Anda di halaman 1dari 71

1

Skenario 3
Oligospermia
Seorang pasangan suami istri datang ke praktek dokter umum karena belum
memiliki keturunan setelah 7 tahun menikah. Dokter menganjurkan tes kesuburan
untuk pasangan tersebut, tetapi suami sempat menolak, tetapi setelah dijelaskan
bahwa tes kesuburan dilakukan untuk pasangan, emudian ia setuju. Hasil
pemeriksaan terhadap istri tidak ditemukan adanya kelainan. Hasil pemeriksaan
ejakulat suami menunjukan oligospermia. Suami merasa kaget dan yakin ada
kesalahan pemeriksaan, ia memang memiliki kebiasaan merokok sejak remaja dan
merasa hal itu tidak menjadi masalah karena menurutnya selama ini baik organ
dan fungsi seksualnya tidak ada kelainan.
STEP 1
a. Oligospermia
Oligo spermia adalah kelainan sperma, di mna sperma yang di keluarkan
saat ejakulasi jumlahnya kurang dari normal > 20 juta.
b. Ejakulat
Ejakulat adalah semua jumlah cairan atau air mani yang keluar waktu
ejakulasi.
STEP 2
1. Bagaimana struktur makro dan mikro genitalia pria?
2. Bagaimana proses pembentukan sperma?
3. Faktor hormonal yang mempengaruhi pembentukan sperma?
4. Saluran atau duktus sperma?
5. Kelainan pada genitalia dan apa saja tes kesuburan yang dapat dilakukan?

STEP 3
1. Bagaimana struktur makro dan mikro genitalia pria?
A. Makroskopis
a. Organ genitalia externa
1) Penis
2) Uretra

3) Skrotum
b. Organ genitalia interna
1) Epididimis
2) Testis
3) Funiculus spermaticus
4) Duktus deferen
5) Vesica seminalis
6) Kelenjar prostat
7) Duktus ejakulatorius
8) Kelenja bulbouretralis
B. Mikroskopis
1) Testis
Kelenjar tubuler kompleks fungsi : reproduksi dan hormonal.
Dikelilingi jaringan ikat kolagen (tunika albugenia). Pada bagian
posterior dan mediastinum testis mengalami penebalan septa fibrosa
yang tak sempurna, membagi kelenjar menjadi 250 lobulus testis.
2) Penis
Terdiri dari 3 masa silindris dari jaringan erektil dan uretra, dilapisi
kulit. Dorsal : 2 corpora cavernosa penis. Ventral : korpus kavernosum
uretrae. Ujung melebar membentuk glans penis. Korpora cavernosum
diliputi jaringan penyambung keras dan kuat : tunika albuginea.
3) Duktus eferentes
10 - 20 duktuli eferentes. Epitel t.d kelompok sel kubus (absorbsi
cairan) bergantian dgn sel toraks bersilia (mendorong sperma tozoa
ke epididymis). Otot polos.
2. Bagaimana proses pembentukan sperma?

spermatogoniu
m

Sel germinal
primordial

Spermatosit
primer
Spermatosit
sekunder
spermatid

3. Faktor hormonalspermatoz
yang mempengaruhi pembentukan sperma?
a. Testosteronoa
b. FH

c. LH
d. Estrogen
e. GH
4. Saluran atau duktus sperma?
Tubulus seminiferus tubulus rektus retetestis duktus eferen
epididimis duktus deferen duktus ejakulatorius uretra
5. Kelainan pada genitalia dan apa saja tes kesuburan yang dapat dilakukan?
a. Hipogonadlisme
b. Kriotorkiolisme
c. Hipospadia
d. Epispadia
e. Torsiotestis
f. Hidrokel
g. Varikokel
h. Hyperplasia

STEP 4
1. Bagaimana struktur makro dan mikro genitalia pria?

GAmbar 1. Struktur Scrotum

Gambar 2. Struktur Epididimis


2. Bagaimana proses pembentukan sperma?

spermatogoniu
m
Spermatosit
primer
Spermatosit
sekunder
spermatid
spermatoz
oa

Sel germinal
primordial

Gambar 3. Spermatogenesis
3. Faktor hormonal yang mempengaruhi pembentukan sperma?

Bagan :

Reproduksi
Pria
inervasi

fisiologi

histolog
i

anatom
i
organ

Lapisan
-lapisan

Sel-selnya

Kelainan
genitalia pria

STEP 5

vaskularisa
si

Pengaturan
Faktor
hormonal
Proses
pembentukan
sperma

1. Mekanisme pengaturan produksi-produksi hormone pada pria sertakan


2.
3.
4.
5.

fungsinya?
Komposisi dan mekanisme ejakulat?
Tes analisis sperma (normal dan abnormal)?
Kelainan pada jumlah sperma dan pengeluaran?
Aspek agama. Sosial dan budaya ketika terjadi kasus ketidak suburban pada
pasangan suami istri dalam ruang lingkup kedokteran (klinis)?

STEP 6
Belajar Mandiri

STEP 7
1. Struktur makroskopis dan mikroskopis genitalia pria?
A. Struktur makroskopis genitalia pria

Organogenitalia interna, yaitu :


1. Saluran penghantar sperma
a) Canalis inguinales Adalah celah yang melintas caudal dinding
abdomen ventral tempat funiculus spermaticus. Terletak sejajar di
cranial ligamentum inguinale, pada laki-laki berisi funiculus
spermaticus, sedangkan pada wanita berisi ligamentum teres uteri dan
nervus ilioinguinalis.
Canalis inguinalis dibatasi oleh :
a. Dinding ventral oleh aponeurosis muskulus obliqus externus
abdominis, lateralnya oleh muskulus obliqus abdominis internus
b. Dinding dorsal oleh fascia transversalis sedangkan medial oleh
conjoin tendon muskulus obliqus abdominis externus dan muskulus
transversus abdominis
c. Atap oleh muskulus obliqus internus abdominis dan muskulus
transversus abdominis
d. Dasar oleh ligamentum inguinale dan medial oleh ligamentum
lacunare.
e. Anulus inguinalis superficial, celah segitiga pada aponeurosis
muskulus obliqus eksternus abdominis
f. Anulus inguinalis profundus merupakan

pelebaran

fascia

transversalis di cranial dari ligamentum inguinale, lateral dari


a.epigastrica inferior (Snell, 2013).

Gambar 1. Canalis Inguinalis (Snell, 2013).

2. Funiculus spermaticus :
Berawal dari anulus inguinalis profundus, lateral a.epigastrica
inferior berakhir pada tepi dorsal testis dan scrotum, berfungsi
menggantung testis dalam scrotum. Pembungkusnya dibentuk oleh tiga
lapis fascia, yaitu :
a. Fascia spermatica interna dari fascia transversalis
b. Fascia cremasterica dari fascia musculus obliqus internus abdominis
c. Fascia spermatica externa dari aponeurosis musculus obliqus externus
abdominis
Berjalan dari abdomen secara miring masuk ke anulus inguinalis
profundus pada canalis inguinalis. Keluar dari anulus inguinalis

superficialis descendens menuju scrotum, dimana yang sinistra lebih


panjang, sehingga posisi testis lebih rendah. Struktur funiculus
spermaticus tersusun atas Arteri/vena, saraf, nodi lymphatici, ductus
excretorius dari testis.
Vascularisasi funiculus

spermaticus

Arteri

testicularis,

arteri

defferentialis, arteri spermatica externa. Sistema vena menerima darah


dari epididymis plexus pamfiniformis (Snell, 2013).
Fascia cremasterica terdapat musculus cremaster berasal dari
musculus

obliqus

internus

abdominis,

disarafi

oleh

nervus

genitofemoralis, reflexnya mengangkat testis dari scrotum saat dingin


(Snell, 2013).
Komponen funiculus spermaticus adalahd uctus deferens (vas
deferens), menyalurkan sperma dari epididymis, arteri testicualaris untuk
mendarahi testis dan epididymis, arteri untuk ductus deferens cabang
arteri vesicalis inferior, arteri cremasterica cabang arteri epigastrica
inferior, plexus piriformis, serabut simpatis pada arteri dan serabut
simpatis parasimpatis pada ductus deferens, rami genitalis nervus
genitofemoralis untuk musculus cremaster, pembuluh limfe dari testis,
noduli limfoidea umbales dan nodule limfoidea preaortica (Snell, 2013).

10

Gambar 2. Lapisan pada scrotum (Snell, 2013).

3. Testis
Bentuk oval terdapat dalam scrotum, difiksasi oleh funiculus
spermaticus, meninggalkan canalis inguinalis melalui anulus inguinalis
profundus. Testis sinistra tergantung lebih rendah dari dextra. Awal
kehidupan testis berada dalam cavum abdomen, sebelum lahir mengalami
penurunan lewat canalis inguinalis, kemudian keluar mlelalui anulus
inguinalis superficialis dan masuk ke scrotum. Terbungkus oleh derivat
tunica serosa, tunica muscularis, dan lamina fibrosa dari dinding
abdomen juga cutis. Panjang sekitar 4-5 cm, lebar 2,5 cm, diameter
anteroposterior 3 cm dan berat sekitar 0,5-1 gr (Snell, 2013).
Bagian dari testis :
1) Testis mempunyai bagian sebagai berikut :
a. Extremitas superior, menuju ke ventrolateral
b. Extremitas inferior, menuju ke dorsomedial
c. Margo anterior yang convex, menuju ke ventrocaudal
d. Margo posterior, tempat melekat funiculus spermaticus, menuju
dorsocranial
2) Testis dibungkus oleh lapisan berikut :
a. Tunica vaginalis

11

Membrana serosa derivat dari saccus vaginalis peritonei saat


fetus. Dibedakan menjadi dua yaitu, lamina visceralis, plica dari
lamina ini menghubungkan testis dengan epididymis, dari margo
posterior testis melipat ke fascia interna akan melapisi scrotum
(Snell, 2013).

Gambar 3. Lapisan pembungkus testis (Snell, 2013).


b. Tunica albugenia
Terdiri dari jaringan ikat fibrosa, berwarna kebiruan, menutupi
testis, kecuali daerah perlekatan dari epididymis pada testis dan
sepanjang margo posterior testis, trabecula/septula testis membagi
testis dalam 200-300 lobulus, tiap lobulus mengandung beberapa
tubulus seminiferi/tubulus contortus yang berkelok-kelok, tubulus
seminiferi yang matur dan imatur dipisahkan oleh membrana
basalis, dimana dari sel-sel yang berada di dinding tubulus inilah
spermatozoa di produksi, dan sel yang membentuk hormon terletak
pada jaringan ikat diantara tubuli, tubuli seminiferi masuk ke
mediastinum menjadi lurus sebagai tubulus rectus seminiferus
ahirnya membentuik rete testis, anyaman retet testis tempat
mengalirnya spermatozoa dari ductus eferentes sebelum menuju

12

ductus epididymis yang selanjutnya sebagai ductus deferens (Snell,


2013).
c. Tunica vasculosa
Capsula vasculair tersusun atas plexus, vasa dan jaringan ikat
longgar, melapisi seluruh celah-celah dalam testis (Snell, 2013).
Vascularisasi testis :
Testis mendapat perdarahan dari :
1. Arteri spermatica interna (arteri testicularis)
2. Arteri spermatica externa cabang dari arteri epigastrica inferior
3. Arteri pudenda externa
Inervasi testis :
1. Inervasi duktus epididymis dari cabang plexus gasticus inferior
2. Nervus spermaticud/Nervus pudendus cabang dari Nervus

4.

genitofemoralis
3. Nervus scrotalis posterior
Epydidimis
Letak di lateral margo posterior testis, melekat padanya seperti ekor.
Di dalamnya membentang ductus epididymis (caput ke cauda), panjang
5 cm berkelok, caputnya merupakan muara dari vas eferent (ductus
eferent) (Snell, 2013).
Bagian epididymis yaitu :
a. Caput epididymis :
Letak di kutub atas testis, terdapat pipa buntu disebut appendix
epididymis. Sebagian besar disusun oleh ductus eferent. Spermatozoa
melalui rete testis terkumpul di 10-20 ductus eferent. Caudal vas eferent
terhadap pipa buntu disebut ductus abberans superior (Snell, 2013).
b. Corpus epididymis :

Bagian badan central, cekungan antara corpus dan testis disbt sinus
epididymis/fossa digitalis. Terdapat pipa buntu disebut ductus abberans
inferior (Snell, 2013).
c. Cauda epididymis
Melanjut sebagai ductus deferent (Vas deferent). Tempat
penyimpanan spermatozoa (Snell, 2013).

13

Gambar 4. Struktur epididimis (Snell, 2013).


Fixasi ductus epididymis :
a. Ligamentun epididymis superior : Memfixasi caput epididymis pada
extremitas superior
b. Ligamentum epididymis inferior : Mengeratkan cauda epididymis
dengan extremitas inferior testis
Appendix testis :
Appendix testis, letak di extremitas superior testis. Tepat di bawah
caput epididymis merupakan masa oval tdk bertangkai, sisa dari ductus
mulleri (Snell, 2013).
Appendix epididimis :
Letak di caput epididymis. Masa kecil bertangkai atau pedunculus
hydatid. Terlihat seperti ductus eferant yang terlepas.
5. Duktus defferns
Lanjutan dari ductus epididymis, berfungsi

untuk

transport

spermatozoa. Berjalan bersama pembuluh darah dan saraf di dalam


funiculus spermaticus melalui canalis inguinalis. Muara ductus
membentuk ampulla ductus defrerens yang terletak pada ostium vesicula
seminalis, berlanjut sebagai ductus ejaculatorius (Snell, 2013).
Vaskularisasi :
Arteri Vesicalis media, arteri vesicalis inferior, arteri rectalis media
Innervasi :

14

Dari nervus yang berasal dari plexus deferentialis yang mengelilingi


aa.ductus deferentis.

Gambar 5. Duktus deferens (Snell, 2013).

6. Duktus ejakulatorius
Dibentuk oleh persatuan ductus vesicula seminalis dengan ductus
deferens Bermula dari basis glandula prostata, dan sepanjang utriculus
prostaticus pada urethra pars prostatica dekat dengan orificium utriculus
prostaticus setelah menembus prostat. Dinding ductus ejaculatorius
tersusun atas, tunica fibrosa, tunica muscularis, dan tunica mucosa (Snell,
2013).

15

Gambar 6. Ductus Ejaculatorius (Snell, 2013).

Berupa pipa halus yang dibentuk melalui penggabungan ductus


excretorius vesicula seminalis dan ductus deferens. Kedua ductus
ejaculatorius melintas prostat dan bermuara pada lubang yang terdapat
pada dorsal pars prostatica urethra. Sistema arteri, semua darah yang
memasok ductus deferens akan mendarahi ductus ejaculatorius, vena
bergabung dengan plexus venosus prostaticus dan plexus venosus
vesicalis, pembuluh limfe ditampung oleh nl.iliaci extena (Snell, 2013).
7.

