Anda di halaman 1dari 86

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS TIDUR LANSIA DENGAN

TINGKAT KEKAMBUHAN PADA PASIEN HIPERTENSI


DI KLINIK DHANANG HUSADA SUKOHARJO

SKRIPSI
Untuk memenuhi persyaratan mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh :
Yuni Widyastuti
NIM ST13085

PROGAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015

LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS TIDUR LANSIA DENGAN TINGKAT


KEKAMBUHAN PADA PASIEN HIPERTENSI DI KLINIK
DHANANG HUSADA SUKOHARJO
Oleh
Yuni Widyastuti
NIM ST13085
Telah dipertahankan di depan penguji pada tanggal 29 Juli 2015 dan dinyatakan
telah memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan
Pembimbing Utama,

Pembimbing Pendamping,

Meri Oktariani, S.Kep, Ns, M.Kep


NIK. 200981037

Rufaida Nur Fitriana, S.Kep, Ns


NIK. 201187098
Penguji,

bc. Yeti Nurhayati, M.Kes


NIK. 201378115
Surakarta, 29 Juli 2015
Ketua Program Studi S-1 Keperawatan,

Wahyu Rima Agustin, S.Kep, Ns, M.Kep


NIK. 201279102

ii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :


Nama : Yuni Widyastuti
NIM

: ST13085

Dengan ini saya menyatakan bahwa :


1) Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar
akademik (Sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada Surakarta maupun
perguruan tinggi lain.
2) Skripsi ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan
pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan dari Tim Penguji.
3) Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila di kumudian hari terdapat
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di
perguruan tinggi ini.

Surakarta,

Juli 2015

Yang membuat pernyataan,

Yuni Widyastuti
NIM ST13085

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan sujud syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah
SWT, atas segala keagungan dan kemahabesaranNya. Hanya dengan petunjuk,
rahmat dan karuniaNya hingga penelitian ini yang berjudul Hubungan Antara
Kualitas Tidur Lansia Dengan Tingkat Kekambuhan Pada Pasien Hipertensi di
Klinik Dhanang Husada Sukoharjo
Dalam menjalani proses penyusunan penelitian ini tidak sedikit halangan
dan rintangan yang penulis hadapi. Penulis sangat menyadari bahwa penelitian ini
masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran
dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi perbaikan
penelitian ini. Atas bantuan, arahan dan motivasi yang senantiasa diberikan
selama penyusunan penelitian ini, dengan segala kerendahan hati penulis
menghaturkan ucapan terimakasih kepada :
1. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M.Kep, selaku Ketua Program Studi S-1
Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Meri Oktariani, S.Kep, Ns, M.Kep, selaku Pembimbing I yang telah banyak
meluangkan waktu dan begitu bijaksana dalam memberikan arahan, bimbingan
serta motivasi dalam penyusunan proposal penelitian ini
4. Rufaida Nur Fitriana, S.Kep, Ns, selaku pembimbing II yang telah banyak
meluangkan waktu dan begitu bijaksana dalam memberikan arahan, bimbingan
serta motivasi dalam penyusunan proposal penelitian ini.

iv

5. bc. Yeti Nurhayati, M.Kes, selaku penguji yang telah membantu dalam
penyelesaian penelitian ini.
6. Segenap pasien di Klinik Dhanang Husada Sukoharjo yang telah berkenan
menjadi responden dalam penelitian ini.
7. Seluruh Dosen, Staf pengajar dan karyawan STIKes Kusuma Husada yang
telah banyak memberikan wawasan dan segala bentuk bantuan kepada penulis.
8. Teman-teman S-1 Keperawatan yang telah memberikan motivasi dalam
penyusunan penelitian ini.
9. Segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian penelitian ini.
Surakarta,

Juli 2015

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .....................................................................................

HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................

ii

SURAT PERNYATAAN...............................................................................

iii

KATA PENGANTAR ..................................................................................

iv

DAFTAR ISI ..................................................................................................

vi

DAFTAR TABEL .........................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

ABSTRAK .....................................................................................................

xi

ABSTRACT..

xii

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...................................................................

1.2. Rumusan Masalah ..............................................................

1.3. Tujuan Penelitian ...............................................................

1.4. Manfaat Penelitian ............................................................

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori....................................................................

2.1.1 Konsep Tidur ...........................................................

2.1.2 Kekambuhan Hipertensi ..........................................

13

2.1.3 Lansia .......................................................................

26

2.2. Keaslian Penelitian ............................................................

29

2.3. Kerangka Teori ..................................................................

28

vi

2.4. Kerangka Konsep ...............................................................

30

2.5. Hipotesis ............................................................................

31

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ..........................................

32

3.2 Populasi dan Sampel ............................................................

33

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................

34

3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ........

34

3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data ......................

35

3.6 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data .........................

40

3.7 Etika Penelitian ....................................................................

44

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB V

4.1. Analisis Univariat.................................................................

46

4.2. Analisis Bivariat ...................................................................

49

PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Responden ......................................................

50

5.2. Kualitas Tidur Pasien Hipertensi .........................................

52

5.3. Kekambuhan Hipertensi .......................................................

53

5.4. Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan Kekambuhan


Hipertensi .............................................................................

54

BAB VI PENUTUP
6.1. Kesimpulan ..........................................................................

58

6.2. Saran ....................................................................................

58

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vii

DAFTAR TABEL

NomorTabel

Judul Tabel

Halaman

Tabel 2.1 Kebutuhan Tidur Manusia .....................................................

Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah untuk Usia 18 Tahun atau Lebih
Berdasarkan Joint National Committe (JNC) VII 2003

15

Tabel 2.3 Keaslian Penelitian.....................................................................

27

Tabel 3.1 Definisi Operasional....................................................................

35

Tabel 3.2 Panduan Interpretasi Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan Kekuatan


Korelasi, nilai p dan arah korelasi.................................................

44

Tabel 4.1 Karakteristik Pasien Hipertensi yang Berobat di Klinik Dhanang


Husada Sukoharjo Berdasarkan Umur..........................................

46

Tabel 4.2 Karakteristik Pasien Hipertensi yang Berobat di Klinik Dhanang


Husada Sukoharjo Berdasarkan Tingkat Pendidikan....................

47

Tabel 4.3 Jenis Kelamin Pasien Hipertensi yang Berobat di Klinik Dhanang
Husada Sukoharjo ........................................................................

47

Tabel 4.4 Kualitas Tidur Pasien Hipertensi yang Berobat di Klinik


Dhanang Husada Sukoharjo..........................................

48

Tabel 4.5. Kekambuhan Hipertensi Pasien Hipertensi yang Berobat di Klinik


Dhanang Husada Sukoharjo......................................... 48
Tabel 4.6. Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan Kekambuhan
Hipertensi....................................................................................

viii

49

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Judul Gambar

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Teori

30

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

31

ix

10

DAFTAR LAMPIRAN
Normor Lampiran

Keterangan

F01 Usulan Topik Penelitian

F02 Pengajuan Judul Skripsi

F04 Pengajuan Ijin Studi Pendahuluan

F07 Pengajuan Ijin Penelitian

Jadwal Penelitian

Surat Studi Pendahuluan

Surat Ijin Penelitian

Surat Keterangan Balasan Penelitian

Lembar Permohonan Menjadi Responden

10

Lembar Persetujuan Menjadi Responden

11

Kuesioner

12

Tabulasi Hasil Penelitian

13

Hasil Penelitian SPSS

14

Lembar Konsultasi

15

Dokumentasi

11

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2015
Yuni Widyastuti
Hubungan Antara Kualitas Tidur Lansia Dengan Tingkat Kekambuhan Pada
Pasien Hipertensi di Klinik Dhanang Husada Sukoharjo
Abstrak
Lanjut usia akan mengalami penurunan fungsi tubuh akibat perubahan
psikososial. Perubahan psikososial akan mempengaruhi kualitas tidur lansia yang
berdampak pada terjadinya penyakit kadiovaskuler. Masalah kesehatan akibat
proses penuaan dan sering terjadi pada sistem kardiovaskuler yaitu penyakit
hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kualitas
tidur lansia dengan tingkat kekambuhan pada pasien hipertensi.
Penelitian ini menggunakan metode descriptif correlation dengan desain
cross sectional. Teknik sampling menggunakan insidental sampling dengan
pasien sebanyak 85 pasien hipertensi. Penelitian dilakukan di Klinik Dhanang
Husada Sukoharjo. Cara pengumpulan data menggunakan kuesioner. Teknik
analisis menggunakan korelasi rank spearman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden mempunyai
kualitas tidur yang buruk yaitu sebanyak 58 orang (68,2%). Mayoritas responden
menyatakan sering mengalami kekambuhan hipertensi yaitu sebanyak 56 orang
(65,9%). Ada hubungan antara kualitas tidur lansia dengan tingkat kekambuhan
pada pasien hipertensi dengan nilai rs sebesar 0,617dengan p value (0,000 < 0,05).
Ada hubungan antara kualitas tidur lansia dengan tingkat kekambuhan pada
pasien hipertensi sehingga petugas kesehatan hendaknya meningkatkan intensitas
pemberian pendidikan kesehatan bagi lansia melalui konseling untuk membantu
meningkatkan pemahaman lansia tentang kekambuhan hipertensi dengan harapan
pasien dapat menekan atau mengurangi perilaku yang beresiko hipertensi.

Kata Kunci
Daftar Pusatka

: Kualitas Tidur, kekambuhan hipertensi, lansia


: 39 (2005-2014)

xi

12

BACHELOR PROGRAM IN NURSING SCIENCE


KUSUMA HUSADA HEALTH SCIENCE COLLEGE OF SURAKARTA
2015
Yuni Widyastuti
Correlation between Elderly Sleep Quality and Hypertensive Recurrence
Level of the Clients at Dhanang Husada Clinic of Sukoharjo Sukoharjo
ABSTRACT
The elderly experience the decreasing physical functions due to
psychosocial changes. The changes will affect their sleep quality, which later
may induce cardiovascular diseases. The health problem which is due to the aging
process and which frequently attacks the cardiovascular system is hypertension
disease. The objective of this research is to analyze the correlation between the
elderly sleep quality and the hypertensive recurrence level of the patients.
This research used the descriptive correlational research method with the
cross-sectional design. It was conducted at Dhanang Husada Clinic of Sukoharjo.
The samples of research consisted of 85 hypertension clients and were taken by
using the incidental sampling technique. The data of research were collected
through questionnaire and were analyzed by using the Spearmans Rank
Correlation.
The result of research shows that 58 respondents (68.2%) had a bad sleep
quality, and 56 (65.9%) stated that they had frequently experienced the
hypertensive recurrence. Thus, there was a correlation between the elderly sleep
quality and the hypertensive recurrence level of the patients as indicated by the
value of 0.617with the p-value 0.000 which is less than 0.05.
The health workers shall improve the intensity of health education
addressed to the elderly through counselling as to help them to improve their
knowlege of the hypertensive reccurance with an expectation that the hypertensive
behaviors can be minimized or reduced.

Keywords: Sleep quality, hypertension recurrence, elderly


References: 39 (2005-2014)

xii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Hipertensi adalah suatu kondisi kesehatan kronis utama yang
mempengaruhi hampir satu miliar orang dewasa di seluruh dunia. Jika tidak
diobati, dapat menyebabkan kecacatan serius dan kematian. Meskipun
prevalensi hipertensi menurun di negara-negara maju, prevalensi terus
meningkat di negara-negara berkembang (Witten, et al, 2013).
Hipertensi merupakan salah satu Penyakit Tidak Menular (PTM) yang
menjadi masalah kesehatan sangat serius saat ini. Hipertensi bisa kambuh,
karena secara keseluruhan hipertensi tidak dapat disembuhkan, namun dengan
penatalaksanaan yang tepat, hipertensi dapat dikontrol dan dapat mengurangi
resiko kekembuhan ulang dengan kombinasi modifikasi gaya hidup dan obat
antihipertensi biasanya dapat menjaga tekanan darah dalam kisaran yang
tidak akan merusak jantung dan organ lain (Agoes, 2008).
Data World Health Organization (WHO) dari 70% penderita hipertensi
yang diketahui hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan hanya 12,5%
yang diobati dengan baik (adequately treated cases) diperkirakan sampai
tahun 2025 tingkat terjadinya tekanan darah tinggi akan bertambah 60%, dan
akan mempengaruhi 1,56 milyar penduduk di seluruh dunia. Prevalensi
hipertensi di Indonesia pada daerah urban dan rural berkisar antara 17-21%.
Data secara nasional yang belum lengkap, sebagian besar penderita hipertensi
di Indonesia tidak terdeteksi, sementara mereka yang terdeteksi umumnya

tidak menyadari kondisi penyakitnya (Maharani, dkk, 2013). Prevalensi


hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur 18
tahun di provinsi Jawa Tengah adalah sebesar 26,4% (Depkes RI, 2013).
Kekambuhan penyakit hipertensi atau peningkatan tekanan darah
kembali dapat terjadi apabila dalam satu tahun tanpa minum obat atau juga
dapat disebabkan beberapa hal antara lain adalah tidak kontrol secara teratur,
tidak menjalankan pola hidup sehat, seperti diet yang tepat, olahraga,
merokok, alkohol dan kafein terutama pada orang yang mempuyai risiko
hipertensi (Marliani dan Tantan, 2007).
Kekambuhan hipertensi dapat menjadi salah satu faktor risiko penting
dalam peningkatan risiko terjadinya penyakit pembuluh darah seperti stroke,
infark miokard, dan semua penyebab kematian yang berhubungan dengan
kelainan pembuluh darah. Walaupun demikian kesadaran dari masyarakat
untuk melakukan kontrol tekanan darah masih jauh dari yang diharapkan
(Pradono, dkk, 2012).
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mempunyai hubungan
yang sangat erat dengan lansia. Hal ini terjadi akibat perubahan fisiologis
yang terjadi seperti penurunan respons imunitas tubuh, katup jantung menebal
dan

menjadi

kaku,

penurunan

kemampuan

kontraktilitas

jantung,

berkurangnya elastisitas pembuluh darah, serta kurangnya efektifitas


pembuluh darah perifer untuk oksigenasi. Perubahan-perubahan inilah yang
menyebabkan peningkatan resistensivaskuler sehingga lansia cenderung lebih
rentan mengalami hipertensi (Setiawan, dkk, 2013).

