Kasus 1
Batuk Tak Kunjung Sembuh
Seorang laki-laki berusia 23 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan batuk
berdahak yang tak kunjung sembuh. Keluhan dirasakan sejak 3 bulan yang lalu
sehingga pasien sering tidak masuk kerja. Dalam 2 bulan terakhir pasien
mengeluh berat badan menurun, sering berkeringat pada malam hari, dan kadang
terdapat hemoptoe. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya ronkhi pada apex
paru dan dokter menyarankan pasien untuk melakukan pemeriksaan rontgen
thoraks dan sputum BTA. Setelah didapatkan hasil pemeriksaan penunjang, dokter
menyampaikan rencana pengobatan pasien selama 6 bulan. Pasien merasa
keberatan dan menceritakan bahwa ia tinggal di daerah yang padat penduduknya,
serta banyak tetangganya yang menderita keluhan yang sama tetapi tidak
mendapatkan pengobatan selama itu.
STEP I
a. Hemaptoe adalah batuk darah dari paru atau saluran pernapasan di bawah pita
suara.
b. Ronkhi adalah bunyi gaduh yang dalam terdengar selama ekspirasi.
c. BTA merupakan basil tahan asam yang di lindungi peplidoglikan dan lipid
sehingga bisa tahan asam.
STEP II
1. Bagaimana mekanisme batuk berdahak?
2. Apa saja penyakit yang berkaitan dengan kasus?
3. Mengapa pasien berat badannya turun dan berkeringat pada malam hari hingga
muncul hemaptoe?
4. Mengapa pada pasien muncul suara ronkhi?
5. Mengapa dokter menyarankan untuk melakukan pemeriksaan rontgen thorax
dan sputum BTA?
6. Mengapa pengobatan dilakukan selam 6 bulan?
7. Apa hubungan antara tempat tinggal dengan keluhan pasien?
STEP III
1. Bagaimana mekanisme batuk berdahak?
sehingga
mengeluarkan
mediator
inflamasi
mengakibatkan
b. Ronkhi kering
c. Ronkhi kasar
5. Mengapa dokter menyarankan untuk melakukan pemeriksaan rontgen thorax
dan sputum BTA?
Penyakit TB bisa menimbulkan gejala batuk hingga berdahak sehingg
diharuska uji sputum BTA
Rontgen thorax pada TB akan dihasilkan pada pleura terdapat selaput yang
menghalangi
Untuk memastikan tempat kelainan
6. Mengapa pengobatan dilakukan selam 6 bulan?
Prinsip pengobatan TB
a. Obat-obtan multi drug
b. Obat-obatn di minu teratur
c. Terapi obat terus menerus dan aman
d. Pengobatan TB selama 6 bulan (minimal)
e. Paling lama 9 bulan
7. Apa hubungan antara tempat tinggal dengan keluhan pasien?
a. Lembab
b. Sanitasi buruk
c. TB menular secara droplet
d. Mycobacterium tidak tahan sinar UV
STEP IV
1. Bagaimana mekanisme batuk berdahak?
Mikroorganisme masuk ke saluran nafas bereaksi dengan sel mast dan
makrofag mengeluarkan mediator inflamasi hipersekresi mukus
Impuls saraf aferen yang berjalan melalui N.Vagus ke medulla otak
mengkontraksikan otot abdomen dan diagframa tekanan paru meningkat
terjadilah batuk berdahak batuk yang terus menerus infeksi pada saluran
nafas dan radang mukosa memicu pecahnya pembuluh darah terjadi
batuk berdarah
2. Apa saja penyakit yang berkaitan dengan kasus?
A. TB
Tuberculosis
mycobacterium
adalah
penyakit
tuberculosis
yang
complex.
disebabkan
Kasus
oleh
tuberculosis
infeksi
(TB)
diklasifikasikan berdasarkan :
1) Berdasarkan letak anatomi penyakit
a. Tuberculosis paru : kasus TB yang mengenai parenkim paru
Bagan:
TB
patofisiologi
Penegakan
diagnosis
Gejala klinis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan
penunjang
Prognosis
komplikasi
penatalaksanaan
Kategori OAT
Mekanisme
farmakologi
Efek samping
Interaksi obat
sosial
Lingkungan
Status gizi
DOTS
Pengetahuan
STEP V
1. Mempelajari mekanisme patofisiologi TB?
2. Bagaimana penegakan diagnosis TB?
3. Bagaimana penatalaksanaan TB?
4. Masalah social yang berkaitan dengan TB dan cara penanggulangannya?
STEP VI
Belajar mandiri
STEP VII
1. Mempelajari mekanisme patofisiologi TB?
A. Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi pada mamalia yang disebabkan
oleh basil tuberkel mamalia ( Mycobacterium tuberculosis, M. bovis ).