Uretra
Panjang sekitar 20 cm, terbentang dari collum vesicae urinaria
sampai osterum urethra externus pada gland penis, Urethra menyalurkan
urin keluar dari vesica urinaria melalui ostium urethra externa (OUE)
pada ujung glans penis. Urethra juga merupakan penyalur cairan mani
(sel sperma dan sekret atau semen dari kelenjar misalnya prostat), ada
tiga bagian yaitu :
a. Pars prostatica urethra

16

Panjang 3 cm, berawal dari ostium urethra interna pada puncak


trigonum vesicae dan melintas caudal menembus prostat dengan
membentuk lengkung ke ventral. Pada permukaan dinding dalam
terdapat rigi di median yakni cristra urethralis kedua sisinya beralur
yaitu sinus prostaticus tempat muara dari ductus prostaticus. Bagian
tengah terdapat benjolan yakni colliculus seminalis dengan lubang
berupa celah yang mengantar produk ke kantong rudimenter kecil
disebut urticulus prostaticus, samping kanan kiri dari lubang tersebut
terdapat muara dari kedua ductus ejaculatorius (Snell, 2013).
Vaskularisasi :
Vascularisasi dari rami prostatici cabang arteri vesicalis inferior,
sistema vena akan bermuara ke vena vesicalis inferior kemudian ke
vena rectalis media, sedangkan pembuluh limfe akan bermuara ke
nodule limfoidea iliaci externi
Inervasi :
Nervus pudendus dan plexus prostaticus sistema saraf otonom.
Plexus prostaticus berasal dari bagian caudal plexus hypogastricus
inferior (plexus pelvicus) (Snell, 2013).
a. Pars membranacea urethra
Lanjutan dari urethrae pars prostatika, urethra berawal pada apex
prostat dan berakhir pada bulbus penis untuk beralih menjadi pars
spongiosa urethra. Bagian ini melintas lewat spatium perinei profunda
dan dilingkari oleh musculus sphincter urethrae dan membrana
perinei, didorsolateral kanan kiri terdapat glandula bulbourethralis
(Snell, 2013).
b. Pars penis
Terletak dalam gland penis melebar membentuk fossa navicularis
(fossa terminalis. Terpanjang, melewati bulbus penis dan corpus
spongiosa penis berahir sebagai ostium urethrae externa, ke bagian ini
bermuara lubang renik merupakan muara glandula urethralis yang
menghasilkan lendir (Snell, 2013).
Vaskularisasi :
Sistema arteri pars membranacea dan spongiosa urethra dari
cabang arteri pudenda interna, sistema vena bermuara ke vena
pudenda interna, sistema limfonodi bermuara ke ln.iliaci interna,

17

sedangkan pars spongiosa urethra ke ln.inguinalis profunda kemudian


ke ln.iliaci externa (Snell, 2013).
Innervasi :
Persarafan oleh nervus pudendus, serabut aferen

dari nervus

splanchnici pelvici. Saraf plexus prostaticus dari plexus hypogastricus


interior disebarkan ke semua bagian urethra (Snell, 2013).
Organogenitalia externa
Oragan genitalia ekstena pria, yaitu :
1. Penis
Genitalia externa, yang berfungsi sebagai alat copulasi/coitus.
Ditutupi kulit yang dapat digeser pada corpus dan melekat pada gland
penis, kulit yang menutupi bagian ini disebut preputium, dibagian ventral
dihubungkan erat dengan gland penis oleh frenulum. Frenulum
mengandung glandula preputialis (Tyson), menghasilkan sekret dan
epitel yang lepas disebut smegma (Snell, 2013).
Dibedakan menjadi :

a. Pars fixa, bagian ini tersusun atas :


1) Radix penis
Lanjutan dari corpus cavernosum penis. Memisahkan diri menjadi 2
crura, masing-masing

dilapisi oleh musculus ischiocavernosus

dengan gerakan refleks dapat mengalirkan darah dari crus ke corpus


penis (Snell, 2013).
2) Bulbus penis/bulbus urethra
b. Pars libera/pars peduncularis
Disebut juga batang penis. Terdiri dari 2 buah corpora cavernosa penis
dan 1 buah corpus cavernosus urethra, yakni sebagai berikut :
1) Corpora cavernosa penis
Merupakan jaringan ikat erektil, jumlah sepasang, dinding tersusun
atas jaringan ikat disebut tunica albugenia, membentuk ruangan
disebut cavernae, yang melebar terisi darah saat ereksi, tunica
albugenianya dextra sinistra saling melekat sehingga

membentuk

septum pectiniforme penis, akibat persatuan kedua corpora cavernosa


di daerah supeior terbentuk cekungan yang ditempati vena dorsalis
penis, sedangkan dibagian inferior ditempati corpus spongiosumpenis
(Snell, 2013).

18

2) Corpus cavernosum urethrae


Jumlah tunggal, bentuk silindris uniform dan lebih kecil dari corpus
cavernosum penis. Ujung distal membentuk gland penis, ke proximal
sebagai bulbus penis. Ditembus oleh urethra pars cavernosa berakhir
pada OUE (Snell, 2013).
c. Gland penis
Ujung anterior corpus cavernosum urethrae, menutupi ujung corpus
cavernosum penis, berakhir pada corona glandis. Proximal corona
glandis terdapat penyempitan disebut sulcus retroglandularis dan
collum penis. Dipuncaknya terdapat celah disbt orificium urethra
externa (Snell, 2013).
2. Scrotum
Kulit skrotum tipis, memiliki rugae dan mengandung banyak kelenjar
sebasea. Di garis tengahnya tampak jelas raphe media. Di bawah kulit ini
terdapat lapisan tipis musculus dartos yang involunter. Korda spermatika
terminalis, testis dan epididimisnya terdapat di dalam skrotum.
Scrotum didarahi oleh arteriae Scrotalis posterior, cabang dari arteri
pudenda interna dan arteriae Scrotalis anterior, cabang dari a. pudenda
eksterna. Nervus yang menyarafi adalah nervus Scrotalis posterior
cabang superficial nervus Perinialis, rami perinealis nervi cutanei femoris
posterior dan nervus Scrotalis anterior cabang dari nervus ilioinginalis
(Snell, 2013).
Glandula Accesoria
Adapun kelenjar accesoria yang terdapat apad genitalia pria, adalah sebagai
berikut :
1. Prostat
Dalam keadaan normal prostat berukuran kira-kira sebesar kenari.
Letaknya mengelilingi uretra pars prostatika dan di antara leher kandung
kemih dan diafragma urogenitalis. Apeks prostat terletak di atas sfingter
uretra eksterna kandung kemih. Di anterior berbatasan dengan simfisis
pubis namun dipisahkan oleh lemak ekstraperitoneal pada rongga
retropubis (kavum Retzius). Di posterior, prostat dipisahkan dari rectum
oleh fasia Denonvilliers (Snell, 2013).

19

Gambar. 7. Kelenjar prostat


Prostat teridiri dari lobus-lobus anterior, posterior, media dan lateral.
Lobus-lobus prostat mengandung banyak kelenjar yang mensekresi
cairan tipis seperti susu yang mengandung asam sitrat dan fosfatase
asam. Cairan ini ditambahkan ke dalam semen pada waktu ejakulasi.
Aliran darahnya dari arteri vesikalis inferior cabang arteri iliaca
interna. Pleksus vena prostatika terletak di antara kapsula prostat dan
selubung fibrosa luar. Pleksus ini menerima darah dari vena dorsalis
penis dan mengalirkannya ke vena iliaca interna (Snell, 2013).
2. Vesikula seminalis
Vesikula seminalis teridri dari dua buah organ yang berlobus
dnegan panjang kurang lebih 2 inci dan terletak di ekstraperitoneal di
basis kandung kemih di sebelah lateral vas deferens . Fungsinya adalah
menghasilkan secret yang ditambahkan pada cairan semen. Sekretnya
mengandung zat yang penting sebagai makanan spermatozoa (Snell,
2013).
Vaskularisasi :
Arteri vesicalis inferior, arteri defentialis, arteri haemorrhoidalis media,
arteri rectalis media. Sistema vena bermuara sesuai dengan arterinya
Sistem Limfe :
Sistema limfonodi akan bermuara ke nodule limfoidea iliaci interna
Innervasi :

20

Dari segmen lumbalis II-IV melalui plexus hypogastricus, kemudian


mencabangkan plexus prostaticus dan memberikan cabang ke glandula
vesicalis. Persarafan serabut simpatis praganglion berasal dari nervus
lumbales superior dan parasimpatis dari nervus splanchnici pelvici.

Gambar 8. Vesikula seminalis (Snell, 2013).


3. Glandula Bulbouretralis
Dua kelenjar kecil letak dibawah musculus sphincter urethra.
Saluran keluarnya menembus fascia trigoni urogenetale inferior dan
bermuara dalam fossa intrabulbaris menembus membrana perineal dan
masuk ke urethra pars penis. Sekresi dicurahkan ke urethra saat ereksi.
Cairannya

sebagai

lendir

yang

bersifat

alkalis

membersihkan urethra dari sisa-sisa urine (Snell, 2013).

yang

berguna

21

Gambar 9. Gld.Bulbouretralis (Snell, 2013).

B. Struktur mikroskopis genitalia pria


1. Testis
Kelenjar tubuler kompleks, berfungsi : reproduksi dan hormonal.
Dikelilingi jaringan ikat kolagen (tunika albugenia). Pada bagian posterior
dan mediastinum testis mengalami penebalan septa fibrosa yang tak
sempurna, membagi kelenjar menjadi 250 lobulus testis tiap lobulus
mengandung 1 4 tubulus seminiferus pada jaringan ikat longgar banyak
pembuluh darah dan saraf (Junqueira, 2012).
Berkembang pada dinding dorsal peritoneum. Tersuspensi dalam
skrotum, berfungsi mempertahankan suhu (diluar rongga abdomen, pada
ujung funikulus spermatikus) (Junqueira, 2012).
Mempunyai kantong serosa dari peritoneum (Tunika vaginalis) :
Lapisan parietal, dan
Lapisan viseral menutupi tunika albugenia bagian anterior dan lateral
testis

Gambar 10. Mikroskopis Testis (Eroschenko, 2013).


2. Tubulus seminiferus

22

Epitel berlapis kompleks. Diameter 150-250 m dan panjang 30-70 cm.


Tubulus kontortus membentuk jala-jala, ujung buntu/bercabang. Tubulus
rektus rete testis duktus eferens (10-20) epididimis (Junqueira,
2012).

Gambar 11 . Tubulus Seminiferus (Eroschenko, 2013).

3. Duktus eferentes
Terdiri dari 10 - 20 duktuli eferentes. Epitel t.d kelompok sel kubus
(absorbsi cairan) bergantian dgn sel toraks bersilia (mendorong sperma
tozoa ke epididymis). Otot polos.

23

Gamabar 12. Ductus Efferen (Eroschenko, 2013).

4. Ductus epididimis
Saluran ekskretorius genetalia. Sangat berkelok-kelok, 4 6 m. Jaringan
penyambung, kaya kapiler darah korpus dan ekor epididymis. Epitel
silindris pseudokompleks dengan strereocilia. Epitel mempunyai tonjolan
sitoplasma mikrovili, irreguler, panjang stereosilia. Membrana basalis
dikelilingi sel otot polos menggerakan sperma ke duktus deferens
(Eroschenko, 2013).

Gambar 13. Ductus Epididimis (Eroschenko, 2013).


Fungsi duktus epididimis :
a) Pencernaan intrasel dan sekresi kedalam lumen.
b) Reabsorpsi badan residu.
c) Reabsorpsi cairan dari testis (hormon).
d) Spermatozoa menjadi matang, motil dan fertil.
5. Ductus deferentes
Saluran lurus dinding tebal menuju uretra pars prostatika. Cirinya
lumen sempit, lipatan mukosa longitudinal, Epitel silindris pseudokompleks
dengan stereosilia, lamina propria : jaringan penyambung kaya serabut
elastis. lapisan otot tebal terdiri dari sel otot polos yang tersusun spiral.
Sepanjang duktus deferen pembuluh darah dan saraf menuju dan berasal
dari testis. Ampula : duktus deferen yang melebar sebelum masuk prostat
(Eroschenko, 2013).

24

Gambar 13. Duktus Deferent (Eroschenko, 2013).


6. Vesika seminalis
Terdiri dari 2 saluran sangat berkelok-kelok, 15 cm. Terpotong dalam
orientasi tak sama. Kaya lipatan-lipatan mukosa.

Epitel silindris

pseudokompleks ( bervariasi secara individual). Terdiri dari Lapisan sel


basal sferis diskontinyu. Lapisan superfisialis kubus panjang atau toraks
rendah. Kaya granula sekresi. Ultra struktur : khas sel yang mengsekresi
protein. Lamina propria kaya serabut elastis, dikelilingi lapisan tipis otot
polos. Dinding otot mengandung pleksus serabut saraf dan sedikit ganglia
simpatis (Eroschenko, 2013).
Sekresi dtimbun pada bagian dalam kelenjar dikeluarkan waktu
ejakulasi oleh kontraksi otot polos. Sekret mengandung globulin, kaya
vitamin C, fruktosa, metabolit yang penting untuk nutrisi dan pergerakan
spermatozoa. Tinggi sel epitel dan aktifitas proses sekresi tergantung pada
testosteron. Testosteron kurang atropi testosteron meningkat pulih
lagi. Fungsi otot polos epididymis dan kelenjar sistem genetalia laki-laki
dipengaruhi hormon-hormon seks (Eroschenko, 2013).
7. Prostat
Terdiri dari 30 50 kelenjar tubuloalveoler bercabang-cabang. Muara :
uretra pars prostatika. Sekresi dan menyimpan cairan prostat dikeluarkan
waktu ejakulasi. Dikelilinga kapsula fibrosa yang kaya otot polos
menembus kelenjar septa. Stroma kaya fibromuskuler terbentuk
mengelilingi kelenjar. Lamina basalis tak nyata. Sel epitel terletak pada
suatu lapisan jaringan penyambung yang kaya otot polos, jala-jala serabut

25

elastis dan kapiler. Epitel kubus atau berlapis, sebagian silindris dan ada sel
basal. Kaya lisosome. Aktifitas asam fosfatase yang lebih banyak Ca
prostat enzim fosfatase asam dalam konsentrasi tinggi dalam tumor dan
darah. Badan-badan kecil sferis (glikoprotein) diameter < 0,2 mm dlm
lumen prostat (konkremen prostat = corpora amilacea) sering membentuk
kalkuli jumlah bertambah dengan bertambahnya usia (Eroschenko,
2013).

Gambar 14. Prostat (Eroschenko, 2013).


8. Kelenjar bulbouretralis
Bentuk seperti kacang polong, besar kira-kira 3 5 mm. Letak
dibelakang

uretra

pars

membranosa,

bermuara

pada

uretra

pars

membranosa. Kelenjar tubuloalveolar epitel jenis mukosa (kuboid


kolumner). Kerangka dan sel otot polos pada septa lobus-lobus. Sekresi :
mukoid (Eroschenko, 2013).
9. Penis
Terdiri dari 3 masa silindris dari jaringan erektil dan uretra, dilapisi kulit.
Dorsal : 2 corpora cavernosa penis. Ventral : korpus kavernosum uretrae.
Ujung melebar membentuk glans penis. Korpora cavernosum diliputi
jaringan penyambung keras dan kuat : tunika albuginea. Antara kedua
korpus cavernosa penis, terdapat lubang-lubang yang menghubungkan
kedua korpus tersebut. Korpus cavernosum penis dan uretra terdiri dari

26

pelebaran pembuluh darah yang tak teratur dan dibatasi endotel. Preputium :
Lipatan kulit retraktil, mengandung jaringan ikat dan otot polos, kelenjar
sebasea dalam lipatan interna dan dalam kulit yang meliputi glans
(Eroschenko, 2013).

Gambar 14. Prostat (Eroschenko, 2013).


2. Mekanisme pengaturan produksi-produksi hormone pada pria dan fungsi
regulasinya
A. Spermatogenesis
Di dalam testis terkemas sekitar 250 m (800 kaki) tubulus seminiferus
penghasil sperma. Di tubulus ini terdapat dua jenis sel yang secara
fungsional penting: sel germinativum, yang sebagian besar berada dalam
berbagai tahap pembentukan sperma, dan sel Sertoli, yang memberi
dukungan penting bagi spermatogenesis. Spermatogenesis adalah suatu
proses kompleks di mana sel germinativum primordial yang relatif
belum

berdiferensiasi,

spermatogonia

(masing-masing

mengandung

komplemen diploid 46 kromosom i. berproliferasi dan diubah menjadi


spermatozoa (sperma; yang sangat khusus dan dapat bergerak, masingmasing mengandung set haploid 23 kromosom yang terdistribusi secara
acak (Guyton, 2012).

27

Gamabar 15. Proses Spermatogenesis (Guyton, 2012).


Pemeriksaan mikroskopik tubulus seminiferus memperlihatkan lapisanlapisan sel germinativum dalam suatu progresi anatomik pembentukan
sperma, dimulai dari yang paling kurang berdiferensiasi di lapisan luar dan
bergerak masuk melalui berbagai tahap pembelahan ke lumen, tempat
sperma

yang

telah

berdiferensiasi

siap

untuk

keluar

dari

testis.