Perubahan yang terjadi pada lansia adalah masalah psikososial.


Perubahan psikososial ini berubungan dengan bahwa lansia telah mengalami
pensiun, maka ia akan kehilangan teman, pekerjaan, dan status. Lansia
merasakan atau sadar akan kematiannya, sehingga menimbulkan perasaan
cemas, yang mengakibatkan permasalahan yang menimbulkan gangguan tidur
(Maryam, dkk, 2008).
Meningkatnya jumlah lansia tersebut diiringi dengan permasalahan
kesehatan yang dihadapi. Proses degeneratif pada lansia menyebabkan
terjadinya penurunan kondisi fisik, psikologis dan sosial. Salah satu dampak
dari perubahan fisik yang sering dialami lansia adalah terjadinya gangguan
tidur (Majid, 2014). Gangguan tidur menjadi lebih sering dialami dan sangat
mengganggu seiring dengan bertambahnya usia. Setelah berusia diatas 40
tahun tubuh menjadi lebih rentan penyakit, jadi orang tua sering mengalami
tidur yang tidak berkualitas. Tidur adalah fenomena alami, tidur menjadi
kebutuhan hidup manusia. Tidur merupakan bagian hidup manusia yang
memiliki porsi banyak, rata-rata hampir seperempat hingga sepertiga waktu
digunakan untuk tidur. Tidur merupakan proses yang diperlukan oleh
manusia untuk pembentukan sel-sel tubuh yang baru, perbaikan sel-sel tubuh
yang rusak (Natural Healing Mechanism), memberi waktu organ tubuh untuk
beristirahat maupun untuk menjaga keseimbangan metabolisme dan
biokimiawi tubuh (Noviani, dkk, 2011).
Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 27 Nopember
2014 diketahui bahwa cakupan lansia dengan hipertensi bulan Nopember

2013 Oktober 2014 adalah sebanyak 1.220 lansia. Hasil wawancara dengan
10 pasien lansia dengan hipertensi yang memeriksakan dirinya di Klinik
Dhanang Husada Sukoharjo,

pasien mengatakan bahwa hipertensinya

kambuh karena banyak beban fikiran, merasa pusing, dan sering terbangun
bila tidur. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang Hubungan Antara Kualitas Tidur Lansia
dengan Tingkat Kekambuhan Pada Pasien Hipertensi.

1.2 Rumusan Masalah


Lanjut usia akan mengalami penurunan fungsi tubuh akibat perubahan
fisik,

psikososial,

kultural,

spiritual.

Perubahan

psikososial

akan

mempengaruhi kualitas tidur lansia yang berdampak pada terjadinya penyakit


kardiovaskuler. Masalah kesehatan akibat dari proses penuaan dan sering
terjadi pada sistem kardiovaskuler yang merupakan proses degeneratif,
diantaranya yaitu penyakit hipertensi.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka dalam penelitian ini
dirumuskan permasalahan yaitu : Apakah ada hubungan antara kualitas tidur
lansia dengan tingkat kekambuhan pada pasien hipertensi ?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1

Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
kualitas tidur lansia dengan tingkat kekambuhan pada pasien
hipertensi.

1.3.2

Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan karakteristik responden pada pasien hipertensi
b. Mendeskripsikan kualitas tidur lansia yang mengalami hipertensi
c. Mendeskripsikan tingkat kekambuhan pasien hipertensi
d. Menganalisis hubungan kualitas tidur lansia dengan tingkat
kekambuhan pasien hipertensi.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1

Manfaat Teoritik
Dapat menjelaskan hubungan kualitas tidur pada penderita
hipertensi terhadap perubahan perilaku berisiko pada penderita
hipertensi, sehingga dapat digunakan sebagai kerangka dalam
mengembangkan terapi hipertensi non farmakologi.

1.4.2

Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi Masyarakat


Diharapkan hasil penelitian ini membuat masyarakat dapat
mengetahui lebih banyak tentang faktor yang mempengaruhi
hipertensi dan dapat membantu mereka mengetahui apakah mereka
berisiko terkena hipertensi, sehingga dapat mengantisipasi secara dini
dan dapat meningkatkan kualitas tidurnya.
1.4.2.2 Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan
informasi bagi petugas kesehatan khususnya mengenali kualitas tidur
lansia terhadap tingkat kekambuhan pada pasien hipertensi.

1.4.2.3 Bagi Pasien


Dapat menjadikan kualitas tidur sebagai upaya untuk melakukan
kontrol agar tidak terjadi kekambuhan hipertensi.
1.4.2.4 Bagi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan
kepustakaan untuk memperkaya pustaka yang sudah ada, sehingga
dapat dimanfaatkan oleh peserta didik berikutnya dalam proses
pendidikan di profesi kesehatan.
1.4.2.5 Bagi Peneliti
Diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang hipertensi,
peneliti juga

dapat

mengaplikasikan antara teori dan praktek di

lapangan, sehingga hasil penelitian ini dapat diterapkan pada


masyarakat

atau

untuk

menambah khasanah

bagi

penelitian

berikutnya.
1.4.2.6 Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi
peneliti selanjutnya di bidang yang sama di masa mendatang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori


2.1.1. Konsep Tidur
Tidur adalah suatu keadaan berulang-ulang, perubahan status
kesadaran yang terjadi selama periode tertentu. Tidur yang cukup dapat
memulihkan tenaga. Tidur dapat memberikan waktu untuk perbaikan dan
penyembuhan sistem tubuh untuk periode keterjagaan berikutnya (Potter &
Perry, 2005)
Tidur merupakan suatu keadaan tidak sadar dimana persepsi dan
reaksi individu terhadap lingkungan menurun atau menghilang, dan dapat
dibangunkan kembali dengan indra atau rangsangan yang sesuai. Tidur
yang normal terdiri atas komponen gerakan mata cepat REM (Rapid Eye
Movement) dan NREM (Non Rapid Eye Movement). Tidur NREM dibagi
menjadi empat tahap. Tahap I adalah jatuh tertidur, orang tersebut mudah
dibangunkan dan tidak menyadari telah tertidur. Kedutan atau sentakan
otot menandakan relaksasi selama tahap I. Tahap II dan III meliputi tidur
dalam yang progresif. Pada tahap IV, tingkat terdalam, sulit untuk
dibangunkan (Asmadi, 2008).
Kebutuhan tidur manusia tergantung pada tingkat perkembangan.
Tabel berikut merangkum kebutuhan tidur manusia berdasarkan usia
(Hidayat, 2008).

Tabel 2.1.
Kebutuhan Tidur Manusia
Usia

Tingkat Perkembangan

Jumlah kebutuhan

0 1 bulan

Bayi baru lahir

14 18 jam/hari

1 bulan - 18 bulan

Masa Bayi

12 14 jam/hari

18 bulan - 3 tahun

Masa Anak

11 12 jam/hari

3 tahun - 6 tahun

Masa Prasekolah

11 jam/hari

6 tahun - 12 tahun

Masa Sekolah

10 jam/hari

12 tahun - 18 tahun

Masa Remaja

8,5 jam/hari

18 tahun - 40 tahun

Masa Dewasa

7 8 jam/hari

40 tahun - 60 tahun

Masa Muda Paruh Baya

7 jam/hari

60 tahun ke atas

Masa Dewasa Tua

6 jam/hari

Sumber : Hidayat (2008)


2.1.1.1 Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah suatu keadaan di mana tidur yang dijalani
seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran di saat
terbangun. Kualitas tidur yang mencakup aspek kuantitatif dari tidur,
seperti durasi tidur, latensi tidur serta aspek subjektif, seperti tidur dalam
dan istirahat (Khasanah, 2012).
Sebagian besar lansia beresiko tinggi mengalami gangguan tidur
yang diakibatkan oleh karena faktor usia dan ditunjang oleh faktor-faktor
penyebab lainnya seperti adanya penyakit. Selama proses penuaan, terjadi
perubahan fisik dan mental yang diikuti dengan perubahan pola tidur yang
khas yang membedakan dari orang yang lebih muda (Hidayat, 2008).
Menurunnya kualitas tidur lansia akan berdampak buruk terhadap
kesehatan, karena dapat menyebabkan kerentanan terhadap penyakit, stres,

konfusi, disorientasi, gangguan mood, kurang fresh, menurunnya


kemampuan berkonsentrasi, kemampuan membuat keputusan (Potter &
Perry, 2005). Dampak lebih lanjut dari penurunan kualitas ini
menyebabkan menurunnya kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas
sehari-hari yang nantinya akan berujung pada penurunan kualitas hidup
pada lansia (Maryam, dkk, 2008).
2.1.1.2. Kebutuhan tidur pada usia lanjut
Sebagian besar lansia berisiko tinggi mengalami gangguan tidur
akibat beberapa faktor. Selama penuaan, terjadi perubahan fisik dan
mental yang diikuti dengan perubahan pola tidur yang khas yang
membedakan dari orang yang lebih muda. Perubahan-perubahan itu
mencakup kelatenan tidur, terbangun pada dini hari, dan peningkatan
jumlah tidur siang. Kurang tidur berkepanjangan dan sering terjadi dapat
mengganggu kesehatan fisik maupun psikis. Kebutuhan tidur setiap orang
berbeda-beda, usia lanjut membutuhkan waktu tidur 6-7 jam perhari
Walaupun mereka menghabiskan lebih banyak waktu di tempat tidur,
tetapi usia lanjut sering mengeluh terbangun pada malam hari, memiliki
waktu tidur kurang total, mengambil lebih lama tidur, dan mengambil tidur
siang lebih banyak (Hidayat, 2008).
Kecenderungan tidur siang meningkat secara progresif dengan
bertambahnya usia. Peningkatan waktu siang hari yang dipakai untuk tidur
dapat terjadi karena seringnya terbangun pada malam hari. Dibandingkan

10

dengan jumlah waktu yang dihabiskan ditempat tidur menurun sejam atau
lebih (Perry & Potter, 2005).
2.1.1.3 Fisiologi tidur pada lansia
Jumlah tidur total tidak berubah sesuai dengan pertambahan usia.
Akan tetapi, kualitas tidur kelihatan menjadi berubah pada kebanyakan
usia lanjut. Episode tidur REM cenderung memendek. Terdapat penurunan
yang progresif pada tahap tidur NREM 3 dan 4. Beberapa usia lanjut tidak
memiliki tahap 4 atau tidur dalam. Seorang usia lanjut yang terbangun
lebih sering pada malam hari, dan membutuhkan banyak waktu untuk
jatuh tidur. Tetapi pada lansia yang berhasil beradaptasi terhadap
perubahan fisiologis dan psikologis dalam penuaan lebih mudah
mempertahankan tidur REM (Perry & Potter, 2005).
2.1.1.4 Tanda-tanda kurangnya kualitas tidur
Hidayat (2008), kualitas tidur seseorang dikatakan baik apabila
tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan tidur dan tidak mengalami
masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda kekurangan tidur dapat dibagi
menjadi tanda fisik dan tanda psikologis. Di bawah ini akan dijelaskan apa
saja tanda fisik dan psikologis yang dialami.
1. Tanda fisik
Ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak
mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang
berlebihan (sering menguap), tidak mampu untuk berkonsentrasi

11

(kurang perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan


kabur, mual dan pusing.
2. Tanda psikologis
Menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak enak
badan, malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul
halusinasi, dan ilusi

penglihatan atau pendengaran, kemampuan

memberikan pertimbangan atau keputusan menurun.


