Anda di halaman 1dari 23

KASUS 2

PEMERIKSAAN REFRAKSI DAN SPIROMETRI


KELOMPOK 1

Firdaus Saleh
Adinda Widyantidewi
Aldisa Puspitasari
Anggi Saputri
Arini Nisaul Izzati A
Dea Haykalsani H
Dimas Firman H
Fitria Kusumaningrum
Indira Mayusti N
Larasati Adita CH
Megawati Yulia WP
Muhammad Yoga RIS
Putri Maharani
Riera Maharani R
Tri Wenda Setia N
Wida Ayu Nurahma
Yunis Amna Fadhillah

03010107
03011005
03011015
03011029
03011043
03011065
03011079
03011107
03011141
03011163
03011185
03011199
03011235
03011253
03011289
03011307
03011317

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI


2012

BAB I
PENDAHULUAN
Mata adalah salah satu indera tubuh manusia yang berfungsi sebagai penglihatan.
Meskipun fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting, mata masih sering kali kurang
diperhatikan sehingga banyak penyakit yang menyerang mata tidak diobati dengan baik dan
menyebabkan gangguan penglihatan sampai kebutaan.
Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina.
Secara umum, terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan
bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di
belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan oleh
kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu
bola mata.
Idealnya, pemeriksaan kelainan refraksi dilakukan saat akomodasi mata pasien istirahat.
Pemeriksaan mata sebaiknya dimulai pada anak sebelum usia 5 tahun. Pada usia 20 50 tahun
dan mata tidak memperlihatkan kelainan, maka pemeriksaan mata perlu dilakukan setiap 1 2
tahun. Setelah usia 50 tahun, pemeriksaan mata dilakukan setiap tahun.(1)
Dalam laporan ini juga akan membahas tentang spirometri. Spirometri adalah
pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur secara objektif kapasitas/fungsi paru (ventilasi)
pada pasien dengan indikasi medis. Alat yang digunakan disebut spirometer. Tujuan penggunaan
alat ini adalah untuk mengukur volume paru secara statis dan dinamik serta menilai perubahan
atau gangguan pada faal paru.(2)

BAB II
LAPORAN KASUS

Seorang anak laki-laki berusia 10 tahun datang beserta ibunya dengan keluhan tidak jelas
melihat tulisan di papan tulis sekolah sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan ini sering disertai
dengan sakit kepala, pusing, berair dan suka mengernyitkan kelopak matanya, Ibu pasien
mengatakan sejak 1 tahun yang lalu pasien sudah menggunakan kacamata dengan ukuran
sebagai berikut :
OD

: (-) 2,00 D

OS

: (-) 1,50 D

Pada pemeriksaan didapatkan :


Status generalisata

: dalam batas normal

Pemeriksaan bola mata

OD : mata tidak merah, dalam keadaan tenang


OS : mata tidak merah, dalam keadaan tenang
Pemeriksaan visus didapatkan :
OD

: 4/60 S(-) 3,5 D

C(-) 1,0 D 90 -> 6/6

OS

: 6/60 S(-) 2,0 D

C(-) 0,5 D 180 -> 6/6

BAB III
PEMBAHASAN
KELAINAN REFRAKSI MATA
Kelainan refraksi mata adalah keadaan dimana adanya ketidakseimbangan antara ukuran
bola mata dengan daya dioptri sehingga sinar dibiaskan tidak tepat pada retina. Contoh kelainan
refraksi, antara lain:

