BAB II Tinjauan Pustaka
BAB II Tinjauan Pustaka
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN IMUNISASI
Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar
dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. 7
Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara
memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia, untuk mencegah penyakit.7
Pemerintah
b.
c.
d.
Mencakup bayi usia 0-1 tahun untuk mendapatkan vaksinasi BCG, DPT,
Polio, Campak dan Hepatitis-B
Mencakup ibu hamil dan wanita usia subur dan calon pengantin (catin)
untuk mendapatkan imunisasi TT
Mencakup anak-anak SD (Sekolah Dasar) kelas 1, untuk mendapatkan
imunisasi DPT
Mencakup anak-anak SD (Sekolah Dasar) kelas II s/d kelas VI untuk
mendapatkan imunisasi TT (dimulai tahun 2001 s/d tahun 2003), anakanak
SD kelas II dan kelas III mendapatkan vaksinasi TT. 7
b.
c.
2.5 EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan laporan WHO tahun 2002, setiap tahun terjadi kematian
sebanyak 2,5 juta balita, yang disebabkan penyakit yang dapat dicegah melalui
vaksinasi. Radang paru yang disebabkan oleh pneumokokus menduduki
peringkat utama (716.000 kematian), diikuti penyakit campak (525.000
kematian), rotavirus (diare), Haemophilus influenza tipe B, pertusis dan
tetanus. Dari jumlah semua kematian tersebut, 76% kematian balita terjadi
diperoleh
dengan
memodifikasi
kondisi
tempat
tubuh
Mengaktivasi
APC
untuk
mempresentasikan
antigen
dan
memproduksi interleukin.
2.
10
3.
4.
Vaksin yang dapat memenuhi ke empat persyaratan tersebut adalah vaksin virus
hidup.
11
Vaksin Inactivated
o Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara mambiakkan bakteri atau virus
dalam media pembiakan ( persemaian ), kemudian dibuat tidak aktif
dengan penambahan bahan kimia ( biasanya formalin ).
o Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat tumbuh, maka seluruh dosis
antigen dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini tidak menyebabkan
penyakit ( walaupun pada orang dengan defisiensi imun ) dan tidak dapat
mengalami mutasi menjadi bentuk patogenik. Antigen inactivated tidak
dipengaruhi oleh antibodi yang beredar. Vaksin inactivated dapat diberikan
saat antibodi berada di dalam sirkulasi darah.
o Vaksin inactivated selalu memerlukan dosis ganda. Pada umumnya pada
dosis pertama tidak menghasilkan imunitas protektif, tetapi hanya memacu
12
atau menyiapkan sistem imun. Respons imun protektif baru timbul setelah
dosis kedua atau ketiga. Hal ini berbeda dengan vaksin hidup, yang
mempunyai respons imun yang mirip atau sama dengan infeksi alami,
respons imun terhadap vaksin inactivated sebagian besar humoral, hanya
sedikit atau tak menimbulkan imunitas selular. Titer antibodi terhadap
antigen inactivated menurun setelah beberapa waktu.
o Pada beberapa keadaan suatu antigen untuk melindungi terhadap penyakit
masih memerlukan vaksin seluruh sel ( whole cell ), namun vaksin
bakterial seluruh sel bersifat paling reaktogenik dan menyebabkan paling
banyak reaksi ikutan atau efek samping. Ini disebabkan respons terhadap
komponen-komponen sel yang sebenarnya tidak diperlukan untuk
perlindungan ( contoh antigen pertusis dalam vaksin DPT ).
Vaksin Inactivated yang tersedia saat ini berasal dari :
Polisakarida
murni,
contoh
pneumokokus,
meningokokus,
dan
Gabungan
polisakarida
haemophillus
influenzae
tipe
dan
pneumokokus ).
13
Pertahanan fisis dan mekanis, misalnya silia atau bulu getar hidung yang
berfungsi untuk menyaring kotoran yang akan masuk ke saluran nafas
bagian bawah.
Pertahanan biokimiawi - air susu ibu yang mengandung laktoferin berperan sebagai antibakteri
Interferon - pada saat tubuh kemasukan virus, maka sel darah putih akan
memproduksi interferon untuk melawan virus tersebut.
Apabila mikroorganisme masuk ke tubuh, maka sistem kekebalan nonspesifik yang diperankan oleh pertahanan selular (monosit dan makrofag)
akan menangkap, mencerna, dan membunuh mikroorganisme tersebut.
16
17
Penyimpanan
Aturan umum untuk sebagian besar vaksin, Bahwa vaksin harus
didinginkan pada temperatur 2-8C dan tidak membeku. Sejumlah vaksin ( DPT,
Hib, hepatitis B, dan hepatitis A ) menjadi tidak aktif bila beku
Arah Sudut Jarum pada Suntikan Intramuskular
Jarum suntik harus disuntikan dengan sudut 450-600 ke dalam otot vastus
lateralis atau otot deltoid. Untuk suntikan otot vastus lateralis, jarum diarahkan ke
arah lutut sedangkan untuk suntikan pada deltoid jarum diarahkan ke pundak.
