Anda di halaman 1dari 7

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KARSINOMA

NASOFARING (KNF) DI RSUP Dr. WAHIDIN


SUDIROHUSODO MAKASSAR
Erfinawati1, Erna Kadrianti2, H. Muhammad Basri3
1
2

STIKES Nani Hasanuddin Makassar


STIKES Nani Hasanuddin Makassar
3
Poltekkes Kemenkes Makassar
ABSTRAK

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher yang terbanyak di
temukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat gambaran umur, jenis kelamin, pekerjaan, sosial ekonomi,
dan gaya hidup pada kejadian karsinoma nasofaring di RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo, Makassar.
Penelitian ini adalah penelitian non eksperimen dengan metode pendekatan deskriptif kualitatif,
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang datang memeriksakan dirinya di poli THT
antara bulan Januari-Desember 2012. Sampel dalam penelitian ini adalah diambil secara accidental.
Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Hasilnya diolah menggunakan sistem
komputerisasi. Hasil distribusi frekuensi menunjukkan bahwa umur yang beresiko (40 tahun = 59,1%),
laki-laki (86,4 %) pekerjaan yang beresiko (orang yang terpapar dengan asap, debu, pestisida =
81,8%), sosial ekonomi menengah ke bawah (86,4%), gaya hidup kurang sehat (68,2%).
Kata Kunci : Umur, Jenis kelamin, Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Gaya Hidup
PENDAHULUAN
Karsinoma
nasofaring
merupakan
keganasan di daerah kepala dan leher yang
selalu berada dalam kedudukan lima besar
diantara keganasan bagian tubuh lain bersama
dengan kanker serviks , kanker payudara,
tumor ganas getah bening dan kanker kulit.
Angka kejadian karsinoma nasofaring paling
tinggi ditemukan di Asia dan jarang ditemukan
di Amerika dan Eropa. Akan tetapi angka
insiden cukup tinggi di sebagian tempat dan
dipercaya faktor genetik dan lingkungan
pencetus karsinoma nasofaring (Efiaty, 2009).
Meskipun banyak ditemukan di negara
penduduk non-Mongoloid namun demikian
daerah cina bagian selatan masih menduduki
tempat tertinggi, yaitu dengan 2500 kasus
pertahun
untuk
provinsi
Guang-Dong
(Kwantung) atau prevalensi 39,84/100.000
penduduk (Efiaty, 2009).
Ras mongoloid merupakan faktor
dominan timbulnya karsinoma nasofaring,
sehingga kekerapannya cukup tinggi pada
penduduk cina bagian selatan, Hongkong,
Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan
Indonesia (Efiaty, 2009).
Insidens karsinoma nasofaring berbeda
secara geografis dan etnik serta hubungannya
dengan Epstein-Barr Virus (EBV). Secara
global, pada tahun 2000 terdapat lebih kurang
65.000 kasus baru dan 38.000 kematian yang
disebabkan karsinoma nasofaring. Di beberapa
negara insidens karsinoma nasofaring ini

hanya 0,6 % dari semua keganasan. Di


Amerika insiden karsinoma nasofaring 1-2
kasus per 100.000 laki-laki dan 0,4 kasus per
100.000 perempuan. Namun di negara lain dan
kelompok etnik tertentu, seperti di Cina, Asia
Tenggara, Afrika Utara, tumor ganas ini banyak
ditemukan.
Di Indonesia penyakit ini termasuk
sepuluh besar keganasan dan di bidang THT
menduduki peringkat pertama keganasan pada
daerah kepala dan leher. Angka kejadian
karsinoma nasofaring di Indonesia yaitu 4,7
kasus baru per 100.000 penduduk per tahun.
Insiden yang tinggi ini dapat disebabkan
tingginya faktor risiko karsinoma nasofaring di
Indonesia, yaitu tingginya konsumsi ikan asin
dan makanan yang diawetkan, pajanan di
tempat kerja oleh zat-zat karsinogenik seperti
formaldehid, debu kayu serta asap kayu bakar.
(Susworo, 2004).
Karsinoma nasofaring lebih banyak
dijumpai pada pria dari pada wanita dengan
perbandingan 2 3 pria berbanding 1 wanita,
dan banyak dijumpai pada usia produktif, yaitu
40 60 tahun, tumor ganas ini tidak
mempunyai gejala yang spesifik, seringkali
tanpa gejala, sehingga hal ini menyebabkan
keterlambatan dalam diagnosis dan terapi.
Bahkan pada >70 % kasus gejala pertama
berupa lymphadenopathy cervical, yang
merupakan metastasis karsinoma nasofaring,
sehingga perlu dilakukan usaha maksimal
untuk menurunkan angka kematian dengan