2.1.1.5 Faktor yang mempengaruhi gangguan tidur
Menurut Perry and Potter (2005) penyebab gangguan atau susah
tidur antara lain adalah sebagai berikut :
1. Faktor psikologi (Stres dan Depresi)
Stres yang berkepanjangan sering menjadi penyebab dari
insomnia jenis kronis, sedangkan berita-berita buruk gagal rencana
dapat menjadi penyebab insomnia transient. Depresi paling sering
ditemukan. Bangun lebih pagi dari biasanya yang tidak diinginkan
adalah gejala paling umum dari awal depresi, cemas, neorosa dan
gangguan psikologi lainnya sering menjadi penyebab dari gangguan
tidur.
2. Sakit fisik
Sesak nafas pada orang yang terserang asma, hipertensi,
penyakit jantung koroner sering dikarakteristikkan dengan episode
nyeri dada yang tiba-tiba dan denyut jantung yang tidak teratur,
sehingga seringkali mengalami frekuensi terbangun yang sering,
nokturia atau berkemih pada malam hari,dan lansia yang mempunyai

12

sindrom kaki tak berdaya yang terjadi pada saat sebelum tidur
mereka mengalami berulang kali kambuh gerakan berirama pada
kaki dan tungkai.
3. Faktor lingkungan
Lingkungan yang bising seperti lingkungan lintasan pesawat
jet, lintasan kereta api, pabrik atau TV tetangga dapat menjadi faktor
penyebab susah tidur.
4. Gaya hidup
Alkohol, rokok, kopi, obat penurun berat badan, jam kerja
yang tidak teratur, juga dapat menjadi faktor penyebab sulit tidur.
5. Usia
Usia merupakan jumlah lamanya kehidupan yang dihitung
berdasarkan tahun kelahiran sampai ulang tahun terakhir. Usia
mempengaruhi psikologi seseorang. Semakin bertambah usia
seseorang, semakin siap pula dalam menerima cobaan dan berbagai
masalah.
6. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan status gender dari seseorang yaitu
laki-laki dan perempuan.

Wanita secara psikologis memiliki

mekanisme koping yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki


dalam mengatasi suatu masalah. Dengan adanya gangguan secara
fisik maupun secara psikologis tersebut maka wanita akan
mengalami suatu kecemasan, jika kecemasan itu berlanjut maka akan

13

mengakibatkan seseorang lansia lebih sering mengalami kejadian


insomnia dibandingkan dengan laki-laki.
2.1.1.6 Pengukuran Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah kemampuan individu untuk tetap tertidur dan
untuk mendapatkan jumlah tidur yang tepat. Kualitas tidur yang baik akan
ditandai dengan tidur yang tenang, merasa segar pada pagi hari dan merasa
semangat untuk melakukan aktivitas. Pengukuran kualitas tidur dapat
menggunakan The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) (Agustin, 2012).
PSQI membedakan antara tidur yang baik dan tidur yang buruk dengan
pemeriksaan 7 komponen : latensi tidur, durasi tidur, kualitas tidur,
efisiensi kebiasan tidur,

gangguan tidur, penggunaan obat tidur dan

ganggungan fungsi tubuh di siang hari (Angkat, 2009).

2.1.2

Kekambuhan Hipertensi

2.1.2.1 Definisi
Kekambuhan adalah suatu keadaan dimana timbulnya kembali suatu
penyakit yang sudah sembuh dan disebabkan oleh berbagai macam faktor
penyebab (Sheewangisaw, 2012). Kekambuhan merupakan keadaan klien
hipertensi dimana muncul gejala yang sama seperti sebelumnya dan
mengakibatkan klien hipertensi harus di rawat kembali (Andri 2008).
Tekanan darah tinggi adalah terjadinya peningkatan tekanan darah
sistolik lebih besar dari atau sama dengan 140 mmHg atau tekanan darah
diastolik lebih dari atau sama dengan 90 mmHg dalam 2 kali pengukuran

14

dengan jarak pemeriksaan minimal sekitar 10 menit (Bawazier, 2008),


sedangkan menurut Yeni, dkk (2010) menyatakan bahwa hipertensi
merupakan keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan
darah di atas normal. Menurut Joint National Commitee 7th bahwa
hipertensi terjadi apabila

tekanan darah systolic 140 mmHg dan/atau

tekanan darah diastolic = 90 mmHg (Asmadi, 2008)


Kekambuhan

hipertensi

dimaknai

sebagai

timbulnya

gejala

meningkatnya tekanan darah sebesar 140/90 mm/Hg. Distribusi penelitian


menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki kecenderungan
kekambuhan hipertensi yang tinggi. Beberapa faktor yang turut
mempengaruhi kekambuhan hipertensi antara lain riwayat penyakit dan
perilaku hidup sehat pasien hipertensi (Muhlisin dan Laksono, 2011).
Kekambuhan penyakit hipertensi atau peningkatan darah kembali
disebabkan oleh beberapa hal yakni tidak kontrol secara teratur, tidak
menjalankan pola hidup sehat, seperti diet yang tepat, olahraga, berhenti
merokok mengurangi alkohol, kafein dan mengurangi stres terutama pada
orang yang mempunyai faktor resiko hipertensi (Marliani dan Tantan,
2007).
2.1.2.2 Klasifikasi Hipertensi
WHO menyatakan bahwa batas normal tekanan darah sistolik adalah
120140 mmHg dan tekanan diastolik adalah 8090 mmHg. Hipertensi
yang terjadi pada seseorang adalah apabila tekanan darahnya > 140/90

15

mmHg. Menurut JNC VII 2003 (The seventh report of the joint National
on Prevention, detection, evaluation, and treatment of high blood
pressure) tekanan darah pada orang dewasa dengan usia di atas 18 tahun
apabila tekanan sistoliknya 140159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90
99 mmHg maka dinyatakan menderita hipertensi stadium I. Apabila
tekanan sistoliknya lebih dari 160 mmHg dan diastoliknya lebih dari 100
mmHg maka dinyatakan menderita hipertensi stadium II sedangkan
apabila tekanan sistoliknya lebih dari 180 mmHg dan tekanan diastoliknya
lebih dari 116 mmHg maka dinyatakan hipertensi stadium III dan apabila
tekanan darah tinggi tidak terkontrol dengan baik, maka dapat terjadi
serangkaian komplikasi serius dan penyakit kardiovaskuler, seperti
serangan jantung, dan stroke ringan, gagal jantung, kerusakan ginjal dan
masalah mata (Palmer dan William, 2007).
Klasifikasi tekanan darah untuk usia 18 tahun atau lebih berdasarkan
JNC dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel 2.2.
Klasifikasi Tekanan Darah untuk usia 18 tahun atau lebih berdasarkan
Joint National Committee (JNC) VII 2003
Klasifikasi Tekanan Darah

Tekanan Darah

Tekanan Darah

Sistolik (mmHg)

Diastolik (mmHg)

< 120

< 80

Prehipertensi

120 139

80 89

Hipertensi Stadium 1

140 159

90 99

Hipertensi Stadium 2

> 160

> 100

Normal

Sumber : (Firstyani, 2011)

16

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa prehipertensi


bukan merupakan kategori patologis. Istilah ini digunakan untuk pasien
dengan faktor risiko tinggi kolesterol sehingga baik pasien atau dokter
menjadi waspada akan risiko ini dan dapat melakukan pencegahan.
Pemberian obat-obatan anti hipertensi pada kasus prehipertensi tidak
dibenarkan kecuali pada pasien yang menderita diabetes melitus atau
kelainan ginjal dan gagal menurunkan tekanan darahnya sampai pada <
130 mmHg dengan modifikasi gaya hidup (Bawazier, 2008).
2.1.2.3 Jenis Hipertensi
Menurut Herlinah, dkk (2013), tekanan darah tinggi terbagi menjadi
dua jenis yaitu hipertensi primer (esensial) dan hipertensi sekunder.
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut :
1. Hipertensi primer (esensial) yaitu adanya peningkatan persisten
tekanan arteri yang disebabkan karena ketidakteraturan mekanisme
kontrol homeostatik normal. Jenis hipertensi ini tidak diketahui
penyebabnya, tetapi hal ini terjadi 90% dari kasus hipertensi.
Hipertensi esensial merupakan penyakit multifaktorial yang timbul
akibat interaksi beberapa faktor risiko, antara lain meliputi :
a. Pola hidup seperti merokok, asupan garam berlebih, obesitas,
aktivitas fisik, dan stres.
b. Faktor genetis dan usia.
c. Sistem saraf simpatis: tonus simpatis dan variasi diurnal.

17

d. Ketidakseimbangan

antara

modulator

vasokontriksi

dan

vasodilatasi.
e. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan dalam sistem
renin, angiotensin, dan aldosteron.
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi persisten yang dikarenakan
adanya kelainan dasar kedua selain hipertensi primer. Jenis hipertensi
ini diketahui penyebabnya dan hal ini terjadi 10% dari kasus-kasus
hipertensi.
2.1.2.4 Tanda dan Gejala Hipertensi
Pada umumnya penderita hipertensi atau tekanan darah tinggi tidak
merasakan adanya gejala, namun secara tidak sengaja beberapa gejala
terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi
walaupun terkadang gejala tersebut juga bukan menjadi penyebab
hipertensi. Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari
hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan yang bisa saja terjadi baik
pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah
yang normal (Ridwan, 2008).
Hipertensi yang sudah terjadi pada level yang berat atau menahun
dan tidak diobati, dapat menimbulkan beberapa gejala antara lain adalah
sakit kepala, kelelahan, mual, muntah, sesak napas, gelisah, pandangan
menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,
jantung dan ginjal. Penderita hipertensi berat terkadang juga mengalami
penurunan kesadaran hingga dapat terjadi koma karena adanya

18

pembengkakan otak. Hal ini disebut dengan ensefalopati hipertensif dan


apabila hal ini terjadi maka harus segera mendapatkan penanganan
(Ridwan, 2008).
2.1.2.5 Etiologi Hipertensi
Sampai saat ini hipertensi primer tidak diketahui dengan pasti
penyebabnya, hal ini dikarenakan tekanan darah tinggi esensial atau primer
tidak dipengaruhi oleh faktor tunggal dan khusus. Hipertensi ini
disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan. Hipertensi sekunder
dapat disebabkan oleh faktor primer misalnya adalah kerusakan ginjal,
gangguan obat, stres yang akut, kerusakan yang terjadi pada vaskuler dan
yang lainnnya. Risiko kejadian hipertensi sangat tergantung pada jumlah
dan keparahan dari faktor penyebab ataupun faktor risiko yang dapat
dimodifikasi ataupun yang tidak dapat dimodifikasi (Anggraini, dkk,
2009).
Anggraini, dkk (2009) menyatakan bahwa faktor-faktor yang tidak
dapat dimodifikasi antara lain faktor genetik, usia, jenis kelamin, dan etnis
sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi antara lain adalah stres,
kegemukan dan nutrisi. Masing-masing penjelasannya adalah sebagai
berikut :
1. Faktor genetik
Risiko terjadinya hipertensi dapat disebakan karena adanya
faktor genetik pada keluarga yang mempunyai hipertensi, hal tersebut
dapat terjadi karena adanya hubungan dengan meningkatnya kadar

19

sodium intraseluler dan rendahnya rasio potasium dengan sodium


individu. Orang yang mempunyai riwayat keluarga hipertensi
mempunyai risiko dua kali lebih besar terjadi hipertensi dibandingkan
pada pada keluarga yang tidak mempunyai riwayat hipertensi. 70-80%
kasus hipertensi esensial terjadi karena adanya riwayat hipertensi
dalam keluarga (Anggraini, dkk, 2009).
2. Usia
Kejadian hipertensi meningkat seiring dengan bertambahnya
usia. Sebanyak 50-60%, pasien dengan usia lebih 60 tahun
mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90
mmHg. Hal ini merupakan pengaruh karena degenerasi yang terjadi
karena proses bertambahnya usia pada seseorang. Tekanan darah
tinggi merupakan penyakit yang disebabkan oleh berbagai faktor atau
disebabkan oleh multi faktorial. Adanya pertambahan usia maka
tekanan darah juga akan meningkat. Setelah usia 45 tahun, dinding
arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat
kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsurangsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah sistolik
meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang
pada penambahan usia sampai dekade ke tujuh sedangkan tekanan
darah diastolik meningkat sampai dekade ke lima dan ke enam
kemudian menetap atau cenderung menurun. Peningkatan usia akan
menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi

20

peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan


tekanan darah yaitu reflek baroreseptor pada usia lanjut sensitivitasnya
sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga sudah berkurang
dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun
(Anggraini, dkk, 2009).
3. Jenis kelamin
Pada pria dan wanita maka prevalensi terjadinya hipertensi
adalah sama, namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler
sebelum menopause. Pada wanita yang belum menopause dilindungi
oleh hormon estrogen yang berfungsi untuk meningkatkan kadar High
Density Lipoprotein (HDL). Kolesterol HDL dengan kadar yang
tinggi menjadi faktor pelindung untuk mencegah terjadinya proses
aterosklerosis. Pengaruh perlindungan estrogen merupakan faktor
penjelas adanya kekebalan wanita usia premenopause. Akhirnya
wanita mulai kehilangan hormon estrogen pada saat premenopause
yang biasanya melindungi pembuluh darah dari kerusakan sedikit
demi sedikit. Hal ini terus berlangsung dimana hormon estrogen
secara alami berubah jumlah atau kuantitasnya sesuai dengan usia
wanita, dan pada umumnya hal ini terjadi pada saat wanita berumur
45-55 tahun (Anggraini, dkk, 2009).
4. Etnis
Orang yang mempunyai kulit hitam lebih banyak mengalami
tekanan darah tinggi dibandingkan pada orang yang berkulit putih,