MIOPI
Miopi adalah kelainan refraksi pada mata dimana daya bias mata yang terlalu kuat dan

sumbu anterior posterior mata yang terlalu panjang sehinga bayangan jatuh di depan retina. Pada
miopi, mata penderita tidak dipengaruhi mekanisme akomodasi dan tidak dapat melihat jauh
dengan jelas karena titik jauh yang dekat. Untuk dapat melihat jarak jauh, mata penderita perlu
diperbaiki dengan lensa sferis divergen/cekung/-. Miopi dapat dibedakan :
a. Berdasarkan tipe :
i. Miopi axial : akibat mata yang lebih besar daripada normal
ii. Miopi kurvatura : akibat perubahan kelengkungan kornea dan kelengkungan lensa
iii. Miopi refraktif : akibat perubahan indeks refraktif, bertambahnya indeks bias pada
media penglihatan
b. Berdasarkan perjalanannya :
i. Miopi stasioner
ii. Miopi menetap setelah dewasa
iii. Miopi progresif , miopi yang akan bertambah terus pada usia dewasa
iv. Miopi maligna, miopi yang akan mengakibatkan abrasi retina dan kebutaan

HIPERMETROPI
Hipermetropi adalah kelainan refraksi pada mata dimana daya bias mata yang terlalu

lemah dan sumbu anterior posterios mata yang terlalu pendek sehingga bayangan jatuh di
belakang retina. Pada hipermetropi, mata penderita dipengaruhi mekanisme akomodasi dan tidak
dapat melihat pada jarak dekat dengan jelas karena titik dekat yang jauh. Untuk dapat melihat
jarak dekat, mata penderita perlu diperbaiki dengan lensa sferis konvergen/cembung/+. Terdapat
2 jenis hipermetropi :
5

c. Hipermetropi axial : kelainan refraksi karena bola mata penderita yang terlalu pendek
d. Hipermetropi refraktif : kelainan refraksi karena daya refraktif yang kurang

ASTIGMATISME
Pada astigmatisme berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam pada retina,

akan tetapi ada 2 garis titik yang saling tegak lurus. (3) Ini terjadi akibat kelainan kelengkungan
permukaan kornea. Etiologi astigmatisme bisa dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Corneal Astigmatism adalah abnormalitas kelengkungan kornea, merupakan penyebab
terbanyak astigmatisme.
2. Lenticular Astigmatism jarang terjadi. Disebabkan karena :
i. Curvatural karena abnormalitas kelengkungan lensa
ii. Positional karena kemiringan atau penempatan yang oblique atas lensa
3. Retinal Astigmatism terjadi karena penempatan macula yang oblique
Bentuk Astigmatisme dibagi menjadi dua :
a. Astigmatisme regular
Astigmatisme yang memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang
secara teratur dari satu meridian ke medirian lain. Jika daya refraksi mata penderita dipisahkan
oleh dua meridian utama yang saling tegak lurus. Berdasarkan axis dan sudut dari kedua
meridian astigmatisme regular dapat dibagi menjadi beberapa tipe (4):
a. With the rule astigmatism meridian terletak pada sudut yang benar satu sama
lain, tetapi meridian vertical lebih lengkung dibanding meridian horizontal.
b. Against the rule astigmatism yaitu meridian horizontal lebih lengkung
dibanding meridian vertikal
c. Oblique astigmatism adalah jenis astigmatisme reguler di mana dua meridian
utama bukan horizontal dan vertikal meskipun tegak lurus satu sama lain
d. Biobliquw astigmatism kedua meridian utama tidak berada pada sudut yang
benar satu sama lain

Tipe Refraktif

astigmatisme regular juga

dibagi menjadi 3 tipe :

Sederhana (Simple Astigmatism)

Jika satu meridian utama emetrop, sedangkan meridian lainnya hipermetropia atau
miopia. Contoh, yaitu Astigmatisme miopia simpel dan Astigmatisma hipermetropia simpel

Gabungan (Compound Astigmatism)

Jika kedua meridian utama sama-sama miopia atau hipermetropia. Hanya berbeda
derajatnya. Contoh, yaitu miopia + astigmatisme miopia dan hipermetropia + astigmatisme
hipermetropia

Campuran (Mixed Astigmatism)

Jika satu meridian hipermetropia, lainnya miopia


b. Astigmatisme irregular
Astigmatisme yang terjadi mempunyai 2 meridian yang tidak saling tegak lurus. Dapat
terjadi akibat kelengkungan kornea pada meredian yang sama, berbeda sehingga bayangan
menjadi irregular. Astigmatisme irregular terjadi akibat infeksi kornea,trauma dan distrofi atau
kelainan pembiasan pada meridian lensa yang berbeda.