Spermatogenesis memerlukan waktu 64 hari untuk pembentukan dari


spermatogonium menjadi sperma matang. Setiap hari dapat dihasilkan
beberapa ratus juta sperma matang. Spermatogenesis mencakup tiga tahap
utama: proliferasi mitotik, rneiosis, dan pengemasan (Guyton, 2012).
a. Proliferasi Mitotik
Spermatogonia yang terletak di lapisan terluar tubulus terus-menerus
bermitosis, dengan semua sel anak mengandung komplemen lengkap 46
kromosom identik dengan sel induk. Proliferasi ini menghasilkan pasokan
sel germinativum baru yang terus-menerus. Setelah pembelahan mitotik
sebuah spermatogonium, salah satu sel anak tetap di tepi luar tubu lus
sebagai

spermatogonium

tak

berdiferensiasi

sehingga

tu-runan

sel

28

germinativum tetap terpelihara. Sel anak yang lain mulai bergerak ke arah
lumen sembari menjalani berbagai

tahap yang dibutuhkan untuk

membentuk sperma, yang kemudian akan dibebaskan ke dalam lumen.


Pada manusia, sel anak penghasil sperma membelah secara mitotis dua kali
lagi untuk menghasilkan empat spermatosit primer identik. Setelah
pembelahan mitotik terakhir, spermatosit primer masuk ke fase istirahat saat
kromosom-kromosom terduplikasi dan untai-untai rangkap tersebut tetap
menyatu sebagai persiapan untuk pembelahan meiotik pertama (Guyton,
2012).
b. Meiosis
Selama meiosis, setiap spermatosit primer (dengan jumlah diploid 46 kromosom
rangkap) membentuk dua spermatosit sekunder (masing-masing dengan jumlah
haploid 23 kromosom rangkap) selama pembelahan meiosis pertama, akhirnya
menghasilkan empat spermatid (masing-masing dengan 23 kromosom tunggal)
akibat pembelahan meiotik kedua (Guyton, 2012).
Setelah tahap spermatogenesis ini tidak terjadi pembelahan lebih lanjut. Setiap
spermatid

mengalami

remodeling

menjadi

spermatozoa.

Karena

setiap

spermatogonium secara mitotis menghasilkan empat spermatosit primer dan setiap


spermatosit primer secara meiotis menghasilkan empat spermatid (calon
spermatozoa), maka rangkaian spermatogenik pada manusia secara teoritis
menghasilkan 16 spermatozoa setiap kali spermatogonium memulai proses ini.
Namun, biasanya sebagian sel lenyap di berbagai tahap sehingga efsiensi produksi
jarang setinggi ini (Guyton, 2012).
c. Pengemasan
Bahkan setelah meiosis, spermatid secara struktural masih mirip spermatogonia
yang belum berdiferensiasi, kecuali bahwa komplemen kromosomnya kini hanya
separuh. Pem-bentukan spermatozoa yang sangat khusus dan bergerak dari
spermatid memerlukan proses remodeling, atau pengemasan ekstensif elemenelemen sel, suatu proses yang dikenal se-bagai spermiogenesis. Sperma pada
hakikatnya adalah sel yang "ditelanjangi" di mana sebagian besar sitosol dan
semua organel yang tidak dibutuhkan untuk menyampaikan infor-masi genetik
sperma ke ovum telah disingkirkan. Karena itu sperma dapat bergerak cepat,
hanya membawa serta sedikit beban untuk melakukan pembuahan (Guyton,
2012).

29

Spermatozoa memiliki empat bagian :kepala, akrosom, bagian tengah, dan


ekor. Kepala terutama terdiri dari nukleus, yang mengandung informasi genetik
sperma. Akrosom, vesikel berisi enzim yang menutupi ujung kepala, digunakan
sebagai "bor enzim" untuk menembusovum. Akrosom dibentuk oleh agregasi
vesikel-vesikel yang diproduksi oleh kompleks retikulum endoplasma/Golgi
se-belum organel ini disingkirkan. Mobilitas spermatozoa diha-silkan oleh
suatu ekor panjang mirip cambuk yang gerakan-nya dijalankan oleh energi
yang dihasilkan oleh mitokondria yang terkonsentrasi di bagian tengah
sperma (Guyton, 2012).
Sampai pematangannya lengkap, sel-sel germinativum yang sedang
berkembang dan berasal dari satu spermatosit primer tetap dihubungkan oleh
jembatan sitoplasma. Hubungan ini, yang terjadi karena pembelahan
sitoplasma yang tak sempurna, memungkinkan empat sperma yang sedang
terbentuk saling bertukar sitoplasma (Guyton, 2012).
Hubungan ini penting karena kromosom X, tetapi bukan kromosom Y,
mengan-dung gen-gen yang menyandi produk-produk sel yang esen-sial
bagi pembentukan sperma. (Sementara kromosom X besar mengandung
beberapa ribu gen, kromosom Y yang ke-cil hanya memiliki beberapa lusin,
dengan yang terpenting adalah gen SRY dan gen-gen lain yang berperan
penting dalam fertilitas pria). Selama meiosis, separuh sperma me- nerima
satu kromosom X dan separuh lainnya satu kromosom Y. Tanpa adanya
hubungan sitoplasma tersebut sehingga semua sel haploid mendapat produkproduk yang disandi oleh kromosom X sampai pembentukan sperma selesai
maka sperma yang mengandung kromosom Y tidak dapat terbentuk dan
bertahan hidup (Guyton, 2012).
Pada akhirnya, penyatuan garnet pria dan wanita untuk me-laksanakan
reproduksi pada manusia mengharuskan penya-luran semen yang mengandung
sperma ke dalam vagina wanita melalui suatu tindakan seks, yang juga dikenal sebagai hubungan seks, koitus, atau kopulasi (Guyton, 2012).
B. Regulasi hormon pada Pria yang berkaitan dengan proses Spermatogenesis
Proses
pembentukan
dan
pemasakan
spermatozoa
disebut spermatogenesis. Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus.
Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal melalui proses

30

pembelahan dan diferensiasi sel, yang bertujuan untuk membentuk sperma


fungsional. Pematangan sel terjadi di tubulus seminiferus yang kemudian
disimpan di epididimis. Dinding tubulus seminiferus tersusun dari jaringan ikat
dan jaringan epitelium germinal (jaringan epitelium benih) yang berfungsi pada
saat spermatogenesis. Pintalan-pintalan tubulus seminiferus terdapat di dalam
ruang-ruang testis (lobulus testis). Satu testis umumnya mengandung sekitar
250 lobulus testis. Tubulus seminiferus terdiri dari sejumlah besar sel epitel
germinal (sel epitel benih) yang disebutspermatogonia (spermatogonium =
tunggal). Spermatogonia terletak di dua sampai tiga lapisan luar sel-sel epitel
tubulus

seminiferus.

Spermatogonia

terus-menerus

membelah

untuk

memperbanyak diri, sebagian dari spermatogonia berdiferensiasi melalui tahaptahap perkembangan tertentu untuk membentuk sperma (Guyton, 2012).
Pada tubulus seminiferus terdapat sel-sel induk spermatozoa atau
spermatogonium, sel Sertoli, dan sel Leydig. Sel Sertoli berfungsi memberi
makan spermatozoa sedangkan sel Leydig yang terdapat di antara tubulus
seminiferus

berfungsi

menghasilkan

testosteron.

Proses

pembentukan

spermatozoa dipengaruhi oleh kerja beberapa hormon yang dihasilkan kelenjar


hipofisis yaitu:
a. LH (Luteinizing Hormone) merangsang sel Leydig untuk menghasilkan
hormon testosteron. Pada masa pubertas, androgen/testosteron memacu
tumbuhnya sifat kelamin sekunder.
b. FSH (Folicle Stimulating Hormone) merangsang sel Sertoli untuk

menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein) yang akan memacu


spermatogonium untuk memulai proses spermatogenesis. Proses pemasakan
spermatosit menjadi spermatozoa disebutspermiogenesis. Spermiogenesis
terjadi di dalam epididimis dan membutuhkan waktu selama 2 hari (Guyton,
2012).
Spermatogenesis terjadi di dalam di dalam testis, tepatnya pada tubulus
seminiferus. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal
dengan melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel, yang mana bertujuan
untuk membentu sperma fungsional. Pematangan sel terjadi di tubulus
seminiferus yang kemudian disimpan di epididimis. Dinding tubulus
seminiferus tersusun dari jaringan ikat dan jaringan epitelium germinal

31

(jaringan epitelium benih) yang berfungsi pada saat spermatogenesis. Pintalanpintalan tubulus seminiferus terdapat di dalam ruang-ruang testis (lobulus
testis). Satu testis umumnya mengandung sekitar 250 lobulus testis. Tubulus
seminiferus terdiri dari sejumlah besar sel epitel germinal (sel epitel benih)
yang disebut spermatogonia (spermatogonium = tunggal). Spermatogonia
terletak di dua sampai tiga lapisan luar sel-sel epitel tubulus seminiferus.
Spermatogonia terus-menerus membelah untuk memperbanyak diri, sebagian
dari spermatogonia berdiferensiasi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu
untuk

membentuk

sperma.

Pada

tahap

pertama

spermatogenesis,

spermatogonia yang bersifat diploid (2n atau mengandung 23 kromosom


berpasangan), berkumpul di tepi membran epitel germinal yang disebut
spermatogonia tipe A. Spermatogenia tipe A membelah secara mitosis menjadi
spermatogonia tipe B. Kemudian, setelah beberapa kali membelah, sel-sel ini
akhirnya menjadi spermatosit primer yang masih bersifat diploid. Setelah
melewati beberapa minggu, setiap spermatosit primer membelah secara
meiosis membentuk dua buah spermatosit sekunder yang bersifat haploid.
Spermatosit sekunder kemudian membelah lagi secara meiosis membentuk
empat buah spermatid. Spermatid merupakan calon sperma yang belum
memiliki ekor dan bersifat haploid (n atau mengandung 23 kromosom yang
tidak berpasangan). Setiap spermatid akan berdiferensiasi menjadi spermatozoa
(sperma) (Guyton, 2012).

32

Gambar 15. Skema regulasi hormon (Guyton, 2012).


Proses

perubahan

spermatid

menjadi

sperma

disebut

spermiasi.

Ketika spermatid dibentuk pertama kali, spermatid memiliki bentuk seperti selsel epitel. Namun, setelah spermatid mulai memanjang menjadi sperma, akan
terlihat bentuk yang terdiri dari kepala dan ekor. Kepala sperma terdiri dari sel
berinti tebal dengan hanya sedikit sitoplasma. Pada bagian membran
permukaan di ujung kepala sperma terdapat selubung tebal yang disebut
akrosom. Akrosom mengandung enzim hialuronidase dan proteinase yang
berfungsi untuk menembus lapisan pelindung ovum. Pada ekor sperma terdapat

33

badan sperma yang terletak di bagian tengah sperma. Badan sperma banyak
mengandung mitokondria yang berfungsi sebagai penghasil energi untuk
pergerakan sperma.Semua tahap spermatogenesis terjadi karena adanya
pengaruh sel-sel sertoli yang memiliki fungsi khusus untuk menyediaakan
tempat pematangan spermatogenesis, menyediakan makanan untuk sperma
yang imatur dan mengatur proses spermatogenesis (Guyton, 2012).
Setelah melakukan tahapan tersebut maka akan terjadi efek timbal balik
untuk Testosteron yang disekresikan oleh testis sebagai respons terhadap LH
mempunyai efek timbal balik dalam menghambat sekresi LH. Sebagian besar
inhibisi ini dihasilkan dari efek langsung testosteron terhadap hipo-talamus
untuk menurunkan sekresi GnRH. Keadaan ini selanjutnya menyebabkan
penurunan sekresi LH dan FSH oleh hipofisis anterior, dan penurunan LH akan
mengu-rangi sekresi testosteron oleh testis. Jadi, bilamana sekresi testosteron
menjadi terlalu banyak, efek umpan balik negatif otomatis yang beroperasi
melalui hipotalamus dan kelenjar hipofisis ini, akan mengurangi sekresi testosteron kembali ke tingkat yang diharapkan. Sebaliknya, terlalu sedikit
testosteron akan menyebabkan hipotalamus

menyekresikan sejumlah besar

GnRH, disertai dengan pe-ningkatan sekresi LH dan FSH oleh hipofisis anterior
dan berakibat peningkatan sekresi testosteron testis (Guyton, 2012).
FSH berikatan dengan reseptor-reseptor FSH spesifik yang melekat pada
sel-sel Sertoli di dalam tubulus semi-niferus. Pengikatan ini mengakibatkan selsel tumbuh dan menyekresikan berbagai unsur spermatogenik. Secara
bersamaan, testosteron (dan dihidrotestosteron) yang berdifusi ke dalam
tubulus seminiferus dari sel-sel Leydig di dalam ruang interstisial, juga
mempunyai efek tropik ' yang kuat terhadap spermatogenesis. Jadi, untuk
memulai spermatogenesis, dibutuhkan FSH maupun testosteron (Guyton,
2012).
Ketika tubulus seminiferus gagal menghasilkan sperma, sekresi FSH oleh
kelenjar hipofisis anterior meningkat dengan nyata. Sebaliknya, bila
spermatogenesis berjalan terlalu cepat, sekresi FSH hipofisis akan berkurang.
Penyebab efek umpan balik negatif ini pada hipofisis anterior diyakini berupa
suatu jenis hormon lain yang disekresi oleh sel-sel Sertoli, yaitu inhibin (lihat
Gambar 80-10). Hormon ini mempunyai efek langsung yang kuat terhadap

34

kelenjar hipofisis anterior dalam menghambat sekresi FSH dan mungkin


berefek kecil terhadap hipotalamus dalam menghambat sekresi GnRH (Guyton,
2012).
Inhibin merupakan suatu glikoprotein, sama seperti LH dan FSH, dan
mempunyai berat molekul antara 10.000 dan 30.000. Inhibin telah diisolasi dari
sel-sel Sertoli yang dibiakkan. Efek penghambatan umpan balik inhibin yang
kuat terhadap kelenjar hipofisis anterior merupakan suatu mekanisme umpan
balik negatif yang penting untuk mengatur spermatogenesis, yang bekerja
secara bersama-sama dan sejalan dengan mekanisme umpan balik negatif yang
mengatur sekresi testosteron (Guyton, 2012).
3. Komposisi dan mekanisme ejakulat?
A. Mekanisme Ejakulasi, yakni sebagai berikut :
a. Ereksi
Sitimulasi mekanoreseptor di galns penis menyebabkan Impuls saraf
parasimpatis, kemudian Arteri penis berdilatasi dan darah memenuhi sinusoid
jaringan kavernosa penis, jaringan erektil penis menggembung penis membesar
( Ereksi ) Menyebabkan vena tertekan (Sherwood, 2012).
Ereksi penis merupakan pengaruh pertama dari rangsangan seksual pria dan
derajat ereksi sebanding derajat rangsangan, baik rangsangan psikis atau fisik.
Ereksi disebabkan oleh impuls saraf parasimpatis yang menjalar dari bagian
sakral medulla spinalis melalui saraf saraf pelvis ke penis. Berlawanan
dengan sebagian besar serabut saraf parasimpatis lainnya, serabut parasimpatis
ini di yakini melepaskan nitric oxide dan vasoactive intestinal peptide selain
asetilkolin. Nitric oxide terutama melebarkan arteri-arteri penis dan juga
merelaksasi jalinan trabekula serabut otot polos di jaringan erektil dari korpus
kavernosa dan korpus spongiosum dalam batang penis (Sherwood, 2012).
Jaringan erektil ini terdiri atas sinusoid-sinusoid kavernosa yang lebar, yang
normalnya tidak terisi penuh dengan darah namun menjadi sangat berdilatasi
saat darah arteri mengalir dengan cepat ke dalamnya sementara sebagian aliran
vena dibendung. Selain itu, badan erektil, terutama kedua korpus kavernosa, di
kelilingi oleh lapisan fibrosa yang kuat. Oleh karena itu, tekanan yang tinggi di
dalam sinusoid menyebabkan penggembungan jaringan erektil sehingga penis

35

menjadi

keras

dan

memanjang.