Selama berabad-abad penyakit ini telah dikenal sebagai penyakit klinis dan
serius dan tersebar luas serta menimbulkan kematian dan ketidakmampuan
yang lama di seluruh dunia (Rudolph, 2006).
Ciri khas organisme dari basil tuberkulosis ialah bakteri batang tipis
berukuran sekitar 0,4 x 3 m. Basil tuberkulosis sejati ditandai dengan
tahan asam yaitu 95% etil alkohol mengandung 3% asam hidroklorat
(asam-alkohol) dengan cepat menghilangkan warna semua bakteri kecuali
Mycobacterium. Sifat tahan asam ini tergantung pada integritas selubung
yang terbuat dari lilin (jawetz, 2008).
Sifat pertumbahan, Mycobacterium adalah aorob obligat dan
mendapatkan energi dari oksidasi banyak komponen karbon sederhana.
Peningkatan CO2 mendukung pertumbuhan, aktivitas biokimia tidak khas
dan laju pertumbuhannya lebih lambat daripada kebanyakan bakteri.
Waktu replikasi basilus tuberkulosis sekitar 18 jam. Bentuk saprofitik
cenderung untuk tumbuh lebih cepat, untuk berproliferasi dengan baik
pada suhu 22-23C, untuk memproduksi pigmen, dan tidak terlalu bersifat
tahan asam bila dibandingkan dengan bentuk patogennya (jawetz, 2008).
akibat infeksi primer oleh basil tuberkel dan mencakup kompleks primer
(lesi
parenkim
dan
nodus
limfatikus
regional)
serta
perluasan
Gambar 2 TB paru
Tuberkulosis paru primer yang progresif secara lokal, kadang
kadang komponen paru dari kompleks primer tidak mengikuti perjalanan
penyakit jinak yang bisa terjadi, tetapi berlanjut secara lokal. Awitan
bersifat
akut,
dengan
fokus
parenkim
yang
berlanjut
menjadi
10
11
12
miliaris
akut,
tuberkulosis
miliaris
merupakan
13
Gambar 3 TB Miliar
b. Tuberkulosis Ekstra paru
14
Gambar 4 TB meningtis
Tuberkulosis tulang/sendi, tuberkulosis tulang atau sendi merupakan
suatu bentuk infeksi tuberkulosis ekstrapulmonal yang mengenai tulang
atau sendi. Insidensi tuberkulosis sendi berkisar 1-7 % seluruh TB. TB
tualng belakang merupakan kejadian tertinggi diikuti sendi panggul dan
sendi lutut pada TB tulang atau sendi. Umumnya TB tulang atau sendi
15
daerah
korpus,
serta
penyempitan
diskus
intervertebralis.
tuberculosis
dapat
dilakukan,
sedangkan
pada
16
pemeriksaan
histopatologis
dapat
dijumpai
perkijuan
(granuloma
maka
17
fliktenularis
menggambarkan
hipersensitivitas
18
19
20
respon imun hospes terhadap organisme. Dari kelenjar getah bening ini,
basil dapat menyebar melalui vena limfatika atau secara hematogen
keseluruh
tubuh.
Respon
imun
yang
diinduksi,
terutama
yang
ekstrak
antigen
protein
yang
dimurnikan
dari
21
sebagian
besar
kuman
TB.
Akan
tetapi,
pada
disebut
sebagai
masa
inkubasi
TB.
Hal
ini
berbeda
denganpengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang
diperlukan sejakmasuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa
inkubasi TB biasanyaberlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan
rentang waktu antara 2-12 minggu.Dalam masa inkubasi tersebut, kuman
tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104,yaitu jumlah yang cukup untuk
merangsang respons imunitas seluler (Retno, FKUI).
F.
Faktor Resiko
a. Resiko infeksi TB
Faktor resiko terjadi infeksi TB antara lain adalah sebagai berikut :
anak yang memiliki kontak dengan orang dewasa dengan TB aktif,
daerah endemis, obat-obatan intravena, kemiskinan serta lingkungan
yang tidak sehat (Yuyun, FKUI).
22
23
HIV,
keganasan,
transplantasi
organ,
pengobatan
24
Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas
dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Penegakan Diagnosa
25
GEJALA
Kontak
0
Tidak jelas
Tes Tuberkulin
Negatif
BB/Status gizi
BB/TB <
90% atau
BB/U < 80%
> 2 minggu
Tulang / Sendi
Foto thorax
Normal
3 mgg
Jumlah > 1,
ukuran
1 cm tidak
nyeri
Bengkak (+)
Sugestif TB
TOTAL
2
Laporan
keluarga,
BTA (-)
/tidak
tahu/BTA
tidak jelas
-
3
BTA (+)
Gizi buruk
SKOR
2) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin
ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu
demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun. (IPD:200 )
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit
umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru
pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan
26
3) Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto
lateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CTScan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi
gambaran
bermacam-macam
bentuk
(multiform).