Kerusakan saraf dan pembuluh vaskular dapat terjadi apabila suntikan diarahkan
pada sudut 900.
Tempat Suntikan yang Dianjurkan
Paha anterolateral adalah bagian tubuh yang dianjurkan untuk vaksinasi
pada bayi dan anak umur di bawah 12 bulan. . Vaksin harus disuntikkan ke dalam
batas antara sepertiga otot bagian tengah yang merupakan bagian yang paling
tebal dan padat. Regio deltoid adalah alternatif untuk vaksinasi pada anak yang
lebih besar ( mereka yang telah dapat berjalan ) dan orang dewasa.
Alasan memilih otot vastus lateralis pada bayi dan anak umur dibawah 12
bulan adalah :
Menghindari risiko kerusakan saraf iskiadika pada suntikan daerah gluteal.
Daerah deltoid pada bayi dianggap tidak cukup tebal untuk menyerap
suntikan secara adekuat.
Imunogenitas vaksin hepatitis B dan rabies akan berkurang apabila
disuntikkan di daerah gluteal
Menghindari risiko reaksi lokal dan terbentuknya nodulus di tempat
suntikan yang menahun.
Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha bagian anterior.
18
Gambar 2. Lokasi Penyuntikan intramuscular Pada Bayi (a) dan Anak Besar (b)
Umur
Tempat
Ukuran jarum
Insersi jarum
19
Jarum 5/8-3/4
Spuit no 23-25
Jarum 5/8-3/4
Spuit no 23-25
Jarum 5/8-3/4
Spuit no 23-25
Aspirasi
spuit
sebelum disuntikan
Untuk
suntikan
multipel diberikan
pada ekstremitas
berbeda
Ukuran jarum
Jarum 7/8-1
Spuit n0 22-25
Insersi jarum
1. Pakai jarum yang
cukup panjang untuk
mencpai otot
Jarum
5/8-1
(5/8 untuk
suntikan
di
deltoid umur 1215 bulan
Spuit no 22-25
Jarum 1-1
Spuit no 22-25
Orangtua
atau
pengantar
bayi/anak
dianjurkan
mengingat
dan
memberitahukan secara lisan atau melalui dafatr isian tentang hal-hal yang
berkaitan dengan indikasi kontra atau risiko kejadian ikutan pasca imunisasi
tersebut di bawah ini :
Pada bulan lalu mendapat imunisasi yang berisi vaksin virus hidup
( vaksin campak, poliomielitis, rubela ).
21
teknik
pemberian
vaksinasi,
maka
reaksi
KIPI
dapat
diminimalisasi. Meskipun risikonya sangat kecil, reaksi KIPI berat dapat saja
terjadi. Oleh karena itu, petugas imunisasi atau dokter mempunyai kewajiban
untuk menjelaskan kemungkinan reaksi KIPI apa saja yang dapat terjadi. Dan bagi
orang yang hendak menerima vaksinasi mempunyai hak untuk bertanya dan
mengetahui apa saja reaksi KIPI yang dapat terjadi.
Secara khusus KIPI dapat didefinisikan sebagai kejadian medik yang
berhubungan dengan imunisasi, baik oleh karena efek vaksin maupun efek
samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, kesalahan program,
reaksi suntikan, atau penyebab lain yang tidak dapat ditentukan. Secara umum,
reaksi KIPI dapat dikategorikan sebagai akibat kesalahan program, reaksi
suntikan, dan reaksi vaksin.
Kesalahan program. Sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan kesalahan
teknik pelaksanaan vaksinasi, misalnya kelebihan dosis, kesalahan memilih lokasi
dan cara menyuntik, sterilitas, dan penyimpanan vaksin. Dengan semakin
membaiknya pengelolaan vaksin, pengetahuan, dan ketrampilan petugas pemberi
vaksinasi, maka kesalahan tersebut dapat diminimalisasi.
Reaksi suntikan. Reaksi suntikan tidak berhubungan dengan kandungan vaksin,
tetapi lebih karena trauma akibat tusukan jarum, misalnya bengkak, nyeri, dan
kemerehan di tempat suntikan. Selain itu, reaksi suntikan dapat terjadi bukan
akibat dari trauma suntikan melainkan karena kecemasan, pusing, atau pingsan
karena takut terhadap jarum suntik. Reaksi suntikan dapat dihindari dengan
melakukan teknik penyuntikan secara benar.