21

akan tetapi sampai saat ini belum diketahui penyebabnya secara pasti,
dimana pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih
rendah dan sensitifitas terhadap vasopresin lebih besar (Anggraini,
dkk, 2009).
5. Obesitas
Berat badan menjadi faktor penyebab terjadinya hipertensi pada
mayoritas kelompok etnik di semua tingkatan usia. National Institutes
for Health USA (,1998) menyatakan bahwa prevalensi tekanan darah
tinggi pada orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) > 30 (obesitas)
untuk pria adalah 38% dan untuk wanita sebesar 32%, dibandingkan
dengan prevalensi untuk pria 18% dan untuk wanita 17% bagi yang
memiliki IMT < 25. Terjadinya perubahan fisiologis dapat
menerangkan hubungan kelebihan berat badan dengan terjadinya
tekanan darah tinggi, yaitu terjadinya resistensi insulin dan
hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin,
sehingga menyebabkan perubahan fisik yang terjadi pada ginjal.
Bertambahnya konsumsi energi juga dapat meningkatkan insulin
plasma, dimana natriuretik potensial dapat menyebabkan terjadinya
reabsorpsi natrium dan meningkatkan tekanan darah yang terus
menerus (Anggraini, dkk, 2009).
6. Pola asupan garam dalam diet
Rekomendasi dari World Health Organization (WHO) bahwa
pola konsumsi garam yang tepat dapat mengurangi risiko terjadinya

22

hipertensi yaitu tidak lebih dari 100 mmol atau sekitar 2,4 gram
sodium atau 6 gram garam setiap harinya. Kelebihan konsumsi
natrium dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi natrium di
dalam cairan ekstraseluler, sehingga untuk menormalkan maka harus
menarik cairan intraseluler ke luar agar volume cairan ekstraseluler
mengalami peningkatan. Peningkatan volume cairan ekstraseluler
dapat menyebabkan volume darah mengalami peningkatan, sehingga
mempengaruhi atau berefek pada timbulnya hipertensi, berdasarkan
hal tersebut maka dianjurkan untuk membatasi ataupun mengurangi
konsumsi natrium/sodium. Garam dapur yang sering disebut juga
dengan natrium klorida merupakan sumber natrium/sodium yang
utama, penyedap masakan monosodium glutamate (MSG), dan sodium
karbonat. Setiap hari konsumsi garam dapur yang mengandung
iodium dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari atau sama dengan
satu sendok teh, akan tetapi karena budaya masak terkadang membuat
masyarakat menjadi boros dalam menggunakan garam dan MSG
(Anggraini, dkk, 2009).
7. Merokok
Hipertensi juga dapat disebakan karena kegiatan merokok.
Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan kejadian
hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang
mengalami ateriosklerosis. Penelitian yang dilakukan oleh Bowman
dengan model Kohort Prospektif pada 28.236 sampel yang pada

23

awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek tidak merokok,


36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok 1-14 batang
rokok per hari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15 batang per
hari. Subyek terus diteliti dalam median waktu selama 9,8 tahun
(Bowman, et al, 2007). Hasil penelitian Arif, dkk (2013) menunjukkan
bahwa merokok berhubungan dengan kejadian hipertensi.
9.

Tipe kepribadian
Tipe kepribadian juga berhubungan dengan kejadian hipertensi.
Pola perilaku tipe A terbukti mempunyai hubungan dengan kejadian
hipertensi. Pola perilaku tipe A adalah pola perilaku yang sesuai
dengan kriteria dari Rosenman yang ditentukan dengan cara observasi
dan pengisian kuisioner self rating dari Rosenman yang dimodifiksi.
Mengenai mekanisme pola perilaku tipe A dalam menimbulkan
hipertensi banyak penelitian yang menghubungkannya dengan sifat
yang ambisius, suka bersaing, bekerja yang tidak pernah lelah, selalu
dikejar waktu dan selalu merasa tidak puas. Sifat
mengeluarkan

tersebut akan

katekolamin sehingga prevalensi kadar kolesterol

serum mengalami peningkatan, sehingga akan mempermudah


terjadinya aterosklerosis. Stres juga dapat meningkatkan resistensi
pembuluh darah perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi
aktivitas saraf simpatis. Stres ini berhubungan dengan pekerjaan, kelas
sosial, ekonomi, dan karakteristik personal (Anggraini, dkk, 2009).

24

10. Kualitas tidur


Hipertensi dapat terjadi akibat beberapa faktor resiko yaitu
riwayat keluarga, kebiasan hidup yang kurang baik, pola diit yang
kurang baik dan durasi atau kualitas tidur (Anggraini, dkk, 2009).
2.1.2.6 Penatalaksanaan
Salah satu tujuan dari penyembuhan pasien yang mengalami
hipertensi antara lain yaitu target tekanan darah menjadi < 140/90 mmHg
dan untuk pasien yang berisiko tinggi seperti diabetes melitus, gagal ginjal
target tekanan darah adalah < 130/80 mmHg, penurunan morbiditas dan
mortalitas kardiovaskuler dan menghambat laju penyakit ginjal (Herlinah,
dkk, 2013). Menurut Anggraini, dkk (2009), penatalaksanaan yang
dilaksanakan ada dua metode :
1. Terapi Non Farmakologis
Terapi non farmakologis antara lain adalah dengan berhenti
merokok, menurunkan kelebihan berat badan, mengurangi konsumsi
alkohol, membatasi asupan garam dan asupan lemak, serta melakukan
latihan fisik dan meningkatkan konsumsi buah dan sayur.
a. Menurunkan berat badan apabila terjadi gizi berlebih (obesitas)
Meningkatnya

berat

badan

di

usia

dewasa

sangat

berpengaruh pada tekanan darahnya, berdasarkan hal tersebut


maka sangat penting untuk melakukan manajemen berat badan
dalam prevensi dan kontrol hipertensi.

25

b. Meningkatkan kegiatan atau aktifitas fisik


Orang dengan aktivitas yang rendah mempunyai risiko
mengalami hipertensi 30-50% daripada yang aktif. Oleh karena
itu, aktivitas fisik antara 30-45 menit sebanyak >3x/hari sangat
penting sebagai bentuk pencegahan primer dari kejadian
hipertensi.
c. Mengurangi asupan natrium
Upaya yang lain adalah mengurangi asupan nutrium dan
apabila diet tidak membantu dalam jangka waktu 6 bulan, maka
perlu diberikan obat anti hipertensi oleh dokter.
d. Mengurangi konsumsi kafein dan alkohol
Perlunya mengurangi konsumsi kafein dan alkohol karena
kafein dapat memacu jantung bekerja menjadi lebih cepat,
sehingga mengalirkan lebih banyak cairan setiap detiknya,
sementara dengan mengkonsumsi alkohol yang lebih dari 2-3
gelas/hari dapat meningkatkan risiko hipertensi, sehingga
alkoholpun juga harus dikurangi.
2. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis adalah obat anti hipertensi yang disarankan
oleh JNC VII yaitu diuretika, terutama jenis thiazide (Thiaz) atau
aldosteron antagonis, beta blocker, calciumchanel blocker atau
calcium antagonist, Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI),
Angiotensin II Receptor Blocker atau AT1 receptor antagonist/
blocker (ARB).

26

2.1.3

Lansia

2.1.3.1 Pengertian
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi
4 yaitu: usia pertengahan (middle age) adalah 45 59 tahun, lanjut usia
(elderly) adalah 60 74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75 90 tahun dan
usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Nugroho, 2008).
Perubahan yang terjadi pada lansia terdiri dari perubahan fisik,
perubahan psikososial, perubahan kultural dan perubahan

spiritual.

Perubahan fisik antara lain adalah perubahan penurunan sel, sistem


persyarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, pola tidur, sistem
kardiovaskular dan sistem muscoleskelatal. Perubahan psikososial lansia
dapat berupa lansia akan mengalami kehilangan, yaitu kehilangan
finansial, kehilangan status, kehilangan teman dan kehilangan pekerjaan.
Perubahan mental lansia dapat berupa perubahan sikap yang semakin
egosentrik, mudah curiga, dan bertambah pelit atau tamak bila memiliki
sesuatu. Perubahan spiritual lansia adalah semakin mendekatkan diri,
mengembalikan

keyakinan dan memenuhi kewajiban agama, serta

kebutuhan untuk mendapatkan maaf atau pengampunan, mencintai,


menjalin hubungan penuh rasa percaya dengan Tuhan (Maryam, dkk,
2008).
2.1.3.2 Hipertensi Pada Lansia
Lansia (Lanjut Usia) adalah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas.
Penggolongan lansia menurut Depkes dibagi menjadi tiga kelompok yakni

27

kelompok lansia dini (55 64 tahun), kelompok lansia (65 tahun ke atas)
dan lansia resiko tinggi (lebih dari 70 tahun) (Widyasari dan Candrasari,
2010).
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan lansia. Hal ini terjadi akibat perubahan
fisiologis yang terjadi seperti

penurunan respons imunitas tubuh, katup

jantung menebal dan menjadi kaku, penurunan kemampuan kontraktilitas


jantung, berkurangnya elastisitas pembuluh darah, serta kurangnya
efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi. Perubahan-perubahan
inilah yang menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler sehingga lansia
cenderung lebih rentan mengalami hipertensi (Setiawan, dkk, 2013).
Penyakit hipertensi pada lansia merupakan suatu keadaan yang ditandai
dengan hipertensi sistolik diatas 140 mmHg dan diastoliknya menetap
atau kurang dari 90 mmHg yang memberi gejala yang berlanjut, seperti
stroke, penyakit jantung koroner (Herlinah, dkk, 2013).
Menurut Yogiantoro (2006), faktor yang mempengaruhi hipertensi
pada lanjut usia adalah :
1. Penurunan kadar renin karena menurunnya jumlah nefron akibat
proses menua. Hal ini menyebabkan suatu sirkulus vitiosus: hipertensi
glomerelo-sklerosis-hipertensi yang berlangsung terus menerus.
2. Peningkatan

sensitivitas

bertambahnya usia

terhadap

asupan

natrium.

Dengan

semakin sensitif terhadap peningkatan atau

penurunan kadar natrium.

28

3. Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer akibat proses menua


akan meningkatakan resistensi pembuluh darah perifer yang
mengakibatkan hipertensi sistolik.
4. Perubahan ateromatous akibat proses menua menyebabkan disfungsi
endotel yang berlanjut pada pembentukan berbagai sitokin dan
subtansi kimiawi lain yang kemudian meyebabkan resorbi natrium di
tubulus ginjal, meningkatkan proses sklerosis pembuluh darah perifer
dan keadaan lain berhubungan dengan kenaikan tekanan darah.

29

2.2

Keaslian Penelitian
Tabel 2.3. Keaslian Penelitian

Nama Peneliti
Umami dan
Priyanto
(2013)

Muhlisin dan
Laksono
(2011)

Angkat (2009)

Judul Penelitian
Hubungan Kualitas
Tidur dengan Fungsi
Kognitif dan
Tekanan Darah Pada
Lansia di Desa
Pasuruhan
Kecamatan
Mertoyudan
Kabupaten Magelang
Analisis Pengaruh
Faktor Stres
Terhadap
Kekambuhan
Penderita Hipertensi
Di Puskesmas
Bendosari Sukoharjo
Hubungan Lama
Tidur dengan
Perubahan Tekanan
Darah Pada Lansia
dengan Hipertensi di
Posyandu Lansia
Desa Karangaren

Metode
Chi square

Hasil Penelitian
Ada hubungan
kualitas tidur dengan
fungsi kognitif dan
ada hubungan
kualitas tidur dengan
tekanan darah pada
lansia

Chi square

Ada pengaruh stres


terhadap
kekambuhan
penderita hipertensi

t-test and korelasi


product moment

Ada perubahan yang


signifikan antara
tekanan darah baik
sistolik maupun
diastolik sebelum
dan sesudah tidur.
Tidak ada hubungan
lama tidur dengan
perubahan tekanan
darah

30

2.3

Kerangka Teori

Lansia

Perubahan fisik

Perubahan
Psikososial

Perubahan
Mental

Perubahan
Spiritual

Perubahan fisik : penurunan sel, sistem persyarafan, sistem


pendengaran, sistem penglihatan, pola tidur, sistem kardiovaskular
dan sistem muscoleskelatal.
Perubahan psikososial : kehilangan finansial, kehilangan status,
kehilangan teman dan kehilangan pekerjaan.
Perubahan mental : mudah curiga, pelit atau tamak
Perubahan spiritual : lebih dekat dengan Tuhan.
Mempengaruhi kualitas tidur.
Kekambuhan
hipertensi
Bisa dimodifikasi:
Stres
Obesitas
Kebiasaan Merokok
Diit makan
Aktivitas Fisik

Penyebab Hipertensi
Primer
Tidak bisa dimodifikasi
Usia,
Jenis kelamin,
Genetik
Etnis

Hipertensi pada lansia


Penurunan kadar renin
Peningkatan sensitivitas terhadap asupan
natrium
Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer
Penurunan elastisitas pembuluh darah perifer
Gambar 2.1. Kerangka Berpikir
Sumber : Marliani (2007). Anggraini, dkk (2009), Maryam, dkk (2008),
Yogiantoro (2006),

31

2.4

Kerangka Konsep

Kualitas Tidur

Kekambuhan
hipertensi

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

2.5

Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul
(Arikunto, 2010). Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Ho :

Tidak ada hubungan kualitas tidur dengan kekambuhan hipertensi.