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 4 Nomor 2 Tahun 2014 ISSN : 2302-1721

221

mengetahui faktor-faktor yang berhubungan


dengan kasinoma nasofaring. (Sulistiawan,
Ayu Trisna, 2004).
Banyak kasus karsinoma nasofaring
yang terlambat didiagnosis karena tidak ada
gejala yang spesifik dan letaknya yang
tersembunyi di belakang tabir langit-langit.
(Suswono R, 2004).
Insidens karsinoma nasofaring yang
tinggi ini dihubungkan dengan kebiasaan
makan, lingkungan dan virus Epstein-Barr .
Selain itu faktor geografis, rasial, jenis kelamin,
genetik,
pekerjaan,
kebiasaan
hidup,
kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi kuman
atau parasit juga sangat mempengaruhi
kemungkinan timbulnya karsinoma nasofaring.
Keadaan sosial ekonomi yang rendah,
lingkungan dan kebiasaan hidup juga menjadi
salah satu faktor. Dikatakan bahwa udara yang
penuh asap di rumah-rumah yang kurang baik
ventilasinya di Cina, Indonesia dan Kenya,
meningkatkan jumlah kasus karsinoma
nasofaring.(Punagi,2007).
Karsinoma nasofaring disebabkan oleh
multifaktor. Sampai sekarang penyebab
pastinya belum jelas. Faktor yang berperan
untuk terjadinya karsinoma nasofaring ini
adalah faktor makanan seperti mengkonsumsi
ikan asin, sedikit memakan sayur dan buah
segar. Faktor lain adalah non makanan seperti
debu, asap rokok, uap zat kimia, dan asap kayu
bakar.
Kaitan antara virus Epstein-Barr dan
konsumsi ikan asin dikatakan sebagai
penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus
tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan tetap
tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu
kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk
mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu
mediator. Kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan
asin secara terus menerus mulai dari masa
kanak-kanak, merupakan mediator utama yang
dapat mengaktifkan virus ini sehingga
menimbulkan karsinoma nasofaring (Efiaty,
2009).
Banyak penelitian mengenai perangai
dari virus Epstein Barr ini dikemukakan, tetapi
virus ini bukan satu-satunya faktor, karena
banyak faktor lain yang sangat mempengaruhi
kemungkinan timbulnya tumor ganas ini,
seperti letak geografis, rasial, jenis kelamin,
genetik, lingkungan, pekerjaan, kebiasaan
hidup, kebudayaan, sosial ekonomi, infeksi
kuman atau parasit (Farid, 2008)..
Berdasarkan data yang diperoleh dari
rekam medik Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar ditemukan
jumlah penderita karsinoma nasofaring periode
Januari 2011-Desember 2011 dengan jumlah
penderita karsinoma nasofaring 22 kasus,
dimana laki-laki 30 kasus, dan perempuan 11
kasus. Sedangkan jumlah penderita karsinoma