Gambaran
27
a)
b)
c)
d)
a)
(umumnya)
atau
bilateral
(jarang)
(Konsensus TB).
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas
Kalsifikasi atau fibrotik
Kompleks ranke
Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura
Luluh Paru (Destroyed Lung ) :
Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru
yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran
radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, multikaviti dan
fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau
penyakit
hanya
berdasarkan
gambaran
radiologik
tersebut
(Konsensus TB).
b) Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan
aktiviti proses penyakit (Konsensus TB).
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan
pengobatan dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA dahak
negatif) :
a) Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua
paru dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus
dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga 2)
dan tidak dijumpai kaviti.
b) Lesi luas
Bila proses lebih luas dari lesi minimal.
28
dahak
untuk
menegakkan
diagnosis
dengan
29
c.
d.
kemudian
bila 1 kali positif, 2 kali negatif Mikroskopik positif
bila 3 kali negatf Mikroskopik negative
Untuk interpretasi pemeriksaan mikroskopis dahak pasien
30
kepositifan dari uji yang didapat besar sekali atau bula (Konsensus
TB).
Pada pleuritis tuberkulosa uji tuberkulin kadang negatif,
terutama pada malnutrisi dan infeksi HIV. Jika awalnya negatif
mungkin dapat menjadi positif jika diulang 1 bulan kemudian.
Sebenarnya secara tidak langsung reaksi yang ditimbulkan hanya
menunjukkan gambaran reaksi tubuh yang analog dengan ;
a. reaksi peradangan dari lesi yang berada pada target organ yang
terkena infeksi atau
b. status respon imun individu yang tersedia bila menghadapi agent
dari basil tahan asam yang bersangkutan (M.tuberculosis).
4) Pemeriksaan Darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan
indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED)
jam pertama dan kedua sangat dibutuhkan. Data ini sangat penting
sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan
biologik penderita, sehingga dapat digunakan untuk salah satu respon
terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai predeteksi
tingkat penyembuhan penderita. Demikian pula kadar limfosit bisa
menggambarkan biologik/ daya tahan tubuh penderida , yaitu dalam
keadaan supresi / tidak. LED sering meningkat pada proses aktif,
tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis.
Limfosit pun kurang spesifik (Konsensus TB).
5) Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda:
a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat
mendeteksi respon humoral berupa proses antigen-antibodi yang
terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah
kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.
b. Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM)
yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir
31
32
33
2) INH
3) Pirazinamid
4) Streptomisin
5) Etambutol
b. Kombinasi dosis tetap (Fixed dose combination) Kombinasi dosis tetap
ini terdiri dari :
1) Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150
mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg
dan
2) Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150
mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid. 400 mg
mg/kg
untuk dewasa.
BB
semingggu
atau
300
mg/hari
34
pengobatan.
Efek
samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan
dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat
dilanjutkan. (PDPI, 2006)
1. Isoniazid (INH)
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada
syaraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini
35
samping
ringan
yang
dapat
terjadi
dan
hanya
36
37
38
39
adalah
evaluasi
klinis,
yaitu
menghilangkan
atau
hasil
pengobatan,
sedangkan
pada
efusi
pleura
TB
evaluasi
lebih
lanjut
mengapa
tidak
ada
perbaikan.
40
Hasil pengobatan
1. Sembuh
Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan
pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan
pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya.
2. Pengobatan Lengkap
Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal.
3. Meninggal
Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab
apapun.
4. Pindah
Adalah pasien yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03
yang lain dan hasil pengobatannya tidak diketahui.
5. Default (Putus berobat)
Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih
sebelum masa pengobatannya selesai.
41
6. Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
(PNPT, 2006)
Multi-drug Resisten (MDR-TB)
Bila kita berbicara mengenai insidens B tidak lepas dari masalah
MDR-TB. Yang dimaksud dengan MDR-TB adalah isolat. M. tuberkulosis
yang resisten terhadap dua atau lebih OAT lini pertama biasanya isoniazid
dan rifampisin. Manajemen TB semakin sulit dengan meningkatnya
resistensi terhadapt obat antituberkulosis yang biasa dipakai. Ada beberapa
penyebab terjadinya resistensi terhadap OAT yaitu pemakaian obat
tunggal, penggunaan paduan yang tidak memadai termasuk pencampuran
obat yang tidak memadai termasuk pencampuran obat yang tidak
dilakukan secara benar, kurangnya kepatuhan minum obat,
Kejadian MDR-TB yang pasti sulit dilakukan karena kultur sputum
dan uji kepekaan obat tidak rutin dilaksanakan, ditempat-tempat dengan
prevalensi yang tinggi. Namun diakui bahwa MDR-TB merupakan
masalah yang terus meningkat. Diperkiranakan MDR-TB akan tetap
merupakan masalah di banyak daerah di dunia. Data mengenai MDR-TB
yang resmi di Indonesia belum ada. Menurut WHO bila pengendalian TB
tidak benar prevalensi MDR-TB mencapai 5,5% sedangkan dengan
pengendalian yang benar, yaitu dengan menerapkan strategi DOTS maka
prevalensi MDR-TB hanya 1,6% saja (WHO,1998). (PNTA, 2005)