Ha :

Ada hubungan kualitas tidur dengan kekambuhan hipertensi.

32

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan
jenis rancangan descriptif correlation yaitu penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih, tanpa melakukan
perubahan tambahan, atau manipulasi terhadap data yang memang sudah ada.
Penelitian ini menggunakan design penelitian cross sectional yaitu jenis
penelitian yang menekankan waktu pengukuran atau observasi data variabel
independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat. Pada jenis ini,
variabel independen dan dependen dinilai secara simultan pada suatu saat,
jadi tidak ada tindak lanjut. Dengan studi ini akan diperoleh prevalensi atau
efek suatu fenomena (variabel dependen) dihubungkan dengan penyebab
(variabel independen) (Nursalam 2013).
Penelitian kuantitatif yaitu lebih menekankan analisisnya pada datadata numerikal (angka) yang diolah dengan metoda statistika. Pada dasarnya,
pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian interensial (dalam rangka
pengujian hipotesis) dan menyandarkan kesimpulan hasilnya pada suatu
probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Pada umumnya, penelitian
kuantitatif merupakan penelitian sampel besar (Azwar 2012).

32

33

3.2 Populasi dan Sampel


3.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek peneliitan. Apabila seseorang
ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian, maka
penelitiannya merupakan penelitian populasi (Arikunto 2010). Dalam
penelitian ini adalah pasien hipertensi yang berobat di Klinik Dhanang
Husada Sukoharjo.
3.2.2 Sampel
Sampel yaitu hanya meneliti sebagian dari populasi (Arikunto, 2010).
Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah semua pasien hipertensi
yang berobat di Klinik Dhanang Husada Sukoharjo dengan menggunakan
insidental sampling yaitu dengan mengambil pasien hipertensi yang berobat
di Klinik Dhanang Husada Sukoharjo yang ditemui peneliti dan cocok
digunakan sebagai sumber data dalam penelitian pada bulan Februari
Maret 2015 dengan minimal sampel 30 responden. Kriteria inklusi sebagai
berikut :
1.

Pasien berusia 45 tahun ke atas

2.

Pasien pernah mengalami hipertensi lama (lebih dari satu tahun)

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini :


1.

Pasien baru mengalami hipertensi (kurang dari satu tahun).

2.

Pasien yang tidak bersedia menjadi responden

3.

Pasien yang sudah mengalami kepikunan.

34

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian


3.3.1 Tempat
Lokasi

merupakan

tempat

atau

lokasi

pengambilan

penelitian (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini akan dilaksanakan di


Klinik Dhanang Husada Sukoharjo.
3.3.2 Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah rentang waktu yang digunakan untuk
pelaksanaan penelitian (Notoatmodjo, 2010). Waktu penelitian ini akan
dilaksanakan pada bulan Februari Maret 2015.

3.4 Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran


Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang
hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Variabel
independen (bebas) yaitu kualitas tidur dan variabel dependen (terikat) yaitu
kekambuhan hipertensi.
Definisi operasional merupakan definisi yang membatasi ruang lingkup
atau pengertian variabel-variabel yang diamati atau diteliti (Notoatmodjo
2010).

35

Tabel 3.1
Definisi Operasional
Variabel
Kualitas tidur

Definisi
Penilaian terhadap
tidur nyenyak pada
lansia yang
diperlihatkan
dengan berapa
lama tidur dalam
24 jam,
jumlah tidur siang,
keadaan
saat tidur, dan
gangguan tidur
pada lansia.

Alat Ukur
Skala
Kuesioner Ordinal

Kekambuhan
hipertensi

Kuesioner Ordinal
Kekambuhan
merupakan
keadaan
klien
hipertensi dimana
muncul
gejala
yang sama seperti
sebelumnya
dan
mengakibatkan
klien
hipertensi
harus
dirawat
kembali

Skor
>5
kualitas
tidur
buruk
<5
kualitas
tidur baik
baik

Kadangkadang
bila < 5
kali
dalam
satu
tahun
Sering
bila > 5
kali
dalam
setahun

3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data


3.5.1 Alat Penelitian
1.

Variabel bebas (kualitas tidur)


Instrumen penelitian kualitas tidur menggunakan kuesioner.
Pengukuran kualitas tidur dapat menggunakan kuesioner The Pittsburgh
Sleep Quality Index (PSQI). PSQI membedakan antara tidur yang baik
dan tidur yang baik dan tidur yang buruk dengan pemeriksaan 7

36

komponen : latensi tidur, durasi tidur, kualitas tidur, efisiensi kebiasan


tidur, gangguan tidur, penggunaan obat tidur dan ganggungan fungsi
tubuh di siang hari (Agustin, 2012).
PSQI terdiri atas 18 pertanyaan dengan 4 pilihan jawaban yang
bernilai 0 (untuk yang mudah) sampai 3 (untuk yang sulit). Dimana bila
jumlah skor > 5 artinya orang tersebut mengalami gangguan tidur.
2.

Variabel terikat (kekambuhan hipertensi)


Pengukuran kekambuhan hipertensi menggunakan kuesioner
dengan tentang seberapa sering hipertensi tersebut kambuh. Kriteria
pengukuran menggunakan kadang-kadang bila < 5 kali dalam satu
tahun melakukan pemeriksaan hipertensi dan > 5 kali dalam satu tahun
melakukan pemeriksaan hipertensi maka dinyatakan sering.

3.5.2 Uji Validitas dan Reliabilitas


1.

Uji Validitas
Validitas

adalah suatu ukuran yang

tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu


instrumen

dapat

menunjukkan

instrumen.

Sebuah

dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang

seharusnya hendak diukur. Untuk mengetahui validitas item dalam


penelitian ini menggunakan uji validitas dengan rumus korelasi
product moment. Rumus korelasi product moment adalah:

rxy

Keterangan:

n.(xy) - (x . y)
{n x 2 x }{n y 2 - y }
2

37

rxy : Koefisien korelasi product moment


n : Jumlah responden
x : Skor pertanyaan
y : Skor total
xy

: Skor pertanyaan dikalikan skor total


Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan program SPSS

(Statistical Program for Social Science) Ver. 17,0. Sebuah instrumen


dikatakan valid apabila nilai r hitung > r tabel pada taraf signifikan 5%
(Ghozali, 2009).
Uji validitas The Pittsburgh Sleep Quality Indekx (PSQI) telah
dilakukan dalam penelitian Agustin (2012) dengan melakukan uji
coba kepada 30 orang responden dengan hasil bahwa bahwa r hitung
(0,410-0,831) > r tabel (0,361).
2.

Uji Reliabilitas
Reliabilitas

menunjukkan

pada

suatu

pengertian

bahwa

instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat


pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang
baik tidak akan bersifat tendensius, mengarahkan responden memilih
jawaban-jawaban tertentu. Apabila datanya memang benar sesuai
dengan kenyataannya, maka berapa kalipun diambil tetap akan sama
hasilnya (Arikunto, 2010).
Untuk menguji reliabilitas instrumen, peneliti menggunakan
Alpha Chronbach dengan bantuan program komputer SPSS Ver 17,0.
Rumus Alpha Chronbach adalah sebagai berikut:

38

2
k b
r11
1

2 t
k 1

Keterangan:
r11 = Reliabilitas Instrument
k

= Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

b2

= Jumlah varian butir

t2 = Varians total
Dinyatakan reliabel bila nilai alpha cronbachs > rkriteria (0,70)
(Ghozali, 2009).
Dalam penelitian ini peneliti tidak melakukan uji validitas dan
reliabilitas karena skala PSQI telah memiliki konsistensi internal dan
koefisien reliabilitas (Cronbach Alpha) sebesar 0,830. Hal ini juga
diperkuat dari penelitian Komalasari, dkk (2012) dalam penelitiannya
tentang kualitas tidur sudah tidak melakukan uji validitas karena
kuesioner yang digunakan diadopsi dari kuesioner baku yaitu
Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) untuk kualitas tidur, memiliki
konsistensi internal dan koefisien reliabilitas (Cronbach Alpha)
sebesar 0,83.
3.5.3 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan pencatatan peristiwaperistiwa atau hal
sebagian atau seluruh elemen populasi yang akan mendukung penelitian
(Arikunto, 2010). Cara pengumpulan data dilakukan dengan cara
memberikan lembar pertanyaan persetujuan dan membagikan kuesioner
pada responden, kemudian menjelaskan tentang cara pengisiannya.

39

Responden diminta mengisi kuesioner dengan selesai dan kuesioner diambil


pada saat itu juga oleh peneliti. Data yang diperoleh terdiri dari:
1.

Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung diambil
dari obyek atau subyek penelitian oleh peneliti (Riwidikdo, 2013). Data
primer dalam penelitian ini adalah kuesioner tentang kualitas tidur dan
kekambuhan hipertensi.

2.

Data sekunder
Data sekunder merupakan data yang didapatkan tidak secara
langsung dari subyek penelitian (Riwidikdo, 2013). Data sekunder
dalam penelitian ini diperoleh melalui literatur yang relevan dan sumber
lain yang mendukung penelitian ini serta data rekam medis.

3.

Langkah langkah pengumpulan data.


a. Setelah mendapat ijin dari Klinik Dhanang Husada Sukoharjo,
peneliti bekerja sama dengan perawat dalam pelaksanaan penelitian
dan pengumpulan data tentang

kualitas tidur dan kekambuhan

hipertensi.
b. Peneliti menemui calon responden dan menjelaskan tentang tujuan,
manfaat penelitian kemudian memberikan informed consent.
c. Jika calon responden menyetujui dijadikan responden dalam
penelitian, peneliti meminta responden untuk menandatangi lembar
informed consent.

40

d. Peneliti memberikan kuesioner bagi responden yang bisa mengisi


sendiri sedangkan bagi responden yang ingin dibantu maka data
diisi oleh peneliti.

3.6 Tehnik Pengolahan Data dan Analisa Data


3.6.1 Pengolahan Data
Menurut Notoatmodjo (2010), setelah data terkumpul, maka langkah
yang

dilakukan

berikutnya

adalah

pengolahan

data.

Sebelum

melaksanakan analisa data beberapa tahapan harus dilakukan terlebih


dahulu guna mendapatkan data yang valid sehingga saat menganalisa data
tidak mendapat kendala. Langkah-langkah pengolahan yaitu:
1.

Editing atau mengedit

data, dimasukan untuk mengevaluasi

kelengkapan, konsistensi dan kesesuaian kriteria data yang diperlukan


untuk menguji hipotesis atau menjawab tujuan penelitian. Dalam
penelitian ini editing dilakukan untuk memeriksa kembali kuesioner
yang telah diisi responden, apabila belum lengkap maka peneliti
mempersilahkan responden untuk mengisi kuesioner tersebut hingga
lengkap.
2.

Coding atau mengkode data merupakan suatu metode untuk


mengobservasi data yang dikumpulkan selama penelitian kedalam
symbol yang cocok untuk keperluan analisis terhadap hasil observasi
yang dilakukan. Dalam penelitian ini coding dilakukan dengan

41

menggunakan angka 1,2,3 dan seterusnya. Dalam penelitian ini coding


dilakukan untuk membagi kriteria sebagai berikut :
a.

Kualitas Tidur
Kualitas tidur buruk diberi koding 1
Kualitas tidur baik diberi koding 2

b.

Kekambuhan Hipertensi
Kekambuhan hipertensi kadang-kadang diberi koding 1
Kekambuhan hipertensi sering diberi koding 2

3.

Entri data merupakan proses memasukkan data ke dalam komputer,


dalam hal ini adalah dimasukkan ke dalam program excel terlebih
dahulu kemudian dimasukkan ke dalam program SPSS.

4.

Tabulasi merupakan proses mengklasifikasikan data menurut kriteria


tertentu sehingga frekuensi dari masing-masing item, dalam penelitian
ini digunakan untuk mengetahui karakteristik responden, kualitas tidur
dan kekambuhan hipertensi.

3.6.2

Analisa Data
1.