222

nasofaring periode Januari-Desember 2012


dengan jumlah penderita 75 kasus, dimana
laki-laki 50 kasus, dan perempuan 25 kasus,
dan jumlah penderita dari tahun 2011-2012
mengalami peningkatan dimana jumlah
penderita laki-laki lebih banyak dari pada
perempuan.
Diagnosis dini menentukan prognosis
pasien, namun cukup sulit untuk dilakukan ,
karena nasofaring tersembunyi di belakang
tabir langit-langit dan terletak di bawah dasar
tengkorak. Oleh karena itu, tidak mudah
diperiksa oleh mereka yang bukan ahli. Sering
kali, tumor ditemukan terlambat dan
menyebabkan metastasis ke leher lebih sering
ditemukan sebagai gejala pertama.
Dengan melihat insiden jumlah penderita
karsinoma nasofaring di Indonesia yang
semakin meningkat, perlu diketahui faktorfaktor yang berhubungan dengan karsinoma
nasofaring, sehingga dapat menekan jumlah
penderita dan kematian karena karsinoma
nasofaring.
BAHAN DAN METODE
Lokasi, populasi, dan sampel penelitian
Berdasarkan permasalahan yang diteliti,
maka jenis penelitian ini adalah metode non
experimen dengan pendekatan deskriptif
kualitatif
yang bertujuan untuk melihat
gambaran umur, jenis kelamin, pekerjaan,
sosial ekonomi, dan gaya hidup pada kejadian
karsinoma nasofaring di Rumah Sakit Dr.
Wahidin Sudirohusodo, Makassar. Penelitian
ini dilaksanakan di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar pada tanggal 2
Januari 4 Februari 2013.
Populasi dalam penelitian ini adalah
semua pasien karsinoma nasofaring (KNF)
yang memeriksakan dirinya di poli THT RSUP
Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar, pada
bulan Januari-Desember 2012 yaitu 75
penderita.
Penentuan jumlah besar sampel dengan
cara aksidental (accidental) dengan jumlah
sampel 22 responden sesuai dengan kriteria
inklusi.
Kriteria Inklusi
1. Pasien yang bersedia diteliti
2. Pasien yang
didiagnosis
karsinoma
nasofaring dan memeriksakan dirinya di poli
THT RSUP Wahidin Sudirohusodo.
3. Pasien yang kooperatif
Kriteria eksklusi
1. Pasien yang tidak bersedia diteliti
2. Pasien yang merasa terganggu
3. Pasien yang tidak kooperatif.
4. Pasien yang didiagnosis suspek karsinoma
nasofaring.

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 4 Nomor 2 Tahun 2014 ISSN : 2302-1721

Pengumpulan data dan pengolahan data


Pengumpulan data dengan data
sekunder yaitu data yang diperoleh dari tempat
penelitian, yaitu bagian rekam medik Badan
Pengelola Rumah Sakit Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar.
Data primer dari kuesioner dan lembar
observasi. Pengolahan data dilakukan dengan:
1. Selecting
Selecting merupakan pemilihan untuk
mengidentifikasi data menurut kategori.
2. Editing
Editing dilakukan untuk meneliti setiap
daftar pertanyaan yang sudah diisi, editing
meliputi kelengkapan pengisian, kesalahan
pengisian dan kontensi dari setiap jawaban.
3. Coding
Coding merupakan tahap selanjutnya
denagn member kode pada jawaban dari
responden tersebut.
4. Tabulasi data
Setelah dilakukan kegiatan editing dan
koding
dilanjutkan
dengan
mengelompokkan data ke dalam suatu table
menurut sifat sifat yang dimiliki sesuai
dengan tujuan penelitian.
Analisis data
Setelah
dilakukan
tabulasi
data,
kemudian data diolah dengan menggunakan uji
statistic yaitu analisi univariat dilakukan untuk
variabel tunggal yang dianggap terkait dengan
penelitian.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1. Distribusi responden menurut umur di
RS Wahidin Sudirohusodo Makassar
Umur
n
%
Beresiko ( 40
13
59.1
tahun)
Kurang beresiko
(< 40 tahun)
Total

9
22

40.9
100.0

Dari hasil penelitian, diperoleh jumlah


responden yang berjumlah 22 didapatkan
bahwa responden yang umurnya beresiko ( 40
tahun) sebanyak 13 responden (59,1%), dan
yang yang kurang beresiko (< 40 tahun)
sebanyak 9 responden (40,9%).
Tabel 2. Distribusi responden menurut jenis
kelamin di RS Wahidin Sudirohusodo
Makassar
Jenis Kelamin
n
%
Laki-laki
19
86.4 %
Perempuan
3
13.6 %
Total