Fenomena

ini

disebut

ereksi

Gambar 16. Skema regulasi saraf pada ereksi (Sherwood, 2012).


b. Lubrikasi
Selama rangsangan seksual, impuls parasimpatis selain meningkatkan
ereksi, meyebabkan kelenjar uretra dan kelenjar bulbouretra menyekresi lendir.
Lendir ini mengalir melalui uretra selama hubungan seksual untuk membantu
terjadinya lubrikasi selama koitus. Akan tetapi, Kebanyakan lubrikasi selama

36

koitus lebih di hasilkan oleh organ kelamin wanita daripada oleh pria. Tanpa
lubrikasi yang memuaskan, aksi seksual pria jarang berhasil dengan baik
karena hubungan seksual dengan lubrikasi yang tidak cukup menyebabkan
gangguan dan nyeri yang bersifat lebih menghambat daripada merangsang
sensasi seksual (Sherwood, 2012).
b. Emisi
Emisi dan ejakulasi adalah puncak dari aksi seksual pria. Ketika rangsangan
seksual menjadi amat kuat , pusat refleks medulla spinalis mulai melepas
impuls simpatis yang meninggalkan medula pada segmen T-12 sampai L-2 dan
berjalan ke organ genital melalui pleksus hipogastrik dan pleksus saraf simpatis
pelvis untuk mengawali emisi, awal dari ejakulas (Sherwood, 2012)..
Emisi di mulai dengan kontraksi vas deferens dan ampula yang
menyebabkan keluarnya sperma ke dalam uretra interna. Kemudian, kontraksi
otot yang melapisi kelenjar prostat yang di ikuti dengan kontraksi vesikula
seminalis, akan mengeluarkan cairan prostat dan cairan seminalis ke dalam
uretra juga, yang akan mendorong sperma lebih jauh. Semua cairan ini
bercampur di uretra interna dengan mukus yang telah di sekresi oleh kelenjar
bulbouretra untuk membentuk semen. Proses yang berlangsung sampai saat ini
disebut emisi (Sherwood, 2012).
c. Ejakulasi
Pengisian uretra interna dengan semen mengeluarkan sinyal sensoris yang
dihantarkan melalui nervus pudenda ke regio sakral medula spinalis, yang
menimbulkan rasa penuh yang mendadak di organ genitalia interna. Selain itu,
sinyal sensoris ini lebih jauh lagi membangkitkan kontraksi ritmis dari organ
genitalia interna dan menyebabkan kontraksi otot-otot iskhiokavernosus dan
bulbokavernosus yang menekan dasar jaringan erektil penis. Kedua pengasuh
ini meyebabkan peningkatan tekanan ritmis seperti gelombang di kedua
jaringan

erektil

penis

dan

di

duktus

genital

serta

uretra,

yang

mengejakulasikan semen dari uretra ke luar. Proses akhir ini disebut


ejakulasi. Pada waktu yang sama, kontraksi berirama dari otot pelvis dan
bahkan beberapa otot penyangga tubuh menyebabkan gerakan mendorong dari
pelvis dan penis, yang juga membantu mengalirkan semen ke bagian terdalam
vagian dan mungkin bahkan sedikit ke dalam serviks uterus (Sherwood, 2012).

37

Keseluruhan periode emisi dan ejakulasi ini disebut orgasme pria. Pada
akhir proses tersebut, gairah seksual pria menghilang hampir sepenuhnya
dalam waktu 1 sampai 2 menit dan ereksi menghilang, suatu proses yang
disebut resolusi (Sherwood, 2012).

Gambar 17. Mekanisme Ereksi da Ejakulasi (Sherwood, 2012).

B. Komposisi Ejakulat
Plasma semen mengandung bahan-bahan kimia yang mempunyai arti
penting bagi kehidupan sperma antara lain sebagai sumber nutrisi dan
pengerakan sperma. Plasma semen bersifat seperti jelly dan merupakan
campuran sekresi dari kelenjar tambahan traktus reproduksi pria yang
dikeluarkan bersama-sama sperma ketika seorang pria ejakulasi (David,
2005).

38

a) Organ pembentuk plasma semen


Organ tambahan traktus reproduksi pria yang menghasilkan plasma
semen yaitu kelenjar bulbourethra (cowper), kelenjar urethra (Littre),
prostat, epididimis dan vas deferens serta vesika seminalis.
Plasma semen yang merupakan secret kelenjar tambahan traktus
reproduksi pria ini sebenarnya tidak di salurkan secera serentak, melainkan
secara bertahap pada waktu ejakulasi. Bila ejakulat dibagi menjadi tiga
bagian menurut urutan penyalurannya, maka bagian pertama merupakan
hasil sekresi kelenjar bulbourethra (cowper) dan kelenjar urethra (Littre).
Bagian kedua, sebagai hasil sekresi kelenjar prostat dan biasanya
mengandung spermatozoa paling banyak, yang berasal dari cairan ampula
dan epididimis. Bagian ketiga berupa sekresi yang berasal dari vesikula
seminalis yang mengandung cairan paling banyak. Semua sekresi yang
berasal kelenjar tambahan traktus reproduksi pria ini akan bergabung
menjadi satu berupa campuran yang dinamakan sebagai pasma semen
(David, 2005).
Komponen-komponen yang terdapat didalam masing-masing kelenjar
tambahan traktus reproduksi pria adalah sebagai berikut :
1) Kelenjar bulbourethra dan urethra
Kelenjar bulbourethra (cowper), berjumlah dua, berbentuk bulat agak
berlekuk-lekuk. Kelenjar ini letaknya dorsolateral dari pangkal penis atau
sebelah distal kelenjar prostat. Pada tepi urethra yang berupa membrane
banyak mengandung kelenjar urethra (Littre) yang kecil bentuknya. Secret
kelenjar bulbourethra dan urethra ini kurang lebih 0,1-0,2 ml merupakan
membasahi bagian distal dari urethra. (Mortimer,2005)
2) Kelenjar prostat
Kelenjar prostat menusia terdiri dari otot polos dan jaringan fibros.
Kelenjar ini terbagi dalam dua lobus lateral dan median. Struktur kelenjar
prostat merupakan perluasan vesika urinaria dan beratnya kurang lebih 20
gram. Kelenjar ini ditembus oleh urethra dan ductus ejakulatorius. Cairan
prostat meliputi 13-33% atau kurang lebih 0,5 milimiter dari volume semen
seluruhnya. Secret prostat jernih, agak asam (pH 6,5) dank has mengandung
banyak asam sitrat dan fosfatase asam (Mortimer,2005)

39

Selanjutanya cairan prostat tidak mengandung gula yang dapat mereduksi


(reducing sugar). Selain itu juga terdapat dalam konsentrasi besar kalsium,
seng, spermin, seminin, beta glukuronidase, activator plasminogen, limosim,
alfa amylase, dan inositol. Butiran lipid disekresikan oleh prostat. Kalkuli
ini bentuknya seperti batu, kuat, dan terutama berasal dari kalsium fosfat
(Sharon, 2005).
3) Epididimis dan vas deferens
Duktus epididimis menghubungkan testis dengan vas deferens dan
berfungsi dalam transport, maturasi dan penyimpanan spermatozoa. Panjang
epididimis kurang lebih 6,1 meter berlekuk-lekuk membentuk struktur yang
kompak dan ada dikutup posterior sebelah atas testis. Vas deferens kurang
lebih 0,46 meter panjangnya dan menyatu dengan saluran epididimis serta
urethra bagian prostat. Di bagian fundus vesika urinarius, vas deferens ini
melebar dan menjadi berlekuk-lekuk, bagian ini disebut ampula. Biokimia
cairan epididimis belum banyak diketahui. Analisa histokimia menunjukkan
adanya sejumlah lipid, beberapa glikogenm aktivitas fosfatase asam kuat,
fosfatase basa lemah di dalam lumen vas deferens dinyatakan oleh
Montagna, 1962. Akan tetapi unsure diatas mungkin ada dalam proses
sekresi (Mortimer, 2005).
4) Vesikula seminalis
Vesikula seminalis manusia merupakan dua kantong membrane yang
berlekuk-lekuk lebih kurang 7,5 cm panjangnya, bagian bawah meruncing
kemudian mengumpul pada dasar prostat terletak deket ampula. Vesikula
seminalis tidak digunakan untuk menyimpan sperma. Cairan yang terbentuk
meliputi 46-80% atau 2,0-2,5 ml ejakulat. Secret bersifat alkalis dank has
mengandung gula-gula yang mereduksi, terutama fruktosa. Cairan vesikula
seminalis mengandung K, fosforilkholin dan protein dalam jumlah yang
tinggi. Kelenjar ini menyerupai sumber prostaglandin dalam semen. Juga
mengandung laktoferin dan inhibitor proteinase seminal yang berat
molekulnya rendah (Mortimer, 2005).
b) Kandungan bahan kimia plasma semen
Kandungan bahan kimia plasma semen dibagi menjadi komponen asam
amino, protein bukan enzim, protein enzim dan unsure-unsur yang bersifat
bukan protein, penjelasannya yaitu sebagai berikut :
1) Asam amino

40

Asam amino yang merupakan salah satu bahan penyusun dari plasma
semen adalah golongan asam amino netral (neutral amino acids), asam
amino bersifat basa )basic amino acids) dan asam amino yang bersifat asam
(acidic amino acids). Asam amino ini dapat ditentukan dengan kromatografi.
Hal ini telah dilaporkan oleh Krampitz dan Doepfmer (1964) pada beberapa
golongan semen (Mortimer,2005)
2) Protein bukan enzim
Protein bukan enzim dapat diperiksa dengan elektroforesis (memakai
serum standar). Dengan reaksi presipitasi antibody, analisis biokimia, secara
imunokimia protein plasma semen dapat dibuktikan identik dengan protein
serum yang terdapat dalam plasma semen manusia yaitu, albumin, alfa 1antitripsin, alfa 1-glikoprotein, imunogloblin G, orosomukoid, beta 1globulin, beta 2-globulin, BI A/C-globulin dan tranferin. Tauber dkk,
melakukan pemeriksaan adanya protein yang dapat diperiksa dengan metode
imunokimia yaitu antitrombin III, B C/B, A-globulin (komponen C3
daripada komplemen). Cls inaktivator, plasminogen, factor XIII dan
fibrinogen.
3) Protein enzim
Plasma semen merupakan medium yang kaya dengan enzim yaitu: enzim
hidrolitik proteinase, transaminae, deaminase, fosfatase,

koagulase,

fosfatase asam dan fosfatase basa. Enzim hidrolitik didapatkan dalam


konsentrasi tinggi. Enzim hidrolitik tidak hanya bekerja terhadap protein
plasma semen, tetapi juga terhadap protein lainnya. Contohnya aktivitas
ATPase menurun sesudah inkubasi 45 menit pada suhu 37 oC; aktivitas
LDHase juga cepat menurun pada suhu 4oC. enzim plasma semen
diperlukan pada koagulasi dan liquifaksi sperma. Enzim yang terkandung
dalam prostat dengan konsentrasi yang cukup besar, fosfatase asam,
fosfatase basa, 5-nukleosida, beta-glukuronidase, seminim, aktivator
plasminogen dan amino aspartat transferase. Sedangkan enzim yang
terkandung dengan konsentrasi cukup besar di dalam vesikula seminalis
yaitu, amilo-1, 6glukosidase, inhibitor-inhibitor proteinase dengan berat
molekul yang rendah, nitrokatekosulfatase (Mortimer, 2005).
4) Unsur-unsur yang bersifat bukan enzi

41

Disamping senyawa asam amino, protein bukan enzim, protein enzim,


terdapat pula unsur-unsur yang bersifat bukan enzim seperti fruktosa, asam
sitrat, seng, inositol, asam askorbat, gliseril fosforilkholin dan sebagainya.
Masalah infertilitas pria merupakan masalah yang menunjukkan
peningkatan dalam decade terakhir ini. Infertilitas pada pria sangat
ditentukan oleh kualitas sperma. Sehingga langkah awal di dalam
menentukan tingkat kesuburan (fertilitas) pada pria adalah dengan
menganalisis semennya. Di dalam analisis semen terdapat beberapa
parameter. Parameter yang diperiksa secara makroskopis meliputi liquifaksi,
warna semen, bau, pH, volume dan viskositas, sedangkan parameter yang
diperiksa secara mikroskopis meliputi motilitas sperma, jumlah sperma/ml,
viabilitas, morfologi, aglutinasi, elemen lain bukan sperma dan uji integritas
membrane. Parameter-parameter yang dianggap mempunyai pengaruh
terhadap fertilitas adalah jumlah spermatozoa/ml, motilitas spermatozoa dan
morfologi spermatozoa (Mortimer,2005)
4. Tes analisis sperma (normal dan abnormal)?
A. Analisa sperma beserta interpretasinya
a. Analisis Sperma
Analisis semen menghasilkan sejumlah variabel semen, yaitu nilai, unsur,
dan sifat semen yang menyimpulkan kuantitas dan kualitas semen. Masingmasing variabel tersebut dinamakan parameter semen. WHO (1999)
menyatakan bahwa parameter-parameter yang dianggap mempunyai relevansi
tinggi terhadap fertilitas adalah jumlah spermatozoa / ml, motilitas
spermatozoa dan morfologi spermatozoa (Wibisono, 2005)
Analisis semen menghasilkan sejumlah variabel semen, yaitu nilai, unsur
dan sifat semen yang menyimpulkan kuantitas dan kualitas semen. Masingmasing variabel tersebut dinamakan parameter semen ( Soehadi DAN Arsyad
1983:11). Parameter-parameter yang dianggap mempunyai relevansi tinggi
terhadap fertilitas adalah jumlah spermatozoa/ml, motilitas spermatozoa dan
morfologi spermatozoa (WHO, dikutip Amarudin, 2009)
Analisis sperma sangat penting pada kasus infertilitas . Analisis sperma
adalah pemeriksaan untuk menilai ciri dan mutu spermatozoa dalam air mani
pria, agar dapat dinilai apakah terdapat ketidaknormalan yang dapat
mengganggu kesuburan dan menghambat terjadinya pembuahan.

42

Untuk standarisasi analisis semen, WHO menerbitkan buku penuntun edisi


ke empat tahun 1999. Adapun syarat pengumpulan bahan/sampel antara lain :
1. Semen dikeluarkan setelah abstinensi seksual minimal 3 hari dan maksimal
5 hari
2. Sebaiknya sediaan dikeluarkan dalam sebuah kamar yang tenang dekat
laboratorium. Jika tidak, maka sediaan harus diantar ke laboratorium dalam
waktu 1 jam setelah dikeluarkan.
3. Sediaan sebaiknya diperoleh dengan cara mastubasi dan ditampung ke
dalam wadah kaca yang bersih dan mulut lebar.
4. Sebaiknya tidak menggunakan kondom, karena akan berpengaruh pada
kondisi sperma yang akan diperiksa.
5. Sediaan harus dilindungi terhadap suhu yang ekstrim ( dibawah 20C dan
diatas 40C) selama pengangkutan ke laboratorium
6. Wadah harus diberi label dengan nama pasien, tanggal dan waktu
pengambilan
Secara garis besar semen terdiri atas 2 bagian besar yaitu plasma semen dan
spermatozoa. Analisis semen dibawah ini merupakan metode sesuai penuntun
pemeriksaan semen manusia menurut WHO yang terakhir (WHO, 1999)
b. Pemeriksaan Makroskopis semen
Adapun pemeriksaan makroskopis terhadap perma adalah sebagai berikut :
1. Volume
Volume ejakulat diukur dengan gelas ukur atau dengan standard
containers. Jangan menggunakan semprit plastik atau jarum suntik
hipodermik karena akan mempengaruhi motilitas sperma.
2. PH
PH sebaiknya diperiksa dalam waktu 1 jam setelah ejakulasi. Setetes
semen disebarkan secara merata diatas kertas lakmus, setelah 30 detik
bandingkan dengan kertas kalibrasi untuk baca Phnya. Jika PH kurang dari
7 pada semen yang azoospermia kemungkinan obstruksi duktus ejakulasi,
atau kelainan kongenital tidak adanya vas deferens.
3. Pencairan ( Liquifaksi)
Semen normal mencair dalam waktu 60 menit pada suhu kamar,
meskipun biasanya ini terjadi dalam 15 menit. Pada beberapa kasus,
pencairan sempurna tidak terjadi dalam waktu 60 menit, hal ini perlu
dicatat. Semen normal mungkin mengandung butir-butir seperti agar-agar
yang tidak mencair. Adanya serat serat musin mempengaruhi analisis semen.