Analisa Univariat
Analisa univariat adalah analisa yang dilakukan untuk
menganalisis tiap variabel dari hasil penelitian yang disajikan dalam
bentuk distribusi frekuensi yang dinarasikan (Notoatmodjo, 2010).
Dalam penelitian distribusi frekuensi terdiri dari usia, pendidikan,
jenis kelamin, kualitas tidur, dan kekambuhan hipertensi.

42

2.

Analisa Bivariat
Analisa bivariat adalah

analisis yang dilakukan untuk

mengetahui keterkaitan dua variabel (Notoatmodjo 2010). Analisis


bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi. Data yang digunakan untuk pengujian
hipotesis ini berasal dari variabel kualitas tidur (X) dan variabel
kekambuhan hipertensi (Y) yang pengukurannya menggunakan skala
ordinal yaitu tingkat pengukuran yang memungkinkan peneliti
mengurutkan respondennya dari tingkat yang paling rendah ke tingkat
yang paling tinggi, melalui pengukuran ini penulis dapat membagi
respondennya ke dalam urutan ranking atas dasar sikapnya pada objek
atau tindakan tertentu, maka dalam menguji hipotesis ini digunakan
teknik statistik non parametrik. Hipotesis ini akan diuji dengan
menggunakan analisis korelasi Rank Spearman. Korelasi Rank
Spearman menurut Sugiyono (2010) digunakan untuk mencari
hubungan atau untuk menguji spesifikasi hipotesis assosiatif, bila
masing-masing variabel yang dihubungkan berbentuk ordinal dan
sumber data antar variabel tidak harus sama.
Rumus untuk mengukur koefisien Rank Spearman adalah
sebagai berikut :
= 1

6 2
(2 1)

43

Keterangan :
= koefisien korelasi Rank Spearman

di = selisih mutlak antara rangking data variabel X dan variabel Y


n = banyaknya responden atau sampel yang diteliti (Sugiyono, 2010)
Taraf signifikansi yang digunakan adalah 95 % dengan nilai
0,05. Kriteria keputusan :
a.

Apabila rs hitung < rs tabel atau p value > 0,05 maka hipotesa
nol (Ho) diterima dan Ha ditolak berarti kualitas tidur tidak
mempunyai hubungan dengan kekambuhan hipertensi

b.

Apabila rs hitung > rs tabel atau p value < 0,05, maka hipotesa
nol (Ho) ditolak dan Ha diterima, berarti kualitas tidur
mempunyai hubungan dengan kekambuhan hipertensi.
Menurut Dahlan (2011) interpretasi dari kekuatan korelasi dapat

dilihat sebagai berikut :

44

Tabel 3.2
Panduan Interpretasi Hasil Uji Hipotesis Berdasarkan
Kekuatan Korelasi, nilai p dan arah korelasi
No.
1

Paramater
Kekuatan
Korelasi

Nilai
0.00 0.199
0.200 0.399
0.400 0.599
0.600 0.799
0.800 1.000

Interpretasi
Sangat lemah
Lemah
Sedang
Kuat
Sangat Kuat

Nilai p

p < 0,05

Terdapat
korelasi
yang
bermakna antara dua variabel
yang diuji

p > 0,05

Tidak Terdapat korelasi yang


bermakna antara dua variabel
yang diuji

+ (postif)

Searah, semakin besar nilai


satu variabel semakin besar
pula nilai variabel lainnya

- (negatif)

Berlawanan arah, semakin


besar nilai satu variael,
semakin kecil nilai variabel
lainnya
-

Arah
korelasi

3.7 Etika Penelitian


Menurut Hidayat (2007), masalah etika penelitian yang harus diperhatikan
antara lain adalah sebagai berikut:
3.7.1 Informed consent
Merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden
peneliti dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut
diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar
persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar
subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika

45

subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan.


Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien.
Beberapa informasi yang harus ada dalam informed consent tersebut antara
lain: partisipasi pasien, tujuan dilakukanya tindakan, jenis data yang
dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan
terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi yang mudah dihubungi, dan lainlain.
3.7.2 Anonymity (tanpa nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan
atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya
menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang
akan disajikan.
3.7.3 Kerahasiaan (confidentiality)
Masaalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya
oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil
riset.

46

BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Analisis Univariat


4.1.1 Umur pasien hipertensi yang berobat di Klinik Dhanang Husada
Sukoharjo
Karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel
4.1 sebagai berikut :
Tabel 4.1.
Karakteristik Pasien Hipertensi yang Berobat di Klinik Dhanang
Husada Sukoharjo Berdasarkan Umur
Umur
45 59 tahun
60 74 tahun
75 90 tahun
di atas 90 tahun
Total

f
25
60
0
0
85

%
29.4
70.6
0,0
0,0
100.0

Tabel 4.1. menunjukkan bahwa responden dengan usia 45-49


tahun sebesar 25 orang (29,4%), usia 60 74 tahun sebanyak 60 orang
(70,6%) dan tidak ada responden dengan usia 75 90 tahun dan di atas
90 tahun. Berdasarkan hal tersebut maka mayoritas responden berusia
lebih dari 60 74 tahun.
4.1.2 Pendidikan pasien hipertensi yang berobat di Klinik Dhanang Husada
Sukoharjo
Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat
dilihat pada tabel 4.2 sebagai berikut :

46

47

Tabel 4.2.
Karakteristik Pasien Hipertensi yang Berobat di Klinik Dhanang
Husada Sukoharjo Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan
SD
SMP
SMA/SLTA
Total

f
39
21
25
85

%
45.9
24.7
29.4
100.0

Tabel 4.2. menunjukkan bahwa responden dengan tingkat


pendidikan SD sebanyak 39 orang (45,9%), tingkat pendidikan SMP
sebanyak 21 orang (24,7%) dan tingkat pendidikan SMA/SLTA
sebanyak 25 orang (29,4%). Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa
mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan SD.
4.1.3 Jenis kelamin pasien hipertensi yang berobat di klinik Dhanang Husada
Sukoharjo
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat
pada tabel 4.3 sebagai berikut :
Tabel 4.3.
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien Hipertensi
yang Berobat di Klinik Dhanang Husada Sukoharjo
Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-laki
Total

f
31
54
85

%
36.5
63.5
100.0

Tabel 4.3. menunjukkan bahwa responden dengan jenis kelamin


perempuan sebanyak 31 orang (36,5%) dan laki-laki sebanyak 54 orang
(63,5%). Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa mayoritas
responden adalah laki-laki.

48

4.1.4 Kualitas tidur pasien hipertensi yang berobat di Klinik Dhanang Husada
Sukoharjo
Hasil analisis univariat variabel kualitas tidur pasien hipertensi
yang berobat di Klinik Dhanang Husada Sukoharjo dapat dilihat pada
tabel 4.4 sebagai berikut :
Tabel 4.4.
Kualitas Tidur Pasien Hipertensi yang Berobat di Klinik Dhanang
Husada Sukoharjo
Kualitas tidur
Baik
Buruk
Total

f
27
58
85

%
31.8
68.2
100.0

Tabel 4.9. menunjukkan bahwa kualitas tidur responden baik


sebanyak 27 orang (31,8%) sedangkan kualitas tidur pasien yang buruk
sebanyak 58 orang (68,2%), sehingga mayoritas responden mempunyai
kualitas tidur yang buruk.
4.1.5 Kekambuhan hipertensi pasien yang berobat di klinik Dhanang Husada
Sukoharjo
Hasil analisis univariat variabel kekambuhan hipertensi pasien
hipertensi yang berobat di Klinik Dhanang Husada Sukoharjo dapat
dilihat pada tabel 4.5 sebagai berikut :
Tabel 4.5.
Kekambuhan Hipertensi Pasien Hipertensi yang Berobat di Klinik
Dhanang Husada Sukoharjo
Kekambuhan hipertensi
Kadang-kadang
Sering
Total

f
29
56
85

%
34.1
65.9
100.0

49

Tabel 4.5. menunjukkan bahwa pasien dengan kekambuhan


hipertensi kadang-kadang sebanyak 29 orang (34,1%) dan pasien yang
sering mengalami kekambuhan hipertensi sebanyak 56 orang (65,9%),
sehingga mayoritas responden mempunyai kekambuhan hipertensi yang
sering.

4.2. Analisis Bivariat


Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel
bebas (kualitas tidur) dan variabel terikat (kekambuhan hipertensi). Analisis
data dalam penelitian ini menggunakan Korelasi Spearman Rank dengan
program SPSS dapat dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut :
Tabel 4.6.
Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan Kekambuhan Hipertensi
Keterangan
Hubungan antara kualitas tidur
dengan kekambuhan hipertensi

Korelasi Rank Spearman


rs
p value
0,617

0,000

Dari hasil tabel tersebut diperoleh nilai korelasi rs sebesar 0,617


dengan signifikansi 0,000 yang berarti (0,000 < 0,05) sehingga ada hubungan
antara kualitas tidur lansia dengan tingkat kekambuhan pada pasien
hipertensi. Nilai korelasi terletak diantara 0,600 0,799 sehingga kekuatan
korelasi antara kualitas tidur dengan kekambuhan hipertensi adalah kuat.
Nilai koefisien korelasi bernilai positif sehingga semakin buruk kualitas tidur
lansia dapat meningkatkan kekambuhan hipertensi.

50

BAB V
PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Responden


5.1.1. Karakteristik resonden berdasarkan usia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden
mempunyai usia 60 74 tahun sebanyak 60 orang (70,6%). Hipertensi
ditandai dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik yang
intermiten atau menetap. Insiden hipertensi dapat meningkat seiring
dengan bertambahnya usia. Sekitar 60% lansia akan mengalami
hipertensi setelah berusia 75 tahun.
Anggraini, dkk (2009) menyatakan bahwa adanya pertambahan
usia maka tekanan darah juga akan meningkat, dimana setelah usia 45
tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya
penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah
akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Tekanan darah
sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang
berkurang pada penambahan usia sampai dekade ke tujuh sedangkan
tekanan darah diastolik meningkat sampai dekade ke lima dan ke
enam kemudian menetap atau cenderung menurun. Peningkatan usia
akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut
terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik.

50

51

5.1.2. Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan


Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden dengan
tingkat pendidikan SD sebanyak 39 orang (45,9%). Tingkat pendidikan
seseorang berhubungan dengan pengetahuan. Hal ini sesuai dengan
pernyataan dari Notoatmodjo (2010) bahwa semakin tinggi pendidikan
seseorang maka akan semakin mudah dalam memahami informasi,
sehingga seseorang dapat mencegah perilaku berisiko hipertensi. Hal ini
sesuai dengan penelitian dari Sigarlaki (2006) bahwa tingkat pendidikan
berhubungan dengan kejadian hipertensi.
5.1.2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah
laki-laki yaitu sebanyak 54 orang (63,5%). Zuraya (2015) menyatakan
bahwa laki-laki lebih tinggi resiko mengidap penyakit hipertensi dari
pada perempuan, hal ini karena laki-laki lebih banyak melakukan
kebiasaan hidup yang bisa menimbulkan hipertensi seperti merokok,
pemarah, mengkonsumsi minuman alkohol dan lainnya, sehingga
dengan kondisi demikian, katanya, laki-laki sedikit lebih banyak
berpotensi mengidap penyakit hipertensi dari pada kaum perempuan.
Hal ini memperkuat pernyataan dari Sigarlaki (2006) yang menyatakan
bahwa faktor pemicu hipertensi dapat dibedakan atas yang tidak dapat
terkontrol yaitu jenis kelamin

52

5.2. Kualitas Tidur Pasien Hipertensi


Hasil

penelitian

menunjukkan

bahwa

mayoritas

responden

mempunyai kualitas tidur yang buruk yaitu sebanyak 58 orang (68,2%).


Potter dan Perry (2005) menyatakan bahwa tidur adalah suatu keadaan
berulang-ulang, perubahan status kesadaran yang terjadi selama periode
tertentu. Tidur yang cukup dapat memulihkan tenaga. Tidur dapat
memberikan waktu untuk perbaikan dan penyembuhan sistem tubuh untuk
periode keterjagaan berikutnya.
Perry and Potter (2005) juga menyatakan bahwa penyebab gangguan
atau susah tidur salah satunya disebabkan oleh usia. Usia merupakan jumlah
lamanya kehidupan yang dihitung berdasarkan tahun kelahiran sampai ulang
tahun terakhir. Usia mempengaruhi psikologi seseorang. Semakin bertambah
usia seseorang, semakin siap pula dalam menerima cobaan dan berbagai
masalah. Yogiantoro (2006) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi
hipertensi pada lanjut usia bahwa peningkatan sensitivitas terhadap asupan
natrium. Dengan bertambahnya usia semakin sensitif terhadap peningkatan
atau penurunan kadar natrium.
Hidayat (2008) menyatakan bahwa sebagian besar lansia berisiko
tinggi mengalami gangguan tidur akibat beberapa faktor. Selama penuaan,
terjadi perubahan fisik dan mental yang diikuti dengan perubahan pola tidur
yang khas yang membedakan dari orang yang lebih muda. Perubahanperubahan itu mencakup kelatenan tidur, terbangun pada dini hari, dan
peningkatan jumlah tidur siang. Kurang tidur berkepanjangan dan sering

53

terjadi dapat mengganggu kesehatan fisik maupun psikis. Kebutuhan tidur


setiap orang berbeda-beda, usia lanjut membutuhkan waktu tidur 6-7 jam
perhari, walaupun mereka menghabiskan lebih banyak waktu di tempat tidur,
tetapi usia lanjut sering mengeluh terbangun pada malam hari, memiliki
waktu tidur kurang total, mengambil lebih lama tidur, dan mengambil tidur
siang lebih banyak.