22

100.0

Dari hasil penelitian, diperoleh jumlah


responden yang berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 19 responden (86,4%), dan yang
berjenis kelamin perempuan sebanyak 3
responden (13,6%).
Tabel 3. Distribusi responden menurut
pekerjaan di RS Wahidin Sudirohusodo
Makassar
Pekerjaan
n
%
Beresiko (orang
yang terpapar
dengan asap,
18
81.8
debu, pestisida)
Kurang beresiko
(pekerja
profesional
dalam berbagai
bidang)
Total

18.2

22

100.0

Dari hasil penelitian,diperoleh jumlah


responden yang memiliki pekerjaan beresiko
(orang yang terpapar dengan asap, debu,
pestisida)
terkena karsinoma nasofaring
adalah 18 (81,8,%), sedangkan kurang
beresiko (pekerja profesional dalam berbagai
bidang) terkena kasinoma nasofaring adalah 4
responden (18,2%).
Tabel 4. Distribusi responden menurut Status
Ekonomi di RS Wahidin Sudirohusodo
Makassar
Status Ekonomi
n
%
Menengah ke
bawah
19
86.4 %
Menengah ke
3
13.6 %
atas
Total
22
100.0
Dari hasil penelitian, diperoleh jumlah
responden yang memiliki status ekonomi
menengah ke bawah adalah sebanyak 19
responden (86,4%), dan dan yang memiliki
status ekonmi menengah keatas 3 responden
(13,6%).
Tabel 5. Distribusi responden menurut Gaya
hidup di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar
Gaya Hidup
n
%
Tidak sehat
15
68.2 %
Sehat
7
31.8 %
Total

22

100.0

Dari hasil penelitian, diperoleh jumlah


responden yang bergaya hidup tidak sehat
sebanyak 15 responden (68,2%), dan yang
bergaya hidup sehat sebanyak 7 responden
(31,8%).

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 4 Nomor 2 Tahun 2014 ISSN : 2302-1721

223

PEMBAHASAN
Karsinoma nasofaring adalah tumor
ganas yang timbul di daerah nasofaring dengan
predileksi di fosa reseenmuller dan atap
nasofaring. Merupakan tumor daerah kepala
dan leher yang banyak ditemukan di indonesia,
diagnosa ini cukup sulit karena letaknya yang
tersembunyi dan berhubungan dengan banyak
daerah vital.
1. Umur
Berdasarkan tabel 4.1 tentang
distribusi frekuensi responden berdasarkan
umur
menunjukkan bahwa dari 22
responden yang mengalami karsinoma
nasofaring , diperoleh jumlah responden
yang umurnya beresiko ( 40 tahun) 13
responden (59,1%), dan yang yang tidak
beresiko (< 40 tahun) sebanyak 9
responden (40,9%).
Menurut Dani (2002) Umur adalah
lama waktu hidup atau ada sejak dilahirkan
atau diadakan, sedangkan menurut Yulkardi
(2002) Umur adalah usia individu seseorang
terhitung mulai saat dilahirkan sampai
berulang tahun. Semakin cukup umur,
tingkat
kematangan
dan
kekuatan
seseorang akan lebih matang dalam berpikir
dan bekerja sehingga dari segi kepercayaan
masyarakat seseorang yang lebih besar dan
dewasa akan lebih di percaya dari orang
yang belum cukup tinggi kedewasaannya.
Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan
kematangan jiwanya (Nursalam, 2009).
Hasil
penelitian
Delfiri
munir
mengatakan bahwa responden yang
menderita KNF yaitu 41 penderita (75%).
Umur yang termuda dijumpai umur 21 tahun
sedangkan yang tertua adalah 70 tahun.
Sesuai dengan beberapa penelitian lain
dimana penderita terbanyak
adalah
berumur 40 tahun keatas. Kamal (1999)
menemukan umur rata-rata penderita 48
tahun. Kecenderungan penderita KNF lebih
tua mungkin ada penelitian ini ditemukan
kelompok umur 40 tahun atau lebih
merupakan kelompok umur hubungan
dengan sistem imunitas yang menurun pada
umur tersebut, sehingga baik antigen virus
Ebstein-Barr sebagai penyebab, maupun
antigen tumor sendiri tidak dapat dieliminasi
secara baik oleh sistem imun tubuh.
Berdasarkan
hasil
penelitian
distribusi
frekuensi
menurut
umur,
didapatkan umur yang beresiko ( 40
yahun) jumlah penderitanya lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah penderita
dengan umur < 40 tahun.
2. Jenis kelamin
Berdasarkan tabel 4.2 tentang
distribusi frekuensi responden berdasarkan
jenis kelamin menunjukkan bahwa dari 22
responden yang mengalami karsinoma