43

Kadang-kadang semen tidak mencair, dalam hal demikian perlu diberi


perlakuan tambahan enzim (pemberian bromelin 1 gr/l). Semua ini bisa
mempunyai pengaruh pada biokimia plasma semen, motilitas sperma dan
morfologi sperma (Mortimer,2005)
4. Penampilan
Semen harus segera diperiksa setelah liquifaksi atau dalam waktu 1 jam
setelah ejakulasi, pertama-tama pemeriksaan sederhana pada suhu kamar.
Semen normal tampak putih kelabu homogen. Semen mungkin tampak
jernih jika jumlah sperma erlalu sedikit, atau coklat merah jika ada sel
merah atau kuning bila pasien makan vitamin (Mortimer,2005)
5. Viskositas
Semen yang telah mencair, dinilai dengan cara menyedot semen dengan
perlahan kedalam pipet 0,1 ml dan kemudian biarkan semen menetes karena
gaya berat dan diamati panjang dari benang tetesan tersebut. Semen yang
normal akan keluar dari pipet sebagai tetesan-tetesan kecil. Pada kasus yang
viskositasnya tidak normal, tetesan akan membentuk benang yang
panjangnya bisa lebih dari 2 cm (Mortimer,2005)
c. Pemeriksaan mikroskopis semen
Pemeriksaan mikroskopis semen memerlukan ketelitian dan kecermatan
yang tinggi, karena kesimpulan hasil analisis semen banyak ditentukan dari
pemeriksaan mikroskopi semen. Pemeriksaan ini meliputi beberapa
parameter yaitu motilitas sperma, konsentrasi sperma, jumlah sperma total,
viabilitas sperma, morfologi sperma, aglutinasi sperma.
1. Motilitas sperma
Pemeriksaan dilakukan satu jam setelah ejakulasi pada sediaan dalam
neubauer. Dengan memakai alat hitung ditentukan jenis motilitas sperma.
a. Progresif lurus cepat
Yaitu sperma dengan kecepatan 0,8-1,6 detik/0,05 mm, dan pada
semen normal jumlahnya >25%
b. Non progresif
Yaitu sperma dengan kecepatan >1,6 detik/0,05mm. Pada semen
normal (a+b) >50%.
c. Tidak bergerak /mati
Untuk menentukan motilitas sperma dihitung 100 sperma secara acak.
Normal jika presentase spermatozoa motil 50%( WHO, 1999)
2. Jumlah sperma/ml

44

Pemeriksaan jumlah sperma diawali dengan memperkirakan kerapatan


sperma pada sediaan basah hemositometer neubauer yang gunanya untuk
menentukan faktor pengencer. Cara menentukannya adalah sebagai
berikut:
a. Untuk sediaan dengan jumlah sperma per LPB (400X) <15 sperma
maka pengencerannya 1:5
b. Untuk sediaan dengan jumlah sperma per LPB (4oox) <15-40 sperma
maka pengencerannya 1:10
c. Untuk sediaan dengan jumlah sperma per LPB (400x) <40-200
sperma maka pengencerannya 1:20
d. Untuk sediaan dengan jumlah sperma per LPB (400x) > 200 sperma
aka pengencerannya 1:50
e. Rumus konsentrasi sperma :
Nx 10.000x faktor
pengencer x 25
Jumlah sperma (C)=

Normal jika konsentrasi spermatozoa 20 juta/ml (WHO, 1999)


3. Viabilitas sperma
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk menentukan jumlah sperma hidup
dengan teknik pewarnaan supravital, yaitu menggunakan larutan eosyn Y
0,5%. Dengan cara satu tetes semen pada kaca obyek kemudian
ditambahkan satu tetes larutan eosyn Y 0,5%, homogenkan dan tutup
dengan kaca obyek, tunggu 1-2 menitdan diperiksa dibawah mikroskop
fase kontras, sperma hidup berwarna kuning, sedang yang mati kebirubiruan. Normal apabila jumlah spermatozoa yang hidup 60% (WHO,
1999)
4. Morfologi sperma
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui berapa presentase
sperma yang memiliki morfologi normal dan yang abnormal.
Abnormalitas pada spermatozoa dibagi menjadi abnormalitas primer dan
abnormalitas sekunder. Abnormalitas primer yaitu spermatozoa yang
mengalami kelainan pada saat spermatogenesis meliputi kepala yang
terlampau besar, kepala yang terlampau kecil, kepala pendek, kepala

45

pipih memanjang, kepala rangkap dan ekor ganda. Abnormalitas


sekunder

yaitu

spermatozoa

yang

mengalami

kelainan

setelah

meninggalkan tubulus semeniferus, ditandai dengan ekor putus, kepala


pecah, dan kepala tanpa ekor ( M.Tholihere, 1993)
Dengan cara membuat preparat hapus semen dikeringkan pada suhu
kamar, setelah kering difiksasi dengan metanol selama 5 menit dan warna
giemsa, amati dengan mikroskop. Normal jika presentase morfologi
sperma 30%(WHO, 1999)
d. Interpretasi hasil analisis semen
Pemeriksaan analisis semen manusia dilakukan plasma semen dan
spermatozoanya. Apabila plasma semen dan spermatozoanya baik dikatakan
semen tersebut normal. Namun dari kesimpulan interpretasi hasil analisis
sperma biasanya berdasarkan hasil analisis spermatozoa, sehingga
kesimpulan interpretasi hasil analisis sperma dapat berupa:
A. Konsentrasi sperma> 20 juta/ml disebut oligospermia
B. Motilitas sperma < 50% disebut asetozoospermia
C. Morfologi sperma normal < 30% disebut teratozoospermia
D. Tidak ada sperma dalam ejakulat disebut azoospermia
E. Kombinasi gangguan lebih daripada 1 parameter spermatozoa misalnya
konsentrasi sperma < 20 juta/ml, motilitas sperma <50% dan morfologi
sperma normal < 30% disebut oligoastenoteratozoosperma. Demikian
pula seterusnya gangguan parameter-parameter lainnya (WHO, 1999)

46

Gambar 18. Abnormalitas sperma


(http://www.Biosino.org//bodyfluid/fluid.jsp).
B. Sifat Umum Sperma (normal)
Beberapa Sifat Umum Spermatozoa Manusia. Pada ejakulat dijumpai
morfologi spermatozoa normal atau abnormal. Bentuk bentuk spermatozoa
abnormal meliputi kelainan pada kepala, ekor dan leher. Kelainan morfologi
kepala spermatozoa misalnya kepala besar, kecil, tapering, piriform, amorf dan
berkepala dua, atau bengkok. Kelaina pada ekor misalnya berekor ganda,
rudimeter, atau tanpa ekor. (Moeloek, 2005).
Spermatozoa normal dapat ditentukan antara lain oleh morfologi yang lebih
sempurna yaitu bentuk kepala oval, leher dan ekor utuh. Selain itu spermatozoa
harus memiliki pola motilitas yang baik yaitu dapat bergerak cepat, lincah dan
lurus kedepan dimana gerakan spermatozoa dibantu dalam pergerakannya dan
jumlah spermatozoa dengan morfologi yang normal harus lebih dari 60%.
Morfologi Spermatozoa
Spermatozoa menusia merupakan sel tunggal yang terdiri atas 3 bagian
yaitu : kepala, leher, dan ekor dengan panjang lebih kurang 50 mikron.
a. Kepala
Bagian kepala berbentuk oval dan pipih seperti kepala dayung, panjang
4,5 mikron, lebar 3 mikron, dan tebal 1,5 mikron. Bagian anterior
spermatozoa adalah suatu stuktur berupa selubung yang menutupi kurang
lebih duapertiga bagian kepala spermatozoa yang disebut akrosom yang
berguna untuk penetrasi akrosom ke dalam ovum. Akrosom mengandung
enzim-enzim hidrolitik dan proteolitik (Mortimer, 2005).
Leher
Bagian sempit yang menghubungkan kepala dengan ekor. Mengandung
sentriol dan berkas - berkas fibril halus. Sentriol sel bagian proximal
akan membentuk kapitulum, sebagai persendian yang menghubungkan
dengan kepala spermatozoa, berupa sserabut aksial yang dikelilingi
mitokondria yang melilit dibagian tengah (Mortimer, 2005).
b. Ekor
Terdiri dari bagian tengah badan (middle piece), bagian utama ekor
(principle piece) dan bagian ujung ekor (end piece). Bagian tengah
ekornya dengan panjang 5-7 mikron dan tebalnya kurang lebih 1 mikron.

47

Bagian ekor penting bagi pergerakan spermatozoa. Bagian tengah terisi


oleh 10-15 mitokondria berbentuk spiral (Mortimer, 2005).

Gambar 19. Struktur Spermmatozoa normal


(http://www.biosino.org/bodyfluid/fluid.jsp).

1. Motilitas
Motilitas spermatozoa normal akan bergerak cepat, lurus kedepan.
Pergerakan ini dilakukan oleh flagel. Gerakan spermatozoa akan terlihat
seperti gerakan cambuk. Akan tetapi gerakan flagel tersebut bergerak dalam
satu gerakan gelombang yang melingkar (rotasi) (Mortimer, 2005).
2. Intergitas Membran Ekor Spermatozoa
Bagian ekor merupakan bagian terpenting untuk pergerakan spermatozoa,
melalui uji HOS akan didapatkan informasi apakah membran ekor
spermatozoa mengalami kebocoran atau tidak. Uji ini didasarkan pada sifat
spermatozoa yang semipermiable membran ekor sperma. Dibawah kondisi
larutan hipoosmotik, air akan masuk melalui membran ekor sperma yang

48

utuh, sehingga volume ekor sperma bertambah, yang menyebabkan ekor


sperma menjadi bengkok. Jika membran ekornya rusak, maka air yang
masuk tidak akan keluar lagi, dalam hal ini ekor sperma tidak mengalami
perubahan volume sehingga masih tetap lurus (Budianto, 2011).
5. Kelainan pada jumlah sperma dan pengeluaran sperma sebagai penyebab
infertilitas pria
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS SPERMA
Gangguan Pretestikuler:

Hormon reproduksi

Gangguan testikuler :
Aretasi sel
spermatogenik
Kriptorkhidisme
Varikokel
Radiasi
Sindroma klinefelter

KUALITAS
SPERMA

Gangguan post testikuler :


Infeksi
Tumor
Hipospadia
Aktifitas sexual
Malnutrisi
Usia

Sumber : Brugh (2004) medical Clinics of North America Volume 88. Issue 2
Berbagai Faktor yang dapt mempengaruhi kualitas sperma dan penyebab
infertilitas pada pria. Menurut Victor M brugh (2004), pada dasarny masalah
infertilitas pria disebabkan oleh gangguan potensi seksual dan ganggun
kesuburan. Gangguan potensi seksual pada pria terbagi menjadi 4 kelompok
yaitu ganggun gairah seksual, gangguan ejakulasi, dan gangguan orgasme.
Biasnya dipengaruhi oleh faktor psikis,fisik dan sosiokulturl. Adapun gangguan
kesuburan pada pri dapat digolongkan menjadi 3 golongan :

49

1. Gngguan pretestikular : merupakan gangguan yang terdapat diluar testis fan


berpengaruh terhdap proses spermtogenesis. Biasny berkaitan dengan
gangguan hormonal yang mempengaruhi proses spermatogenesis.
2. Ganggun tetikular : merupakn gangguan yang terjadi pada testis,sehingga
proses spermatogenesis akan terganggu. Terjadi dalm tubulus seminiferus
akibt

berbagai

hal

seperti

aretasi

sel

spermatogenik,kriptorkhidisme,vrikokel,radiasi,sindroma klinefelter
3. Gangguan posttestikular : merupkn gnggun yang terjadi diluar testis setelah
spermatozoa keluar dari tubulus seminiferus. Gangguan ini terdapat pd
epididimis,vas deferens,kelenjar seminalis dan prostat seperti gangguan
viabilitas dn motilitas spermatozoa. Gangguan ini disebabkan oleh :
infeksi,tumor,hipospadia,penggunaan obat,alkohol,merokok.
Beberapa hal dapat menyebabkan penurunan jumlah sperma, mobilitas atau
kemampuan sperma untuk terjadinya fertilisasi menurun. Penyebab tersering
infertilitas pada pria adalah produksi sperma yang abnormal, ganggun
transportsi sperm,faktor kesehatn,gaya hidup dan paparn terhadap zat-zat
tertentu yang berlebihan (Arjatmo,2005)
A. Gangguan produksi
a) Hormon reproduksi
Testis merupakan suatu organ reproduksi pria yang amat penting, karena
merupkn tempt pembutn spermtozoa. Proses spermatogenesis didalam testis
terjadi muli dari sel-sel spermtogonium dalam tubulus seminiferus hingg
proses pematangan spermatozoa di dalam epididimis, merupkan tahapan
yang dipengaruhi oelh beberapa faktor terutama faktor hormonal. Hormon
yang mempengaruhi antar lain : testoteron yang dihasilkan oleh sel leydig di
dalam testis,FSH (Folicle Stimulating Hormone) dan LH (luteinizing
hormone) masing-masing kelenjar hipofisis anterior dibawah otak dan
gonadotropin hormone yang dihasilkan oleh hipotalamus. Hormon-hormon
ini ternyat bekerjanya menurut suatu proses dengan umpn blik, poros
hipotalamus-Hipofisis-Testis (sel leydig) yaitu poros yang mengatur
pembentukan spermtozoa, dn poros linny poros hipotalamus-hipofisisTestis (Sel leydig), yaitu yang mengatur pembentukan testoteron, hormon
yang sngat berguna tidak sj untuk pembentukn spermtozoa, tetapi juga

50

menentukan

pembentukan

sifat

dan

ciri

kelaki-lakian

manusia

(Arjatmo,2005)
b) kelainan genetik
Pada kelainan genetik sindrom klinefelter/47,XXY menyebabkan
perkembangan abnormal dari testis sehingga mengahasilkan produksi
sperma dan testoteron yang rendah. Lki-laki dengan sindrom ini
dilporknpertama kali pda tahun 1942, dalam J cinical endocrinology, oleh
Dr.klincfclter bersma 2 orang dokter lin. Sejumlah laporan lain kemudian
mengemukakan pula hal yng sm, sehingga laki-laki dengan khasseperti
dilaporkan pertama kali oleh klincfelter dkk. Kemudian disebut sebagai
menderita sindrom klincfelter. Pada tahun 1959 kemudian dibuktikan
dengan secara sitogenetika, sebagi berasi(kelainan) kromosom, yaitu
47,XXY yang merupakan aberasi jumlah kromosom,trisomi kromosom
seks. Beberapa tahun kemudian ditambahkan sejumlah aberasi lain yang
secara klinik memberikan gambaran meski tak lengkap seperti sindrom
klinefelter (Ramelan,1991)
Laki-laki yang menderita sindrom Klinefelter pada umumnya memiliki
postur tubuh yang agak lebih tinggi daripada rerata laki-laki normal, tetapi
dengan bentuk yang eunuchoid,sampai 60% diantara mereka menunjukan
ginekomastia. Mereka yang berkromosom 47,XXY pasti infertil, dengan
azoospermi,testis agak kecil dengan hilinisasi tubuli seminiferi, sel leydig
berkurang banyak,penis agak kecil,serta tanda seks sekunder tidak/kurang
berkembang (klinefelter,1942 dikutip oleh ramelan,2005). Suami pad
pasangan usia subur infertil dengan gambaran klinik sepenuhnya atau
hampir sepenuhnya sepertinsindromklinefelter, dapat dilkukan tes genetik.
Karena ada 2 kromosom X dan 1 kromosom Y,pemeriksaan kromatin seks
yang sederhana,murah dan cepat dapat memastikan keberadan XXY, di lain
pihak,laki-laki dengan azoozspermia,tetapi dengan gambaran klinik tak
sepenuhnya sama seperti yang ditampilkn ileh klinictcltcr dkk,mungkin
sekali memiliki kromosom yang mozaik (Ramelan,1991)
Penelitin di indonesia di tahun 1990, dari 3kasus laki-laki azoospermia
yang bukan penderit sindrom klinnefelter, di dapatkan 6 orang dengn
kelainan kromosom. Dua dari enam aberasi kromoosom tsb, memiliki
kromosom yang mozaik untuk sindrom klinefelter, yaitu 47,XXY/46XY