DAYA AKOMODASI
Daya akomodasi adalah kemampuan lensa didalam mata untuk mencembung terjadi
akibat kontraksi m. siliaris. Refleks akomodasi akan timbul bila mata melihat kabur dan pada
benda dekat.
Pada keadaan cahaya yang berasal dari jauh akan terfokus pada retina. Demikian juga
untuk benda yang dekat. Hal ini terjadi karena adanya daya akomodasi lensa yang memfokuskan
bayangan pada retina. Daya akomodasi menyebabkan daya pembiasan lensa cembung lebih kuat,
mata lelah karena matanya secara secara bertahap berakomodasi terus menerus. Dan juga mata
ametrop, mengerinyitkan mata itu adalah salah satu gejala astigmatisme, miopi dengan keluhan
yang sama seperti astigmatisme dengan gejala sakit kepala, menerinyitkan mata .

PEMERIKSAAN
1. Uji Pinhole
Dilakukan apabila kelainan refraksi tidak jelas. Hasilnya apabila lebih baik menunjukkan
adanya kelainan refraksi namun apabila hasilnya lebih buruk maka menunjukkan katarak
(kelainan vitreus). Cara pemeriksaan:
1) Mata kanan OP disuruh melihat dari lubang kecil.
2) Dilihat apakah ada perbaikan tajam penglihatan atau tajam penglihatan
memburuk
3) Perbaikan tajam penglihatan menunjukkan adanya kelainan refraksi, diperiksa
dengan optotipi Snellen
4) Tajam penglihatan memburuk menunjukkan adanya gangguan media penglihatan
( misalnya vitreus humor, retina)
2. Optotipi Snellen
Visus 6/6
Kemungkinan:
- Normal

- Hipermetropia
Visus <6/6
Kemungkinan:
- Miopia
- Hipermetropia
- Astigmatisma

Cara pemeriksaan:

Visus 6/6
1. Pasang lensa sferis + 0.25D di mata kiri kemudian periksa visus nya lagi.
2. Kalau visusnya menjadi < 6/6 mak aOP emetropia, stop pemeriksaan
3. Kalau visusnya > 6/6 maka OP hipermetropia
4. Kalau menderita hipermetropia koreksi dengan +0.25D belum mencukupi maka

teruskan dengan lensa sferis +0.5D demikian seterusnya sampai didapatkan lensa Sferis +

terbesar yang memeberikan visus 6/6


Visus<6/6
1. Tes dahulu kemungkinan penderita miopia atau hipermetropia berat atau astigmatisma
2. Caranya pasang lensa sferis +0.25D apabila membaik maka hipermetropia, koreksi
dilanjutkan sampai visus 6/6
3. Bila memburuk pasang lensa sferis -0.25D apabila membaik maka miopia, koreksi
dilanjutkan sampai visus 6/6
4. Bila koreksi tidak mencapai 6/6 dilanjutkan dengan kipas lancester regan
5. OP disuruh lihat kipas tersebut bila garis meridian sama tegasnya maka OP tidak
menmderita astigmatisma
6. Kalau tidak sama tanya garis yang kabur berapa derajat diambil tegak lurusnya
kemudian pasang lensa silindris negatif atau positif tegak lurus terhadap garis yang paling
kabur
7. Cari kekuatan lensa silindris sehingga semua garis meridian sama tegasnya
8. OP disuruh membaca kembali huruf Snellen dengan lensa kombinasi sferis dan
silindris yang diperolehnya
9. Bila visus 6/6 belum tercapai, tambah kekuatan lensa sferis (bukan lensa silindris)

Bila pasien tidak dapat membaca huruf terbesar pada kartu Snellen maka dilakukan:

Uji hitung jari


Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter. Bila pasien hanya dapat

melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka dinyatakan
visusnya adalah 3/60. Dengan pengujian ini visus hanya dapat dinilai sampai 1/60, yang berarti
hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.

