TUBERKULOSIS
2021
BAB I
KASUS
Identitas Pasien
Nama : Amir
Usia : 14 tahun
BB/TB : 42 kg/155 cm
Pekerjaan : Pelajar
Riwayat Penyakit
Keluhan saat ini: urin berwarna merah, sering merasa kesemutan dan demam dan menggigil.
Keluhan Utama: Batuk berdahak sejak 1 bulan terakhir, sering demam di malam hari.
Riwayat pengobatan: Pernah menggunakan obat TB (selama 6 bulan) setahun yang lalu dan
sudah dinyatakan sembuh. Sekarang tidak menggunakan obat apapun
Nama: Amir
Usia: 25 tahun
Berat badan: 48 kg
Hasil Pemeriksaan
Tanda Vital
Darah
Catatan Pengobatan
24-10-2021 25-10-2021
No. Nama Obat Dosis Rute
P SI S M P SI S M
5. Streptomisin 1xsehari IV
0,75g
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Tuberkulosis
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Kuman TB
dapat menyebar dari paru-paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah,
sistem salura limpa, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya. Daya
penulara dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
paru-parunya, semakin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak maka penularannya
semakin tinggi.
B. Gejala-Gejala Penyakit TB
Gejala pada penyakit TB dibagi menjadi gejala umum da khusus sesuai dengan organ
yang terlibat.
a. Gejala sistemik/umum
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan
Batuk-batuk selama lebih dari tiga minggu (dapat disertai dengan
darah)
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
b. Gejala khusus
Bergantung dari organ tubuh yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran menuju paru-paru) akibat penekan kelenjar
getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi”,
suara nafas melemah yang disertai sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura (atau pembungkus paru-paru), dapat
disertai keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, akan terjadi gela seperti infeksi tulang yang
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit diatas
nya, akan keluar cairan nanah
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut dengan meningitis (radag selaput otak), gejalanya demam
tinggu, adanya penurunan kesadaran, dan kejang-kejang.
D. Diagnosis
1. Pada pasien dewasa
a. Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung
Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) TBC
Pemeriksaan biakan
Mengecek
apakah pasien
telah minum
obatnya tepat
waktu
Pemberian
Informasi kpd
Pasien dan
keluarga
bahwa obat
harus
diminum
sesuai aturan
agar tidak
terjadi
resistensi dan
harus
dihabiskan
Pemberian
informasi
tentang ES
rifampisin
jangan
dikhawatirka
n
Monitoring
fungsi hepar
sgot dan sgpt
jika perlu.
PEMBAHASAN
Seorang pria bernama Amir berusia 25 tahun dan berat badan 48 kg dating ke dokter
dengan keluhan saat ini urin berwarna merah, sering merasa kesemutan dan demam dan
menggigil. Ia juga mengalami batuk berdahak sejak 1 bulan terakhir dan sering demam di malam
hari. Pasien juga mengalami riwayat TB kambuhan 1 tahun yang lalu dan setelah dilakukan tes
BTA (+) sehingga pasien pernah menggunakan obat TB (selama 6 bulan) setahun yang lalu dan
sudah dinyatakan sembuh dan sekarang tidak menggunakan obat apapun . Pasien juga merupakan
perokok aktif.