51

dana 47,XXY/46,XX. Kedua orang tersebut tetap menunjukn gejala/tand


sindrom klinefelter meskipun tidak lengkap dan bukan laki-laki normal
(46,XX). Pada dasarnya kejadian penambahan kromosom X pada sindrom
ini merupakan akibat gagl pish (non-disjunction) pda gmetogenesis,yang
berakibat lebih lanjut kepada gamet dengan kelebihan kromosom (24).
Gamet berkromosom 34 bertemu dengn gamet berkromosom 23 akan
menjadi zigot kromosom 47. Perubahan jumlah kromosom di garnet yang
akan meentukan jumlah akhir kromosom (45, 46, 47, 48 atau 49) pada zigot
dan selanjutnya pada manusia hasil tumbuh kembang ingot tsb. Angka
kejadian sindrom ini dilaporkan bervariasi, dad I:1000 sampai 1:3000 lakilaki (Ramelan, 2005).
c) Varikokel
Varikokel adalah pelebaran atau pembesaran dari pembuluh darah
balik/vcna di sekitar testis. Ini adalah kondisi yang mirip dengan varises di
kaki. lni adalah kondisi yang sangat umum ditemui dalam 15% dari
penduduk laki-laki umum dan 40% pria dievaluasi untuk infertilitas.
Varikokel merupakan pembuluh vena di dalam scrotum yang mencegah
pendinginan normal testis, suhu testis meningkat karena aliran darah pada
pembuluh darah testis abnormal dan pengeringan pada arteri yang
memasuki skrotum sehingga mengakibatkan gangguan jumlah dan mofilitas
sperma.
Aliran darah vena dari skrotum meningkatkan produk sisa metabolisme
dan mengurangi ketersediaan oksigen dan nutrisi yang diperlukan untuk
perkembangan sperma. Aliran darah yang abnormal juga dapat mengganggu
konsentmsi testosteron, yang pada gilirannya dapat mengganggu produksi
sperma.
Vena aliran darah abnormal dari skrotum meningkatkan produk sisa
metabolisme dan mengurangi ketersediaan oksigen dan nutrisi yang
diperlukan untuk perkembangan sperma. Aliran darah yang abnormal juga
dapat mengganggu konsentrasi testosteron, yang pada gilirannya danat
mengganggu produksi sperma. Efek jangka panjang dari sirkulasi terganggu
dapat mengganggu produksi androgen normal, laki-laki (Foresta et al,
2001).
d) Undescensus Testis

52

Undescensus testis berada di skrotum pada saat lahir. Sebagmn kecil


yang tidak berada di skrotum akan turun dalam tahun pertama, khttsusnya
pertama pasca lahir. Jika testis tidak turun ke skrotum, terdapat beberapa
risiko seperti gangguan kesuburan, penurunan produksi hormon testosteron
dan peningkatan risiko keganasan testis.
Penurunan testis dengan tempi hormonal sebaiknya dilakukan dalam 3
bulan pertama. Operasi untuk menurunkan testis dianjurkan bila testis
belum turun setelah usia 6 bulan. Jika testis tidak berada dan terletak di
dalam perut, diperlukan tindakan laparoskopi untuk mengetahui letak testis
dan kondisinya.
Undesccnsus testis bisa tcrjadi kctika satu atau kedua testicle mengalami
kegagalan untuk tumn dari abdomen ke dalam scrotum selama
pcrkembangan fetus. Karena testicle tcrpapar pada subu tubuh internal yang
lebih tinggi daripada suhu didalam scrotum sehingga mempengaruhi
produksi sperma (Erold, Dundar, 1997).
e) Infeksi
Infeksi pada saluran genetalia pria umumnya disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae. Clamydia trachomatis, Trichomonas vaginalis, Ureapplasma
urealiticum, basil enterik negatif-gram (terutama E.coli) serta beberapa virus
herpes simplex virus tipe 2 (HSV2), human papilloma virus (HPV),
Eipstein-Barr Virus (EBV), cytomegalovirus (CMV), virus hepalitis B dan
human immunodeficiensy virus (HIV) (Cates, 1999).
Neisseria gonorrhoeae merupakan penyebab umum infeksi uretra di AS.
Umumnya simptomatik, oamun dapat juga asimptomatik pada sekitar 10%
pria. Pada keadaan tersebut N.gonorrhoeae dapat berperan pada infertilitas
dengan menimbulkan epididimistisatau orkitis yang dapat mengakibatkan
kerusakan testis atau obstruksi duktus(Dohle et al, 2004).
U.urealyticum merupakan bakteri yang dapat ditularkan melalui
hubungan seksual yang seringkali mengkolonisasi uretra pria aktif seksual
dan bersifat asimptomatik. U. Urealyticum dapat ditemukan pada 30%
sampai 50% pria normal sehingga ditemukannya bakteri ini belum dapat
membuktikan hubungan sebab akibat pada proses infeksi ataupun infertilitas
(Dohle et al, 2004).
Chlamydia trachomatis merupakan penyebab IMS tersering di negaranegara industri (Keck, 1998) dan merupakan penyebab penting uretritis non

53

gonokokus dan epididimistis akut pada pria usia reproduktif. 10% sampai
25%, bahkan 50% pria terinfeksi dapat asimptomatik (Gonzales,2004).
Organisme

Chlamydia

merupakan

bakteri

intraseluleyang

dapat

menyebabkan epididimistis, orkitis, atropi testis dan obstruksi duktus. Data


pada pria menunjukan bahwa infeksi dimasa lampau, lebih berhubungan
dengan infertilitas pria (Gonzales et al, 2004).
Infeksi genital pria dapat menyebablan oklusi system kanlikular saluran
genital, dapat merusak sel epitel yang terlibat dalam spermatogenesis dan
dapat merangsang reaksi imun dengan menghasilkan antibody antisperma.
Penyakit gondok, innfeksi virus yang dapat menyerang remaja dan terjadi
setelah pubertas dapat menyebabkan inflamasi pada testicle sehingga dapat
menyebabkan gangguan pada produksi sperma. Selain itu prostatitis,
urethritis, atau epididymitis juga dapat menghambat motilitas sperma.
(Pavoonen, 1999, dikutip Ammarudi : 2012)
B. Gangguan Transportasi sperma
a) Aktivitas sexual
Masalah disfungsi ereksi, ejakulasi premature, dyspareunia atau
psikologis dapat mengakibatkan terjadinya infertilitas. Penggunaan lubrikan
memiliki efek toksik pada sperma dan mengakibatkan infertilitas. Pada
umumnya masalah disfungsi sexual pria terjadi secara perlahan apabila
penyebabnya karena factor hormonal yaitu penurunan kadar hormone
androgen dikenal dengan istilah andropause ( (Nasution, 2002).
Disfungsi sexual pria pada umumnya dapat dikatagorikan sebagai berikut :
1. Gangguan rangsangan sexual : Hipoaktif dan hiperaktif
2. Gangguan ereksi atau disfungsi ereksi
3. Gangguan orgasme
4. Ganguan ejakulasi : ejakulasi prematur, ejakulasi retrarta, ancjakulasi
dan ejakulasi retrograt.
b) Ejakulasi retrograde
Hal ini terjadi ketika semen masuk kedalam vesica urinaria selama
orgasme dibandingkan keluar melalui penis. Berbagai kondisi dapat
menyebabkan ejakulasi retrograde, antara lain DM, operasi pada vesica
urinaria, prostat, uretra, dan pemakaian obat-obatan tertentu. (japardi 2002).
c) Hypospadia
Kelainan congenital yang menyebabkan yretra terbuka abnormal pada
bagian bawah penis. Jika tidak dikoreksi secara pembedahan kondisi ini
dapat mencegah sperma mencapai servick ( Erold dan Dundar, 1997 ).

54

d) Anti body-anti sperma


Sperma yang merupakan target dari anti body akan melumpuhkan atau
memperlemah sperma. Hal ini biasanya terjadi setelah vasektomi ( Mansur,
2004 )
C. Faktor kesehatan
a) Stess emosional
Stess yang belebihan

atau

berkepanjangan

dapat

menghambat

pengeluaran hormone-hormon yang diperlukan untuk memproduksi sperma.


Infertilitas dapat mempengaruhi hubungan sosial dan fungsi seseorang
sehingga menimbulkan stress yang berkepanjangan. Masalah psikologis
sering kali terjadi setelah pemeriksaan infertilirtas yang panjang dan
mungkin mengakibatkan disfungsi sexual atau ejakulasi. Faktor kejiwaan
stress sakit hati, cemas, sedih , takut, lelah dan letih, kesal ataupun
tersinggunag oleh perlakuan orang lain bias menggangu system reproduksi
karena adanya hubungan antara psikoneuroimunoendokrinologi ( Arjatmo,
2005 ).
b) Defesiensi gizi
Defisiensi zat gizi seperti vitamin C, selenium, seng dan folat, dapat
menimbulkan infertilitas. Sebuah studi di iran telah menemukan bahwa
kerusakan DNA sperma oksidatif memiliki peran penting dalam penyebab
kualitas sperma kualitas semen yang buruk dan infertilitas pria. Selenium
( Se ) merupakan elemen penting untuk perkembangan testis normal,
spermatogenesis, dan motilitas spermatozoa dan fungsi. Tindakan biokimia
dominan se pada manusia dan hewan sebagai antioksidan melalui glutation
peroksidase Se tergantung enzim dan dengan demikian melindungi organ sel
dan organel dari kerusakan peroxidative. Kombinasi Se dengan vitamin E
dapat meningkatkan parameter air mani dan kehamilan pada pria infertile.
Hasil didapatkan 52,6% (362 kasus ) perbaikan total pada motilitas
sperma, morfologi, atau keduanya dan 10,8% (75kasus ) kehamilan spontan
dibandingkan tanpa perlakuan ( 95% confidence interval : 3,08-5,52). Tidak
ada respon terhadap pengobatan terjadi pada 253 kasus (36,6%) setelah 14
minggu terapi kombinasi. Berarti perbedaan antara analisis air mani
sebelum dan setelah perawatan adalah 4,3% dengan deviasi standar 4,29.
Berdasarkan paired t-test, kombinasi terapi dengan Se oral dan vitamin E

55

sangat efektif untuk pengobatan asthenospermia atau asthenoteratospermia


atau induksi kehamilan spontan ( P 0,0001 ).
Jadi tambahan Fe dan vitamin E dapat meningkatkan kualitas air mani
dan memiliki efek menguntungkan dan protektif , terutama pada motilitas
sperma. Kami menganjurkan pengobatan infertilitas pria idiofik didiagnosis
dengan astenoteratospermia atau asthenospermia dalam analisis air mani
(Moslemi, 2011).
c) Usia
Pada pria dengan bertambahnnya usia menyebabkan penurunan
kesuburan. Meskipun pria terus menerus memproduksi sperma sepanjang
hidupnya, tetapi morfologi sperma mereka mulai menurun. Penelitian
menggungkapkan hanya sepertiga pria yang berusia diatas 40 tahun mampu
menghamili istrinya dalam waktu 6 bulan disbanding pria yang berusia
dibawah 25 tahun. Selain itu usia yang semakin tua juga mempengaruhi
kualitas sperma ( Mansur I, 2001 ).
6. Pandangan Sosial dan budaya ketika terjadi kasus ketidaksuburan pada
pasangan suami istri dan tanggapan dalam ruang lingkup kedokteran (klinis)
Adapun padangan infertilitas menurut Budaya, Sosial dan Agama, serta
menurut ilmu kedokteran dan bagaimana cara kita sebagai tenaga medis
menganggapi kasus ini, adalah sebagai berikut :
a) Infertilitas menurut social dan budaya
Infertilitas merupakan istilah yang dipakai untuk menyebut pasangan yang
gagal untuk hamil dan mempunyai anak setelah berusaha selama setahun.
Perempuan yang berhasil hamil namun selalu mengalami keguguran juga bisa
disebut mandul. Apabila banyaknya pasangan infertil di Indonesia dapat
diperhitungkan dari banyaknya wanita yang pernah kawin dan tidak
mempunyai anak yang masih hidup, maka menurut Sensus Penduduk terdapat
12% baik di desa maupun di kota, atau kira kira 3 juta pasangan infertil di
Indonesia (Bobak dkk, 2005).
Kemandulan biasanya menyebabkan kekecewaan terhadap pasangan dan
kerap kali menimbulkan perselisihan antarpasangan yang kadang berakhir pada
perceraian, keinginan mendapatkan anak yang lahir dari rahim sendiri dan
merupakan darah daging orang tua adalah harapan setiap pasangan suami istri,
jika pasangan yang sudah membina rumah tangga cukup lama dan tidak juga
dikaruniai buah hati datang memeriksakan ksehatannya dan divonis mandul

56

akan merasakan kekecewaan yang mendalam sehingga bingung akan berbuat


apa selanjutnya untuk mendapatkan anak kandung dan cara yang baik secara
islami dan efektif secara kesehatan (Bobak dkk, 2005).
Berbagai budaya di belahan dunia masih menggunakan simbol dan
upacara adat untuk merayakan fertilitas ataupun keberhasilan pasangan dalam
memperoleh keturunan. Salah satu upacara yang masih bertahan sampai saat
ini ialah adat istiadat melempar beras ke arah pengantin pria dan wanita. Ada
juga yang memberikan rokok, permen ataupun pensil sebagai ucapan selamat
kepada pria yang baru menjadi ayah sebagai antisipasi kelahiran anak. Banyak
budaya yang masih menjamur terutama ditengah-tengah masyarakat kita yang
menyatakan bahwa suatu ketidaksuburan itu merupakan tanggung jawab
wanita.

Ketidakmampuan wanita untuk mengandung dihubungkan dengan

dosa-dosanya, roh setan atau fakta yang menyatakan bahwa wanita itu tidak
adekuat ataupun sempurna ( Bobak dkk, 2005 : 997 ).
b) Infertilitas menurut agama
Kemandulan atau infertilitas merupakan salah satu bentuk ujian dari Allah
SWT. Seringkali hal ini tidak dimengerti dan tidak jarang setan membisikkan
godaan sehingga kita berburuk sangka terhadap-Nya. Rahasia Allah swt. dalam
bentuk ujian yang diberikan-Nya (yang sering kali sukar untuk kita mengerti)
dan di lain pihak orang yang dikatakan mandul bisa hamil dengan izin-Nya.
Masalah infertilitas telah dibahas dalam Quran, Surah Asyuura : 49-50:
Artinya : (49) Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, Dia menciptakan
apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan kepada siapa
yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa yang Dia
kehendaki,

(50) atau Dia menganugerahkan kedua jenis laki-laki dan

perempuan (kepada siapa yang dikehendaki-Nya), dan Dia menjadikan mandul


siapa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha
Kuasa.



Ayat diatas menerangkan kekuasaaan Allah di ruang angkasa dan di bumi.


Allah yang menentukan seseorang akan mendapatkan anak pria atau wanita,

57

begitupula apakan ia kan mandul atau subur (berketurunan banyak.) ketentuan


Allah ini juga berlaku menurut sunahnya, jika hendak memopunyai anak tentu
harus kawin dan menjaga kesehatan. Soala mandul atau tidak manusia juga
dapat ,mengusahakan obatnya. Jika usahanya tidak berhasil, barulah ia
bertawaqal kepada Tuhan. Adapun Pandangan Islam Terhadap Kemandulan,
yakni :
Setiap bulan pasangan pada dasarnya 1 dari 4 kemungkinan hamil di mana
tidak ada faktor infertilitas ada. Dalam seumur hidup wanita biasanya akan
menghasilkan 4-5000 telur. Delapan dari telur ini direkrut setiap bulan, dan
hanya satu dibawa hingga jatuh tempo dan relased ke tuba fallopi, telur tujuh
lainnya rusak dan mati. Telur hanya hidup dari 24-36 jam setelah dilepaskan
dan jika tidak dibuahi oleh sperma (yang dapat hidup sampai 72 jam di dalam
wanita) telur maka akan memburuk dan mati. Dalam waktu dua minggu lapisan
rahim akan tertumpah dan seorang wanita akan memiliki siklus menstruasi.
Secara alamiah jika tanpa ada hambatan maka seorang wanita yang telah kawin
(bercampur) akan mangalami masa kehamilan dan mempunyai anak, namun
jika terjadi beberapa faktor yang akan menyebabkan seorang wanita menjadi
mandul / infertile maka pupuslah segala harapannya untuk memiliki anak,
namun

manusia

diciptaka

dengan

akal

dan

segala

kemapuan

dan

keterbatannnya untuk menciptakan barbagai cara dan teknologi untuk


menyelesaikan masalah ini, mulai dari pengobatan, terapi melakukan program
bayi tabung ,bahkan mengadakan bank sperma (Bobak dkk, 2005).
a. Bayi tabung
Kelahiran bayi tabung pertama pada 1978 telah membawa harapan baru
bagi pasangan infertil sebagai sarana alternatif untuk memperoleh anak.
Beberapa teknik reproduksi yang dibantu teknologi telah dikembangkan
sejak itu. Ini termasuk teknik seperti transfer gamet intra fallopi (GIFT),
inseminasi intra uterus dan injeksi sperma intracytoplasmic (ICSI) untuk
beberapa nama. Namun dalam terang kemajuan teknologi banyak dalam
teknologi reproduksi yang sedang berlangsung, bidang ini telah menerima
perasaan yang kuat dan sering oposisi dari kelompok-kelompok agama atau
aktivis hak asasi manusia dalam hal legalitas dan moralitas dari beberapa
aspek reproduksi dibantu (Wiweko, 2013).

58

Prosedur bayi tabung melibatkan pembuahan gamet luar tubuh wanita.


Ini adalah pilihan yang lebih disukai untuk pasien yang hadir dengan faktorfaktor seperti kerusakan tuba falopii. Bayi tabungmelibatkan beberapa tahap
seperti

merangsang

ovarium

untuk

menghasilkan

beberapa

oosit,

menyuntikkan oosit dengan sperma, kultur embrio sampai mereka telah


dibagi dan akhirnya mentransfer embrio 2-3 hari pasca inseminasi kembali
ke rahim. Embrio dipilih berdasarkan kemampuan mereka untuk bertahan
hidup kondisi budaya dengan melihat jumlah sel yang hadir pada hari 2-3
pasca inseminasi dan morfologi mereka. Melihat bayi tabung dari sudut
Islam, ini adalah teknik yang jika berhasil dapat mengakibatkan kehamilan
bagi pasangan punya anak. Namun masalah yang timbul diperdebatkan akan
dalam pemilihan embrio untuk transfer dan nasib embrio sisa lainnya.
Pasien mungkin setuju untuk membuang embrio cadang atau persetujuan
dengan pembekuan atau kriopreservasi. Keuntungan dari embrio beku akan
bahwa perempuan itu tidak mungkin harus menjalani siklus rangsangan obat
lagi dan juga untuk mencegah wanita tersebut mengalami efek samping dari
obat perangsang yang digunakan (Bobak dkk, 2005).
Islam tidak melawan mengobati infertilitas. Ada sebuah hadist yang
berhubungan yaitu: Bila salah seorang dari anggota keluarga Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam sakit, beliau memberi jampi-jampi dengan
membaca surat-surat mu'awwidzat (surat Al-lkhlash, surat Al-Falaq dan
surat An-Nas). Tidak dilihat sebagai bertentangan dengan kehendak Allah
melainkan untuk menemukan kebenaran tentang kemampuan pasangan
untuk mencapai anak-anak Pasangan subur mencari perawatan untuk
infertilitas mereka tidak dipandang sebagai hukum melawan Islam
(Syariah).
Proses yang terlibat dalam teknik reproduksi dibantu seringkali
menimbulkan kontroversi dan perdebatan. Bagaimanapun oposisi tidak
harus ditafsirkan sebagai yang berkaitan dengan aspek mana Islam terhadap
kemajuan teknologi dan bukan bertujuan untuk melihat pada setiap aspek
tertentu sehingga mereka pergi sesuai dengan pedoman dari Syariah (hukum
Islam). Menurut Serour (1998) sumber utama syariah berasal dari Al-Qur'an,
diikuti oleh Sunnah dan Hadis. Sunah dan Hadis adalah tradisi dan

59

perkataan Nabi Muhammad (saw). Ini diikuti dengan pendapat ulama Islam
dan Analogi, yang penalaran untuk aturan pada peristiwa yang tidak
disebutkan oleh Al-Qur'an dan Sunnah dengan peristiwa-peristiwa yang
setara yang telah memerintah atas.
b. Donor sperma
Pada pasangan yang tidak subur yang menyebabkan infertilitas berkaitan
dengan kondisi suami menjadi azoospermia (tidak ada sperma) atau
infertilitas laki-laki lainnya, pendekatan alternatif akan menghamili istri pria
dengan sperma dari donor. Dalam aspek ini, Islam melarang tindakan
inseminasi antara telur wanita dan sperma dari pria lain yang bukan suami
sah nya. Yusuf Al-Qarawadi (1995) membahas masalah menggunakan donor
sperma harus diklasifikasikan sebagai yang sama dengan melakukan
perzinahan dan karena itu dianggap sebagai kejahatan grevious dan dosa
besar. Dia juga menekankan pada pentingnya menjaga keturunan dalam
Islam. Seorang mantan kepala Al-Azhar dan Universitas Masjid, Syekh
Mahmud Shaltut seperti dikutip oleh Abul Fadl Mohsin Ebrahim (1988)
merilis fatwa (keputusan agama) yang mengutuk tindakan inseminasi
sperma donor dan menyamakannya untuk melakukan perzinahan (Bobak
dkk, 2005).
c. Sperma kriopreservasi
Kriopreservasi melibatkan

pembekuan

air

mani

menggunakan

krioprotektan dan menyimpannya pada suhu yang sangat rendah untuk


digunakan nanti. Teknik ini dapat digunakan untuk pasien yang telah
didiagnosa memiliki penyakit dimana perawatan dari penyakit ini dapat
menyebabkan infertilitas. Sperma diproses dan disimpan dan dicairkan di
kemudian hari dan dengan persetujuan pasien, digunakan untuk membuahi
oosit dari istri. Teknik ini hukum selama pasangan masih dalam kontrak
pernikahan, bagaimanapun, penyimpanan sperma suami untuk tujuan
menghamili istri dalam hal kematiannya dianggap sebagai tidak sah
berdasarkan hukum Islam hal membuat kematian serikat pernikahan
menjadi batal. Hal ini karena hukum Syariah memperhitungkan hak-hak
anak agar bisa dibesarkan oleh dua orangtua (Bobak dkk, 2005).
d. Status moral embrio

60

Teknologi reproduksi yang dibantu sering menyebabkan ketersediaan


oosit dan embrio berbagai cadang yang tidak ditransfer ke dalam rahim
ibu.Cyropreservation (pembekuan) teknik dapat menyimpan embrio sampai
beberapa tahun yang dapat dicairkan dan dikembalikan ke rahim ibu ketika
ia memutuskan untuk memiliki anak, proses ini adalah sah asalkan wanita
dari siapa oosit diperoleh masih dalam kontrak perkawinan dengan sperma
suami

yang

digunakan

untuk

menyuburkan

oosit

sendiri.

Pilihan lain untuk embrio cadangan yang akan disumbangkan untuk


keperluan penelitian. Kepentingan penelitian embrio termasuk untuk lebih
meningkatkan pengetahuan dalam reproduksi dibantu, diagnosis dan
pencegahan penyakit genetik dan pengembangan metode kontrasepsi yang
lebih baik . Embrio penelitian untuk tujuan terapeutik diperbolehkan dengan
persetujuan terlebih dahulu dari pasangan menjalani pengobatan infertilitas.
Embrio yang telah diteliti pada tidak akan ditransfer ke rahim ibu atau
wanita lain (Bobak dkk, 2005).
Imam Al Ghazali dalam Ihy nya 'Ulum al Din seperti dikutip oleh Abul
Fadl Mohsin Ebrahim (1988) menggambarkan keberadaan manusia sebagai
terjadi secara bertahap dan tahap pertama keberadaannya dimulai dengan
pengendapan air mani dalam rahim dan bahwa gangguan itu akan menjadi
kejahatan. Dalam konteks ini, penyelesaian dari air mani dalam rahim dapat
diambil sebagai tahap pembuahan. Sel telur yang dibuahi dan embrio sangat
awal adalah bentuk-bentuk kehidupan dan karenanya berhak diperlakukan
dengan hormat dan sebagai Imam Al Ghazali telah menyatakan,
mengganggu atau dengan kata lain memanipulasi dapat dianggap sebagai
kejahatan (Bobak dkk, 2005).
e. Surrogacy
Alternatif lain untuk cadangan embrio bisa untuk menyumbangkan
embrio luang untuk pasangan tanpa anak. Surogacy melibatkan implantasi
embrio berasal dari pasangan ke dalam rahim wanita lain. Sebagai ahli
hukum Islam telah memutuskan bahwa pembuahan gamet yang berasal dari
seorang pria dan seorang wanita yang tidak menikah secara resmi sebagai
tidak sah, mempertimbangkan situasi di mana pasangan menikah secara
hukum untuk membuahi gamet mereka secara in vitro tetapi memiliki

61

embrio yang dihasilkan ditransfer ke rahim wanita lain. Ini akan menjadi
tidak sah karena melibatkan pihak ketiga yang suami tidak menikah secara
resmi dan akan dianggap sebagai melanggar Hukum Islam (Syariah) .
Beberapa ahli hukum memungkinkan pembuahan invitro antara sperma dari
suami dan telur yang berasal dari seorang istri menikah secara resmi dan
ditanamkan ke istri kedua menikah secara resmi (Bobak dkk, 2005).
Dari berbagai cara diatas masih dalam kasus kontroverional dalam
pandangan islam, belum ada sumber yang jelas membolehkan teknologi
canggih tersebut di atas dapat menajmin kebenarannya secara syari. namun
bertolak dari hal tersebut, timbul pikiran bahwa Islam adalah agama yang
fleksibel dan mempertimbangkan kebutuhan untuk mengakomodasi
kebutuhan hidup, namun dalam berusaha untuk memperoleh kebutuhan
orang tidak boleh bertentangan dengan pedoman menurut hukum Islam
(Syariah) ketika melakukan itu.penelitian lebih dalam menyebabkan
pemahaman yang lebih baik mungkin diperlukan oleh ummat islam di
daerah yang yang tidak memiliki jawaban yang pasti (Bobak dkk, 2005).
Dari segi kemampuan seseorang dalam memilih pasangan yang tepat
untuk dinikahi baik dari segi fisik, maupun rohani juga dijelaskan dalam
sebuah hadis yang berbunyi: Dikisahkan Ma'qil bin Yasar: Seorang pria
datang kepada Nabi (saw) dan berkata: Saya telah menemukan seorang
wanita yang pangkat dan kecantikan, tapi dia tidak melahirkan
anak.Haruskah aku menikahinya? Dia mengatakan: Tidak Dia datang lagi,
tapi dia melarangnya. Dia datang kepadanya untuk ketiga kalinya, dan ia
(Nabi) berkata: Menikah wanita yang mencintai dan sangat produktif,
karena aku akan melebihi jumlah penduduk oleh Anda. Ada yang
bernaggapan bahwa dalam islam Islam wanita terbaik adalah mereka yang
mencintai dan bisa memiliki banyak anak. Bisa memahami sisi mencintai
tetapi wanita tidak punya kontrol pada berapa banyak anak-anak mereka
dapat memiliki sehingga orang akan beranggapan bahwa wanita yang dapat
memiliki anak perempuan dianggap lebih unggul yang tidak bisa memiliki
ank meskipun hal ini tidak di bawah kendali mereka (Bobak dkk, 2005).
Salah satu sahabat Rasulullah SAW menceraikan seorang wanita yang
tidak bisa punya anak. Tampaknya bahwa perempuan yang tidak bisa

62

memiliki anak adalah semacam terbuang karena bahkan beberapa ulama


menganggap Makruh untuk menikahi seorang wanita yang tidak bisa
memiliki anak. Hal ini menimbulkan suatu kejanggalan diman perempuan
yang tidak mampu menghasilkan keturunan seperti diabaikan, bahkan
mendapat posisi makruh un tuk dinikahi. Pada Al-Quran dijelaskan:


Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsabangsa

dan

bersuku-suku

supaya

kamu

saling

kenal

mengenal.

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal. (al-hujuuraat : 13)
Karakteristik sebagai wanita subur, dengan

sendirinya,

tidak

membuktikan kekuatan wanita tersebut , dan menjadi mandul tidak


membuktikan kelemahannya. Oleh karena itu, ia tidak harus disalahkan
untuk alasan ini karena itu bukan pilihan saat dia lahir seperti itu. Adapun
riwayat-riwayat kenabian yang mendorong menikahi wanita subur, maka ini
adalah dalam rangka untuk mencapai beberapa manfaat religius, seperti
memiliki banyak anak dan sejenisnya. Nabi muhammad SAW mengatakan:
"Menikahlah perempuan mencintai dan produktif, karena saya akan
melebihi jumlah bangsa-bangsa oleh Anda [dengan nomor berlimpah
Anda]."
Narasi tersebut tidak berarti bahwa seorang wanita yang tidak produktif
tidak berbudi luhur. Namun, kita tidak tahu bukti agama yang melarang
menikah dengan seseorang yang tandus, baik itu pria atau wanita, melainkan
teks-teks agama yang mendorong pernikahan adalah umum. Selain ini, yang
murni adalah manfaat tambahan dalam pernikahan, dan mungkin, setiap pria
dan wanita berusaha untuk mencapai kesucian.
'Umar Radiallahu Anhu menikah dengan seorang wanita dari Bani
Makhzoom mandul dan kemudian ia bercerai dan berkata : saya tidak tidur
dengan perempuan hanya untuk kesenangan , jika mereka tidakmelahirkan ,
aku tidak membutuhkannya. Umar member contoh bahwa diperbolehkan

63

untuk bercerai, seperti seorang wanita memiliki hak untuk meminta cerai
jika suaminya yang mandul, karena keduanya harus diberkati dengan anakanak. Yang berkuasa di sini berlaku untuk kedua suami dan istri.
c) Infertilitas menurut Ilmu Kedokteran
Infertilitas merupakan kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan
kehamilan sekurang-kurangnya dalam 12 bulan berhubungan seksual secara
teratur tanpa kontrasepsi, atau biasa disebut juga sebagai infertilitas primer.
Infertilitas sekunder adalah ketidakmampuan seseorang memiliki anak atau
mempertahankan kehamilannya. Pada perempuan di atas 35 tahun, evaluasi
dan pengobatan dapat dilakukan setelah 6 bulan pernikahan. Infertilitas
idiopatik mengacu pada pasangan infertil yang telah menjalani pemeriksaan
standar meliputi tes ovulasi, patensi tuba, dan analisis semen dengan hasil
normal (Aleida, 2013).
Dari survei diketahui bahwa 60%-70% pasangan yang telah menikah akan
memiliki anak pada tahun pertama pernikahan mereka. Sebanyak 20% akan
memiliki anak pada tahun ke-2 dari usia pernikahan. sebanyak 10-20% sisanya
akan memiliki anak pada tahun ke-3 atau lebih atau tidak akan pernah memiliki
anak. Walaupun pasangan suami-istri dianggap infertil, bukan tidak mungkin
kondisi infertil sesungguhnya hanya dialami oleh sang suami atau sang istri
saja. Hal tersebut dapat dipahami karena proses pembuahan yang berujung
pada kehamilan dan lahirnya seorang manusia harus merupakan kerjasama
antara suami dan istri. Kerjasama tersebut mengandung arti bahwa ada dua
faktor yang harus dipenuhi yaitu :
a. Suami memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu
menghasilkan dan menyalurkan sel kelamin pria (Spermatozoa) ke dalam
organ reproduksi istri,
b. Istri memiliki sistem dan fungsi reproduksi yang sehat sehingga mampu
menghasilkan sel kelamin wanita (sel telur atau ovum) yang dapat dibuahi
oleh spermatozoa dan memiliki rahim yang dapat menjadi tempat
perkembangan janin, embrio, hingga bayi berusia cukup bulan dan
dilahirkan.
Apabila salah satu dari dua faktor yang telah disebutkan tersebut tidak
dimiliki oleh pasangan suami-istri, pasangan tersebut tidak akan mampu
memiliki anak (Aleida, 2013).
Penyebab infertilitas secara umum dapat dibagi sebagai berikut:

64

1) Faktor perempuan
Penyebab infertilitas pada wanita dapat diklasifikasikan menjadi 3
kelompok, yaitu:
a. Gangguan ovulasi: seperti SOPK, gangguan pada siklus haid, insufiensi
ovarium primer. Infertilitas yang disebabkan oleh gangguan ovulasi dapat
diklasifikasikan berdasarkan siklus haid, yaitu amenore primer atau
sekunder. Namun tidak semua pasien infertilitas dengan gangguan
ovulasi memiliki

gejala

klinis

amenorea,

beberapa

diantaranya

menunjukkan gejala oligomenorea. Amenorea primer dapat disebabkan


oleh kondisi di bawah ini. WHO membagi kelainan ovulasi ini dalam 3
kelas, yaitu:
Kelas 1 : Kegagalan pada hipotalamus hipofisis (hipogonadotropin
hipogonadism) Karakteristik dari kelas ini adalah gonadotropin yang
rendah, prolaktin normal, dan rendahnya estradiol. Kelainan ini terjadi
sekitar 10% dari seluruh kelainan ovulasi.
Kelas 2 : Gangguan fungsi ovarium

(normogonadotropin-

normogonadism)
Karakteristik dari kelas ini adalah kelainan pada gonadotropin namun
estradiol normal. Anovulasi kelas 2 terjadi sekitar 85% dari seluruh kasus
kelainan ovulasi. Manifestasi klinik kelainan kelompok ini adalah
oligomenorea atau amenorea yang banyak terjadi pada kasus sindrom
ovarium polikistik (SOPK). Delapan puluh sampai sembilan puluh persen
pasien SOPK akan mengalami oligomenorea dan 30% akan mengalami
amenorea.
Kelas 3 : Kegagalan ovarium (hipergonadotropin-hipogonadism)
Karakteristik kelainan ini adalah kadar gonadotropin yang tinggi dengan
kadar estradiol yang rendah. Terjadi sekitar 4-5% dari seluruh gangguan
ovulasi.
b. Gangguan tuba dan pelvis
Kerusakan tuba dapat disebabkan oleh infeksi (Chlamidia, Gonorrhoea,
TBC) maupun endometriosis. Endometriosis merupakan penyakit kronik
yang umum dijumpai. Gejala yang sering ditemukan pada pasien dengan
endometriosis
pembesaran

adalah
pada

nyeri

adneksa.

panggul, infertilitas
Dari

studi

yang

dan

ditemukan

telah

dilakukan,

endometriosis terdapat pada 25%-50% perempuan, dan 30% sampai 50%

65

mengalami infertilitas. Hipotesis yang menjelaskan endometriosis dapat


menyebabkan infertilitas atau penurunan fekunditas masih belum jelas,
namun ada beberapa mekanisme pada endometriosis seperti terjadinya
perlekatan dan distrorsi anatomi panggul yang dapat mengakibatkan
penurunan tingkat kesuburan. Perlekatan pelvis pada endometriosis dapat
mengganggu

pelepasan

oosit

dari

ovarium

serta

menghambat

penangkapan maupun transportasi oosit (Kamath, 2012).


Klasifikasi kerusakan tuba yaitu:
a. Ringan/ Grade 1
- Oklusi tuba proksimal tanpa adanya fibrosis atau oklusi tuba distal
tanpa ada distensi.
- Mukosa tampak baik.
- Perlekatan ringan (perituba-ovarium)
b. Sedang/Grade 2
- Kerusakan tuba berat unilateral
c. Berat/Grade 3
- Kerusakan tuba berat bilateral
- Fibrosis tuba luas
- Distensi tuba > 1,5 cm
- Mukosa tampak abnormal
- Oklusi tuba bilateral
- Perlekatan berat dan luas
c. Gangguan uterus, termasuk mioma submukosum, polip endometrium,
leiomyomas, sindrom asherman
2) Faktor laki-laki
Infertilitas dapat juga disebabkan oleh faktor laki-laki, dan setidaknya
sebesar 30-40% dari infertilitas disebabkan oleh faktor laki-laki, sehingga
pemeriksaan pada laki-laki penting dilakukan sebagai bagian dari
pemeriksaan infertilitas. Fertilitas laki-laki dapat menurun akibat dari :
a. Kelainan urogenital kongenital atau didapat (Kamath, 2012).
b. Infeksi saluran urogenital
c. Suhu skrotum yang meningkat (contohnya akibat dari varikokel)
d. Kelainan endokrin
e. Kelainan genetik
f. Faktor imunologi
Di Inggris, jumlah sperma yang rendah atau kualitas sperma yang jelek
merupakan penyebab utama infertilitas pada 20% pasangan. Kualitas semen
yang terganggu, azoospermia dan cara senggama yang salah, merupakan
faktor yang berkontribusi pada 50% pasangan infertilitas. 1 Infertilitas lakilaki idiopatik dapat dijelaskan karena beberapa faktor, termasuk disrupsi

66

endokrin yang diakibatkan karena polusi lingkungan, radikal bebas, atau


kelainan genetic(Kamath, 2012).
d) PEMERIKSAAN INFERTILITAS
Pemeriksaan pada perempuan, gangguan ovulasi terjadi pada sekitar 15%
pasangan infertilitas dan menyumbang sekitar 40% infertilitas pada
perempuan (ASRM, 2013).
Pemeriksaan infertilitas yang dapat dilakukan diantaranya:
a. Pemeriksaan ovulasi
- Frekuensi dan keteraturan menstuasi harus ditanyakan kepada seorang
perempuan. Perempuan yang mempunyai siklus dan frekuensi haid yang
teratur setiap bulannya, kemungkinan mengalami ovulasi (Rekomendasi
B)
- Perempuan yang memiliki siklus haid teratur dan telah mengalami
infertilitas selama 1 tahun, dianjurkan untuk mengkonfirmasi terjadinya
ovulasi dengan cara mengukur kadar progesteron serum fase luteal
madya (hari ke 21-28) (Rekomendasi B)
- Pemeriksaan kadar progesteron serum perlu dilakukan pada perempuan
yang memiliki siklus haid panjang (oligomenorea). Pemeriksaan
dilakukan pada akhir siklus (hari ke 28-35) dan dapat diulang tiap
minggu sampai siklus haid berikutnya terjadi
- Pengukuran temperatur basal tubuh tidak direkomendasikan untuk
mengkonfirmasi terjadinya ovulasi (Rekomendasi B)
- Perempuan dengan siklus haid yang tidak teratur disarankan untuk
melakukan

pemeriksaan

darah

untuk

mengukur

kadar

hormon

gonadotropin (FSH dan LH).


- Pemeriksaan kadar hormon prolaktin dapat dilakukan untuk melihat
apakah ada gangguan ovulasi, galaktorea, atau tumor hipofisis
(Rekomendasi C)
- Penilaian cadangan

ovarium

menggunakan

inhibin

tidak

direkomendasikan (Rekomendasi C)
- Pemeriksaan fungsi tiroid pada pasien dengan infertilitas hanya
dilakukan jika pasien memiliki gejala (Rekomendasi C)
- Biopsi endometrium untuk mengevaluasi fase luteal sebagai bagian dari
pemeriksaan infertilitas tidak direkomendasikan karena tidak terdapat
bukti

bahwa

pemeriksaan

ini

akan

(Rekomendasi B) (ASRM, 2013).


b. Pemeriksaan Chlamydia trachomatis 1

meningkatkan

kehamilan.

67

- Sebelum dilakukan pemeriksaan uterus, pemeriksaan untuk Chlamydia


trachomatis

sebaiknya

dilakukan

dengan

teknik

yang

sensitif

(Rekomendasi B)
- Jika tes Chlamydia trachomatis positif, perempuan dan pasangan
seksualnya

sebaiknya

dirujuk

untuk

mendapatkan

pengobatan

(Rekomendasi C)
- Antibiotika profilaksis sebaiknya dipertimbangkan sebelum melakukan
periksa dalam jika pemeriksaan awal Chlamydia trachomatis belum
dilakukan (ASRM, 2013).
c. Penilaian kelainan uterus 1
- Pemeriksaan histeroskopi tidak dianjurkan apabila tidak terdapat
indikasi, karena efektifitas pembedahan sebagai terapi kelainan uterus
untuk meningkatkan angka kehamilan belum dapat ditegakkan.
(Rekomendasi B) (ASRM, 2013).
d. Penilaian lendir serviks pasca senggama 1
- Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien dengan infertilitas dibawah
3 tahun.
- Penilaian lendir serviks pasca senggama untuk menyelidiki masalah
fertilitas tidak dianjurkan karena tidak dapat meramalkan terjadinya
kehamilan. (Rekomendasi A)
e. Penilaian kelainan tuba 1
- Perempuan yang tidak memiliki riwayat penyakit radang panggul (PID),
kehamilan ektopik atau endometriosis, disarankan untuk melakukan
histerosalpingografi

(HSG)

untuk

melihat

adanya

oklusi

tuba.

Pemeriksaan ini tidak invasif dan lebih efisien dibandingkan laparaskopi.


(Rekomendasi B)
- Pemeriksaan oklusi tuba menggunakan sono-histerosalpingografi dapat
dipertimbangkan karena merupakan alternatif yang efektif (Rekomendasi
A)
- Tindakan laparoskopi kromotubasi untuk menilai patensi tuba, dianjurkan
untuk dilakukan pada perempuan yang diketahui memiliki riwayat
penyakit radang panggul, (Rekomendasi B) (ASRM, 2013).
e) Pemeriksaan pada laki-laki
Penanganan kasus infertilitas pada laki-laki meliputi:
a. Anamnesis
- Anamnesis ditujukan untuk mengidentifikasi faktor risiko dan kebiasaan
hidup pasien yang dapat secara bermakna mempengaruhi fertilitas pria.

68

Anamnesis meliputi: 1) riwayat medis dan riwayat operasi sebelumnya,


2) riwayat penggunaan obat-obatan (dengan atau tanpa resep) dan alergi,
3) gaya hidup dan riwayat gangguan sistemik, 4) riwayat penggunaan alat
kontrasepsi; dan 5) riwayat infeksi sebelumnya, misalnya penyakit
menular seksual dan infeksi saluran nafas (ASRM, 2013).
b. Pemeriksaan Fisik15
- Pemeriksaan fisik pada laki-laki penting untuk mengidentifikasi adanya
penyakit tertentu yang berhubungan dengan infertilitas. Penampilan
umum harus diperhatikan, meliputi tanda-tanda kekurangan rambut pada
tubuh atau ginekomastia yang menunjukkan adanya defisiensi androgen.
Tinggi badan, berat badan, IMT, dan tekanan darah harus diketahui.
- Palpasi skrotum saat pasien berdiri diperlukan untuk menentukan ukuran
dan konsistensi testis. Apabila skrotum tidak terpalpasi pada salah satu
sisi, pemeriksaan inguinal harus dilakukan. Orkidometer dapat digunakan
untuk mengukur volume testis. Ukuran rata-rata testis orang dewasa yang
dianggap normal adalah 20 ml.
- Konsistensi testis dapat dibagi menjadi kenyal, lunak, dan keras.
Konsistensi normal adalah konsistensi yang kenyal. Testis yang lunak
dan kecil dapat mengindikasikan spermatogenesis yang terganggu.
- Palpasi epididimis diperlukan untuk melihat adanya distensi atau
indurasi. Varikokel sering ditemukan pada sisi sebelah kiri dan
berhubungan dengan atrofi testis kiri. Adanya perbedaan ukuran testis
dan sensasi seperti meraba sekantung ulat pada tes valsava merupakan
tanda-tanda kemungkinan adanya varikokel.
- Pemeriksaan kemungkinan kelainan pada penis dan prostat juga harus
dilakukan. Kelainan pada penis seperti mikropenis atau hipospadia dapat
mengganggu proses transportasi sperma mencapai bagian proksimal
vagina. Pemeriksaan colok dubur dapat mengidentifikasi pembesaran
prostat dan vesikula seminalis (ASRM, 2013).

c. Analisis Sperma
Referensi hasil analisa sperma menurut WHO 2010

69

Referensi analisa sperma dan 95% confidence intervals WHO


PARAMETER
BATAS REFERENSI
95% CONFIDENCE
Volume sperma (ml)
Konsentrasi sperma

1.5
15

INTERVAL
1.4-1.7
12-16

(106/ml)
Jumlah total

39

33-46

(106/ejakulat)
Motilitas (PR, NP, %)
Motilitas progresif (PR,

40
32

38-42
31-34

%)
Morfologi (%)
Vitality

4
58

3.0-4.0
55-63

NP: non progressive motility, PR: progressive motility


- Penapisan antibodi antisperma tidak dianjurkan karena tidak ada bukti
pengobatan yang dapat meningkatkan fertilitas
- Jika pemeriksaan analisis sperma dikatakan abnormal, pemeriksaan ulang
untuk konfirmasi sebaiknya dilakukan (Rekomendasi B)
- Analisis sperma ulang untuk mengkonfirmasi pemeriksaan sperma yang
abnormal, dapat dilakukan 3 bulan pasca pemeriksaan sebelumnya
sehingga proses siklus pembentukan spermatozoa dapat terjadi secara
sempurna. Namun jika ditemukan azoospermia atau oligozoospermia berat
pemeriksaan untuk konfirmasi harus dilakukan secepatnya
- Pemeriksaan Computer-Aided Sperm Analysis (CASA) Untuk melihat
jumlah, motilitas dan morfologi sperma, pemeriksaan ini tidak dianjurkan
untuk dilakukan karena tidak memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan pemeriksaan secara manual
- Pemeriksaan fungsi endokrinologi. Dilakukan pada pasien dengan
konsentrasi sperma < 10 juta/ml. Bila secara klinik ditemukan bahwa
pasien menderita kelainan endokrinologi. Pada kelainan ini sebaiknya
dilakukan pemeriksaan hormon testosteron dan FSH serum .
- Penilaian antibodi antisperma merupakan bagaian standar analisis semen.
Menurut kriteria WHO, pemeriksaan ini dilakukan dengan pemeriksaan
imunologi atau dengan cara melihat reaksi antiglobulin. Namun saat ini
pemeriksaan antibodi antisperma tidak direkomendasikan untuk dilakukan
sebagai penapisan awal karena tidak ada terapi khusus yang efektif untuk
mengatasi masalah ini (WHO, 2013).

70

Daftar Pustaka
Aleida, G, Huppelshcoten dkk. 2013. Do Infertile Woman and their Partners have
Equal experiences with fertility care. Fertile sterile.
ASRM. 2013. Definition of in Infertility and recurrent pregnancy lose: a commite
opinion. Fertile sterile.
Eroschenko, Victor P. 2010. Atlas Histologi Difiore dengn Korelasi Fungsional
Edisi 11. Jakarta: EGC.

71

Guyton, Arthur C dan Hall John. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11.
Jakarta: EGC.
Kamath, M, Bhattcharya S. 2012. Best Practice and resort clinical obstetric and
gynaecology. P.729-38
Mescher, Anthony L. 2012. Histologi Dasar Junqueira Teks dan Atlas Edisi 12.
Jakarta: EGC.
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 6. Jakarta:
EGC.
Snell, Richard S. 2012. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6.
Jakarta: EGC.
WHO. Infertility. 2013.

Anda mungkin juga menyukai