Uji lambaian tangan


Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan visus pasien yang lebih buruk

daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak 300 meter.
Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter, berarti visusnya adalah
1/300.
10

Proyeksi Sinar
Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat melihat

lambaian tangan. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tak terhingga. Keadaan ini
disebut visus 1/~. Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan
penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta total.

HASIL PEMERIKSAAN VISUS


Dari pemeriksaan visus didapatkan:

Visus mata kanan :


Lensa Sferis (S) -3,5 D
Lensa cylinder (C) -1,0 D

Axis/sumbu 90o

Axis 90o = sudut meridian yang paling abnormal 0o dikoreksi menjadi 90o

Visus mata kiri :


Lensa Sferis (S) -2,0 D
Lensa cylinder (C) -0,5 D

Axis/sumbu 180o

Axis 180o = sudut meridian yang paling abnormal 90o dikoreksi menjadi 180o
Dari pemeriksaan tersebut didapat bahwa anak laki-laki ini mengalami gangguan refraksi
yaitu miopia dan astigmatisme.

DIAGNOSIS
Diagnosis pasti yang dapat ditegakan berdasarkan pada hasil pemeriksaan penunjang
pada anak laki-laki yang berusia 10 tahun ini adalah astigmatisma gabungan (compound
astigmatism). Compound astigmatism adalah dimana tidak ada dari dua fokus yang jatuh tepat
11

diretina tetapi keduanya terletak di depan atau dibelakang retina. Bentuk refraksi dapat berupa
hipermetropi atau miopi. Bentuk ini dikenal dengan compound hypermetropic astigmatism dan
compound miopic astigmatism.(5) Diagnosis pasti berupa astigmatisma gabungan (compound
astigmatism) ditegakan berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang yang menunjukan hasil
pengkoreksian okuli dextra dan okuli sinistra pada anak laki-laki yang berusia 10 tahun tersebut
sebagai berikut:
OD

: 4/60 S(-)3,5D C(-)1,0D 90o

OS

: 6/60 S(-)2,0D C(-)0,5D 180o


Hal tersebut menunjukan bahwa tidak ada dari dua fokus yang jatuh tepat diretina tetapi

keduanya jatuh di depan retina yang dikenal dengan miopi. Bentuk refraksi berupa miopi yang
dapat dikoreksi dengan lensa sferis negatif dan astigmatisma miopi yang dapat dikoreksi dengan
lensa silindris negatif hingga kedua mata anak laki-laki yang berusia 10 tahun tersebut mencapai
visus 6/6.

SPIROMETRI
Pembacaan spirogram :
Pada dasarnya spirometer terdiri dari drum berisi udara yang mengapung dalam ruang
berisi air. Jika seseorang menghirup dan menghembuskan udara dari dan ke dalam drum melalui
selang yang menghubungkan mulut dengan wadah udara, maka drum akan naik turun dalam
wadah air. Naik turunnya drum ini dapat direkam sebagai spirogram yang dikalibrasikan
terhadap perubahan volume. Pena merekan inspirasi sebagai defleksi ke atas dan ekspirasi
sebagai defleksi ke bawah.