5.3. Kekambuhan Hipertensi


Hasil

penelitian

menunjukkan

bahwa

mayoritas

responden

menunjukkan kekambuhan hipertensi yang sering yaitu sebanyak 56 orang


(65,9%).

Kekambuhan adalah suatu keadaan dimana timbulnya kembali

suatu penyakit yang sudah sembuh dan disebabkan oleh berbagai macam
faktor penyebab (Sheewangisaw, 2012). Kekambuhan hipertensi dimaknai
sebagai timbulnya gejala meningkatnya tekanan darah sebesar 140/90
mm/Hg. Distribusi penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden
memiliki kecenderungan kekambuhan hipertensi yang tinggi. Beberapa faktor
yang turut mempengaruhi kekambuhan hipertensi antara lain riwayat penyakit
dan perilaku hidup sehat pasien hipertensi (Muhlisin dan Laksono, 2011).
Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Marliani (2007) yang
mengemukakan bahwa kekambuhan penyakit hipertensi atau peningkatan
darah kembali disebabkan oleh beberapa hal yakni tidak kontrol secara
teratur, tidak menjalankan pola hidup sehat, seperti diet yang tepat, olahraga,
berhenti merokok mengurangi alkohol atau kafein, serta mengurangi stres,

54

terutama pada orang yang mempunyai faktor resiko hipertensi. Nawangsari


dan Fitria (2014) menyatakan bahwa faktor penyebab kekambuhan hipertensi
antara lain kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji dan makanan olahan
dengan kandungan garam yang tinggi memicu naiknya tekanan darah
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Yogiantoro (2006) bahwa
hipertensi mempunyai faktor resiko yang memiliki keterkaitan erat dengan
pemicu terjadinya penyakit tersebut. Berbagai faktor resiko hipertensi
meliputi genetik, ras, usia, jenis kelamin, merokok, obesitas, serta stres
psikologis dan faktor yang menyebabkan kekambuhan hipertensi antara lain
pola makan yang tidak sehat dan tidak seimbang, merokok, dan stres.
Herlinah, dkk (2013) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa
tekanan darah tinggi dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain adalah
pola hidup seperti merokok, asupan garam berlebih, obesitas, aktivitas fisik,
dan stres, faktor genetis dan usia, sistem saraf simpatis: tonus simpatis dan
variasi diurnal, ketidakseimbangan antara modulator vasokontriksi dan
vasodilatasi dan pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan dalam
sistem renin, angiotensin, dan aldosteron.
5.4. Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan Kekambuhan Hipertensi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara kualitas tidur
lansia dengan tingkat kekambuhan pada pasien hipertensi dengan nilai rs
sebesar 0,617 dengan p value (0,000 < 0,05). Hasil penelitian ini mendukung
penelitian dari Utami dan Priyanto (2013) bahwa ada hubungan kualitas tidur

55

dengan fungsi kognitif dan ada hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah
pada lansia.
Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan dari Anggraini, dkk (2009)
bahwa hipertensi dapat terjadi akibat beberapa faktor resiko yaitu riwayat
keluarga, kebiasan hidup yang kurang baik, pola diit yang kurang baik dan
durasi atau kualitas tidur. Lloyd-Jones, et al (2010) dalam penelitiannya juga
menyatakan bahwa hipertensi dapat terjadi akibat beberapa faktor resiko yaitu
riwayat keluarga, kebiasan hidup yang kurang baik, pola diit yang kurang
baik dan durasi atau kualitas tidur. Durasi dan kualitas tidur yang kurang
baik akan lebih banyak memicu aktivitas sistem saraf simpatik dan
menimbulkan stressor fisik dan psikologis.
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mempunyai hubungan
yang sangat erat dengan lansia. Hal ini terjadi akibat perubahan fisiologis
yang terjadi seperti penurunan respons imunitas tubuh, katup jantung menebal
dan

menjadi

kaku,

penurunan

kemampuan

kontraktilitas

jantung,

berkurangnya elastisitas pembuluh darah, serta kurangnya efektifitas


pembuluh darah perifer untuk oksigenasi. Perubahan-perubahan inilah yang
menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler sehingga lansia cenderung
lebih rentan mengalami hipertensi (Setiawan, dkk, 2013).
Perubahan tidur normal pada lansia adalah terdapat penurunan pada
NREM 3 dan 4, lansia hampir tidak memiliki tahap 4 atau tidur dalam.
Perubahan pola tidur lansia disebabkan perubahan sistem neurologis yang
secara fisiologis akan mengalami penurunan jumlah dan ukuran neuron pada

56

sistem saraf pusat. Hal ini mengakibatkan fungsi dari neurotransmiter pada
sistem neurologi menurun, sehingga distribusi norepinefrin yang merupakan
zat untuk merangsang tidur juga akan menurun. Lansia yang mengalami
perubahan fisiologis pada sistem neurologis menyebabkan gangguan tidur
(Khasanah, 2012).
Buruknya kualitas tidur lansia disebabkan oleh meningkatnya latensi
tidur, berkurangnya efisiensi tidur dan terbangun lebih awal karena proses
penuaan.

Proses

penuaan

tersebut

menyebabkan

penurunan

fungsi

neurontransmiter yang ditandai dengan menurunnya distribusi norepinefrin.


Hal itu menyebabkan perubahan irama sirkadian, dimana terjadi perubahan
tidur lansia pada fase NREM 3 dan 4. Sehingga lansia hampir tidak memiliki
fase 4 atau tidur dalam (Khasanah, 2012)
Gangguan tidur pada usia lanjut biasanya muncul dalam bentuk
kesulitan untuk tidur dan sering terbangun atau bangun lebih awal. Perubahan
pola tidur pada lansia banyak disebabkan oleh kemampuan fisik lansia yang
semakin menurun. Kemampuan fisik menurun karena kemampuan organ
dalam tubuh yang menurun, seperti jantung, paru-paru, dan ginjal. Penurunan
kemampuan organ mengakibatkan daya tahan tubuh dan kekebalan tubuh
turut terpengaruh (Prasadja, 2009). Hal ini sesuai penelitian dari Oliveira
(2010) bahwa lansia melaporkan sering tidur siang dan mengalami kesulitan
jatuh tertidur dan tetap tidur (Oliveira, 2010).
Terjadinya gangguan tidur atau kualitas tidur yang buruk dalam
persentase yang besar lansia jika tidak diidentifikasi dan diobati dengan baik

57

maka gangguan tidur dapat menyebabkan atau memperburuk gangguan medis


dan psikiatris seperti hipertensi, penyakit pembuluh darah koroner atau otak,
obesitas, dan depresi (Asmarita, 2014). Hal ini sesuai dengan penelitian dari
Umami dan Priyanto bahwa lansia yang belum bisa menerima perubahan
fisiologisnya khususnya perubahan dalam pola tidur, sehingga hal ini
menyebabkan lansia menjadi cemas atau stres yang dapat berakibat pada
peningkatan hormon angiotensin dan akan menyebabkan peningkatan tekanan
darah (hipertensi).

58

BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan
6.1.1. Mayoritas responden berusia 60 - 74 tahun yaitu sebanyak 60 orang(
70,6 % ) , dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 39 orang ( 45,9 % ),
jenis kelamin laki laki sebanyak 54 orang ( 63,5 % ).
6.1.2. Mayoritas responden mempunyai kualitas tidur yang buruk yaitu
sebanyak 58 orang ( 68,2 % ).
6.1.3. Mayoritas responden

menyatakan sering mengalami kekambuhan

hipertensi yaitu sebanyak 56 orang ( 65,9 % ).


6.1.4. Ada hubungan antara kualitas tidur lansia dengan tingkat kekambuhan
pada pasien hipertensi dengan nilai rs sebesar 0,617dengan p value
(0,000 < 0,05).

6.2. Saran
6.2.1. Bagi Masyarakat
Masyarakat hendaknya meningkatkan pemahamannya tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi melalui media cetak
maupun elektronik atau mengikuti posyandu lansia sehingga dapat
membantu mereka untuk mengetahui mereka berisiko terkena
hipertensi atau tidak, sehingga dapat mengantisipasi secara dini dan
dapat meningkatkan kualitas tidurnya.

58

59

6.2.2. Bagi Petugas Kesehatan


Petugas

kesehatan

hendaknya

meningkatkan

intensitas

pemberian pendidikan kesehatan bagi lansia melalui konseling untuk


membantu meningkatkan pemahaman lansia tentang kualitas tidur dan
kekambuhan hipertensi dengan harapan pasien dapat menekan atau
mengurangi perilaku yang beresiko hipertensi.
6.2.3. Bagi Pasien
Pasien hendaknya dapat memperbaiki kualitas tidurnya sebagai
upaya untuk melakukan kontrol agar tidak terjadi kekambuhan
hipertensi, dengan cara menjaga pola tidur yang baik, tidak
mengambil waktu tidur siang yang banyak, mengupayakan tidur
malam dengan lingkungan yang tenang dan nyaman, mengurangi
stres, rutin berolahraga.
6.2.4. Bagi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan informasi dan
literatur kepustakaan yang dapat memperkaya pengetahuan tentang
kualitas tidur dan hipertensi, serta untuk keperluan referensi bagi
peserta didik khususnya dalam bidang penelitian.
6.2.5. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat memberikan pemahaman bagi peneliti
tentang kualitas tidur dan kekambuhan hipertensi pada lansia,
sehingga

dapat

mengembangkan

penelitian,

serta

dapat

60

mempromosikan hal-hal yang dapat meningkatkan kualitas tidur yang


baik serta pola hidup yang baik.
6.2.6. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian lanjutan tentang
perilaku yang berisiko hipertensi, misalnya pola makan, kebiasaan
olahraga, kebiasaan merokok dan minum kopi dengan kejadian
hipertensi, dengan jumlah sampel yang lebih besar, atau dengan
instrumen penelitian yang lebih lengkap.

61

DAFTAR PUSTAKA

Agoes, A. (2008). Penyakit di Usia Tua. Palembang: EGC.


Agustin, D. (2012). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur Pada Pekerja
Shift di PT. Krakatau Tirta Industri Cilegon. Skripsi. Depok : Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
Andri, B. (2008). Karakteristik Penderita Hipertensi yang Dirawat Inap di Rumah
Sakit Umum Padang Sidempuan Tahun 2005-2006. Skripsi. Medan : FKM
USU.

Angkat, DNS. (2009). Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan Tekanan Darah
Pada Remaja Usia 15-17 Tahun di SMA Negeri 1 Tanjung Morawa. Medan
: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Anggraini, dkk. (2009). Faktor--Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Pasien Yang Berobat Di Poliklinik Dewasa Puskesmas
Bangkinang Periode Januari Sampai Juni 2008. Pekanbaru Riau : Faculty
of Medicine University of Riau
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Prakik. Jakarta :
Rineka Cipta.
Asadi. (2010). Hipertensi. Merawat Dan Menyembuhkan Penyakit Tekanan
Darah Tinggi. Bantul: Kreasi Wacana;
Asmadi. (2008). Tehnik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Applikasi
Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Asmarita, I. (2014). Hubungan Antara Kualitas Tidur Dengan Tekanan Darah
Pada Pasien Hipertensi Di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.
Naskah Publikasi. Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Azwar, S (2012). Metode Penelitian.Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Bawazier, AL. (2008). Lima Puluh Masalah Kesehatan Di Bidang
Ilmu Kesehatan Penyakit Dalam. Pusat Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama
Dahlan S. (2011). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan: Deskriptif, Bivariat,
dan Multivariat. Jakarta : Salemba Empat.