224

nasofaring , diperoleh jumlah responden


yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 19
responden (86,4%), dan yang berjenis
kelamin perempuan sebanyak 3 responden
(13,6%).
Jenis kelamin (bahasa inggris : sex)
adalah kelas atau kelompok yang terbentuk
dalam suatu species sebagai sarana atau
sebagai akibat digunakannya reproduksi
sekseual
untuk
mempertahankan
keberlangsungan species itu.
Perbandingan pria dan wanita pada
penelitian Lutan (1979) di Medan
mendapatkan 3:1, Sastrowijoto (1994) di
Yogyakarta 2:1, Knight (1988) di Amerika
Selatan
3:1.
Semua
penelitian
menyebutkan bahwa penderita karsinoma
nasofaring lebih banyak pada laki-laki
dibanding perempuan.
Pada penelitian Hayati (2003) di
RSUP dr. Kariadi, didapatkan pasien lakilaki lebih banyak dibandingkan perempuan
dengan perbandingn 2:1.
Perbandingan
laki-laki
dan
perempuan pada penelitian ini dijumpai
sebanyak 19 (86,4%) kasus karsinoma
adalah berjenis kelamin laki-laki, sedangkan
perempuan dijumpai sebanyak 3 (13,6%)
responden. Pada penelitian ini dijumpai
laki-laki lebih banyak daripada perempuan,
yaitu 86,4% karena sampel yang dianalisis
adalah sampel yang memenuhi kriteria
pemilihan sampel, bukan semua pasien
yang datang pada kurun waktu tertentu.
3. Pekerjaan
Berdasarkan tabel 4.3 tentang
distribusi frekuensi responden berdasarkan
pekerjaan menunjukkan bahwa dari 22
responden yang mengalami karsinoma
nasofaring , diperoleh jumlah responden
yang Beresiko (orang yang terpapar dengan
asap, debu, pestisida) sebanyak 18
responden (81,8%), dan yang kurang
beresiko (pekerja profesional dalam
berbagai bidang) sebanyak 4 responden
(18,2%).
Pekerjaan
ialah
sekumpulan
kedudukan
(posisi)
yang
memiliki
persamaan kewajiban atau tugas-tugas
pokoknya. Dalam kegiatan analisis jabatan,
satu pekeIjaan dapat diduduki oleh satu
orang, atau beberapa orang yang tersebar
di berbagai tempat, Definisi pekerjaan
adalah suatu kegiatan yang dilakukan
seseorang setiap hari dengan tingkat
kesibukan dan tempat yang berbeda-beda
tergantung berat ringannya kegiatan
tersebut, seperti petani, pedagang, Pegawai
Negeri Sipil, atau Swasta (Joe, 2011).
Berdasarkan penelitian dari Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
Delfitri Munir, pada penelitian ini ditemukan

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 4 Nomor 2 Tahun 2014 ISSN : 2302-1721

pekerjaan penderita yang paling banyak


adalah petani yaitu 20 penderita (36%).
Pada penelitian lain juga ditemukan
hubungan pekerjaan dengan penderita
karsinoma
nasofaring.
Yu
(1990)
melaporkan
hubungan
karsinoma
nasofaring dengan pekerja industri yang
terpapar bahan formaldehyde dan serbuk
kayu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk
mengetahui
faktor
penyebab
karsinoma nasofaring yang berperan pada
petani seperti terpapar insektisida dan
pestisida.
Hasil penelitian dari ibrahim (2008),
mengatakan bahwa ada hubungan antara
pekerjaan dengan kejadian karsinoma
nasofaring hal ini dibuktikan dengan hasil
penelitian yakni pekerjaan yang paling
banyak terkena karsinoma nasofaring
adalah petani (32,3%).
Pada penelitian ini didapatkan hasil
18 responden memiliki pekerjaan yang
beresiko (orang yang terpapar dengan
asap, debu, pestisida) terhadap karsinoma
nasofaring dan 4 responden yang memiliki
pekerjaan
tidak
beresiko
(pekerja
profesional dalam berbagai bidang) hal ini
menunjukkan bahwa kebanyakan kanker
nasofaring disebabkan oleh pekerjaan.
4. Status Ekonomi
Berdasarkan tabel 4.4 tentang
distribusi frekuensi responden berdasarkan
status ekonomi menunjukkan bahwa dari 22
responden yang mengalami karsinoma
nasofaring , diperoleh jumlah responden
yang status ekonomi menengah ke bawah
sebanyak 19 responden (86,4%), dan yang
status ekonomi menengah ke atas
sebanyak 3 responden (13,6%).
Pembagian
status
ekonomi
seseorang atau keluarga berdasarkan upah
minimum regional pada suatu tempat itu
sendiri.
Sedangkan
Upah
Minimum
Regional adalah suatu standar minimum
yang digunakan oleh para pengusaha atau
pelaku industri untuk memberikan upah
kepada pegawai, karyawan atau buruh di
dalam lingkungan usaha atau kerjanya.
Saat ini Upah Minimum Regional (UMR)
juga dienal dengan istilah Upah Minimum
Propinsi (UMP) karena ruang cakupnya
biasanya hanya meliputi suatu propinsi.
Selain itu setelah otonomi daerah berlaku
penuh, dikenal juga istilah Upah Minimum
Kabupaten/Kota (UMK). Dari data upah
minimum propinsi
pada tahun 2008
khususnya untuk daerah Sulawesi Selatan
berada pada posisi rata- rata Rp.1.265.000
(Data Upah Minimum Regional Indonesia,
2012).
Berdasarkan hasil penelitian ibrahism
nasution (2007) menyatakan bahwa orang

yang mengkomsumsi ikan asing pada usia


kurang 10 tahun lebih nayak yang terkena
kanker nasofaring, begitupun dengan
penelitian dari Ho (1985) dihonkong
menyatakan
bahwa
orang
yang
mengkomsumsi ikan asing pada usia dini
dengan frekkuensi 1 kali seminggu
mempunyai kemungkinan terkena kanker
nasofaring lebih besar dengan yang yang
hanya mengkomsumsi 1 bulan sekali,
berdasarkan dari penelitian tersebut maka
peneliti
menyimpulkan
bahwa
ada
hubungan antara sosial ekonomi dengan
kejadian
kanker
nasofaring
karena
kebiasaan dari masyarakat ekonomi rendah
untuk mengkomsumsi ikan asing atau
sesuatu yang diawetkan.
Pada penelitian ini didapatkan hasil
jumlah responden yang memiliki satatus
ekonomi ke bawah ada 19 responden dan
yang memiliki status ekonomi menengah ke
atas sebanyak 3 responden. Jadi karsinoma
nasofaring lebih banyak terdapat pada
responden yang memiliki status ekonomi
menengah ke bawah.
5. Gaya Hidup
Berdasarkan tabel 4.5 tentang
distribusi frekuensi responden berdasarkan
gaya hidup menunjukkan bahwa dari 22
responden yang mengalami karsinoma
nasofaring , diperoleh jumlah responden
dengan gaya hidup tidak sehat sebanyak 15
responden (68,2%), dan jumlah responden
dengan gaya hidup sehat sebanyak 7
responden (31,8%).
Gaya hidup menurut Kotler (2002)
adalah pola hidup seseorang di dunia yang
iekspresikan dalam aktivitas, minat, dan
opininya. Gaya hidup menggambarkan
keseluruhan diri seseorang dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya
hidup menggambarkan seluruh pola
seseorang dalam beraksi dan berinteraksi di
dunia. Secara umum dapat diartikan
sebagai suatu gaya hidup yang dikenali
dengan bagaimana orang menghabiskan
waktunya (aktivitas), apa yang penting
orang pertimbangkan pada lingkungan
(minat), dan apa yang orang pikirkan
tentang diri sendiri dan dunia di sekitar
(opini). Gaya hidup adalah perilaku
seseorang yang ditunjukkan dalam aktivitas,
minat dan opini khususnya yang berkaitan
dengan citra diri untuk merefleksikan status
sosialnya.
Hal ini didukung oleh penelitian dari
Ho (1985) di hongkong dalam studi kasus
kontrol dengan jumlah kasus 250 orang
penderita
karsinoma
nasofaring
mendapatkan bahwa pada orang-orang
yang mengkomsumsi ikan asing pada usia
dini
dengan
frekuensi
sedikitnya