12

TV (tidal volume) / volume alun napas : volume udara yang masuk atau keluar paru

selama satu kali bernapas. Nilai rerata pada kondisi istirahat = 500 ml
IRV (inspiratory reserve volume) / volume cadangan inspirasi : volume udara tambahan
yang dapat secara maksimal dihirup di atas tidal volume. IRV dicapai oleh kontraksi
maksimal diafragma, otot intercostal eksterna, dan otot inspirasi tambahan. Nilai rerata =

3000 ml
IC (inspiratory capacity) / kapasitas inspirasi : volume udara maksimal yang dapat

dihirup pada akhir ekspirasi tidal volume (IC = IRV + TV). Nilai rerata = 3500 ml
ERV (ekspiratory reserve volume) / volume cadangan ekspirasi : volume udara tambahan
yang dapat secara aktif dikeluarkan dengan mengontraksikan secara maksimal otot-otot
ekspirasi melebihi udara yang secara normal dihembuskan secara pasif pada akhir tidal

volume. Nilai rerata = 1000 ml


RV (residual volume) / volume residu : volume udara minimal yang tertinggal di paru
bahkan setelah ekspirasi maksimal. Nilai rerata = 1200 ml. Residual volume tidak dapat
diukur secara langsung dengan spirometer karena volume udara ini tidak keluar dan
masuk paru. Namun, volume ini dapat ditentukan secara tidak langsung melalui teknik

13

pengenceran gas yang melibatkan inspirasi sejumlah tertentu gas penjejak tak berbahaya

seperti Helium.
FRC (functional residual volume) / kapasitas residu fungsional : volume udara di paru

pada akhir ekspirasi pasif normal (FRC = ERV + RV). Nilai rerata = 2200 ml
VC (vital capacity) / kapasitas vital : volume udara maksimal yang dapat dikeluarkan
dalam satu kali bernapas setelah inspirasi maksimal. Subjek pertama-tama melakukan
inspirasi maksimal lalu diikuti dengan ekspirasi maksimal (VC = IRV + TV + ERV). Vital
capacity menggambarkan perubahan volume maksimal yang dapat terjadi pada paru. Hal
ini jarang digunakan karena kontraksi otot maksimal yang terlibat melelahkan tetapi

berguna untuk memastikan kapasitas fungsional paru. Nilai rerata = 4500 ml


TLC (total lung capacity) / kapasitas paru total : volume udara maksimal yang dapat
ditampung oleh paru (TLC = VC + RV). Nilai rerata 5700 ml.(6)

Faktor faktor yang meningkatkan dan menurunkan kapasitas vital paru :


a

Faktor yang dapat meningkatkan kapasitas vital paru-paru antara lain :


1. Latihan Fisik
Latihan yang dilakukan secara rutin dapat meningkatkan kapasitas vital paru hal ini
dikarenakan seseorang yang melakukan latihan fisik rutin akan mengkompensasi jumlah
kebutuhan oksigen-nya. Sehingga nilai kapasitas vital paru mereka besar dan paru-paru
bekerja dengan volume yang maksimal.
2. Postur Tubuh
Seseorang dengan postur tubuh yang tinggi mempunyai rongga thorax yang lebih
besar daripada orang dengan postur tubuh pendek. Faktor anatomis ini memungkinkan
orang dengan postur tubuh yang tinggi mempunyai paru-paru yang lebih besar daripada
orang berpostur pendek, sehingga mempunyai kapasitas vital paru yang lebih banyak.
3. Dataran tinggi
Orang yang tinggal di dataran tinggi mendapatkan oksigen yang lebih sedikit
daripada orang yang tinggal di dataran rendah.Oleh karena itu orang di dataran tinggi
membentuk hemoglobin yang lebih banyak, selain itu jika dalam jangka waktu yang
lama, tidak menutup kemungkinan mereka mempunyai paru-paru yang lebih besar