62

Depkes RI. (2013). Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta :Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Firstyani, ML. (2011). Hubungan Antara Derajat Hipertensi Dan Elongasi
Aortapada Pemeriksaan Foto Toraks. Jurnal Kedokteran Indonesia, Vol 2.
No. 1
Ghozali, I. (2009). Aplikasi Analisis Multivariat Dengan Program SPSS,
Semarang : Universitas Diponegoro.
Herlinah, L, Wiarsih, W dan Rekawati, E. (2013). Hubungan Dukungan Keluarga
Dengan Perilaku Lansia Dalam Pengendalian Hipertensi. Jurnal
Keperawatan Komunitas . Volume 1, No. 2, November 2013; 108-115
Hidayat, A.A. (2007). Metode Penelitian Kebidanan dan Teknis Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika
___________. (2008). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Khasanah, K. (2012). Kualitas Tidur Lansia Balai Rehabilitasi Sosial Mandiri
Semarang. Jurnal Nursing Studies.Volume 1,Nomor 1
Komalasari, D, Maryati, I dan Koeryaman, MT. (2012). Hubungan Antara
Tingkat Kecemasan dengan Kualitas Tidur Pada Ibu Hamil Trimester III di
Puskesmas Jatinangor Kabupaten Sumedang. Bandung : Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Padjajaran.
Lloyd-Jones, et al. (2010). Heart disease and stroke statistics update: a report
from the American Heart Association. Circulation.; Vol 2 No 1 : 121-146
Maharani, Chaeruddin, Darmawan, S. (2013). Pengaruh Penyuluhan Kesehatan
Terhadap Pengetahuan Masyarakat Tentang Penyakit Hipertensi di Desa
Patobong Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang . Vol 3 No. 1.
Majid, YA. (2014). Pengaruh Akupresur Terhadap Kualitas Tidur Lansia di Balai
Perlindungan Sosial Tresna Werdha Ciparay. Naskah Publikasi. Bandung :
Program Studi Magister Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Padjadjaran Bandung
Marliani, L., danTantan, HS. (2007). 100 Question & Answer Hipertensi. Jakarta:
ElexMedia Komputindo.
Maryam, RS; Mia, FE; Rosidawati; Ahmad, J; dan Irwan, B. (2008). Mengenal
Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.

63

Muhlisin, Adan Laksono, RA. (2011). Analisis Pengaruh Faktor Stres Terhadap
Kekambuhan Penderita Hipertensi Di Puskesmas Bendosari Sukoharjo.
Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehatan , ISSN : 2338-2694
Nawangsari, SW dan Fitria, CN. 2014. Hubungan Antara Mekanisme Koping
Terhadap Stresor Dengan Kekambuhan Hipertensi di Bagian Rawat Inap
Puskesmas Kecamatan Gondangrejo Kabupaten Karanganyar. Profesi. Vol
11 Maret Agustus.
Notoatmodjo, S. (2010), Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Noviani, Okti; Handayani, Safrudin. (2011). Hubungan Lama Tidur Dengan
Perubahan Tekanan Darah Pada Lansia Dengan Hipertensi di Posyandu
Lansia Desa Karangaren. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan. Vol 7 No.
2
Nugroho, W. (2008). Keperawatan Gerontik& Geriatrik. Jakarta : EGC.
Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis
: Jakarta : SalembaMedika.
Oliveira, A. (2010). Sleep Quality of Elders Living in Long-erm Care Institut. Rev
Esc Enferm USP. Vol 44 (3):615-22
Palmer A and William, B. (2007). Simple Guide Tekanan Darah Tinggi. Alih
bahasa dr Elizabeth Yasmine. Editor Rina Astikawati, Amalia Safitri.
Jakarta : Erlangga
Potter, P & Perry, A. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta :
EGC
Pradono, J., Afifah, T., Supomo, S. (2012). Model Intervensi Hipertensi di
Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan
Vol. 15 No. 2
Prasadja, A. (2009). Ayo Bangun Dengan Bugar Karena Tidur Yang Benar.
Jakarta : Penerbit Hikmah
Ridwan, M. (2008). Mengenal, Mencegah, Mengatasi Silent Killer Hipertensi.
Jakarta: Pustaka Widyamara
Riwidikdo, H. (2013). Statistik Kesehatan. Yokyakarta : Mitra Cendekia Press.
Setiawan, GW; Wungouw, HIS; Pangemanan, DHC. (2013). Pengaruh Senam
Bugar Lanjut Usia (Lansia) Terhadap Kualitas Hidup Penderita Hipertensi.
Jurnal e-Biomedik (eBM), Vol 1, No2.

64

Sheewangisaw, Z. (2012). Prevalence and Associated Factors of Relapse in Patent


with Schizophernia At Amanuel Mental Specialized Hospital. Congress on
Public Health, 1 (1), 1-10
Sigarlaki, JO. (2006). Karakteristik dan Faktor Berhubungan dengan Hipertensi
Di Desa Bocor, Kecamatan Bulus Pesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa
Tengah, Tahun 2006. Makara Kesehatan. Vol 10. No. 2 :
Sugiyono. (2010). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Umami, R dan Priyanto, S. (2013). Hubungan Kualitas Tidur Dengan Fungsi
Kognitif Dan Tekanan Darah Pada Lansia Di Desa Pasuruhan Kecamatan
Mertoyudan Kabupaten Magelang. Magelang : Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Magelang
Widyasari DF, Candrasari A. (2010). Pengaruh Pendidikan Tentang Hipertensi
Terhadap Perubahan Pengetahuan Dan Sikap Lansia Di Desa Makamhaji
Kartasura Sukoharjo. Jurnal Biomedika, Vol 2, No 2.
Witen, J., Vuuren, AJV and Learmonth, D. (2013).Psychological Intervention to
Address Hypertension in South Africas Peri-Urban Setlements.Online
Readings in Psychology and Culture.Vol 10 (1), pp : 1-18.
Yogiantoro M (2006). Hipertensi Esensial : Buku Ajar Ilmu PenyakitDalam..
Jakarta: FKUI
Zuraya, N. (2015). Laki-Laki Lebih Berpotensi Mengidap Hipertensi. Diakses dari
http://www.republika.co.id, diakses tanggal 3 Agustus 2015.

65

66

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

KepadaYth.
Pasien Hipertensi
Di Klinik Dhanang Husada

DenganHormat,
Saya yang bertandatangandibawahiniadalahmahasiswa Program Studi
S-1 KeperawatanSekolahTinggiIlmuKesehatan (STIKes) KusumaHusada
Surakarta.
Nama : Yuni Widyastuti
Nim

: ST13085

Akan mengadakan penelitian dengan judul Hubungan Antara Kualitas


Tidur Lansia Dengan Tingkat Kekambuhan Pada Pasien Hipertensi.
Sehubungan dengan hal tersebut, dan dengan kerendahan hari saya mohon
kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Semua data
maupun informasi yang dikumpulkan akan dijaga kerahasiaannya dan hanya akan
digunakan untuk kepentingan penelitian. Jika bersedia untuk menjadi responden,
mohon Bapak/Ibu untuk menandatangani pernyataan kesediaan menjadi
responden. Atas perhatian, kerjasama dan kesediannya dalam berpartisipasi
sebagai reponden dalam penelitian ini, saya ucapkan terima kasih.
Surakarta, ..............................2015
Peneliti

Yuni Widyastuti

67

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Setelah membaca dan mendengarkan penjelasan tentang penelitian ini serta


mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang saya ajukan maka saya mengetahui
manfaat dan tujuan penelitian ini. Saya mengerti bahwa peneliti menghargai dan
menjunjung tinggi hak-hak saya sebagai responden dalam penelitian ini. Saya
yang bertandatangan dibawah ini :
Nama :
Umur :
Alamat :
Menyatakan bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian tentang
Hubungan Antara Kualitas Tidur Lansia Dengan Tingkat Kekambuhan Pada
Pasien Hipertensi. yang akan dilakukan oleh Yuni Widyastuti mahasiswa
Jurusan Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. Demikian pernyataan
ini saya buat dengan sesungguhnya dan tanpa paksaan dari pihak manapun.

Sukoharjo, ..............................2015
Responden

(...............................................)

68

KUESIONER

Identitas Responden
No.

: _______________________ (tidak perlu diisi)

Nama

: _______________________

Usia

: _______________________

Jenis Kelamin

: _______________________

Pendidikan

: _______________________

69

KUESIONER KUALITAS TIDUR

INSTRUKSI :
Pertanyaan-pertanyaan di bawah ini adalah pertanyaan yang berhubungan dengan
kebiasaan tidur anda satu bulan yang lalu. Jawaban yang anda berikan adalah
jawabanyang mayoritas anda alami dan lakukan selama satu bulan yang lalu.
Silahkan menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini :
1. Selama sebulan yang lalu, jam berapa anda biasanya mulai tidur di malam
hari
Waktu tidur ___________________
2. Selama sebulan yang lalu, berapa menit anda habiskan waktu di tempat
tidur, sebelum akhirnya anda tertidur
Jumlah menit ___________________
3. Selama sebulan yang lalu, jam berapa anda biasanya bangun setiap pagi ?
Jam bangun tidur ___________________
4. Selama sebulan yang lalu, berapa jam anda tidur pulas di malam hari
Jumlah jam pada tidur malam ___________________
Untuk pertanyaan berikut, pilih salah satu jawaban yang sesuai dengan
memberikan tanda () pada alternatif jawaban yang sesuai dengan diri anda.
5

Selama
sebulan
yang lalu, masalah
yang
selalu
mengganggu tidur
anda
a. Tidak
dapat
tidur selama 30
menit
b. Bangun tidur di
tengah malam
atau
bangun
terlalu cepat
c. Pergi ke kamar
mandi di malam
hari
d. Sulit

bernafas

Tidak ada
selama
sebulan
yang lalu

Kurang
dari sekali
dalam satu
minggu

Satu atau
dua kali
seminggu

Tiga atau
lebih dalam
seminggu

70

secara nyaman
e. Batuk

f. Merasa
kedinginan
g. Merasa
kepanasan
h. Mengalami
mimpi buruk
i. Ada sakit di
badan (pegalpegal)
j. Alasan
lain
yang
menganggu
tidur anda,
(___________ )
seberapa sering
hal
tersebut
anda rasakan
Selama
sebulan
lalu, seberapa sering
anda mengkonsumsi
obat-obatan untuk
membantu
tidur
anda ?
Selama
sebulan
yang lalu, seberapa
sering
muncul
masalah-masalah
yang
dapat
mengganggu anda,
saat mengendarai
makanan,
makan
atau
beraktivitas
sosial ?
Selama
sebulan
yagn lalu, seberapa
banyak
masalah
yang
cukup
membuat anda tidak
antusias
untuk
menyelesaikannya ?

71

Selama
sebulan Sangat baik
yang
lalu,
bagaimana rata-rata
kualitas tidur anda

Jumlah Score

Kesimpulan

: Baik/Buruk

Baik

Buruk

Sangat
buruk

KEKAMBUHAN HIPERTENSI
Petunjuk :
Berilah tanda () pada alternatif jawaban yang sesuai dengan diri Bapak/
Ibu ?

Dalam satu tahun terakhir ini, berapa kali Bapak/Ibu memeriksakan kondisi
hipertensi yang Bapak/Ibu Alami ?
Jawab :
<5 kali dalam setahun

>5 kali dalam setahun

72

Nonparametric Correlations
Correlations
Kekambuhan
Hipertensi

Kualitas Tidur
Spearman's rho

Kualitas Tidur

Correlation Coefficient

1.000

Sig. (2-tailed)
N
Kekambuhan Hipertensi

Correlation Coefficient

.000

85

85

**

1.000

.000

85

85

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Frequency Table
Riwayat Hipertensi
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Ya

45

52.9

52.9

52.9

Tidak

40

47.1

47.1

100.0

Total

85

100.0

100.0

Merokok
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Ya

43

50.6

50.6

50.6

Tidak

42

49.4

49.4

100.0

Total

85

100.0

100.0

Pola Makan Asin


Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

**

.617

Sig. (2-tailed)

.617

Cumulative
Percent

Ya

44

51.8

51.8

51.8

Tidak

41

48.2

48.2

100.0

Total

85

100.0

100.0

73

Konsumsi Kopi
Frequency
Valid

Percent

Cumulative
Percent

Valid Percent

Ya

31

36.5

36.5

36.5

Tidak

54

63.5

63.5

100.0

Total

85

100.0

100.0

Olah raga
Frequency
Valid

Percent

Cumulative
Percent

Valid Percent

Ya

42

49.4

49.4

49.4

Tidak

43

50.6

50.6

100.0

Total

85

100.0

100.0

Umur
Frequency
Valid

Percent

Cumulative
Percent

Valid Percent

45 - 59 Tahun

25

29.4

29.4

29.4

60 - 74 tahun

60

70.6

70.6

100.0

Total

85

100.0

100.0

Pendidikan
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

SD

39

45.9

45.9

45.9

SMP

21

24.7

24.7

70.6

SMA/SLTA

25

29.4

29.4

100.0

Total

85

100.0

100.0

Jenis Kelamin
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

Perempuan

31

36.5

36.5

36.5

Laki-laki

54

63.5

63.5

100.0

Total

85

100.0

100.0

74

Kualitas Tidur
Frequency
Valid

Percent

Cumulative
Percent

Valid Percent

baik

27

31.8

31.8

31.8

buruk

58

68.2

68.2

100.0

Total

85

100.0

100.0

Kekambuhan Hipertensi
Frequency
Valid

Percent

Valid Percent

Cumulative
Percent

kadang-kadang kambuh

29

34.1

34.1

34.1

sering kambuh

56

65.9

65.9

100.0

Total

85

100.0

100.0

Anda mungkin juga menyukai