Maka dari itu pasien dilakukan pemeriksaan tanda vital dimana hasilnya tekanan darah
pasien 130/80 mmg/dL, suhu badan 38° celcius, leukosit 23x, 11,0 g/dL, trombosit
200x/µL, SGOT 40 U/L, SGPT 45 U/L, BUN 23 mg/dL, Creatinin 1,3 g/dL. Untuk tanda
vital dapat dilihat bahwa ada beberapa yang tidak normal, yaitu suhu badan yang sedikit tinggi
dari suhu normal tubuh manusia yaitu 37°c, pemeriksaan leukosit juga cukup tinggi padahal
normal dari kadar leukosit di dalam tubuh adalah 4-10x. Hal ini terjadi karena leukosit memiliki
fungsi utama melawan infeksi, melindungi tubuh dengan memfagositosit organisme asing dan
memproduksi atau mengangkut antibodi, jika leukosit tinggi maka mengindikasikan bahwa ada
infeksi didalam tubuh pasien yaitu akibat bakteri tuberkulosis, selain itu juga ada pemeriksaan
SGOT dan SGPT yang menunjukkan hasil lebih tinggi dari normal, yaitu untuk kadar SGOT
adalah 0-37 U/L dan untuk SGPT 0-40 U/L. SGOT atau Aspartat aminotransferase (AST)
merupakan enzim yang memiliki aktivitas metabolism yang tinggi, ditemukan pada jantung, hati,
limfa, dll. Penyakit yang menyebabkan perubahan, kerusakan, atau kematian sel akan
mengakibatkan terlepasnya enzim ini ke sirkulasi ini maka dari itu dapat disimpulkan bahwa
pasien menderita kerusakan pada hepar atau adanya lesi. Begitu juga dengan SGPT atau Alanin
aminotransferase (ALT) yang merupakan indikasi adanya kerusakan pada hati. Sementara itu
untuk hasil lainnya masih dibatas normal termasuk pemeriksaan BUN. Pemeriksaan BUN adalah
tes untuk mengukur kadar ureum di dalam darah. Ureum adalah zat sisa metabolisme protein yang
seharusnya dibuang melalui urine ( Pedoman Interpretasi Data Klinik, 2011).
Dari data keluhan, Riwayat, dan diperjelas dengan pemeriksaan tanda vital tersebut maka
dokter mendiagnosis pasien mengalami tuberkulosis kategori 2 dimana pasien pernah mengalami
penyakit tersebut dan kambuh kembali. Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat
tahan asam sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Sebagian besar kuman TB
sering ditemukan menginfeksi parenkim paru dan menyebabkan TB paru, namun bakteri ini juga
memiliki kemampuan menginfeksi organ tubuh lainnya (TB ekstra paru) seperti pleura, kelenjar
limfe, tulang, dan organ ekstra paru lainnya (Tata Laksana Tuberkulosis, 2020).
Dokter memberikan Rifampisin 450 mg diminum 1x sehari, INH 300 mg diminum
1xsehari, Pirasinamid 500 mg diminum 1x sehari, Etambutol 250mg diminum 3x sehari, dan
Streptomicin 0,75 g 1x sehari. Dari pemberian obat pada pasien maka dapat disimpulkan bahwa
pasien termasuk golongan pasien tuberkulosis kategori ke 2, dimana obat yang diberikan
mengikuti panduan OAT kombipak. Dari obat yang diberikan pada pasien juga dapat
disimpulkan bahwa pasien sedang menjalani tahap intensif dosis harian. Namun dari pemberian
obat tersebut dapat dilihat ada beberapa permasalahan.
Permasalahan pertama adalah adanya DRPs yaitu peristiwa atau keadaan yang
melibatkan terapi obat yang benar-benar atau berpotensi mengganggu hasil kesehatan yang
diinginkan (PCNE, 2017). Masalah pertama adalah adanya indikasi penyakit/keluhan pasien
yang belum ditangani dalam resep tersebut atau biasa disebut dengan untreated indications
dimana pasien mengalami kenaikan suhu badan, memang tidak terlalu signifikan namun
untuk mencegah terganggunya aktivitas pasien maka disarankan memberikan paracetamol 500
mg prn (bila perlu). Masalah kedua adalah adanya interaksi pada obat atau drugsinteraction
pada Rifamfisin dan isoniazid yang dapat menyebabkan efek samping yang serius, pada organ
hati selain itu juga ada interaksi untuk rifampisin dan pirazinamid dapat menyebabkan kerusakan
hati yang sebenarnya fungsi hati dan drug level di dalamtubuh dapat di monitor oleh dokter
dengan tes darah saat melakukan treatment, yang terakhir adalah interaksi etambutol dan
isoniazid dapat menyebakan kerusakan syaraf dimana dapat memunculkan efek samping kedua
obat. Masalah yang ketiga adalah subtherapeuticdosage yaitu dosis obat yang diberikan dalam
dosis tersebut terlalu kecil, sehingga efek terapi tidak memadai untuk mengobati penyakit pasien.