14

daripada orang yang tinggal di dataran rendah. Itu semua merupakan kompensasi dari
tubuh untuk mencukupi asupan oksigen.
4. Ibu hamil
Tubuh ibu hamil akan melakukan kompensasi untuk memenuhi kebutuhan oksigen dari
janin.
5. Posisi tubuh
Nilai kapasitas fungsi paru- paru lebih rendah pada posisi tidur dibandingkan posisi
berdiri. Pada posisi tegak, ventilasi persatuan volume paru-paru dibagian basis paru lebih
besar dibandingkan dengan bagian apex. Hal ini terjadi karena pada awal inspirasi tekan
intra pleura dibagian basis paru kurang efektif dibandingkan dibagian apex, sehingga
perbedaan tekanan intrapulmonal-intrapleura dibagian basis lebih kecil dan jaringan paru
kurang terenggang. Keadaan tersebut menyebabkan presentase volume paru maximal
posisi berdiri lebih besar nilainya.

Faktor yang dapat menurunkan kapasitas vital paru antara lain:


1

Penyakit Paru Restriktif


Penyakit yang menyebabkan rusaknya jaringan paru-paru dan menyebabkan
pengembangan paru-paru tidak optimal. Sehingga kapasitas dari paru-paru akan
berkurang karena jaringan yang digunakan untuk menangkap udara telah rusak.
Contohnya pada penderita tuberkulosis paru, skoliosis, pleuritis, tumor paru, dan
lumpuhnya otot-otot pernapasan.

Merokok
Zat yang tekandung dalam rokok mengandung banyak racun yang dapat merusak
jaringan paru-paru. Jaringan yang rusak akan diganti dengan jaringan parut sehingga
kemampuannya untuk menyimpan udara berkurang.

Volume Ekspirasi Paksa 1 (VEP1)

15

Volume ekspirasi paksa satu detik pertama adalah volume udara yang dapat dihembuskan
paksa pada satu detik pertama untuk menilai ada atau tidaknya obstruksi saluran napas.
Normalnya sekitar 3,2 liter.
Kapasitas vital paksa adalah volume udara maksimum yang dapat dihembuskan secara
paksa, umumnya dicapai dalam 3 detik. Normalnya sekitar 4 liter.

Manuver kapasitas vital paksa


Manuver ini bertujuan untuk mengukur deras aliran udara ekspirasi dan panjangnya
waktu inspirassi. Hasil pengukuran kemudian dikomputasi untuk menghasilkan berbagai
parameter lain yang lebih rinci dan sensitif untuk menganalisa berbagai kelainan fungsi
pernapasan. Gerakan utama manuver ini adalah melakukan inspirasi maksimal, kemudian
melakukan ekspirasi dengan cepat dan sekuat tenaga sampai udara terasa habis semua.
Dari manuver KVP dihasilkan dua macam grafik atau kurva, yaitu kurva Flow-Volume
dan kurva FEV (Forced Expiratory Volume Curve) atau spirogram KVP. Kurva F-V
menggambarkan hubungan antara deras aliran udara (flow) dan volume ekspirasi, sedangkan
kurva FEV menggambarkan hubungan antara volume dan lamanya ekspirasi (expiration time)(7)
% VEP1 dapat dihitung dengan membagi volume ekspirasi paksa satu detik pertama
(VEP1 / FEV1) dengan kapasitas vital paksa (FVC) dalam satuan liter dan dikali 100% dengan
nilai normal adalah 70 %. Pengukuran ini menunjukkan laju udara paru maksimal yang dapat
dicapai.
VEP1 menurun pada penyakit paru obstruktif seperti asma bronkhial, bronkitis kronis,
dan emfisema. Penyakit paru obtruktif tersebut menyebabkan nilai VEP1 menurun sebab terjadi
penyumbatan saluran nafas sehingga sulit menghembuskan nafas.(8)

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF

16

Ditandai dengan adanya aliran udaran yang terbatas (airflow limitation) dan peningkatan
volume paru-paru dengan air tapping atau udara yang terperangkap.(9) Penyakit paru obstruktif
yang umum :

Asma
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
Kistik Fibrosis
Bronkitis Kronis
Emfisema

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) / Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
PPOK adalah penyakit paru-paru yang menyebabkan kesulitan bernapas . Hal ini
disebabkan oleh kerusakan pada paru-paru selama bertahun-tahun, biasanya dari merokok.
PPOK sering merupakan campuran dari dua penyakit(10) :

Bronkitis Kronis
Pada bronkitis kronis, saluran udara yang membawa udara ke paru-paru (rongga

bronkhial) meradang dan menghasilkan banyak lendir. Hal ini dapat mempersempit atau
memblokir saluran udara, sehingga sulit untuk bernapas.

