain adalah :
1. Mengurangi nyeri
Pemberian analgesik dan memberikan air hangat di area panggul dapat bermanfaat
untuk mengurangi nyeri.
2. Pendidikan pasien
Batu diketahui akan terjadi kembali, oleh karena itu pasien di dorong untuk mengikuti
program untuk menghindari berulangnya batu. Salah satu programnya adalah
mempertahankan masukan cairan, karena batu mudah terbentuk dalam urin
konsentrasi tinggi. Pasien yang menunjukkan kecenderungan untuk membentuk batu
harus minum cukup cairan.
3. Pemantauan dan penatalaksanaan komplikasi potensial (infeksi dan obstruksi)
(Smeltzer & Bare, 2005)
I. Penatalaksanaan Medis
Beberapa penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah batu
pada saluran urin adalah :
1. Pengangkatan batu
2. Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL)
ESWL merupakan terapi non-invasif yang dilakukan untuk menghancurkan batu
(empedu atau ginjal) dengan menggunakan gelombang kejut (shock wave) yang
ditransmisikan dari luar tubuh. Umumnya, gelombang kejut yang digunakan sebesar
500-1200 gelombang kejut dalam jangka waktu antara 30-120 menit.
3. Ureteroskopi
Ureteroskopi mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan suatu alat
uereteroskop melalui sistikop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan laser,
lithotripsy elektrohidraulitik, atau ultrasaound. Selanjutnya suatu stent dapat
dimasukkan untuk menjaga kepatenan ureter.
4. Pelarutan batu
Infus cairan kemolitik (missal agen pembuat basa (alkylating) dan pembuat asam
(acidifying)) untuk melarutkan batu dapat dilakukan sebagai alternatif penanganan

untuk pasien yang berisiko terhadap terapi lain, dan mereka yang menolak metode
lain, atau mereka yang memilii batu yang mudah larut (struvit).
5. Pengangkatan bedah
Sebelum adanya lithotripsy, bedah merupakan pilohan terapi utama dalam mengatasi
masalah batu. Pembedahan yang dapat dilakukan adalah nefrolitotomi (insisi pada
ginjal untuk mengangkat batu) atau nefrektomi. Batu pada piala ginjal diangkat
dengan pielolitotomi. Sedangkan batu pada ureter diangkat dengan ureterolitotomi,
dan jika batu ada di kandung kemih diangkat dengan proses sistotomi. Selain
sistotomi, jika batu berada di kandung kemih, suatu alat dapat dimasukkan ke uretra
ke dalam kandung kemih, kemudian batu dihancurkan oleh penjepit pada alat ini.
Proses tersebut dinamakan sistolitolapaksi.

Referensi :
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2005). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai