Anda di halaman 1dari 19

I.

Dasar Teori
DETEKTOR RADIASI
Detektor radiasi merupakan tranducer (sensor) yang dapat mengenali adanya radiasi
nuklir, baik alfa, beta, maupun gamma. Pendeteksian radiasi ionisasi di alam sekitar
menjadi sangat penting karena tubuh manusia tidak mampu mengindera kehadiran
radiasi ionisasi. Konsep dasar pendeteksian radiasi ionisasi didasarkan atas interaksi
partikel radiasi dengan materi penyusun detektor, sehingga terjadi ionisasi.
Pengetahuan tentang inti isotop radioaktif dapat diperoleh dengan menganalisa
partikel-partikel yang dipancarkan oleh inti tersebut. Analisa ini diantaranya
digunakan untuk mengetahui informasi jenis partikel radiasi, arah gerak, kecepatan,
momentum, muatan, massa dan spin. Dengan demikian, untuk mengetahui informasi
tentang partikel radiasi diperlukan suatu eksperimen menggunakan peralatan deteksi
radiasi. Namun sayangnya semua informasi ini tidak dapat diperoleh jika hanya
menggunakan satu jenis peralatan deteksi.
Semua jenis peralatan deteksi partikel radiasi memiliki prinsip yang sangat mirip,
yaitu partikel radiasi memasuki detektor dan terjadilah interaksi antara partikel radiasi
dengan material detektor, sehingga terjadi proses eksitasi atau ionisasi molekulmolekul material detektor. Apabila material detektor tersebut terbuat dari gas, maka
interaksi antara semua partikel radiasi alpha (), beta positif (+), beta negatif (-),
gamma () dan netron dengan gas akan terjadi proses ionisasi yang menghasilkan ion
positif dan elektron. Dengan demikian, diperlukan teknik untuk memisahkan dua jenis
partikel tersebut dalam waktu yang sangat singkat, karena apabila kedua jenis partikel
ini tetap berdekatan maka mereka akan bergabung kembali sehingga tidak
menimbulkan sinyal listrik. Pemilihan material detektor sangat bergantung pada jenis
partikel radiasi yang akan dideteksi serta tujuan yang ingin diperoleh dari
pendeteksian. Partikel alpha () memiliki daya tembus kecil, sehingga detektor untuk
partikel radiasi alpha () memiliki ukuran sangat tipis. Berdasarkan daya tembus
partikel, maka biasanya detektor partikel beta () memiliki ketebalan sekitar 0,1 mm 1 mm sedangkan detektor gamma () memiliki ketebalan sekitar 5 cm.

Besaran yang Diukur


Radiasi merupakan suatu cara perambatan energi dari sumber energi ke lingkungannya tanpa
membutuhkan medium atau bahan penghantar tertentu. Radiasi nuklir memiliki dua sifat
yang khas:

tidak dapat dirasakan secara langsung dan

dapat menembus berbagai jenis bahan.

oleh karena itu untuk menentukan ada atau tidak adanya radiasi nuklir diperlukan suatu alat,
yaitu pengukur radiasi, yang digunakan utuk mengukur kuantitas, energi, atau dosis radiasi.
Kuantitas radiasi
adalah jumlah radiasi per satuan waktu per satuan luas, pada suatu titik
pengukuran. Kuantitas radiasi ini berbanding lurus dengan aktivitas sumber dan
berbanding terbalik dengan kuadrat jarak (r) antara sumber dan sistem pengukur.

Gambar di atas menunjukkan bahwa jumlah radiasi yang mencapai titik pengukuran
(kuantitas radiasi) merupakan hanya sebagian saja dari semua radiasi yang dipancarkan
oleh sumber.
Energi radiasi (E)
merupakan kekuatan dari setiap radiasi yang dipancarkan oleh sumber radiasi. Bila
sumber radiasi berupa radionuklida maka tingkat energi yang dipancarkan tergantung
pada jenis radionuklidanya. Kalau sumber radiasinya berupa pesawat sinar-X, maka
energi radiasinya bergantung pada tegangan anoda (kV). Tabel berikut menunjukkan
contoh energi radiasi dari beberapa radionuklida.

Jenis radionuklida

Energi

Probabilitas

Cd-109

88 keV

3,70%

Cs-137

662keV

85%

Co-60

1173 keV dan 1332 keV

99% dan 100%

Dosis radiasi
Dosis radiasi sering diartikan sebagai jumlah energi radiasi yang diserap atau diterima
oleh materi termasuk tubuh manusia. Nilai dosis sangat ditentukan oleh kuantitas radiasi,
jenis dan energi radiasi serta jenis materi yang dikenainya.
Dalam bidang proteksi radiasi nilai ini sangat penting karena berkaitan langsung dengan
efek yang ditimbulkan radiasi pada tubuh manusia. Terdapat batasan nilai akumulasi dosis
tahunan (NBD) yang diizinkan serta turunannya per jam yaitu:

50 mSv. per tahun atau

25 Sv. per jam

Mekanisme Pendeteksian Radiasi


Detektor radiasi bekerja dengan cara mengukur perubahan yang disebabkan oleh penyerapan
energi radiasi oleh medium penyerap. Sebenarnya terdapat banyak mekanisme yang terjadi di
dalam detektor tetapi yang sering digunakan adalah proses ionisasi dan proses sintilasi.
Proses Ionisasi
Ionisasi adalah peristiwa lepasnya elektron dari ikatannya karena menyerap energi
eksternal. Peristiwa ini dapat terjadi secara langsung oleh radiasi alpha atau beta dan
secara tidak langsung oleh radiasi sinar-X, gamma dan neutron.

Jumlah elektron lepas ( N ) sebanding dengan jumlah energi yang terserap S E dibagi
dengan daya ionisasi materi penyerap ( w ).

Dalam proses ionisasi, energi radiasi diubah menjadi pelepasan sejumlah elektron (energi
listrik). Bila terdapat medan listrik maka elektron akan bergerak menuju ke kutub positif
sehingga dapat menginduksikan arus atau tegangan listrik. Semakin besar energi
radiasinya maka arus atau tegangan listrik yang dihasilkannya juga semakin besar pula.
Proses Sintilasi
Proses sintilasi adalah terpancarnya percikan cahaya ketika terjadi transisi elektron dari
tingkat energi yang lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih rendah di dalam detektor,
bila terdapat kekosongan elektron pada orbit yang lebih dalam. Kekosongan tersebut
dapat disebabkan oleh lepasnya elektron (proses ionisasi) atau loncatnya elektron ke
lintasan yang lebih tinggi ketika dikenai radiasi (proses eksitasi).

Dalam proses sintilasi ini, energi radiasi diubah menjadi pancaran cahaya tampak.
Semakin besar energi radiasi yang diserap maka semakin banyak percikan cahayanya.

Cara Pengukuran Radiasi


Terdapat dua cara pengukuran radiasi yaitu cara pulsa (pulse mode) dan cara arus (current
mode). Sistem pengukur yang digunakan dalam kegiatan proteksi radiasi, seperti survaimeter
dan monitor radiasi biasanya menerapkan cara arus (current mode) sedangkan dalam kegiatan
aplikasi dan penelitian menerapkan cara pulsa (pulse mode).
Cara pulsa
Setiap radiasi yang mengenai alat ukur akan dikonversikan menjadi sebuah pulsa listrik,
baik dengan mekanisme ionisasi maupun sintilasi. Bila kuantitas radiasinya semakin
tinggi maka jumlah pulsa listrik yang dihasilkannya semakin banyak. Sedangkan semakin
besar energinya semakin tinggi pulsanya.
Informasi yang dihasilkan dengan cara pulsa adalah

jumlah pulsa (cacahan)

tinggi pulsa listrik.

Untuk meng "konversi" kan sebuah radiasi menjadi sebuah pulsa listrik dibutuhkan waktu
tertentu, yang sangat dipengaruhi oleh jenis detektornya. Bila terdapat dua buah radiasi

yang datang secara berurutan dengan selang waktu lebih cepat daripada waktu konversi
detektor, maka radiasi yang terakhir tidak akan tercacah.
Tampilan sistem pengukur dengan cara pulsa biasanya berupa angka seperti gambar
berikut.

Cara Arus
Pada cara arus, radiasi yang memasuki detektor tidak dikonversikan menjadi pulsa listrik
secara satu per satu, melainkan rata-rata dari akumulasinya dalam konstanta waktu
tertentu dan dipresentasikan sebagai arus listrik. Semakin banyak kuantitas atau energi
radiasi per satuan waktu yang memasuki detektor, akan semakin besar arusnya.
Karena proses konversi pada cara arus ini tidak dilakukan secara individual maka cara ini
tidak dapat memberi informasi jumlah pulsa (cacahan) maupun tinggi setiap pulsa.
Informasi yang dihasilkan cara pulsa ini adalah intensitas radiasi yang sebanding dengan
perkalian jumlah pulsa dan tingginya.
Tampilan sistem pengukur dengan cara arus biasanya berupa jarum penunjuk seperti
gambar berikut.

II.

Jenis Detektor Radiasi


Jenis Detektor Radiasi
1.
Elektroskup (Electroscope)
2.
Kamar Ionisasi (Ionization Chamber)
3.
Pencacah Proporsional
4.
Detektor NaI(Tl)
5.
Detektor Isian Gas
1.
Elektroskup
Elektroskup merupakan peralatan yang paling awal untuk mendeteksi ionisasi radiasi
dari dua buah kepingan emas tipis. Bahan radioaktif ditempatkan di dalam wadah
electroscope bermuatan. Radiasi yang dihasilkan oleh bahan radioaktif tersebut
menyebabkan gas yang ada di dalam electroscope tersebut terionisasi.
Muatan-muatan yang terkumpul pada kepingan itu menyebabkan kepingan itu
menyatu (converge). Laju konvergensi itu secara langsung sebanding dengan jumlah
ionisasi dan juga sebanding dengan jumlah radiasi.
2.
Kamar Ionisasi
Kamar ionisasi tersusun atas sejumlah volume gas kecil pada tekanan atmosfer dalam
kamar, I dan di dalamnya terdapat dua elektroda, E dan E, dipertahankan pada beta
potensial tinggi menggunakan sumber tegangan, V.
Berkas radiasi masuk ke dalam chamber sehingga menyebabkan ionisasi. Ion yang
dihasilkan pada ionisasi itu dikumpulkan pada elektroda + dan - . Tegangan dijaga
tetap tinggi, sehingga tidak ada rekombinasi partikel.

a.
b.

Kamar Ionisasi untuk berkas partikel kontinue atau x-ray


Kamar Ionisasi dan rangkaian untuk deteksi berkas partikel tunggal

1.
Pencacah Proporsional
Pencacah Proporsional merupakan bentuk modifikasi dari kamar ionisasi,
perbedaannya terdapat pada dua aspek.
i.
Pada pencacah proporsional salah satu elektroda berupa silinder berlubang
(hollow cylinder), dan satu elektroda lagi berupa kawat di dalam silinder sepanjang
sumbu silinder itu.

ii.

Tegangan yang terpasang pada pencacah proporsional lebih besar daripada

kamar ionisasi. Ukuran pulsa akan meningkat sejalan dengan kenaikkan tegangan
sampai dengan batas tegangan tertentu. Ukuran pulsa berbanding langsung dengan
jumlah ionisasi primer partikel.
2.
Detektor NaI(Tl)
Detektor NaI(Tl) merupakan detektor jenis sintilasi. Bahan sintilator berupa kristal
tunggal Natrium Iodida yang didopping dengan sedikit Tallium. Sinar gamma yang
terdeteksi berinteraksi dengan atom-atom bahan sintilator berupa interaksi efek
fotolistrik, hamburan Compton dan efek pembentukan pasangan. Elektron bebas hasil
interaksi selanjutnya akan mengalami proses ionisasi dan penetralan (excitasi).

1.
Detektor Isian Gas
Interaksi semua partikel radiasi dengan gas adalah proses ionisasi dan menimbulkan
ion positif dan elektron. Untuk memisahkan kedua jenis partikel yang berlainan
tersebut digunakan medan listrik yang ditimbulkan oleh dua buah elektroda yaitu
anoda yang bermuatan listrik positif dan katoda yang bermuatan listrik negatif.
Prinsip ionisasi gas oleh partikel radiasi dapat digunakan untuk mengembangkan
detektor radiasi. Detektor dengan prinsip ionisasi gas ini disebut detektor isian gas
(gas-filled detector) Bentuk fisik dari detektor isian gas terdiri dari tabung gas yang
berisi gas yang akan terionisasi oleh kehadiran pertikel radiasi. Gas yang biasa
digunakan adalah gas mulia dengan campuran gas poliatomik sebagai quench gas,
tetapi ada juga yang hanya diisi dengan udara biasa dengan tekanan sedikit lebih

rendah dari pada tekanan udara diluar. Tutup silinder yang terletak di bagian depan
detektor terbuat dari material sejenis polimer tipis sedemikian sehingga partikel alpha
() dapat menembusnya. Selongsong silinder berfungsi sebagai katoda dan kawat
yang terletak di sumbu silinder dan terisolasi dengan dinding silinder sebagai anoda.
Beda tegangan (V) dipasangkan antara dinding silinder dengan anoda melalui
hambatan (R).
Prinsip Kerja Detektor Isian Gas
Detektor isian gas bekerja dengan memanfaatkan ionisasi yang dihasilkan oleh radiasi
selama melewati suatu gas. Secara khas pencacah seperti ini terdiri dari dua buah
elektrode yang diberi beda potensial listrik tertentu. Ruang antara dua elektrode itu
diisi dengan suatu gas. Radiasi pengion, yang melewati ruang antara elektrode
tersebut, akan melesapkan sebagian atau semua energinya dengan membangkitkan
pasangan-pasangan elektron ion. Elektron dan ion ini merupakan pembawa muatan
yang bergerak karena pengaruh medan listrik. Ketika radiasi memasuki detektor
kemudian berinteraksi dengan atom-atom gas isian maka atom-atom tersebut akan
mengeluarkan elektron dari orbitnya. Elektron-elektron ini kemudian dikumpulkan
menggunakan medan listrik dan dibentuk menjadi pulsa tegangan atau arus listrik
yang dapat dianalisa oleh suatu rangkaian elektronik. Dengan kata lain muatan yang
dihasilkan oleh radiasi tersebut diubah menjadi pulsa oleh piranti elektronika dan
partikel-partikel itu dicacah secara individual

Gambar 1. Skema Detektor Isian Gas


Misalkan antara anoda dan katoda terpasang beda potensial sebesar V volt dan radiasi
memasuki detektor sehingga terbentuklah sejumlah elektron dan ion-ion positif.
Amplitudo sinyal listrik yang terbentuk sebanding dengan jumlah elektron atau ion

( dengan demikian sebanding dengan tenaga radiasi yang memasuki detektor) dan
tidak tergantung pada tegangan V. Beda tegangan antara katoda dan anoda hanyalah
mempengaruhi laju gerak elektron menuju ke anoda dan ion positif menuju katoda.
Detektor gas isian dengan tegangan V yang relatif rendah seperti ini dinamakan
detektor ionisasi.
Siklus pembentukan sinyal listrik berakhir ketika ion sampai di katoda. Namun
demikian, ion-ion ini dapat menumbuk katoda sehingga dapat menumbuk katoda
sehingga dapat dihasilkan elektron dari katoda sehingga dapat memicu terjadinya
proses ionisasi sekunder. Untuk menghindari agar proses ini tidak terjadi maka gas
pengisi pada detektor adalah gas dengan struktur molekul sederhana misalnya gas
argon dan gas dengan struktur molekul kompleks seperti ethanol.
Detektor Isian Gas
Detektor isian gas merupakan detektor yang paling sering digunakan untuk mengukur
radiasi. Detektor ini terdiri dari dua elektroda, positif dan negatif, serta berisi gas di antara
kedua elektrodanya. Elektroda positif disebut sebagai anoda, yang dihubungkan ke kutub
listrik positif, sedangkan elektroda negatif disebut sebagai katoda, yang dihubungkan ke
kutub negatif. Kebanyakan detektor ini berbentuk silinder dengan sumbu yang berfungsi
sebagai anoda dan dinding silindernya sebagai katoda sebagaimana berikut.

Radiasi yang memasuki detektor akan mengionisasi gas dan menghasilkan ion-ion positif
dan ion-ion negatif (elektron). Jumlah ion yang akan dihasilkan tersebut sebanding

dengan energi radiasi dan berbanding terbalik dengan daya ionisasi gas. Daya ionisasi
gas berkisar dari 25 eV s.d. 40 eV. Ion-ion yang dihasilkan di dalam detektor tersebut
akan memberikan kontribusi terbentuknya pulsa listrik ataupun arus listrik.

Ion-ion primer yang dihasilkan oleh radiasi akan bergerak menuju elektroda yang
sesuai. Pergerakan ion-ion tersebut akan menimbulkan pulsa atau arus listrik. Pergerakan
ion tersebut di atas dapat berlangsung bila di antara dua elektroda terdapat cukup medan
listrik. Bila medan listriknya semakin tinggi maka energi kinetik ion-ion tersebut akan
semakin besar sehingga mampu untuk mengadakan ionisasi lain.

Ion-ion yang dihasilkan oleh ion primer disebut sebagai ion sekunder. Bila medan listrik
di antara dua elektroda semakin tinggi maka jumlah ion yang dihasilkan oleh sebuah
radiasi akan sangat banyak dan disebut proses avalanche.
Terdapat tiga jenis detektor isian gas yang bekerja pada daerah yang berbeda yaitu
detektor kamar ionisasi, detektor proporsional, dan detektor Geiger Mueller (GM).
Detektor Kamar Ionisasi (ionization chamber)

Sebagaimana terlihat pada kurva karakteristik gas di atas, jumlah ion yang dihasilkan
di daerah ini relatif sedikit sehingga tinggi pulsanya, bila menerapkan pengukuran
model pulsa, sangat rendah. Oleh karena itu, biasanya, pengukuran yang
menggunakan detektor ionisasi menerapkan cara arus. Bila akan menggunakan
detektor ini dengan cara pulsa maka dibutuhkan penguat pulsa yang sangat baik.
Keuntungan detektor ini adalah dapat membedakan energi yang memasukinya dan
tegangan kerja yang dibutuhkan tidak terlalu tinggi.
Detektor Proporsional
Dibandingkan dengan daerah ionisasi di atas, jumlah ion yang dihasilkan di daerah
proporsional ini lebih banyak sehingga tinggi pulsanya akan lebih tinggi. Detektor ini
lebih sering digunakan untuk pengukuran dengan cara pulsa.
Terlihat pada kurva karakteristik di atas bahwa jumlah ion yang dihasilkan sebanding
dengan energi radiasi, sehingga detektor ini dapat membedakan energi radiasi. Akan
tetapi, yang merupakan suatu kerugian, jumlah ion atau tinggi pulsa yang dihasilkan
sangat dipengaruhi oleh tegangan kerja dan daya tegangan untuk detektor ini harus
sangat stabil.
Detektor Geiger Mueller (GM)
Jumlah ion yang dihasilkan di daerah ini sangat banyak, mencapai nilai saturasinya,
sehingga pulsanya relatif tinggi dan tidak memerlukan penguat pulsa lagi. Kerugian
utama dari detektor ini ialah tidak dapat membedakan energi radiasi yang
memasukinya, karena berapapun energinya jumlah ion yang dihasilkannya sama
dengan nilai saturasinya. Detektor ini merupakan detektor yang paling sering
digunakan, karena dari segi elektonik sangat sederhana, tidak perlu menggunakan
rangkaian penguat. Sebagian besar peralatan ukur proteksi radiasi, yang harus bersifat
portabel, terbuat dari detektor Geiger Mueller.

Detektor Sintilasi

Detektor sintilasi selalu terdiri dari dua bagian yaitu bahan sintilator dan photomultiplier.
Bahan sintilator merupakan suatu bahan padat, cair maupun gas, yang akan
menghasilkan percikan cahaya bila dikenai radiasi pengion. Photomultiplier digunakan
untuk mengubah percikan cahaya yang dihasilkan bahan sintilator menjadi pulsa listrik.
Mekanisme pendeteksian radiasi pada detektor sintilasi dapat dibagi menjadi dua tahap
yaitu :
proses pengubahan radiasi yang mengenai detektor menjadi percikan cahaya di
dalam bahan sintilator dan
proses pengubahan percikan cahaya menjadi pulsa listrik di dalam tabung
photomultiplier
Bahan Sintilator
Proses sintilasi pada bahan ini dapat dijelaskan dengan Gambar 4. Di dalam kristal
bahan sintilator terdapat pita-pita atau daerah yang dinamakan sebagai pita valensi
dan pita konduksi yang dipisahkan dengan tingkat energi tertentu. Pada keadaan
dasar, ground state, seluruh elektron berada di pita valensi sedangkan di pita konduksi
kosong. Ketika terdapat radiasi yang memasuki kristal, terdapat kemungkinan bahwa
energinya akan terserap oleh beberapa elektron di pita valensi, sehingga dapat
meloncat ke pita konduksi. Beberapa saat kemudian elektron-elektron tersebut akan
kembali ke pita valensi melalui pita energi bahan aktivator sambil memancarkan
percikan cahaya.

Jumlah percikan cahaya sebanding dengan energi radiasi diserap dan dipengaruhi oleh
jenis bahan sintilatornya. Semakin besar energinya semakin banyak percikan
cahayanya. Percikan-percikan cahaya ini kemudian ditangkap oleh photomultiplier.

Berikut ini adalah beberapa contoh bahan sintilator yang sering digunakan sebagai
detektor radiasi.
Kristal NaI(Tl)
Kristal ZnS(Ag)
Kristal LiI(Eu)
Sintilator Organik
Sintilator Cair (Liquid Scintillation)
Detektor ini sangat spesial dibandingkan dengan jenis detektor yang lain karena
berwujud cair. Sampel radioaktif yang akan diukur dilarutkan dahulu ke dalam
sintilator cair ini sehingga sampel dan detektor menjadi satu kesatuan larutan yang
homogen. Secara geometri pengukuran ini dapat mencapai efisiensi 100 % karena
semua radiasi yang dipancarkan sumber akan ditangkap oleh detektor. Metode ini
sangat diperlukan untuk mengukur sampel yang memancarkan radiasi b berenergi
rendah seperti tritium dan C14.

Masalah yang harus diperhatikan pada metode ini adalah quenching yaitu
berkurangnya sifat transparan dari larutan (sintilator cair) karena mendapat campuran
sampel. Semakin pekat konsentrasi sampel maka akan semakin buruk tingkat
transparansinya sehingga percikan cahaya yang dihasilkan tidak dapat
mencapai photomultiplier.

Tabung Photomultiplier
Sebagaimana telah dibahas sebelumnya, setiap detektor sintilasi terdiri atas dua
bagian yaitu bahan sintilator dan tabung photomultiplier. Bila bahan sintilator
berfungsi untuk mengubah energi radiasi menjadi percikan cahaya maka tabung
photomultiplier ini berfungsi untuk mengubah percikan cahaya tersebut menjadi
berkas elektron, sehingga dapat diolah lebih lanjut sebagai pulsa / arus listrik.
Tabung photomultiplier terbuat dari tabung hampa yang kedap cahaya dengan
photokatoda yang berfungsi sebagai masukan pada salah satu ujungnya dan terdapat
beberapa dinode untuk menggandakan elektron seperti terdapat pada gambar 5.
Photokatoda yang ditempelkan pada bahan sintilator, akan memancarkan elektron bila
dikenai cahaya dengan panjang gelombang yang sesuai. Elektron yang dihasilkannya
akan diarahkan, dengan perbedaan potensial, menuju dinode pertama. Dinode tersebut
akan memancarkan beberapa elektron sekunder bila dikenai oleh elektron.

Elektron-elektron sekunder yang dihasilkan dinode pertama akan menuju dinode


kedua dan dilipatgandakan kemudian ke dinode ketiga dan seterusnya sehingga
elektron yang terkumpul pada dinode terakhir berjumlah sangat banyak. Dengan
sebuah kapasitor kumpulan elektron tersebut akan diubah menjadi pulsa listrik.

Detektor Semikonduktor
Bahan semikonduktor, yang diketemukan relatif lebih baru daripada dua jenis detektor di
atas, terbuat dari unsur golongan IV pada tabel periodik yaitu silikon atau germanium.
Detektor ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu lebih effisien dibandingkan dengan

detektor isian gas, karena terbuat dari zat padat, serta mempunyai resolusi yang lebih baik
daripada detektor sintilasi.

Pada dasarnya, bahan isolator dan bahan semikonduktor tidak dapat meneruskan arus
listrik. Hal ini disebabkan semua elektronnya berada di pita valensi sedangkan di pita
konduksi kosong. Perbedaan tingkat energi antara pita valensi dan pita konduksi di bahan
isolator sangat besar sehingga tidak memungkinkan elektron untuk berpindah ke pita
konduksi ( > 5 eV ) seperti terlihat di atas. Sebaliknya, perbedaan tersebut relatif kecil
pada bahan semikonduktor ( < 3 eV ) sehingga memungkinkan elektron untuk meloncat
ke pita konduksi bila mendapat tambahan energi.
Energi radiasi yang memasuki bahan semikonduktor akan diserap oleh bahan sehingga
beberapa elektronnya dapat berpindah dari pita valensi ke pita konduksi. Bila di antara
kedua ujung bahan semikonduktor tersebut terdapat beda potensial maka akan terjadi
aliran arus listrik. Jadi pada detektor ini, energi radiasi diubah menjadi energi listrik.

Sambungan semikonduktor dibuat dengan menyambungkan semikonduktor tipe N dengan


tipe P (PN junction). Kutub positif dari tegangan listrik eksternal dihubungkan ke tipe N
sedangkan kutub negatifnya ke tipe P seperti terlihat pada Gambar 7. Hal ini
menyebabkan pembawa muatan positif akan tertarik ke atas (kutub negatif) sedangkan
pembawa muatan negatif akan tertarik ke bawah (kutub positif), sehingga terbentuk

(depletion layer) lapisan kosong muatan pada sambungan PN. Dengan adanya lapisan
kosong muatan ini maka tidak akan terjadi arus listrik. Bila ada radiasi pengion yang
memasuki lapisan kosong muatan ini maka akan terbentuk ion-ion baru, elektron dan
hole, yang akan bergerak ke kutub-kutub positif dan negatif. Tambahan elektron dan hole
inilah yang akan menyebabkan terbentuknya pulsa atau arus listrik.
Oleh karena daya atau energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan ion-ion ini lebih
rendah dibandingkan dengan proses ionisasi di gas, maka jumlah ion yang dihasilkan oleh
energi yang sama akan lebih banyak. Hal inilah yang menyebabkan detektor
semikonduktor sangat teliti dalam membedakan energi radiasi yang mengenainya atau
disebut mempunyai resolusi tinggi. Sebagai gambaran, detektor sintilasi untuk radiasi
gamma biasanya mempunyai resolusi sebesar 50 keV, artinya, detektor ini dapat
membedakan energi dari dua buah radiasi yang memasukinya bila kedua radiasi tersebut
mempunyai perbedaan energi lebih besar daripada 50 keV. Sedang detektor
semikonduktor untuk radiasi gamma biasanya mempunyai resolusi 2 keV. Jadi terlihat
bahwa detektor semikonduktor jauh lebih teliti untuk membedakan energi radiasi.
Sebenarnya, kemampuan untuk membedakan energi tidak terlalu diperlukan dalam
pemakaian di lapangan, misalnya untuk melakukan survai radiasi. Akan tetapi untuk
keperluan lain, misalnya untuk menentukan jenis radionuklida atau untuk menentukan
jenis dan kadar bahan, kemampuan ini mutlak diperlukan.
Kelemahan dari detektor semikonduktor adalah harganya lebih mahal, pemakaiannya
harus sangat hati-hati karena mudah rusak dan beberapa jenis detektor semikonduktor
harus didinginkan pada temperatur Nitrogen cair sehingga memerlukan dewar yang
berukuran cukup besar.

III.

Prinsip Kerja Monitor Kontaminasi

Monitor Kontaminasi
Kontaminasi merupakan suatu masalah yang sangat berbahaya, apalagi kalau sampai terjadi
di dalam tubuh. Kontaminasi sangat mudah terjadi kalau bekerja dengan sumber radiasi
terbuka, misalnya berbentuk cair, serbuk, atau gas. Adapun yang terkontaminasi biasanya
adalah peralatan, meja kerja, lantai, tangan, sepatu.
Jika intensitas radiasi yang dipancarkan oleh sesuatu yang telah terkontaminasi sangat
rendah, maka alat ukur ini harus mempunyai efisiensi pencacahan yang sangat tinggi.
Detektor yang digunakan untuk monitor kontaminasi ini harus mempunyai jendela
(window) yang luas, karena kontaminasi tidak selalu terjadi pada satu daerah tertentu,
melainkan tersebar pada permukaan yang luas. Tampilan dari monitor kontaminasi ini
biasanya menunjukkan kuantitas radiasi (laju cacah) seperti cacah per menit atau cacah per
detik (cpd). Nilai ini harus dikonversikan menjadi satuan aktivitas radiasi, Currie atau
Becquerel, dengan hubungan sebagai berikut.

A adalah aktivitas radiasi, R adalah laju cacah dan h adalah efisiensi alat pengukur. Monitor
kontaminasi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu monitor kontaminasi permukaan, monitor
kontaminasi perorangan dan monitor kontaminasi udara (airborne). Monitor kontaminasi
permukaan (surface monitor) digunakan untuk mengukur tingkat kontaminasi segala
permukaan, misalnya meja kerja, lantai, alat ukur ataupun baju kerja.
Monitor kontaminasi perorangan digunakan untuk mengukur tingkat kontaminasi pada
bagian-bagian tubuh dari pekerja radiasi. Bagian tubuh yang paling sering terkontaminasi
adalah tangan dan kaki, sehingga terdapat monitor kontaminasi khusus untuk tangan dan kaki
yaitu hand and foot contamination monitor. Suatu instalasi yang modern biasanya dilengkapi
dengan monitor kontaminasi seluruh tubuh (whole body monitor). Setiap pekerja yang akan
meninggalkan tempat kerja harus diperiksa terlebih dahulu dengan monitor kontaminasi.
Monitor kontaminasi udara digunakan untuk mengukur tingkat radioaktivitas udara di
sekeliling instalasi nuklir yang mempunyai potensi untuk melepaskan zat radioaktif ke udara.

Sebagaimana survaimeter, detektor yang digunakan di sini dapat berupa detektor isian gas,
sintilasi ataupun semikonduktor. Detektor yang paling banyak digunakan adalah detektor
isian gas proporsional untuk mendeteksi kontaminasi pemancar alpha atau beta dan detektor
sintilasi NaI(Tl) untuk kontaminasi pemancar gamma. Khusus untuk monitor kontaminasi
udara biasanya dilengkapi dengan suatu penyaring (filter) dan pompa penghisap udara untuk
menangkap partikulat zat
radioaktif yang bercampur dengan
molekul-molekul udara.

VII.

IV. Cara Kerja


V. Blok Diagram
VI.
Kesimpulan
Referensi

http://elangbiru3004.blogspot.co.id/2011/04/detektor-radiasi.html
http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Proteksi_0
4.htm

Anda mungkin juga menyukai