Iritasi Bronkus (misalnya)


asap rokok)

Paralisis silia

Statis mukus

Bronkospasme

Hipertrofi dan
hiperflasia kelenjar

Obstruksi saluran nafas


Produksi mukus
Erosi epitel, pembentukan jaringan parut,
yang reversibel
meningkat
metaplasia skuamosa serta penebalan
Infeksi kuman sekunder
Produksi mukus
Obstruksi
saluran nafas yang irreversible
lapisan
mukosa

17

Emfisema
Pada orang sehat, kantung udara kecil di paru-paru memiliki mekanisme seperti balon.

Ketika bernapas udara masuk dan keluar,

menyebabkan kantung udara mengembang dan

mengempis untuk memindahkan udara melalui paru-paru. Pada emfisema, kantung udara ini
rusak dan kehilangan peregangan atau elastisitasnya. Udara yang masuk dan keluar dari paruparu berkurang dan menyebabkan sesak napas.
Kerusakan alveoli disebabkan oleh adanya proteolisis (degradasi) elastin oleh enzim
elaste yang disebut protease.(11) Elastin adalah komponen jaringan ikat di paru. Dalam keadaan
normal, terdapat keseimbangan antara degradasi dan sintesis elastin atau keseimbangan antara
protease yang mendegradasi jaringn paru dan protease inhibitor yang menghambat kerja
protease.Pada perokok jumlah protease meningkat karena jumlah lekosit dan makrofag diparu
meningkat. Makrofag dan lekosit ini mengandung elastase dalam jumlah tinggi. Dengan
banyaknya elastase di paru, banyak jaringan diparu yang didegradasi.
Pada penderita emfisema, ditemukan 1-antitripsin (suatu protease) dalam jumlah rendah
sehingga tidak ada yang menghambat kerja protease tripsin. Keadaan ini merupakan kelainan
congenital 1-antitripsin adalah suatu 1- globulin pada laki-laki.

18

Infeksi dan alergen

Inflamasi dan pelepasan histamin dan


leukotrien
Kontraksi otot

Peningkatan sekresi mukus


Edema mukosa

Peningkatan resistensi pernafasan

Ekspirasi memerlukan peningkatan


tekanan

Penekanan bronkus

Ekspirasi menjadi sulit

Pengembangan paru
berlebihan

Emfisema

Kistik fibrosis
Adalah gangguan herediter dimana sejumlah besar material kental disekresikan.(12)

Fibrosis kistik mempengaruhi kelenjar keringat,bronki,pancreas,dan kelenjar pensekresi mukus


dari usus halus. Penyakit ini disebabkan oleh adanya kecacatan pada gen kistik fibrosis yang
19

mengkodekan protein transmembrane conductance regulator (CFTR) yang berfungsi sebagai


chanel klorida dan diatur oleh cAMP. Mutasi dari gen CFTR menyebabkan regulasi klorida yang
abnormal dari cAMP pada permukaan mucosal sepanjang sel epitel

Kecacatan CFTR menyebabkan


penurunan

sekresi klorida dan peningkatan

reabsorbsi

Natrium dan air sepanjang sel

epitel.(13)

Akibatnya adalah pengurangan

tinggi

dari

lapisan fluida sel epitel dan

penurunan

hidrasi

mukus

yang

menyebabkan mukus menjadi


lebih lengket

dan bakteri mudah menempel.