4. Masalah sosial yang berkaitan dengan TB dan cara penanggulangannya?
Pendekatan DOTS
Kepatuhan pasien dikatakan baik apabila pasien meminum obat sesuai
dengan dosis yang ditentukan dalam pengobatan. Kepatuhan pasien ini
menjamin keberhasilan pengobatan dan mencegah resistensi. Salah satu upaya
untuk meningkatkan kepatuhan pasien adalah dengan melakukan pengawasan
langsung terhadap pengobatan (directly observed treatment ).
DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah strategi yang
telah direkomendasi oleh WHO dalam pelaksanaan program penanggulangan
42
43
a. Obat :
1. Paduan obat tidak adekuat.
2. Dosis obat tidak cukup.
3. Minum obat tidak teratur/tidak sesuai dengan petunjuk yang
diberikan.
4. Jangka waktu pengobatan kurang dari semestinya.
5. Terjadi resisten obat.
6. Resisten obat sudah harus diwaspadai yakni bila dalam 1-2 bulan
pengobatan tahap intensif, tidak terlihat perbaikan.
b. Drop out :
1. Kekurangan biaya pengobatan.
2. Merasa sudah sembuh.
3. Malasberobat/kurangmotivasi.
c. Penyakit :
1. Lesi paru yang sakit terlalu luas/sakit berat.
2. Penyakit lain yang menyertai tuberculosis seperti diabetes melitus,
alkoholisrae.
3. Adanya gangguan imunologis.
PENANGGULANGAN
a. Terhadap pasien yang sudah berobat secara teratur :
1) Menilai kembali apakah panduan obat sudah adekuat mengenai dosis
dan cara pemberiannya.
2) Lakukan pemeriksaan ujia kepekaan/tes resistensi kuman terhadap obat.
3) Bila sudah dicoba dengan obat-obat yang masih peka, tetapi ternyata
gagal juga, maka pertimbangkan terapi dengan pembedahan terutama
pada pasien dengan kavitas atau destroyed lung.
b. Terhadap pasien dengan riwayat pengobatan tidak teratur :
1) Teruskan pengobatan lama selama +3 bulan dengan evaluasi
bakteriologi setiap-tiap bulan.
2) Nilai kembali tesresisten kuman terhadap obat.
3) Bila ternyata terdapat resistensi terhadap obat, ganti dengan paduan
obat yang masih sensitif. (Sudoyo, 2011)
44
DAFTAR PUSTAKA
Andrea T. Cruz and Jefferey R. Stark. 2010. Pediatric Tuberculosis. American
Academy Pediatrics. 2010;31;13 DOI: 10.1542/pir.31-1-13
Atunah, Yuyun. 2008. Hubungan antara faktor-faktor kualitas lingkungan fisik
rumah dengan kejadian TB paru BTA positif. Departemen Kesehatan
Lingkungan FKM UI: Jakarta.
Behrman, Ricard E, Robert M. Kliegman, M.D. 2010. Nelson Esensi pediatri
ed.4. EGC: Jakarta
Brook G. F, Butel J.S, Ornston .L.N. 2007. Jawetz, Melnick, Aldelberg
Mikrobiologi Kedokteran Edisi 23. EGC: Jakarta
Dr. Tjandra Yoga Aditama,Sp.P, DTM&H, MARS. 2006. Jurnal Tuberkulosis
Indonesia vol.2 No.2. Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia
(PPTI). Jakarta ISBN: 1829 - 5118
Dr.Tjandra Yoga Aditama,SpP(K),MARS, dkk. 2006. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis (PNPT) ed. 2 cetakan pertama. DEPKES RI:
Jakarta.
Mansjoer, Arif. 2009. Kapita selekta kedokteran. Fakultas Kedokteran UI: Jakarta.
M. Rudolph, Abraham, Julein I.E. Hoffman, Colin D. Rudolph. 2006. Buku Ajar
Pediatri Rudolph ed. 20 vol. 1. EGC: Jakarta.
Pedoman & Penatalaksaan Tuberkulosis di Indonesia. 2002. Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia (PDPI): Jakarta.
Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis cetakan ke-8. 2002. Depkes RI.
Jakarta.
Tim adaptasi Indonesia. Pedoman pelayanan kesehatan anak di Rumah Sakit
rujukan tingkat pertama di Kabupaten/WHO. 2009. Jakarta
45