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 4 Nomor 2 Tahun 2014 ISSN : 2302-1721

225

mengkomsumsi 1 kali dalam seminggu


mempunyai resiko 37,7 % dibandingkan
orang yang mengkomsumsi 1 kali dalam
sebulan. Sementara itu untuk penelitian di
malaysia dengan jumlah kasus 100.
Didapatkan
pada
orang
yang
mengkomsumsi ikan asing mempunyai
resiko relaif 17,4 dibandingkan dengan
orang yang tidak mengkomsumsi. Yu et al
(1989) di Guangzhou-China mendapatkan
hasil bahwa mengkomsumsi ikan asing,
baik pada masa anak-anak dan dewasa
mempunyai hubungan yang signifikan
dengan peningkatan resiko untuk terjadinya
karsinoma nasofaring.
Chow et al (2006) di Amerika pada
penelitiannya mengatakan bahwa otrang
yang merokok jauh lebih beresiko terkena
kanker nasofaring dari pada orang yang
tidak merokok
Berdasarkan penelitian ini didapatkan
hasil responden yang memiliki gaya hidup
kurang sehat sebanyak 15 responden dan
yang memiliki gaya hidup sehat sebanyak 7
responden. Dapat disimpulkan bahwa
kebanyakan
penderita
karsinoma
nasofaring memiliki gaya hidup kurang
sehat.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitaan yang telah
dilakukan
mengenai
faktor-faktor
yang
berhubungan dengan kejadian karsinoma
nasofaring di Lontara III THT RSUP Wahidin
Sudirohusodo
Makassar,
maka
dapat
disimpulkan bahwa:
1. Distribusi responden yang memiliki umur
yang beresiko ( 40 tahun) lebih banyak
ditemukan pada pengidap karsinoma
nasofaring dari pada yang memiliki umur
yang tidak beresiko (<40 tahun).

2. Distribusi responden yang memiliki jenis


kelamin laki laki lebih banyak ditemukan
pada pengidap karsinoma nasofaring dari
pada perempuan.
3. Distribusi
responden
yang
memiliki
pekerjaan yang beresiko (orang yang
terpapar dengan asap, debu, pestisida)
lebih banyak ditemukan pada pengidap
karsinoma nasofaring dari pada yang
memiliki pekerjaan yang tidak beresiko
(pekerja profesional dalam berbagai
bidang).
4. Distribusi responden yang memiliki sosial
ekonomi menengah kebawah lebih banyak
ditemukan pada pengidap karsinoma
nasofaring dari pada yang memiliki sosial
ekonomi menengah ke atas.
5. Distribusi responden yang memiliki gaya
hidup kurang sehat lebih banyak ditemukan
pada pengidap karsinoma nasofaring dari
pada yang memiliki gaya hidup sehat.
SARAN
1. Diharapkan kepada RSUP Wahidin
Sudirohusodo
untuk
memberikan
penyuluhan
kesehatan
mengenai
karsinoma nasofaring untuk memberikan
informasi kepada masyarakat mengenai
karsinoma nasofaring.
2. Diharapkan kepada peneliti berikutnya
untuk lebih memfokuskan pada satu
variabel untuk benar-benar mengetahui
hubungan antara satu variabel dengan
terjadinya karsinoma nasofaring
3. Diharapkan pula kepada penderita
karsinoma nasofaring untuk memeriksakan
dirinya lebih dini sebelum terjadi
keganasan yang lebih berat.