Oleh karena itu memudahkan infeksi dan peradangan.

Asma Bronkhial
Pada asma brokhial terjadi alergi terhadap antigen yang diinhalasi. Terdapat

hipersensitivitas cabang trakeobronkial terhadap berbagai jenis rangsangan dan keadaan ini
bermanifestasi sebagai penyempitan jalan nafas secara periodic dan reversible akibat
bronkospasme.(14)

Alergen

Terbentuk antibodi dalam


tubuh

Alergen dan IgE berikatan

Sel mast melepaskan mediator primer (histamin) dan


mediator sekunder (Leukotrien)
Hiperinflasi
progresif
paru
Kontriksi
bronkiolus,
Hipersekresi
dan edema
Udara
terperangkap
pada
bagian
Udara
Penyempitan
sulit
keluar
lumen
dari
bronkiolus
(ekspirasi
memanjang)
dinding
bronkiolus
distal

20

21

BAB IV
KESIMPULAN

Pada kasus pertama (refraksi), pasien mengeluh sakit kepala, pusing dan suka
mengernyitkan kelopak matanya. Ini merupakan gejala dari miopi dan astigmatisme. Dari hasil
pemeriksaan refraksi, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami gangguan refraksi, yaitu
miopi dan astigmatisme miopi. Gangguan refraksi miopi dapat dikoreksi dengan lensa sferis
negatif dan astigmatisme miopi dapat dikoreksi dengan lensa silindris negatif hingga kedua mata
pasien mencapai visus 6/6.
Pada pemeriksaan spirometri, dilakukan penghitungan kapasias vital (VC) dan volume
ekspirasi paksa satu detik pertama (VEP1). Ini bertujuan untuk menilai jaringan paru dan menilai
ada tidaknya obstruksi saluran napas. Nilai normal VC adalah 80%. VC akan menurun pada
penyakit paru restriktif. Sedangkan nilai normal VEP1 adalah 70%. Nilai ini akan menurun
pada penyakit paru obstruktif.

22

BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Persatuan dokter spesialis mata seluruh Indonesia. Refraksi. 2010. Available at:
http://www.perdami.or.id/?page=news_seminat.detail&id=3. Accessed July 10, 2012.
2. Prodia.

Pemeriksaan

Penunjang

Spirometri.

Available

at:

http://prodia.co.id/pemeriksaan-penunjang/spirometri. Accessed on July 10, 2012.


3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. 3rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2008. p. 81
4. Khurana A.K. Opthalmology.3rd ed. New Delhi: New Age International Publishers. 2003.
p.60.
5. http://www.scribd.com/doc/76272977/refrat-kelainan-refraksi
6. Yesdelita N, Fisiologi Manusia Lauralee Sherwood. 6 ed. Jakarta: EGC; 2010.p.517
7. Rahajoe, Nastiti N., Bambang Supriyatno, Darmawan Budi Setyanto. Buku Ajar
Respirologi Anak, 1st ed. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia;2008.
8.

Silbernagl S, Lang F. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. 1st ed . Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2007.p.76-7.

9. Gildea T.R. McCarthy K. Pulmonary Function Testing : Disease Management


Project.2012

[Cited

2012

July

10].

Available

from

http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/pulmonary/pul
monary-function-testing
10. Emedicine Health.[Updated on 2012 September 16:Cited 2012 july 10]. Available from :
http://www.emedicinehealth.com/copd_chronic_obstructive_pulmonary_diseasehealth/page17_em.htm
11. Djojodibroto R.D. Respirologi.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC;2009. p. 118
12. Tambayong J. Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC;2000. p. 104
13. Cystic Fibrosis. [Updated on 2012 May 31;Cited 2012 July 10]. Available from :
http://cysticfibrosis.tk/
14. Price A S, Wilson LM. Patofisologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed .
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC;2006.p.785.

23

Anda mungkin juga menyukai