Stadium II
: puncak lewat limbus tapi belum melewati setengah jarak antara limbus
dan pupil.
Stadium III
: puncak melewati setengah jarak antara limbus dan pupil tetapi belum
melewati pupil.
Pseudopterigium dapat ditemukan dimana saja bukan hanya pada fissura palpebra seperti
halnya pada pterigium. Pada pseudopterigium juga dapat diselipkan sonde di bawahnya
sedangkan pada pterigium tidak. Pada pseudopterigium melalui anamnesa selalu didapatkan
riwayat adanya kelainan kornea sebelumnya, seperti ulkus kornea.1,3
Penanganan pterigium dapat berupa konservatif atau operatif. Secara konservatif dapat
dilakukan dengan melindungi mata dengan pterigium dari iritasi sinar matahari, debu dan
udara panas dengan kacamata pelindung. Juga dapat diberikan air mata buatan bila perlu dan
apabila meradang dapat diberikan steroid topikal. Pembedahan dilakukan apabila terjadi
gangguan penglihatan akibat astigmatisma ireguler, bersifat progresif, menyebabkan
gangguan pergerakan bola mata, mendahului suatu operasi besar dan alasan kosmetik. 1,3
Tindakan pembedahan yang dapat dilakukan berupa ekstirpasi, yaitu pengangkatan seluruh
membran pterigium.3 Namun dengan cara ini dapat terjadi rekurensi sekitar 50-80 %. 6 Untuk
mengurangi tingkat rekurensi dapat dilakukan transplantasi dengan menggunakan konjungtiva
bulbi superior sebagai donor, dimana berdasarkan penelitian di USA rekurensinya berkurang
hingga 5 %.6,11
Pencegahan terhadap pterigium dapat dilakukan dengan menggunakan kacamata
pelindung apabila beraktifitas di luar rumah terutama pada tempat-tempat yang sering
terpapar sinar matahari dan berdebu.
Berikut ini akan dilaporkan sebuah kasus dengan diagnosis pterigium stadium II okulus
dekstra bagian nasal pada pasien yang datang berobat ke Poliklinik Mata RSU Prof. dr. R. D.
Kandou.
LAPORAN KASUS
Seorang penderita perempuan, umur 40 tahun, suku Sanger, pekerjaan pensiunan,
agama Kristen Protestan, alamat Dendengan Dalam, datang ke Poliklinik Mata RSU Prof. dr.
R. D. Kandou pada tanggal 19 Juli 2005 dengan keluhan utama: mata kanan perih dan terasa
seperti terganjal sesuatu.
Anamnesis
Keluhan mata kanan perih dialami penderita sejak kira-kira 3 bulan yang lalu dan
sifatnya hilang timbul. Rasa perih ini timbul terutama bila mata kena cahaya matahari, debu,
atau angin. Penderita juga merasakan seperti ada sesuatu yang mengganjal ketika menutup
mata kanannya. Awalnya penderita merasa gatal pada mata kanannya, lama-kelamaan rasa
gatal makin hebat yang membuat penderita sering mengucek-ngucek matanya. Rasa gatal
kemudian diikuti dengan rasa perih yang disertai dengan pengeluaran air mata yang
berlebihan dan mata menjadi merah. Keluhan-keluhan ini terutama timbul saat penderita
beraktifitas di luar rumah yaitu saat mata penderita kena debu, angin atau sinar matahari.
Penderita juga merasakan penglihatan mata kanannya mulai terganggu sejak 1 minggu
terakhir.
Penderita sehari-hari banyak beraktifitas diluar rumah dan jarang sekali memakai
kacamata pelindung dalam beraktifitas sehingga sering terpapar sinar matahari dan debu.
Riwayat trauma pada mata disangkal penderita. Riwayat penyakit mata lainnya
disangkal penderita. Riwayat penyakit dahulu seperti darah tinggi dan kencing manis
disangkal penderita. Riwayat alergi obat tidak ada. Penderita baru kali ini menderita sakit
seperti ini dan dalam keluarga hanya penderita yang sakit seperti ini.
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum cukup, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi
80 x/mnt, respirasi 20 x/mnt, suhu badan (aksiler) 36,9oC. Paru dan jantung dalam batas
normal, abdomen dalam batas normal, ekstremitas akral hangat.
Status Psikiatrik
Sikap, ekspresi dan respon penderita baik (wajar).
Status Neurologik
Motorik dan sensibilitas baik.
Pemeriksaan Subjektif
Dengan Snellen card didapatkan visus okulus dekstra : 6/12, pinhole 6/12 gc dan visus
okulus sinistra 6/12, pinhole 6/12 gc. PD: 63/61 mm.