Obat yang dimaksud adalah Pirazinamid, dimana dokter memberikan 1x sehari sebanyak 500
mg, jika mengacu pada buku tatalaksana tuberkulosis maka seharusnya obat yang diberikan
frekuensinya 3x sehari 500 mg. Masalah yang terakhir terkait obat adalah adanya
adversedrugsevents dimana Isoniazid menyebabkan pasien sering mengalami kesemutan pada
pasien. Maka dapat disimpulkan bahwa dokter telah memberikan pasien tepat obat, namun untuk
dosis dirasa belum tepat karena frekuensi pirazinamid masih dirasa kurang .
Masukan yang dapat dilakukan oleh apoteker adalah merekomendasikan untuk
meningkatkan frekuensi pemberian pyrazinamide menjadi 3x500 mg sehari sesuai pedoman,
merekomendasikan pemberian Piridoksin 50-75 mg / hari untuk mengurangi kesemutan akibat
efek samping penggunaan INH, dan merekomendasikan pemberian paracetamol 500 mg prn (jika
diperlukan) (Pedoman Penanggulangan TB, 2011). Selain masukan farmakologi apoteker juga
memberikan masukan secara non farmakologi, yaitu kegiatan pemberian konseling dimana
apoteker memberikan instruksi lengkap termasuk berapa banyak, kapan, berapa lama
penggunaan dan bagaimana jika obat lupa diminum, informasi tentang penyakit yang diderita ,
kapan dan bagaimana pemakaian obat akan bermanfaat untuk penyembuhan, serta pemberian
informasi tentang efek samping obat, edukasi kesehatan salah satunya urin berwarna merah
tersebut merupakan hal yang wajar, dan motivasi pada pasien TB dan anggota keluarga mereka
tentang penyakit dan perlunya pengobatan teratur sampai selesai. Dukungan psikososial kepada
pasien TB untuk tercapainya keberhasilan pengobatan. Penyuluhan khusus juga diberikan kepada
pasien mengenai etika batuk / higiene respirasi (menutup mulut dengan tangan ketika batuk atau
bersin, atau lebih disarankan menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun setelah batuk
atau bersin), menggunakan masker.dn menghentikan rokok (Kemenkes, 2014).
Monitoring adalah Cek sputum untuk melihat apakah masih ada bakteri m.tb (cek BTA
kembali setelah 2 bulan pengobatann. Mengecek apakah pasien meminum obatnya tepat waktu
atau tidak (Tatalaksana TBC, 2020). Pemberian informasi kepada pasien dan keluarga bahwa
obat harus diminum sesuai aturan agar tidak terjadi resistensi dan harus dihabiskan maka dapat
dilakukan dengan menunjuk salah satu anggota keluarga pasien sebagai PMO (pengawas
menelan obat) untuk memudahkan jadwal dan mengawasi proses menelan obat. Lalu dengan
monitoring fungsi hepar sgot dan sgpt jika diperlukan untuk mengecek apakah ada penurunan
hasil atau malah terjadi kenaikan.
Kegiatan pemberian konseling antara lain ialah dengan memberikan edukasi kesehatan,
dan motivasi pada pasien TB MDR dan anggota keluarga mereka tentang penyakit dan perlunya
pengobatan teratur sampai selesai adalah sangat penting. Dukungan psikososial kepada pasien
TB MDR untuk tercapainya keberhasilan pengobatan. Penyuluhan khusus juga diberikan kepada
pasien mengenai etika batuk / higiene respirasi (menutup mulut dengan tangan ketika batuk atau
bersin, atau lebih disarankan menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun setelah batuk
ataubersin).
DAFTAR PUSTAKA
Ni Made Mertaningsih, dkk. 2013. Buku Ajar Tuberkulosis Diagnostik Mikrobilogis. Surabaya :
Pusat Penerbitan dan Percetakan Universitas Airlangga
https://books.google.com/books?
id=d1crEAAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=diagnosis+tuberkulosis&hl=id&newbks=
1&newbks_redir=1&sa=X&ved=2ahUKEwjjydy58vbzAhVPbysKHQFTA_gQ6AF6BAg
GEAI
Indrawaty, Sri. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta : Kemenkes RI.