DAFTAR PUSTAKA
Adams, Boies, dan Higler. Boies: Buku Ajar Penyakit THT. Ed: 6. Jakarta : EGC, 2009.
Alimul H. Aziz, (2007), Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data, Penerbil Salemba Medika,
Jakarta.
Arif Mansjoer,dkk. 2001, Kapita Selekta Kedokteran jilid 1, Edisi 3, FKUI: Jakarta.
Arsyad, Efiaty, dkk.2009, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi 6.
Cetakan ke 3: EGC, Jakrta.
Ballener JJ. Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Edisi 1 jilid 1 Jakarta: Binarupa Aksara. 2005.
Damayanti Soetjipto. Karsinoma Nasofaring, Jakarta: FK UI, 2004.
Farid W, Ramsi L. Penatalaksanaan Karsinoma Nasofaring. Medang: FK USU, 2007.
Herawati Sri. Ilmu penyakit telinga hidung tenggorok. EGC, 2008. Jakarta
Iskandar N, Munir M, Soetjipto D. Tumor Ganas THT. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2008.

226

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 4 Nomor 2 Tahun 2014 ISSN : 2302-1721

Munir, Delfitri. Karsinoma Nasofaring. Press, 2010, Medan.


Naja, Daeng. Bank Hijau, Jakarta: Buku kita, 2007.
Notoatmodjo, Soekidjo., 2005, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
Nursalam (2003). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawwatan Pedoman Skripsi, Tesis dan
Instrumen Penelitian Keperawatan.: Salemba Medika. Jakarta.
Otto, Shirley E. Buku saku keperawatan onkologi. EGC. 2009, Jakarta
Profil

Upah Minimum Regional, 2012 Upah Minimum


/Upah_Minimum_Regional). Diakses 18 November 2012.

Regional.

(http://www.wikipedia.org/wiki

Ramsi Lutan, Nasution YU. Karsinoma nasofaring. Dalam : Program & abstrak PITIAPI. Medan : FK USU, 2006
Robbins, dkk. Buku saku dasar patologis penyakit. EGC, 2008. Jakarta
Sudiana, I ketut. Patobiologi molekuler kanker. Salemba medika. 2008, jakarta.
Williams, Janice L. Diagnosa fisik: Evaluasi diagnosis dan fungsi di bangsal. EGC, 2008, Jakarta.
Roezin, averdi, dkk. Karsinoma sinonasal dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Edisi Keenam. Jakarta; Balai Penerbit FKUI. 2007
http://www.actlcancertreatment.com/Nasopharynx%20cancer/2012/0928/107.html (Diakses, 5 Desember 2012).
http://www.smokershistory.com/EBV.htm (Diakses, 1 Desember 2012).
http://www.cancerresearchuk.org/cancer-help/type/nasopharyngeal-cancer/about/nasopharyngeal-cancer-risksand-causes (Diakses, 5 Desember 2012).
Joe. 2011.Apa itu Jabatan Struktural dan Jabatan Fungsional PNS. Diakses: Rabu, 7 Desember 2012. Dari:
http://perawattegal.wordpress.com/2011/01/03/apa-itu-jabatan-struktural-dan-jabatan-fungsional-pns/
Pedoman Penulisan Skripsi, Edisi 11, Kementerian Pendidikan Nasional Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nani
Hasanuddin Makassar, 2012.

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 4 Nomor 2 Tahun 2014 ISSN : 2302-1721

227

Anda mungkin juga menyukai