Pemeriksaan Objektif
Secara inspeksi didapatkan OD : palpebra normal, lakrimasi (+), hiperemis konjungtiva
bulbi (+), bagian nasal konjungtiva bulbi terdapat membran berbentuk segitiga dengan
puncak sudah melewati limbus kornea namun belum mencapai setengah jarak antara
limbus dengan pupil. Pada OS palpebra dan konjungtiva tidak ada kelainan.
Pada OD ditemukan sklera hiperemis (+), kornea jernih, permukaan bagian nasal tidak
rata ditutupi oleh membran berbentuk segitiga yang puncaknya belum melewati
setengah jarak antara limbus dengan pupil, pupil bulat, lensa jernih dan refleks cahaya
(+). Kornea OS jernih.
Dengan pemeriksaan oftalmoskop ditemukan refleks fundus mata kanan dan kiri (+).
Pemeriksaan slit lamp didapatkan OD: Kornea jernih, ditutupi oleh membran berbentuk
segitiga yang puncaknya melewati limbus tapi belum melewati setengah jarak limbus
dan pupil, COA cukup dalam, lensa jernih. Pada OS tidak ada kelainan.
Pada pemeriksaan tekanan intraokuler dengan Tonometri Schiotz pada OD = 17,3
mmHg, OS = 14,9 mmHg.
RESUME
Seorang penderita perempuan, 40 tahun datang ke Poliklinik Mata RSU Prof. dr. R. D.
Kandou dengan keluhan utama: mata kanan perih dan terasa seperti terganjal sesuatu, gatal
(+), hiperemi (+), lakrimasi (+).
Pemeriksaan Fisik
- Status Generalis : dalam batas normal.
- Status Oftalmikus :
Pemeriksaan subjektif : VOD: 6/12, ph 6/12 gc dan VOS: 6/12, ph 6/12 gc.
Pemeriksaan objektif :
Konjungtiva bulbi OD : hiperemis (+), terdapat membran berbentuk segitiga pada
bagian nasal dengan puncak melewati limbus tapi belum melewati setengah jarak
limbus dan pupil.
Pemeriksaan tambahan : TIOD : 17,3 mmHg, TIOS : 14,9 mmHg
Diagnosis
Pterigium Stadium II Okulus Dekstra.
Penanganan
- Tetes mata kortikosteroid.
- Direncanakan ekstirpasi Pterigium.
Prognosis
Dubia ad bonam.
Preventif
Pasien dianjurkan memakai kacamata atau topi pelindung bila sedang beraktifitas di luar
rumah.
DISKUSI
Diagnosis pterigium pada penderita
ini ditegakkan
berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan oftalmologis. Pada anamnesis didapatkan keluhan berupa
mata perih dan terasa ada sesuatu yang mengganjal bila menutup mata, disertai gejala mata
merah, gatal, keluar air mata yang berlebihan dan gangguan penglihatan. Hal ini sesuai
dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa keluhan subjektif penderita pterigium
bervariasi mulai dari tanpa keluhan sampai timbulnya gejala berupa adanya sesuatu yang
mengganjal, mata merah, perih, gatal, panas, sering keluar air mata dan menurunnya
ketajaman penglihatan. Mata merah, gatal, atau perih dapat terjadi bila terjadi iritasi pada
pterigium. Penglihatan kabur disebabkan oleh karena pterigium yang berada di kornea yang
mempengaruhi visus karena dapat menimbulkan astigmatisma ireguler.1,3,6
Penyebab pterigium yang pasti sampai saat ini belum jelas, tetapi diduga disebabkan
oleh iritasi faktor eksternal, yaitu sinar ultraviolet (UV-A dan UV-B) atau inframerah,
disamping debu, angin, dan udara panas.7,9 Hal inilah yang dapat menerangkan mengapa
pterigium lebih banyak ditemukan di daerah ekuator atau tropis, termasuk Indonesia. Mereka
yang beresiko terkena penyakit ini adalah mereka yang sering beraktifitas di luar rumah
dimana paparan terhadap sinar matahari langsung dan debu serta angin sangat memungkinkan
untuk terjadi.2,3,4 Dari anamnesa diketahui bahwa penderita sering beraktifitas di luar rumah
tanpa menggunakan kacamata pelindung sehingga matanya sering terkena debu dan juga
sering terpapar sinar matahari yang memberikan resiko timbulnya pterigium.
Pada pemeriksaan visus didapatkan visus OD: 6/12 pinhole 6/12 gc sedangkan visus
OS: 6/6. Penurunan ketajaman penglihatan pada okulus dekstra disebabkan oleh pterigium
yang telah meluas sampai ke kornea yang menyebabkan suatu astigmatisma ireguler.1
Pada pemeriksaan objektif secara inspeksi pada konjungtiva OD tampak hiperemis,
pada bagian nasal terdapat membran berbentuk segitiga dengan puncak telah melewati limbus
tapi belum melewati setengah jarak antara limbus dan pupil. Sklera tampak hiperemis di
sekitar lipatan konjungtiva bulbi, kornea jernih, permukaan sebelah nasal tidak rata, ditutupi
oleh membran yang berbentuk segitiga. Hal inilah yang memperkuat penegakan diagnosa
pterigium.
