Anda di halaman 1dari 3

Mulai Punahnya Kebiasaan Memanjangkan Daun Telinga Suku Dayak

di Era Globlalisasi
Suku Dayak merupakan salah satu suku yang berada di Kalimantan.
Suku ini tersebar di seluru wilayah di Kalimantan dengan sub suku Dayak
yang berbeda, seperti Dayak Kenyah dan Dayak Bahau di Kalimantan Timur,
Dayak Tidong di Kalimantan Utara, Dayak Ngaju di Kalimantan Selatan. Salah
satu identitas paling mencolok yang dimiliki oleh suku Dayak adalah
kebiasaan
dikalangan

memanjangkan
masyarakat

daun

Dayak

telinga.
berfungsi

Pemanjangan
sebagai

daun

penanda

telinga
identitas

kemanusiaan, menunjukkan bangsa yang beradab, menunjukkan perbedaan


status dan jenis kelamin.
Belakangan, terbukti bahwa banyak orang yang telah memotong daun
telinga mereka yang (dulu sudah terlanjur) panjang. Pemotongan daun
telinga tersebut dilakukan di rumah sakit melalui sebuah operasi kecil. Hanya
sedikit penduduk yang masih memiliki daun telinga panjang, kebanyakan
para manula yang berusia di atas 60 tahun. Sejak globalisasi masuk, muncul
anggapan bahwa bangsa yang beradab bukan seperti apa yang mereka
pikirkan selama ini. Mereka mulai merasa mereka berbeda dari bangsa atau
suku lain, yang mendapat cap beradab lebih dari mereka.
Penduduk Dayak sadar bahwa mereka harus melestarikan tradisi
mereka, jika tidak maka orang Dayak akan kehilangan tradisi berharga
tersebut. Tapi mereka juga berpendapat, bila suatu saat anak mereka pergi
bersekolah ke kota-kota besar, maka anak mereka akan merasa malu karena
terliat berbeda dari anak-anak lain. Timbulnya rasa malu tersebut turut
disebabkan oleh modernisasi dan globalisasi yang mulai merasuki kehidupan
masyarakat Dayak. Globalisasi ini kemudian membuat rakyat Dayak menjadi
kurang menghargai nilai-nilai budaya yang mereka miliki, karena mereka
menjadi lebih menghargai nilai-nilai yang berlaku di dunia internasional.
Kebiasaan memanjangkan daun telinga suku Dayak merupakan hal
unik yang perlu dipertahankan sebagai identitas suku Dayak. Kebiasaan
Fatma Roisatin Nadhiroh_130722616093

tersebut juga dikagumi oleh masyarakat non-Dayak. Tidak seharusnya


masayarakat Dayak malu akan penanda fisik tersebut, sebab rasa malu
tersebut dapat menyebabkan punahnya salah satu nilai budaya masyarakat
Dayak.
Daftar Rujukan
Erika. 2008. Dayak yang Tinggal Kenangan (Sebuah Tulisan Mengenai
Punahnya Nilai-nilai Budaya dalam Sistem Budaya Dayak Akibat
Pengaruh Globalisasi). Jakarta: Universitas Indonesia.

Fatma Roisatin Nadhiroh_130722616093

Fatma Roisatin Nadhiroh_130722616093

Anda mungkin juga menyukai