22
Reaksi vaksin. Gejala yang muncul pada reaksi vaksin sudah bisa diprediksi
terlebih dahulu, karena umumnya perusahaan vaksin telah mencantumkan reaksi
efek samping yang terjadi setelah pemberian vaksinasi. Keluhan yang muncul
umumnya bersifat ringan (demam, bercak merah, nyeri sendi, pusing, nyeri otot).
Meskipun hal ini jarang terjadi, namun reaksi vaksin dapat bersifat berat,
misalnya reaksi anafilaksis dan kejang. Untunglah bahwa reaksi alergi serius
relatif jarang terjadi, misalnya reaksi alergi serius akibat campak kemungkinan
kejadiannya hanya 1/1000.000 dosis.
Mengingat hampir setiap vaksin mempunyai potensi memberikakn reaksi efek
samping atau KIPI, maka sebaiknya bertanya terlebih dahulu kepada petugas
gejala apa saja yang dapat terjadi setelah vaksinasi. Bila keluhan KIPI bersifat
ringan, misalnya demam, nyeri tempat suntikan, atau bengkak maka dapat
dilakukan pengobatan sederhana, misalnya dengan minum obat antipiretik saja.
Tetapi bila kejadian pasca imunisasi bersifat serius, maka harus secepat mungkin
dibawa kerumah sakit. Setiap pelayanan kesehatan yang melakukan pemberian
vaksinasi mempunyai kewajiban untuk melaporkan KIPI ke Dinas Kesehatan
Tingkat Kabupaten, dengan tembusan ke Sekretariat KOMDA PP KIPI yang
berkedudukan di setiap provinsi.
23
Vaksinasi Tuberkulosis
Adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium bovis dibiak
berulang selama 1-3 tahun sehingga di dapat basil yang tidak virulen tetapi
masih mempunyai imunogenitas.Vaksin BCG merupakan vaksin hidup yang
memberi perlindungan terhadap penyakit TB. Vaksin TB tidak mencegah
infeksi TB, tetapi mencegah infeksi TB berat (meningitis TB dan TB milier).
Vaksin BCG membutuhkan waktu 6-12 minggu untuk menghasilkan efek
(perlindungan) kekebalannya. Vaksinasi BCG memberikan proteksi yang
bervariasi antara 50-80% terhadap tuberkulosis. Pemberian vaksinasi BCG
sangat bermanfaat bagi anak.8,9,10
24
25
Produsen
Cara
Pemberian
GSK
IM
Dosis
Interval
Pemberian
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
Anak
10 mcg
Bulan ke20 mcg
0,1,6
Euvax
Sanofi
IM
10 mcg
Bulan kepasteur
20 mcg
0,1,6
HB VAX MSD
IM
10 mcg
Bulan keII
20 mcg
0,1,6
Hepavax
Kalbuitech IM
10 mcg
Bulan keGene
20 mcg
0,1,6
Hepatitis
Bio Farma IM
10 mcg
Bulan keB
20 mcg
0,1,6
Tabel 2. Produsen, Jenis, Cara pemberian, Dosis, dan Interval Pemberian
Vaksin Hepatitis B (Ali sulaiman dan J. Sundoro,2007)
Secara umum, vaksin diberikan 3 kali pemberian, disuntikan secara dalam
(sampai ke otot). Vaksinasi diberikan dengan jadwal 0, 1, 6 bulan (kontak
pertama, 1 bulan, dan 6 bulan kemudian). Khusus vaksinasi bayi baru lahir
diberikan dengan jadwal berikut :
1. Dosis pertama : sebelum umur 12 jam
2. Dosis kedua
3. Dosis ketiga
: umur 6 bulan
Apabila sampai dengan usia 5 tahun anak belum pernah meperoleh imunisasi
hepatitis B, maka secepatnya diberikan.
Untuk ibu dengan HbsAg positif, selain vaksin hepatitis B diberikan juga
hepatitis B immunoglobulin (HBIg) 0,5 ml disisi tubuh yang berbeda dalam
12 jam setelah lahir. Sebab, Hepatitis B imunoglobulin (HBIg) dalam waktu
singkat segera memberikan proteksi meskipun hanya jangka pendek (3-6
bulan).
Reaksi KIPI yang sering terjadi umumnya berupa reaksi lokal yang ringan dan
bersifat sementara, terkadang dapat menimbulkan demam ringan untuk 1-2
26
hari. Sampai saat ini tidak ada kontraindikasi absolut pemberian vaksin
Hepatitis B. Kehamilan dan laktasi bukan kontraindikasi vaksin Hepatitis B.
Vaksinasi DTP
Vaksinasi Difteri
Jenis vaksin difteri yang diberikan harus sesuai dengan usia saat
pemberian. Sebagai imunisasi dasar, vaksin difteri diberikan bersamaan
dengan imunisasi tetanus dan pertusis, dalam bentuk vaksin DPT. Pada
beberapa dekade terakhir, pemberian vaksin DPT telah menjadi imunisasi
yang diwajibkan oleh pemerintah. Vaksin DPT (DtaP atau DTwP) diberikan
untuk anak usia diatas 6 minggu sampai 7 tahun. Untuk anak usia 7-18 tahun
diberikan vaksin difteri dalam bentuk vaksin Td (Tetanus dan Difteri) atau
vaksin Tdap (tetanustoxoid, reduced diphteria toxoid, dan acellular pertusis
vaccine adsorbed). Vaksin Td diberikan juga pada anak dengan kontraindikasi
terhadap komponen pertusis dan dianjurkan pada anak usia lebih dari 7 tahun
untuk memperkecil kejadian ikutan pasca-imunisasi karena toxoid difteri.8,9
Dari laporan yang ada, daya proteksi vaksin difteri sebesar 98,45% setelah
suntikan yang ketiga, namun kekebalan yang terbentuk setelah imunisasi dasar
hanya bertahan selama 10 tahun, sehingga perlu diberikan booster setiap 10
tahun sekali. Pemberian booster cukup dengan vaksin Td (tetanus dan difteri).
27
28
29
suntikan
yang
mengandung
vaksin
difteri,
akan
memberikan
30
Vaksinasi Polio
Pada saat ini ada dua jenis vaksin polio yaitu OPV (oral polio vaccine) dan
IPV (inactivated polio vaccine). OPV diberikan 2 tetes melalui mulut,
sedangkan IPV diberikan melalui suntikan dengan dosis 0,5 ml dengan
suntikan subkutan dalam 3 kali di lengan dengan jarak 2 bulan. Vaksin polio
oral diberikan pada bayi baru lahir kemudian dilanjutkan dengan imunisasi
dasar, diberikan pada usia 2, 4, dan 6 bulan. Pada PIN (pekan imunisasi
nasional) semua balita harus mendapat imunisasi tanpa memandang status
imunisasi kecuali pada penyakit dengan daya tahan tubuh menurun
(imunokompromais). Bila pemberiannya terlambat, jangan mengulang
pemberiannya dari awal tetapi lanjutkan dan lengkapi imunisasi sesuai dengan
jadwal. Bagi ibu yang anaknya diberikan OPV, diberikan 2 tetes dengan
jadwal seperti imunisasi dasar. Pemberian air susu ibu tidak berpengaruh
terhadap respons pembentukan daya tahan tubuh terhadap polio, jadi saat
pemberian vaksin, anak tetap bisa minum ASI.8,9
Imunisasi polio ulangan diberikan saat masuk sekolah (5-6 tahun) dan
dosis berikutnya diberikan pada usia 15-19 tahun. Sejak tahun 2007, semua
calon jemaah haji dan umroh dibawah usia 15 tahun harus mendapat 2 tetes
OPV.
KIPI
Pernah dilaporkan bahwa penyakit poliomielitis terjadi setelah pemberian
vaksin polio. Vaksin polio pada sebagian kecil orang dapat menimbulkan
gejala pusing, diare ringan, dan nyeri otot. Vaksinasi polio tidak dianjurkan
31
Imunisasi Campak
Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak.
Vaksin biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan
campak jerman (vaksin MMR). Jika hanya mengandung campak vaksin
diberikan pada usia 9 bulan dalam 1 dosis 0,5 ml subkutan dalam. Terdapat 2
jenis vaksin campak, yaitu vaksin yang berasal dari virus campak hidup dan
dilemahkan (tipe Edmonston-B) dan vaksin yang berasal dari virus campak
yang dimatikan (virus campak yang berada dalam larutan formalin yang
dicampur dengan garam aluminium).8,9
Imunisasi ulangan juga dianjurkan dalam situasi tertentu :9
a. Mereka yang memperoleh imunisasi sebelum umur 1 tahun dan terbukti
bahwa potensi vaksin yang digunakan kurang baik (tampak peningkatan
insidens kegagalan vaksinasi). Pada anak-anak yang memperoleh imunisasi
ketika berumur 12-14 bulan tidak disarankan mengulangi imunisasinya
tetapi hal ini bukan kontra indikasi
32
b. Apabila terdapat kejadian luar biasa peningkatan kasus campak, maka anak
SD, SLTP dan SLTA dapat diberikan imunisasi ulang
c. Setiap orang yang pernah memperoleh imunoglobulin
d. Seseorang yang tidak dapat menunjukkan catatan imunisasinya
Kontraindikasi :
Bagi mereka yang sedang menderita demam tinggi, sedang memperoleh
pengobatan
imunosupresif,
hamil,
memiliki
riwayat
alergi,
sedang
33
6.
34
35