Pada
kepustakaan
pterigium
didefinisikan
sebagai
suatu
pertumbuhan
fibrovaskuler konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif yang berbentuk suatu
membran segitiga dengan dasar pada konjungtiva bulbi dan puncak di daerah kornea. 1,2 Pada
awalnya pterigium tampak sebagai suatu jaringan dengan banyak pembuluh darah sehingga
warnanya merah, yang kemudian menjadi suatu membran tipis dan berwarna putih. Bagian
sentral yang melekat pada kornea dapat tumbuh memasuki kornea dan menggantikan epitel,
juga membran Bowman dengan jaringan elastis dan hialin. Pertumbuhan ini berlanjut dan
mendekati pupil, yang dapat memperparah gangguan penglihatan pada seorang dengan
pterigium.3 Pada pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp didapatkan pada OD : kornea
jernih, permukaan tidak rata ditutupi oleh membran berbentuk segitiga yang puncaknya
melewati limbus tapi belum melewati setengah jarak antara limbus dan pupil, COA cukup
dalam dan lensa jernih. Berdasarkan kepustakaan, pemeriksaan-pemeriksaan diatas yang
mencakup observasi eksternal dan pemeriksaan dengan instrumen yaitu slit lamp, sudah
memenuhi syarat dalam mendiagnosis suatu pterigium.13
Pterigium terbagi atas 4 stadium, yaitu:9,10
o
Stadium I
Stadium II
Stadium III
: puncak melewati setengah jarak antara limbus dan pupil tetapi belum
melewati pupil.
Stadium IV
Pada penderita ini didiagnosa pterigium stadium II okulus dekstra bagian nasal, karena
pterigium berada di bagian nasal dengan puncak melewati limbus tapi belum melewati
setengah jarak antara limbus dan pupil.
Pada pasien ini tidak didiagnosa banding dengan penyakit mata lainnya karena dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan oftalmologis sudah mendukung penegakan
diagnosis pterigium.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat pterigium meliputi: menurunnya ketajaman
penglihatan, iritasi mata yang berat, terbentuk jaringan ikat yang bersifat kronik pada
konjungtiva dan kornea dan pada keadaan lanjut motilitas mata menjadi terbatas karena
terbentuk jaringan ikat yang membungkus muskulus ekstraokuler.6 Pada pasien ini ditemukan
komplikasi berupa menurunnya ketajaman penglihatan OD (VOD: 6/ 12 pinhole 6/ 12 gc) dan
iritasi yang sangat mengganggu pasien.
Penanganan yang diberikan pada penderita ini meliputi pemberian kortikosteroid
topikal (Dexametazon 3 x 1 tetes per hari) untuk mengurangi atau menenangkan proses
inflamasi jaringan pterigium.6,7 Selain itu juga direncanakan pembedahan yaitu dengan
ekstirpasi pterigium dengan alasan pterigium sudah sangat mengganggu pasien dan juga
KEPUSTAKAAN
1. Ilyas S. Pterigium. Dalam: Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kedua. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta, 2003 : 119-20.
2. Mary P, Coday. Pterygium. Dalam: Digital Journal of Ophtalmology. Last update:
Pebruary 2004. Available on: http://www.djo.harvard.edu.
3. Wijaya N. Kelainan Konjungtiva. Dalam: Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan
keenam. Jakarta. 1989
4. Pterygium. Last update: Pebruary 18th 2004. Available on: http://www.StLukesEye.com.
5. Hastuti E. Efek desferioxamine topikal pada Pterigium. Dalam Gondhowiardjo Tj.
Ophthalmologica Indonesiana Journal of The Indonesian Ophthalmologist Association.
FKUI. Jakarta, 2002: 125-31.
6. Fisher JP. Pterygium. Last update: March 28th 2001. pp1-9. Available on :
http://www.emedicine.com.
7. Pterygium. Dalam : Handbook of Ocular Diseases Management. pp: 1. Available on:
http://www.revoptom.com/handbook/sectzi.thm.
8. Lowenstein J, Lee S. Pterygium. Dalam: Ophthalmology; Just The Facts. Mc Graw-Hill
Company. USA, 2004: 88-9.
9. Williams W. Corneal and Refractive Surgery. Dalam: Wright K, Head MD, editor.
Textbook Of Ophthalomology. Waverly company. London, 1997: 767-8.
10. Fsoter CS. Corneal and External Diseases. Last update: 2004. pp1-4. Available on:
http://www.medscape.com.
11. Liesegang TJ, Deutsch AT, Grand GM. Pterygium. Dalam: External Diseases and Cornea.
Basic and Clinical Science Course. Section 8. The Foundation of American Academy of
Ophthalmology. USA.2001: 339-41, 394.